Professional Documents
Culture Documents
SEMESTER II
PRODI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BATAM
2014
Batam,
Editor
Juni 2013
KETERAMPILAN ANAMNESIS
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling signifikan
untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaaan yang harus diingat pada
komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai
dengan yang diharapkan. Pertanyaan tersebut meliputi:
A.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
B.
4.
KOMUNIKASI
PENYAKIT
PENGAMATAN
Ya
Tidak
LANGKAH/TUGAS
A. PERKENALAN
1.
2.
3.
3.
SISTEM
2.
D. DOKUMENTASI
1.
Mencatat hal-hal yang penting dari komunikasi
2.
3.
REKAM MEDIK
7
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
:
Umur / Tanggal lahir :
Alamat
:
Agama
:
Pekerjaan
:
II.
(pria/wanita)
HISTORY TAKING :
Keluhan Utama :
Telaah :
Keluhan tambahan / penyerta :
Riwayat penyakit terdahulu :
Riwayat pengobatan dan pemakaian obat :
a)
b)
c)
d)
e)
III.
Sensorium :
Keadaan gizi :
Suhu :
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum :
Keadaan Penyakit
Tekanan darah :
Nadi
Edema :
Ikterus
1.
2.
3.
:
:
:
Kepala :
Leher :
Toraks :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
Jantung :
Paru :
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi :
Ekstremitas
a)
b)
4.
5.
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium :
1)
2)
3)
4)
lain :
Foto toraks :
EKG:
Lain-lain :
Darah
Urine
Faeces
Lain-
sebaiknya
auskultasi dilakukan
sebelum palpasi.
Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus
melakukan komunikasi dokter(pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting
sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan
diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang
belum kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
Secara khusus pemeriksaan fisik kardiovaskuler
beda jauh dengan sistim lain yaitu secara berurutan dilakukan pemeriksaan
melihat
5. Mengenal dan menentukan variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan
(bising)
Indikasi
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler dilakukan untuk :
1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien
2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien
3. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien
5. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna terhadap
pasien.
Media dan alat bantu pemberlajaran
a. Daftar panduan belajar untuk anamnesis
b. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisik kardiovaskuler
c. Stetoskop, lap, wastafel (air mengalir), probandus / manekin / Auscultation trainer dan
Smartscope / Amplifier speaker system / Dual head training stetoscope
d. Status penderita pulpen, pensil.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2. Ceramah
3. Diskusi
4. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
Panduan Teori
10
Auskultasi Jantung
11
12
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang
terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks
jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi jantung I. Jadi
bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari
P 1, A 2 lebih besar dari A 1.
Hal ini karena :
M1
M2
P1
P2
A1
A2
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi
jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung)
Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung
sedang bunyi I hanya dirambatkan
13
14
Penjalaran Bising
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi dimana bising
itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh
precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
3.
Intensitas Bising
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 tingkatan :
Tingkat I
: bising yang sangat lemah, hanya terdengar dengan
konsentrasi.
Tingkat II
: bising lemah, namun dapat terdengar segera waktu
auskultasi.
Tingkat III
: sedang, intensitasnya antara tingkat II dan tingkat IV.
15
Tingkat IV
4.
Bising Diastole, terdengar dalam fase diastole (antara bunyi jantung 2 dan bunyi jantung
1), dikenal antara lain :
- Mid-diastole, terdengar pada pertengahan fase diastole misalnya pada stenosis mitral.
- Early diastole, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada insufisiensi
sorta.
- Pre-sistole, yang terdengar pada akhir fase diastole, tepat sebelum bunyi jantung 1,
misalnya pada stenosis mitral. Bising sistole dan diastole, terdengar secara kontinyu
baik waktu sistole maupun diastole. Misalnya pda PDA
5.
17
18
19
1.
2.
3.
TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung (kardiovaskuler)
secara sistematis dengan baik dan benar.
TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi pada :
a. Dinding dada.
b. Jantung
c. Abdomen
d. Ekstremitas
Mencatat dan menyimpulkan pemeriksaan fisik
Membuat diagnosis / diagnosis banding dan rencana pemeriksaan lain.
RUJUKAN
1. Chalmers J et al, WHO-ISH Hypertension Guidelines Commite. World Health
Organization-International Society of Hypertension Guidelines for the
Management of Hypertension. J Hypertens; 1999
2. Chung, K, Edward, Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :
William and Wilkins ;1987
3. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, edisi terjemahan, Gadjah Mada
University: Yogyakarta ; 1996
4. Isselbacher, et al. Harrisons principles of internal medicine, 12 th ed, Mc Graw
Hill Inc : New York ; 1991
5. Rilianto, L, dkk. Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta ; 1996
20
LEMBAR
PENGAMATAN
PEMERIKSAAN
(KARDIOVASKULER) PADA ORANG DEWASA
No
FISIK
JANTUNG
PENGAMATAN
Ya
Tidak
LANGKAH / TUGAS
I. PERKENALAN
1.
2.
3.
4.
2.
22
3.
4.
5.
6.
IV. PERKUSI
Perkusi dinding toraks dan jantung
1 Menentukan batas jantung paru
2 Menentukan kondisi perkusi paru
V. AUSKULTASI
1. Dengan cara meletakkan stetoskop di tempat yang standar :
Mitral : linea midklavikularis dan intercostal IV
1.
2. Trikuspid : linea parasternal sinistra di intercostalis IV
2
VII.
1
DOKUMENTASI
Mencatat hasil pemeriksaan kardiovaskuler pada rekam medik
2.
3.
23
KETERAMPILAN KLINIK
PEMERIKSAAN AUSKULTASI JANTUNG
PENDAHULUAN
Tata cara melakukan auskultasi jantung dan paru secara sistematis
1. Cara meletakkan stetoskop pada telinga (bagian lengkung ke arah depan).
Pada dinding dada sesuai dengan tempat suara katup jantung :
a. Mitral : linea midklavikularis dan intercostal IV
b. Trikuspid : linea parasternal sinistra di intercostalis IV
c. Pulmonal : linea parasternal sinistra dan intercostalis II
d. Aorta : linea parasternal dextra dan intercostal II
2. Menghitung denyut jantung dalam semenit
3. Menentukan regularitas suara jantung : teratur atau tidak
4. Mendiskripsi suara jantung pertama dan kedua sesuai dengan lokasi
stetoskop : Suara jantung pertama dan kedua di lokasi katub mitral dan trikuspid
5. Mendiskripsi suara jantung tambahan, derajat bising dan penjalaran : murmur (skala
Levine), irama gallop
6. Membuat laporan tertulis dari hasil auskultasi
TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan auskultasi
jantung dan mendeskripsikan suara jantung yang normal dan abnormal dengan benar
TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Mengetahui cara melakukan pemeriksaan auskutasi jantung secara sistematis dengan benar
2. Mendeskripsikan suara jantung yang normal dan yang abnormal secara sistematis dengan
benar.
3. Menelusuri keluhan fisik dan hubungannya dengan auskultasi jantung yang didapat.
4. Membuat laporan auskultasi jantung dengan benar.
5. Menegakkan diagnosis dan diagnosis banding sehubungan dengan kelainan auskultasi
yang didapat.
RUJUKAN
1. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :
William and Wilkins ; 1987
2. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, Edisi terjemahan, Gadjah Mada
University : Yogyakarta ; 1996
3. Goldman. Electrocardiography ; 2002
4. Ganong , Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta ; 1999
5. Isselbacher, et al, Harrisons Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw
Hill Inc : New York ; 1991
6. Rilianto, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta ; 1996
7. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta ; 1994
8. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI :Jakarta ; 1994
24
25
2.
3.
4.
2.
3.
