You are on page 1of 15

ACARA II

PEMBUATAN SELAI BUAH


A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sebagai negara agraris, Indonesia berpeluang menghasilkan berbagai
produk pertanian diantaranya berupa buah-buahan, yang sangat beragam dan
tergolong kedalam jenis buah tropis. Peranan iklim di Indonesia sangat cocok
untuk pertumbuhan jenis buah tertentu seperti pisang, nanas, pepaya, jambu, dan
sebagainya, yang umum dapat dijumpai di berbagai pelosok tanah air. Sebagian
buah tersebut dijual dalam bentuk produk olahan , diantaranya dalam bentuk
selai. Selai merupakan bahan makanan yang kental atau semi padat, salah satu
jenis makanan awetan berupa sari buah atau buah-buahan yang sudah yang
sudah dihancurkan, dibuat dari campuran 45 bagian berat buah-buahan dan 55
bagian berat gula. Campuran tersebut dipekatkan melalui proses penguapan dan
pengentalan. Selai tidak dimakan begitu saja, melainkan untuk dioleskan di atas
roti tawar atau sebagai isi roti manis. Selai juga sering digunakan sebagai isi
pada

kue-kue

seperti

kue

nastar

atau

pemanis

pada

minuman,

seperti yogurt dan es krim.


Pada praktikum kali ini di lakukan pembuatan selai buah nanas. Pada
prinsipnya hampir semua jenis buah-buahan dapat dibuat selai, terutama buah
yang mengandung pektin. Pektin merupakan karbohidrat yang tergolong ke
dalam polisakarida. Pektin banyak terdapat pada tanaman yaitu pada dinding sel
primer tanaman, khususnya pada lamella tengah. Pektin merupakan golongan
substansi yang terdapat dalam sari buah, yang membentuk larutan koloidal
dalam air dan berasal dari perubahan protopektin selama proses pemasakan
buah. Pektin sering digunakan dalam industri pangan karena kemampuannya
membentuk gel. Dalam proses pembuatan gel ada banyak hal yang perlu
diperhatikan, agar kekentalan yang dihasilkan sesuai dengan keinginan, yaitu
tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer. Pektin banyak dimanfaatkan dalam
industri pangan, khususnya dalam pembuatan selai.

2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah untuk praktikum Acara II Pembuatan Selai Buah ini
antara lain:
a. Bagaimana proses pembuatan selai buah?
b. Bagaimana pengaruh tingkat kematangan buah dan gula terhadap kualitas
selai buah?
3. Tujuan
Tujuan praktikum Acara II Pembuatan Selai Buah ini antara lain:
a.

Mengetahui proses pembuatan selai buah.


b. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah dan gula terhadap kualitas
selai buah.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Nanas (Ananas comosus) merupakan tanaman tropis dengan beberapa buah
yang dapat dimakan dan merupakan tanaman yang paling ekonomis berperan
penting, termasuk dalam famili Bromeliaceae. Nanas terutama dihargai karena cita
rasa dan flavor yang menyenangkan. Buah nanas merupakan sumber yang baik dari
Bromelain, enzim pencernaan dengan fungsi biologis yaitu senyawa non toksik
memiliki sejumlah aplikasi terapi yang potensial, termasuk pengobatan trauma,
peradangan, penyakit autoimun, peningkatan respon imun, dan gangguan ganas
(Sucharitha, 2012).
Buah nanas selain dapat dikonsumsi dalam bentuk segar, dapat pula diolah
lebih lanjut menjadi berbagai bentuk olahan antara lain: sari buah, manisan, keripik,
nata de pina, selai dan lain sebagainya. Selai merupakan jenis makanan olahan yang
berasal dari sari buah atau buah-buahan yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan
dimasak sampai mengental. Selai tidak dikonsumsi langsung, melainkan digunakan
sebagai bahan pelengkap pada roti tawar atau sebagai bahan pengisi pada roti
manis, kue nastar atau sebagai pemanis pada minuman seperti yogurt dan es krim.
Tingkat kematangan buah mempengaruhi terjadinya perbedaan kadar gula pada
selai nanas. Meningkatnya kematangan buah, menyebabkan kadar gula yang
terkandung didalamnya semakin meningkat (Syahrumsyah, 2010).
Selai dibuat dengan cara memasak hancuran buah, dicampur dengan gula,
dengan atau tanpa ditambah air. Selai biasanya digunakan sebagai bahan olesan roti

