Professional Documents
Culture Documents
INSEKTISIDA (PESTISIDA)
Dalam Pengendalian Vektor
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2012
ISBN 978-602-235-107-8
1. Judul
II. PEST CONTROL
I. PESTICIDES
III. MOSQUITO CONTROL
IV. INSECTISIDES
Penerbit :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2012
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
iii
Kata Pengantar
Komisi Pestisida (KOMPES) dan memperhatikan petunjuk teknis WHO.
Selain itu dalam pembinaan dan pengawasan upaya pengendalian vektor
perlu dilakukan secara berjenjang mulai dari Menteri Kesehatan, Kepala
Dinas Kesehatan provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan melibatkan organisasi profesi dan asosiasi terkait.
Pedoman penggunaan insektisida ini memuat beberapa informasi
yang berkaitan dengan pemilihan, pengelolaan insektisida, peralatan,
tenaga pelaksana pengendalian vektor, aplikasi insektisida, pencegahan
keracunan dan manajemen resistensi. Penggunaan insektisida untuk
pengendalian vektor dapat berperan ganda yaitu mampu memutuskan
rantai penularan penyakit, namun bila penggunaannya kurang bijak akan
memberikan dampak negatif antara lain menimbulkan kematian organisme
bukan sasaran, menimbulkan masalah lingkungan dan menimbulkan
resistensi bagi vektor. Untuk menghindari terjadinya resistensi perlu
diterapkan manajemen aplikasi insektisida yang baik antara lain dengan
pemilihan metode intervensi yang tepat, penggunaan insektisida
tepat sasaran dan terbatas serta rotasi penggunaan insektisida. Rotasi
penggunaan insektisida perlu dilakukan dalam periode waktu maksimal
2-3 tahun atau 4-6 kali aplikasi. Namun penggantian bisa dipercepat
sesuai dengan hasil monitoring status kerentanan vektor.
Pedoman ini diharapkan dapat digunakan oleh para pengambil
keputusan, pengelola program, petugas teknis termasuk sektor terkait
maupun swasta pada setiap jenjang baik di tingkat pusat, provinsi
maupun kabupaten/kota sebagai buku pegangan atau panduan dalam
upaya pengendalian vektor.
iv
Kata Pengantar
Ucapan terima kasih disampaikan kepada tim penyusun yang telah
berhasil mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber antara
lain bahan pustaka, pengalaman lapangan yang dihimpun dari stakeholder
terkait, perguruan tinggi tentang penggunaan insektisida untuk sektor
kesehatan serta mampu menyusun semua informasi tersebut menjadi
suatu pedoman.
Menyadari bahwa lingkup uraian pedoman ini cukup luas
kemungkinan masih ada hal-hal penting lainnya yang belum termuat,
maka bersama ini kami sangat mengharapkan saran-saran, masukan
dari para pembaca untuk penyempurnaan, sehingga buku pedoman ini
bermanfaat bagi setiap pemangku kepentingan baik di tingkat pusat,
provinsi maupun kabupaten/kota dalam rangka meningkatkan kualitas
pengendalian vektor dalam program pengendalian penyakit bersumber
binatang.
Kata Pengantar
vi
Daftar Isi
DAFTAR ISI
INSEKTISIDA .................................................................................. 3
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
vii
Daftar Isi
Bab I - Pendahuluan
Bab I
PENDAHULUAN
harus
Bab I - Pendahuluan
bioekologi vektor dan dinamika penularan penyakit di masing-masing
wilayah.
Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut di atas dan agar
penggunaan insektisida memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya
dalam pengendalian vektor, maka pelaksanaannya harus mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang ada.
Pedoman ini memuat standar dan persyaratan penggunaan
insektisida untuk pengendalian vektor termasuk bahan, peralatan
dan tenaga pelaksananya, sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 9
Permenkes No 374/MENKES/PER/III/2010 tentang Pengendalian Vektor.