ELEKTROKARDIOGRAFI
26
hasil
Pendahuluan
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat otot
jantung secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara
pemeriksaan tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di
introduksinya galvanometer berkawat yang diciptakan oleh EINTHOVEN dalam tahun 1903,
galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat sangat peka dapat
merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt.
Perbedaan tegangan ini terjadi pada luapan dan imbunnan dari serat-serat otot jantung.
Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke sandapansandapan dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik mendahului penguncupan
sel otot.
Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak mengajar pada kita
mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG.
Dengan demikian masalah-masalah diagnostik penyakit jantung dapat dipecahkan dan
pada gilirannya pengobatan akan lebih sempurna.
Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG itu walaupun memberikan banyak
masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah. Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita
tetap merupakan hal yang penting.
EKG seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah
koroner dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG harus
selalu dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis penderita.
Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah digunakan
secara luas pada praktek-praktek dokter keluarga, rumah-rumah perawatan, dalam
perusahaan, pabrik-pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan demikian
pemeriksaan EKG dapat secara mudah dan langsung dilakukan pada penderita-penderita yang
dicurigai menderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak ditemukan dan
banyak menyebabkan kematian. Didalam bab ini akan dibicarakan beberapa aspek
penggunaan EKG umum dalam bidang kardiovaskuler.
1. Penggunaan Umum EKG
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat
pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung,
IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.
1.1. Gambaran Elektrokardiografi Normal
27
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1 mm.
Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm.
Mengenai waktu diukur sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40
milidetik, 5 mm = 0,2 detik. Voltage listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan
dalam milimeter (10 mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25
mm/detik.
depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur
mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20 detik.
Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel.
Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S.
Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadang-kadang pada sandapan prekordial V2
atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik.
Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir
gelombang T. Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normal tidak
melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita.
Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang
U. Tidak diketahui arti kliniknya.
1.4. Segmen Normal
Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan kompleks
QRS. Segmen ini normal adalah isoelektris.
RS-T junction (J) : adalah titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T.
Segmen RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T. Segmen ini
biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai + 2 mm pada sandapam
prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan bagian garis dasar (base line) antara
akhir gelombang T dan permulaan gelombang P (segmen T-P).
dari
kompleks,
interval
dan
segmen
EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka
berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
2.1.Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan
kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi,
lebar dan not ched pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2.
Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis.
Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada
sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI
dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan
tunggal gelombang P misalnya atrial premature beat yang bisa ditemukan pada penyakit
jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard.
Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks
QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya.
Misalnya AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana bentuk
kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa
ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah
normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat
intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P
seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya
ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi
(PJH).
2.2. Kelainan interval P-R
2.2.1.Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduks Misalnya
pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P diikuti P-R > 0,22 detik yang bersifat tetap
atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK, idiopatik. Pada AV
blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti
kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T.
Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap
jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau
30
3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung
tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali per menit) dari gelombang P. jadi
terdapat disosiasi komplit antara atrium dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan
pada PJK, intoksikasi digitalis, IMA.
2.2.2. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk
QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
2.3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3
dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis.
Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
2.4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan
R di III menunjukkan adanya right axis deviation. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi
ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale.
Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya left axis deviati on.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan
voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau
gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.
2.5. Kelainan kompleks QRS
2.5.1. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau
notched dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
2.5.2. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi
iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama
pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
2.5.3.Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus
takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan
pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit
Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
2.5.4. Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya AV nodal premature
beat, ventricular premature beat.
31
INTERVAL PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat
satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-ParkinsonWhite syndrome.
MORFOLOGI
33
Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau Pmitral.
Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian
jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat).
Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi
di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding
posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang
dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel kiri.
Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left
bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung
yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)
menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing
menandakan hiperkalemia.
Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
KESIMPULAN
Pemeriksaan EKG memegang peranan yang sangat penting dalam membantu menegakkan
diagnosis penyakit jantung. EKG disamping mampu mendeteksi kelainan jantung secara
pasti, juga keadaan (kelainan) diluar jantung, mis. Adanya gangguan elektrolit terutama
kalium dan kalsium.
Disamping kemampuannyadalam mendeteksi secara pasti dari kelainan jantung tetapi EKG
harus diakui mempunyai banyak kelemahan juga. EKG tidak dapat mendeteksi keparahan
dari penyakit jantung secara menyeluruh, misalnya tingkat kerusakan otot jantung dari
34
serangan IMA. EKG juga tidak dapat mendeteksi gangguan hemodinamik akibat suatu
penyakit jantung.
Dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung kita tidak dapat hanya menggantungkan
pemeriksaan EKG saja.
PROSEDUR PEMASANGAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)
1. Observasi alat EKG:
Sebelum melakukan pemasangan EKG, harus lebih dahulu kita tahu mengenaialat EKG,
prinsip kerja alat, penggunaan tombol yang terdapat pada alat EKG, cara mengganti
kertas, cara menggunakankan alat (dalam hal ini dijelaskan oleh narasumber dan
instruktur).
2. Pemasangan kabel dari alat EKG ke sumber listrik, pemasangan kabel dari alat EKG ke
pasien
3. Cara penempatan lead ditubuh pasien,
Untuk ekstremiti lead dan chest lead sebelum dilekatkan harus diberi jelly EKG
(disesuaikan dengan masing-masing alat yang digunakan)
a. Extremity lead (Sandapan ekstremitas) :
Putih = RA = Right Arm (dilengan kanan)
Hijau = RL = Right Leg (dikaki kanan)
Hitam = LA = Left Arm (dilengan kiri)
Merah = LL = Left Leg (dikaki kiri)
TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah latihan ini mahasiswa mampu melakukan prosedur pemasangan EKG secara
mandiri dengan baik dan benar.
TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Melakukan pemasangan EKG.
2. Mengoperasikan alat EKG.
3. Menempatkan lead EKG.
4. Melakukan perekaman EKG.
5. Menilai hasil rekaman EKG.
RUJUKAN
36
PENGAMATAN
YA
TIDAK
LANGKAH/TUGAS
1.
2.
3.
3.
3.
KETERAMPILAN KLINIK
PEMBACAAN ELEKTROKARDIOGRAM
38
TUJUAN KEGIATAN
TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa mampu melakukan pembacaan EKG yang
normal dan abnormal dengan benar
TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Mengetahui cara melakukan pembacaan EKG yang normal secara sistematis
dengan benar
2. Mengetahui cara melakukan pembacaan EKG yang abnormal secara sistematis
dengan benar
3. Menelusuri keluhan fisik dan hubungannya dengan gambaran EKG yang
didapatinya
4. Membuat laporan pembacaan EKG dengan benar
5. Membuat diagnosis dan diagnosis banding sehubungan dengan kelainan EKG
yang didapatinya.
RUJUKAN :
1. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :
William and Wilkins ; 1987
2. Fyler, Donald C, Kardiologi Anak Nadas, Edisi terjemahan, Gadjah Mada
University Press : Yogyakarta ; 1996
3. Goldman. Electrocardiography ; 2002
4. Ganong , Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta ; 1999
5. Isselbacher, et al, Harrisons Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw
Hill Inc : New York ; 1991
6. Rilantono, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Jakarta ; 1996
7. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta ; 1994
8. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI :Jakarta ; 1994
39
I. TEKNIK PELAKSANAAN
1.
Menentukan Irama.
2.
Menentukan jumlah gelombang P.
3.
Menentukan jumlah gelombang QRS.
4.
Menentukan Gelombang P.
5.
Menentukan Durasi Interval PR .
6.
Menentukan Durasi QRS kompleks.
7.
Menentukan Aksis gelombang P.
8.
Menentukan Aksis gelombang QRS.
9.
Menentukan Konfigurasi QRS kompleks.
10.