atau sebagai bahan tambahan untuk pembuatan kue. Selai mudah dibuat karena
bahan-bahannya mudah diperoleh, yaitu buah-buahan dan kacang. Pada saat panen,
buah-buahan akan melimpah. Keadaan ini akan membuat harga jual buah segar
menjadi rendah. Jika tidak terjual maka buah-buah itu akan menjadi busuk. Untuk
menghindari hal itu, sebaiknya buah-buah tersebut dibuat menjadi selai, buah yang
matang dapat dicampur dengan buah yang mengkal. Pencampuran itu akan
menghasilkan buah yang lebih baik (Suprapti, 2005).
Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu (Saccharum
officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa
manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,1%, gula reduksi 1,24%, kadar airnya
0,61%, dan senyawa organik bukan gula 0,7%. gula berfungsi sebagai sumber
nutrisi dalam bahan makanan, sebagai pembentuk tekstur dan pembentuk flavor
melalui reaksi pencoklatan. Terjadinya reaksi karamelisasi dari gula dengan adanya
pemanasan dan terjadinya dehidrasi membentuk warna coklat (Sularjo, 2010).
Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis
meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk menyempurnakan
rasa asam, cita rasa juga memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula,
memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatif (ERH) dan daya mengikat air
adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan. Gula
merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena hampir setiap
produk mempergunakan gula. Fungsi gula sebagai bahan penambah rasa, sebagai
bahan perubah warna dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam
jaringan (Buckle, et al, 1987).
Pektin mengacu pada air asam pektin larut dengan berbagai derajat
metilasi (metil ester konten) dan tingkat netralisasi yang mampu membentuk gel
dengan gula dan dalam kondisi asam. Umumnya ini adalah karbohidrat dimurnikan
dan peroleh dari ekstraksi asam dari bagian dalam buah-buahan. Sebagai
polisakarida merupakan perekat/agen firming dibanyak buah-buahan dan sayuran
dan oleh karena itu dapat digunakan sebagai pembentuk agen gel yang di selai dan
jeli (Nwosu, 2014).
Buah yang hampir mendekati matang mengandung lebih pektin dari buah
matang. Buah mentah mungkin tidak mengandung cukup pektin untuk membentuk
gel. Sebuah pedoman umum untuk mendapatkan gel dan rasa yang terbaik adalah