Pedoman ini disusun sebagai panduan bagi penentu kebijakan dan
petugas lapangan baik pemerintah maupun swasta/dunia usaha, serta
masyarakat dalam menggunakan insektisida untuk pengendalian vektor
di lingkungan atau lingkup kerja masing-masing.
Bab II - Insektisida
Bab II
INSEKTISIDA
II.1.
Pengertian Insektisida
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1973 tentang
Bab II - Insektisida
(cold fogging) / ultra low volume (ULV). Jenis-jenis formulasi yang biasa
digunakan untuk aplikasi kontak langsung adalah emusifiable concentrate
(EC), microemulsion (ME), emulsion (EW), ultra low volume (UL) dan
beberapa Insektisida siap pakai seperti aerosol (AE), anti nyamuk bakar
(MC), liquid vaporizer (LV), mat vaporizer (MV) dan smoke. Insektisida
residual adalah Insektisida yang diaplikasikan pada permukaan suatu
tempat dengan harapan apabila serangga melewati/hinggap pada
permukaan tersebut akan terpapar dan akhirnya mati. Umumnya
insektisida yang bersifat residual adalah Insektisida dalam formulasi
wettable powder (WP), water dispersible granule (WG), suspension
concentrate (SC), capsule suspension (CS), dan serbuk (DP).
Cara kerja Insektisida dalam tubuh serangga dikenal istilah mode
of action dan cara masuk atau mode of entry. Mode of action adalah
cara Insektisida memberikan pengaruh melalui titik tangkap (target site)
di dalam tubuh serangga. Titik tangkap pada serangga biasanya berupa
enzim atau protein. Beberapa jenis Insektisida dapat mempengaruhi
lebih dari satu titik tangkap pada serangga. Cara kerja Insektisida yang
digunakan dalam pengendalian vektor terbagi dalam 5 kelompok yaitu:
1). mempengaruhi sistem saraf, 2). menghambat produksi energi, 3).
mempengaruhi sistem endokrin, 4). menghambat produksi kutikula dan
5). menghambat keseimbangan air.
Pengetahuan mengenai cara kerja ini bermanfaat bagi para pelaku
pengendalian vektor dalam memilih dan merotasi insektisida yang
ada untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam rangka pengelolaan
resistensi (resistance management).
Bab II - Insektisida
Mode of entry adalah cara insektisida masuk ke dalam tubuh
serangga, dapat melalui kutikula (racun kontak), alat pencernaan (racun
perut), atau lubang pernafasan (racun pernafasan). Meskipun demikian
suatu Insektisida dapat mempunyai satu atau lebih cara masuk ke dalam
tubuh serangga.
Penggolongan toksisitas suatu insektisida dilakukan oleh badan
internasional seperti WHO dan EPA (environmental protection agency)
yang merupakan referensi bagi industri insektisida maupun penggunanya.
Toksisitas (toxicity) adalah suatu kemampuan yang melekat
pada suatu bahan kimia untuk menimbulkankeracunan/kerusakan.
Toksisitas biasanya dinyatakan dalam suatu nilai yang dikenal sebagai
dosis atau konsentrasi mematikan pada hewan coba dinyatakan dengan
lethal dose (LD) atau lethal concentration (LC).
LD50 adalah dosis mematikan/lethal yang mematikan 50% hewan
coba jika diberikan melalui mulut (oral) atau diserap melalui kulit (dermal)
atau bahkan terhisap melalui pernafasan (inhalasi), yang biasanya
dinyatakan dalam mg suatu Insektisida per kg berat badan (mg/kg bb).
LC50 adalah konsentrasi suatu Insektisida (biasanya dalam
makanan, udara atau air) untuk mematikan 50 % hewan coba. LC50
biasanya dinyatakan dalam mg/L atau mg/serangga. Semakin kecil nilai
LD50 atau LC50, semakin beracun Insektisida tersebut. Hewan coba yang
biasa digunakan untuk menentukan nilai toksisitas Insektisida biasanya
mamalia seperti tikus.