Menentukan Segmen ST.
11.
Menentukan Durasi QT.
12.
Menentukan Gelombang T.
13.
Menentukan Gelombang U.
14.
Menyimpulkan hasil pembacaan EKG.
II. DOKUMENTASI
1.
Mencatat hasil pada formulir rekam medik pembacaan EKG.
2.
3.
hasil hasil
3
TEKNIK FLEBOTOMI DAN ANTIKOAGULAN
Tujuan dan Fungsi Pemeriksaan Laboratorium
Menegakkan atau menyingkirkan suatu diagnosis
Menentukan prognosis
Pemantauan terapi
Spesimen untuk tes yang membutuhkan darah dalam jumlah yang banyak diperoleh
dengan teknik flebotomi.
Flebotomi (phlebotomy) berasal dari bahasa Yunani yang berarti insisi vena
(phlebos : vena dan tome : insisi)
Keterangan
Merah
Tidak ada
Serum
Lembayung
EDTA
Hijau
Heparin
Biru
Buffered citrate
Hitam
LED Westergren
Abu-abu
Penghambat glikolitik
Tes glukosa
Kuning
pengawet eritrosit
Tusukan Vena
Vena mediana cubiti
Vena sefalika
Vena basilica
43
44
14. Setelah spesimen darah yang diperlukan cukup, kepalan tangan dilepaskan
15. Letakkan kapas steril di atas tempat penusukan, tarik jarum lalu kapas ditekan
16. pasang plester di atas kapas atau gauze tadi untuk menghentikan perdarahan dan
mencegah hematom
17. Campur spesimen dan antikoagulan dengan membalik tabung; jangan dikocok
18. Perhatikan kondisi pasien apakah pucat atau perdarahan sudah terkontrol.
19. Buang bahan-bahan yang telah terkontaminasi kedalam kontainer khusus
20. Label diparaf dan catat waktu pengambilan sampe
MeBiHiLeA
- Sternum
- SIAS
- SIPS
- Proc. Spinosus
Pada anak <2 th Tuberous tibiae
Komplikasi
Torniket yang dipasang terlalu lama menyebabkan terjadinyan hemokonsentrasi.
Tusukan Arteri tidak boleh digunakan apabila terdapat iritasi, udem dekat luka
atau pada daerah di mana terdapat arteriovenous (AV) shunt atau fistel
Teknik pengambilan dan persiapan pasien
1. Arteri radialis brachialis lebih dianjurkan untuk tusukan arteri
2. Apabila memilih arteri radialis maka penting menilai sirkulasi kolateral tangan
dengan tes allen
3. Arteri yang akan ditusuk diidentifikasi dari denyutannya dan disterilkan dengan
alcohol 70% diikuti dengan yodium
4. Anastesi local bisa dilakukan tetapi biasanya tidak diperlukan. Tidak dianjurkan
menggunakan jarum kupu-kupu
46
5. Persiapkan spoit
6. Pulsasi darah kedalam spoit menunjukkan bahwa darah tersebut berasal dari arteri
7. Setelah spesimen darah diperoleh spoit diputar sehingga darah tercampur dengan
heparin
8. Setelah tusukan arteri dilakukan pada tempat tusukan harus ditekan dengan gauze
steril minimal 2 menit (dianjurkan 5 menit)
Tusukan Kulit
Merupakan metode pilihan pada pasien anak khususnya bayi-bayi (infants).
Tusukan vena-vena dalam meskipun jarang dapat menyebabkan :
Henti Jantung
Perdarahan
Trombosis
Bahaya infeksi
Hangatkan tempat penusukan dengan handuk atau tissue dengan suhu tidak boleh 42o
C
Buat tusukan dengan lancet steril hampir tegak lurus terhadap permukaan kulit
Label tabung spesimen dengan tanggal & jam pengampilan serta nama pasien
Tuliskan pada laporan hasil bahwa spesimen diperoleh dari tusukan kulit
47