dengan menggunakan salah satu bagian buah mendekati matang untuk dua bagian
buah sudah matang. Pektin dalam buah menjadi larut dalam air ketika dipanaskan.
Jadi untuk terjadi jelling, buah harus dipanaskan. Terlalu tinggi temperatur atau
memasak terlalu lama dapat merusak pektin tersebut dan menghasilkan gel yang
buruk. Terlalu banyak pektin akan memberikan, konsistensi kenyal yang terlalu
tinggi sehingga sulit untuk menyebar. Dalam pembuatan selai, gula diperlukan
untuk membantu membentuk gel. Selain itu gula juga bertindak sebagai agen
pengawet dan memberikan kontribusi rasa (Bastin, 2004).
Buah-buahan yang akan matang (ripe) mengandung pektin yang cukup
banyak. Makin matang buah, kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim
yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Oleh karena itu untuk
mendapatkan pektin yang cukup sebaiknya buah yang digunakan dikombinasikan
antara yang setengah matang dan matang penuh. Pembuatan selai yang
menggunakan buah dengan kandungan pektin yang tinggi tidak perlu mendapatkan
tambahan pektin dari luar. Pektin perlu ditambahkan pada pembuatan selai buah
dengan kandungan pektin yang rendah contohnya buah nanas (Fachruddin, 2000).
Untuk menghasilkan selai nenas berkualitas baik ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan yaitu pemilihan bahan baku buah, penambahan gula, asam dan
pektin yang tepat. Buah yang dipilih harus matang optimal, karena pada kondisi ini
buah nenas memiliki aroma kuat, sehingga hasil olahannya mempunyai aroma yang
kuat. Namun tidak tertutup kemungkinan mencapur dengan buah mengkal, hal ini
dapat membantu konsistensi selai. Buah nenas yang agak mengkal mengandung
pektin cukup tinggi, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma
yang kuat. Faktor yang kedua penambahan gula, gula dapat berpengaruh terhadap
keseimbangan air dan pektin, yang ada oleh sebab itu pada nenas dengan
kandungan pektin rendah, penambahan gula lebih sedikit dari bagian buahnya.
Penambahan asam disamping untuk mengatur Ph juga dapat menghindari
pengkristalan gula. Jenis asam yang digunakan antara lain asama sitrat, tartrat dan
malat. Untuk jenis buah yang sudah asam tidak diperlukan penambahan asam
karena akan menyebabkan terjadinya sineresis (keluarnya air dari gel yang
menyebabkan kekentalan selai berkurang) dan kurang bagus terhadap mutu selai.
Penggunaan bahan lain seperti pektin dilakukan pada pengolahan selai nenas

dengan tujuan untuk menambah kekentalan karena buah nenas memiliki kadar
pektin rendah (Yanti, 2008).
Waktu pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test. Uji spoon test
adalah uji dimana selai tidak segera tumpah jika sendok yang berisi selai
dimiringkan. Waktu pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test yang bersifat
subyektif, dimana jika selai kekentalannya sudah optimal maka pemasakan
dihentikan. Spoon test berfungsi untuk menentukan titik akhir pemasakan, caranya
dengan mencelupkan sendok ke dalam adonan, kemudian angkat, jika adonan
meleleh tidak lama setelah sendok diangkat dan terpisah menjadi dua maka
pemasakan telah cukup. Pemasakan yang terlalu lama selain dapat mereduksi aroma
dan flavor juga dapat menyebabkan selai menjadi sangat kental, sedangkan jika
pemasakannya kurang akan dihasilkan selai yang encer (Karina, 2008).
Preferensi konsumen dapat berarti kesukaan, pilihan atau sesuatu yang lebih
disukai oleh konsumen. Preferensi ini terbentuk dari persepsi terhadap produk.
Setiap orang bertingkah laku sesuai dengan preferensi mereka. Rasa manis yang
berlebihan pada umumnya menyebabkan rasa eneg pada sebagian besar konsumen
dimana hal tersebut tidak disukai oleh konsumen. Tingkat kemanisan yang tinggi
juga memberikan asumsi negatif terhadap konsumsi glukosa yang berlebihan
sehingga mengganggu kesehatan (Hardiyanto, 2011).

C. METODE PENELITIAN
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Praktikum mata kuliah Teknologi Hortikultura acara II Pembuatan
Selai Buah dilaksanakan pada hari Jumat, 12 Desember 2014 pukul 09.00selesai bertempat di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bahan dan Alat
a Alat
1

Pisau

Blender

Baskom

Timbangan

Sendok

Kompor

Wajan

Sotil

b Bahan
1

Nanas matang

Nanas mengkal

Gula

3. Cara Kerja

D. HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 2.1 Hasil Uji Organoleptik Selai Buah Nanas
No Sampel
Parameter
Warna
Rasa
Daya Oles
a
a
1
844
1.05
1.32
1.05a
b
b
2
712
2.50
2.73
1.09a
3
148
3.00c
2.86b
1.64b
d
c
4
251
4.05
4.18
2.27c
5
425
4.05d
4.05c
4.32d
d
c
6
985
4.09
4.55
4.86ab
Sumber: Laporan sementara
Keterangan:

Overall
1.18a
2.27b
2.73c
3.5d
4.00ab
4.64abc

Pada kolom yang sama dengan subset yang sama menunjukan tidak berbeda nyata
sedangkan untuk subset yang berbeda menunjukan berbeda nyata pada taraf =0,05.
Skala nilai : 5) Sangat suka, 4) Suka, 3) Agak suka, 2) Tidak suka, 1) Sangat tidak
suka.
Kode sampel:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sampel 844
Sampel 712
Sampel 148
Sampel 251
Sampel 425
Sampel 985

= nanas matang 50% + nanas mengkal 50% + gula 100%


= nanas matang 100% + gula 100%
= nanas mengkal 100% + gula 100%
= nanas mengkal 100% + gula 50%
= nanas matang 50% + nanas mengkal 50% + gula 50%
= nanas matang 100% + gula 50%

Selai merupakan jenis makanan olahan yang berasal dari sari buah atau buah
buahan yang sudah dihancurkan, ditambah gula dan dimasak sampai mengental.
Selai dibuat dari campuran 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula dengan
komponen asam pH 3,1-3,46, pektin 0,75%-1,5%, dan kadar gula 60%-65%
(Syahrumsyah, 2010). Tujuan dilakukan praktikum acara II Pembuatan Selai
Buah ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan buah dan kadar
gula terhadap kualitas selai yang dihasilkan. Adapun buah yang digunakan untuk
pembuatan selai ini adalah buah nanas. Menurut Syahrumsyah (2010) buah nanas
selain dapat dikonsumsi dalam bentuk segar, dapat pula diolah lebih lanjut menjadi
berbagai bentuk olahan antara lain: sari buah, manisan, keripik, nata de pina, selai
dan lain sebagainya.
Buah nanas yang digunakan ada dua jenis yaitu buah nanas mengkal dan
matang, selain itu bahan penungjang lainnya dalam pembuatan selai buah ini adalah
gula pasir. Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu

(Saccharum officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan


mempunyai rasa manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,1%, gula reduksi
1,24%, kadar airnya 0,61%, dan senyawa organik bukan gula 0,7% (Sularjo, 2010).
Menurut Wayan (2008) penggunaan gula dapat meningkatkan kemampuan pektin
membentuk gel, dan mempengaruhi tekstur dan konsistensi selai. Selain itu menurut
Buckle (1987) gula juga berfungsi sebagai bahan perubah warna dan sebagai bahan
untuk memperbaiki susunan dalam jaringan. Gula bersifat menyempurnakan rasa
asam, cita rasa dan memberikan kekentalan. Daya larut yang tinggi dari gula,
memiliki kemampuan mengurangi kelembaban relatif (ERH) dan daya mengikat air
adalah sifat-sifat yang menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan.
Adapun pembuatan selai nanas dilakukan dengan mencuci buah nanas kemudian
dikupas hingga bersih. Selanjutnya, dipotong menjadi beberapa bagian dan
dihancurkan dengan menggunakan blender. Setelah didapatkan bubur buah,
kemudian ditambah gula dan dimasak serta diaduk hingga mengental.
Parameter yang dinilai dalam uji organoleptik pada acara II ini adalah
warna, rasa, daya oles, dan overall. Dari segi warna dapat dilihat bahwa sampel
dengan kode 844 berbeda nyata terhadap kelima sampel lainnya. Sama halnya
dengan sampel kode 844, sampel kode 712 juga berbeda nyata terhadap kelima
sampel lainnya. Begitu juga dengan sampel kode 148 juga berbeda nyata terhadap
semua sampel yang ada. Sedangkan untuk sampel berkode 251, 425, 985 tidak
memiliki perbedaan yang nyata sehingga tidak mempengaruhi warna dari selai
nanas. Pada uji kesukaan ini, rentang skor yang diberikan adalah 1-5. Mulai dari
skor 1 diberikan untuk sampel yang sangat tidak disukai hingga skor 5 untuk
sampel yang sangat disukai. Parameter warna ini, sampel berkode 985 memiliki
skor kesukaan tertinggi. Hal ini menandakan bahwa panelis paling menyukai warna
selai nanas dengan komposisi yang terdiri dari nanas matang 100% + gula 50%.
Sedangkan sampel dengan skor kesukaan terendah adalah sampel berkode 844,
yang artinya panelis paling tidak menyukai warna selai nanas dengan komposisi
nanas matang 50% + nanas mengkal 50% + gula 100%. Sehingga urutan tingkat
kesukaan panelis apabila sampel diurutkan dari warna yang paling disukai hingga
tidak disukai adalah sampel berkode 985, 425, 251, 148, 712, dan 844.
Menurut Buckle (1987), salah satu fungsi gula adalah sebagai bahan
perubah warna. Dari segi penambahan gula, diketahui bahwa sampel kode 985

(selai nanas dengan 50% gula) lebih disukai daripada sampel kode 844 (selai nanas
ditambahkan 100% gula). Hal ini telah sesuai dengan yang disampaikan oleh
Buckle tersebut diatas, karena semakin banyak gula maka akan memberikan warna
yang lebih gelap pada produk selai nanas. Juga didukung oleh teori dari
Winarno (1997) dalam Sularjo (2010), bahwa warna kecoklatan yang muncul
disebabkan karena terjadinya reaksi karamelisasi dari gula dengan adanya
pemanasan dan terjadinya dehidrasi membentuk warna coklat. Inilah yang
kemudian mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap warna dari selai buah
nanas dengan berbagai macam variasi formula.
Parameter kedua yang diuji adalah rasa. Dapat dilihat bahwa sampel dengan
kode 844 berbeda nyata terhadap kelima sampel lainnya. Sampel kode 712 tidak
berbeda nyata dengan sampel kode 148. Sedangkan untuk sampel berkode 251, 425,
985 tidak memiliki perbedaan yang nyata sehingga tidak mempengaruhi rasa dari
selai nanas. Sampel berkode 985 memiliki skor kesukaan tertinggi. Hal ini
menandakan bahwa panelis paling menyukai rasa selai nanas dengan komposisi
yang terdiri dari nanas matang 100% + gula 50%. Sedangkan sampel dengan skor
kesukaan terendah adalah sampel berkode 844, yang artinya panelis paling tidak
menyukai rasa dari selai nanas dengan komposisi nanas matang 50% + nanas
mengkal 50% + gula 100%. Sehingga rasa selai nanas dapat diurutkan dari yang
paling disukai hingga tidak disukai adalah sampel berkode 985, 251, 425, 148, 712,
dan 844.
Tingkat kematangan buah mempengaruhi terjadinya perbedaan kadar gula
pada selai nanas. Meningkatnya kematangan buah, menyebabkan kadar gula yang
terkandung didalamnya semakin meningkat (Syahrumsyah, 2010). Panelis lebih
menyukai rasa selai nanas dengan komposisi buah nanas yang matang 100%
dimana kadar gula dalam buah juga semakin banyak sehingga rasanya manis. Juga
dengan ditambahkan gula yang hanya 50% dirasa memberikan rasa selai nanas
yang pas. Sedangkan untuk sampel kode 844 yang paling tidak disukai
dimungkinkan karena tingkat kemanisan yang terlalu tinggi, yang muncul dari
kadar gula yang terkandung dalam nanas matang dan nanas mengkal dan selain itu
masih ditambahkan dengan gula 100%. Menurut Hardiyanto (2011), rasa manis
yang berlebihan pada umumnya menyebabkan rasa eneg pada sebagian besar
konsumen dimana hal tersebut tidak disukai oleh konsumen. Tingkat kemanisan

yang tinggi juga memberikan asumsi negatif terhadap konsumsi glukosa yang
berlebihan sehingga mengganggu kesehatan.
Parameter ketiga yang diuji adalah daya oles. Dapat dilihat bahwa sampel
dengan kode 844 tidak berbeda nyata terhadap sampel kode 712. Sampel kode 148
berbeda nyata dengan semua sampel yang ada, begitu juga dengan sampel kode
251, 425, dan 985. Sedangkan untuk sampel berkode 985 tidak memiliki perbedaan
yang nyata dengan sampel 844, 712, dan 148. Sampel berkode 985 memiliki skor
kesukaan tertinggi. Hal ini menandakan bahwa panelis paling menyukai daya oles
dari selai nanas dengan komposisi yang terdiri dari nanas matang 100% + gula
50%. Sedangkan sampel dengan skor kesukaan terendah adalah sampel berkode
844, yang artinya panelis paling tidak menyukai daya oles dari selai nanas dengan
komposisi nanas matang 50% + nanas mengkal 50% + gula 100%. Sehingga daya
oles selai nanas dapat diurutkan dari yang paling disukai hingga tidak disukai
adalah sampel berkode 985, 425, 251, 148, 712, dan 844.
Pektin dalam buah menjadi larut dalam air ketika dipanaskan. Jadi untuk
terjadi jelling, buah harus dipanaskan. Terlalu banyak pektin akan memberikan
konsistensi kenyal yang terlalu tinggi sehingga sulit untuk menyebar (Bastin, 2004).
Sedangkan menurut Fachruddin (2000), semakin matang buah, kandungan pektin
akan menurun karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan
alkohol. Oleh karena itu untuk mendapatkan pektin yang cukup sebaiknya buah
yang digunakan dikombinasikan antara yang setengah matang dan matang penuh.
Hal ini berarti, kandungan pektin akan mempengaruhi daya oles dari selai nanas.
Semakin matang buah, kandungan pektin semakin menurun sehingga sifat jelling
nya akan berkurang. Ini menandakan viskositasnya juga menurun, dimana selai
menjadi lebih encer, walaupun kemudahan olesnya tinggi. Selain itu Bastin (2004)
juga menyampaikan bahwa, dalam pembuatan selai, gula diperlukan untuk
membantu membentuk gel. Sehingga bisa dikatakan hasil uji organoleptik belum
sesuai dengan teori, dimana daya oles selai dari buah nanas matang 100% yang
kandungan pektin nya lebih rendah (daya jelling rendah) justru lebih disukai oleh
panelis daripada selai dengan kandungan nanas mengkal yang mempunyai pektin
lebih tinggi (daya jelling tinggi).
Parameter keempat yang diuji adalah overall. Parameter ini menyatakan
besar kesukaan panelis terhadap selai nanas secara keseluruhan. Dapat dilihat

bahwa semua sampel memiliki beda nyata dengan sampel yang lainnya. Sampel
berkode 985 memiliki skor kesukaan tertinggi. Hal ini menandakan bahwa panelis
paling menyukai overall dari selai nanas dengan komposisi yang terdiri dari nanas
matang 100% + gula 50%. Sedangkan sampel dengan skor kesukaan terendah
adalah sampel berkode 844, yang artinya panelis paling tidak menyukai overall dari
selai nanas dengan komposisi nanas matang 50% + nanas mengkal 50% + gula
100%. Sehingga overall selai nanas dapat diurutkan dari yang paling disukai hingga
tidak disukai adalah sampel berkode 985, 425, 251, 148, 712, dan 844.
Secara keseluruhan, keenam sampel memiliki beda nyata dengan kelima
sampel yang lainnya. Seperti yang disampaikan oleh Hardiyanto (2011), preferensi
konsumen dapat berarti kesukaan, pilihan atau sesuatu yang lebih disukai oleh
konsumen. Preferensi ini terbentuk dari persepsi terhadap produk. Setiap orang
bertingkah laku sesuai dengan preferensi (kesukaan) mereka. Oleh karena itu,
dalam beberapa parameter yang diuji dalam uji organoleptik ini dimungkinkan
ditemukan banyak hasil yang berbeda. Karena sebenarnya penilaian bergantung
pada preferensi dari panelis dimana panelis yang satu dan yang lainnya memiliki
selera yang berbeda-beda.
Menurut Yanti (2008) untuk menghasilkan selai nenas berkualitas baik ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan yaitu pemilihan bahan baku buah,
penambahan gula, asam dan pektin yang tepat. Buah yang dipilih harus matang
optimal, karena pada kondisi ini buah nenas memiliki aroma kuat, sehingga hasil
olahannya mempunyai aroma yang kuat. Namun tidak tertutup kemungkinan
mencapur dengan buah mengkal, hal ini dapat membantu konsistensi selai. Buah
nenas yang agak mengkal mengandung pektin cukup tinggi, sedangkan buah yang
matang penuh akan memberikan aroma yang kuat. Faktor yang kedua penambahan
gula, gula dapat berpengaruh terhadap keseimbangan air dan pektin, yang ada oleh
sebab itu pada nenas dengan kandungan pektin rendah, penambahan gula lebih
sedikit dari bagian buahnya. Penambahan asam disamping untuk mengatur Ph juga
dapat menghindari pengkristalan gula. Jenis asam yang digunakan antara lain asama
sitrat, tartrat dan malat. Untuk jenis buah yang sudah asam tidak diperlukan
penambahan asam karena akan menyebabkan terjadinya sineresis (keluarnya air
dari gel yang menyebabkan kekentalan selai berkurang) dan kurang bagus terhadap
mutu selai (Fachrudin, 1997). Penggunaan bahan lain seperti pektin dilakukan pada

pengolahan selai nenas dengan tujuan untuk menambah kekentalan karena buah
nenas memiliki kadar pektin rendah.
Waktu pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test. Uji spoon test
adalah uji dimana selai tidak segera tumpah jika sendok yang berisi selai
dimiringkan. Waktu pemasakan selai ditentukan melalui uji spoon test yang bersifat
subyektif, dimana jika selai kekentalannya sudah optimal maka pemasakan
dihentikan. Spoon test berfungsi untuk menentukan titik akhir pemasakan, caranya
dengan mencelupkan sendok ke dalam adonan, kemudian angkat, jika adonan
meleleh tidak lama setelah sendok diangkat dan terpisah menjadi dua maka
pemasakan telah cukup. Pemasakan yang terlalu lama selain dapat mereduksi aroma
dan flavor juga dapat menyebabkan selai menjadi sangat kental, sedangkan jika
pemasakannya kurang akan dihasilkan selai yang encer (Karina, 2008).
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari hasil praktikum Acara II Pembuatan Selai Buah adalah
sebagai berikut :
1. Selai adalah produk makanan yang kental atau setengah padat dibuat dari
campuran 45 bagian berat buah dan 55 bagian berat gula dengan komponen
asam pH 3,10 - 3,46, pektin 0,75% - 1,5%, dan kadar gula 60% - 65%.
2. Proses pembuatan selai nanas secara umum adalah nanas dikupas kulitnya dan
dihilangkan matanya, dicuci dan dipotong kecil. Daging nanas dihancurkan
dengan blender, kemudian dimasak hingga mendidih. Ditambahkan gula pasir
dimasak hingga kental.
3. Faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan selai dengan kualitas baik
yaitu pemilihan bahan baku buah, penambahan gula, asam dan pektin dalam
jumlah yang tepat.
4. Spoon test berfungsi untuk menentukan titik akhir pemasakan, caranya dengan
mencelupkan sendok ke dalam adonan, kemudian angkat, jika adonan meleleh
tidak lama setelah sendok diangkat dan terpisah menjadi dua maka pemasakan
telah cukup.
5. Kualitas warna selai nanas dipengaruhi oleh meningkatnya kematangan buah
menyebabkan kadar gula yang terkandung didalamnya semakin meningkat; dan

gula yang semakin banyak memberikan warna yang lebih gelap pada produk
selai nanas.
6. Kualitas rasa selai nanas dipengaruhi oleh meningkatnya kematangan buah
menyebabkan kadar gula semakin meningkat sehingga rasanya semakin manis;
pemberian gula dengan kadar semakin tinggi akan memberi rasa yang semakin
manis.
7. Kualitas daya oles selai nanas dipengaruhi oleh kematangan buah dimana
semakin matang buah, kandungan pektin akan menurun (daya jelling dan daya
oles rendah); dan kadar gula yang diperlukan untuk membantu membentuk gel.
8. Urutan tingkat kesukaan panelis terhadap warna selai nanas dari yang paling
disukai adalah sampel berkode 985, 425, 251, 148, 712, dan 844.
9. Urutan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa selai nanas dari yang paling
disukai adalah sampel berkode 985, 251, 425, 148, 712, dan 844
10. Urutan tingkat kesukaan panelis terhadap daya oles selai nanas dari yang paling
disukai adalah sampel berkode 985, 425, 251, 148, 712, dan 844.
11. Urutan tingkat kesukaan panelis terhadap overall selai nanas dari yang paling
disukai adalah sampel berkode 985, 425, 251, 148, 712, dan 844
12.

DAFTAR PUSTAKA
Bastin, Sandra. 2004. The Science of Jam and Jelly Making. Educational programs of
Kentucky Cooperative Extension FN-SSB.110.
Buckle, et al, 1987. Teknologi Pengolahan Pangan. Gramedia. Jakarta.
Fachruddin, Lisdiana. 2000. Teknologi Tepat Guna: Membuat Aneka Selai. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Hardiyanto, Dwi. 2011. Preferensi Konsumen terhadap Produk Selai Buah Nipah
Menggunakan Analisis Konjoin. Jurnal Teknologi Pangan, Vol. XII : 10-19.
Karina, Anita. 2008. Pemanfaatan Jahe (Zingiber officinalerosc.) dan Teh Hijau
(Camellia sinensis) dalam Pembuatan Selai Rendah Kalori dan Sumber
Antioksidan. Skripsi Mahasiswi Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumber
Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nwosu JN. et al. 2014. Extraction and Utilization of Pectin from Purple Star- Apple
(Chrysophyllum cainito) and African Star-Apple (Chrysophyllum delevoyi) in
Jam Production. Austin Journal Nutri Food Sci, Vol.1 (1).
Sucharitha, K.V., A.M. Beulah, and C. Sahitya. 2012. Development and
Standardization of Ber-Pineapple Jam. International Journal of Food,
Agriculture and Veterinary Sciences Vol. 2 (3): 126-130.
Sularjo, 2010. Pengaruh Perbandingan Gula Pasir dan Daging Buah terhadap
Kualitas Permen Pepaya. Magistra, No. 74 : 39-48.
Suprapti, Lies. 2005. Selai dan Cake Waluh. Kanisius. Yogyakarta.
Syahrumsyah, Hudaida., Wiwit Murdianto dan Novitasari Pramanti. 2010. Pengaruh
Penambahan Karboksi Metil Selulosa (CMC) dan Tingkat Kematangan Buah
Nanas (Ananas comosus (L) Merr.) terhadap Mutu Selai Nanas. Jurnal
Teknologi Pertanian, Vol.6 (1): 34-40.
Yanti, Linda. 2008. Teknologi Pengolahan Nenas Berbasis Industri Pedesaan. Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.

You might also like