Bab II - Insektisida
Pengertian bahaya (hazard) mengacu pada potensi dalam
menimbulkan keracunan ketika Insektisida diaplikasikan. Bahaya
merupakan fungsi dari toksisitas dan potensi paparannya. Bahaya =
toksisitas x paparan. Dengan mengurangi paparan, bahaya Insektisida
yang diaplikasikan dapat diminimalkan. Paparan terhadap Insektisida
dapat dikelola dengan penanganan yang benar, kemasan yang baik, jenis
formulasi yang sesuai, pengenceran dan dosis aplikasi yang benar, serta
pengurangan jumlah aplikasi. Usaha untuk mengurangi bahaya berarti
juga merupakan usaha untuk meningkatkan keamanan.
Klasifikasi toksisitas insektisida menurut rekomendasi WHO
digunakan berdasarkan nilai LD50 tikus oral dan dermal (Tabel 1). Dari
angka-angka tersebut, satu dari empat warna yang ada digunakan sebagai
pita warna (coloured band) sesuai dengan pernyataan bahaya dan simbol
bahaya yang menunjukkan klasifikasi bahayanya dan diletakkan sepanjang
bagian bawah label (Tabel 2).
Bab II - Insektisida
Tabel 1
Klasifikasi Toksisitas menurut WHO
Berdasarkan LD50 Oral dan Dermal Tikus
Katagori
Kelas
Dermal
Padat
Cair
Padat
Cair
Sangat
Ia
berbahaya sekali
<5
< 20
<10
<40
Sangat
Berbahaya
Ib
5-50
20-200
10-100
40-400
Berbahaya
II
50-500
200-2000
Cukup
Berbahaya
III
>501
>2001
>1001
>4001
IV
>2000
>3000
Tidak berbahaya
jika digunakan
sesuai dengan
anjuran
100-1000 400-4000
Bab II - Insektisida
Tabel 2
Keterangan yang tercantum pada label insektisida
Keterangan yang perlu dicantumkan di dalam label
Kelas Bahaya
Pernyataan
Bahaya
Warna
Sangat
Beracun
Coklat Tua
Simbol Bahaya
Ia
Sangat
Berbahaya
sekali
Sangat Beracun
Ib
Sangat
Berbahaya
Beracun
Merah tua
Beracun
II
Berbahaya
Berbahaya
Kuning Tua
Berbahaya
III
Cukup
Berbahaya
Perhatian
Biru Muda
IV
Tidak
berbahaya
jika digunakan
sesuai dengan
anjuran
Hijau
Perhatian
Bab II - Insektisida
Organofosfat (OP).
Insektisida ini bekerja dengan menghambat enzim
Piretroid (SP).
Insektisida ini lebih dikenal sebagai synthetic pyretroid
Bab II - Insektisida
banyak digunakan dalam pengendalian vector untuk serangga
dewasa (space spraying dan IRS), kelambu celup atau Insecticide
Treated Net (ITN), Long Lasting Insecticidal Net (LLIN), dan
berbagai formulasi Insektisida rumah tangga. Contoh: metoflutrin,
transflutrin, d-fenotrin, lamda-sihalotrin, permetrin, sipermetrin,
deltametrin, etofenproks, dan lain-lain.
4.
10
Bab II - Insektisida
5.
Mikroba
Kelompok Insektisida ini berasal dari mikroorganisme yang
11
Bab II - Insektisida
6. Neonikotinoid.
Insektisida ini mirip dengan nikotin, bekerja pada sistem
saraf pusat serangga yang menyebabkan gangguan pada reseptor
post synaptic acetilcholin. Contoh: imidakloprid, tiametoksam,
klotianidin dan lain-lain.
7. Fenilpirasol
Insektisida ini bekerja memblokir celah klorida pada
neuron yang diatur oleh GABA, sehingga berdampak perlambatan
pengaruh GABA pada sistem saraf serangga. Contoh: fipronil dan
lain-lain
8.
Nabati
Insektisida nabati merupakan kelompok Insektisida yang
12
Bab II - Insektisida
II.2.2. Formulasi Insektisida
Formulasi adalah bentuk akhir hasil olahan bahan teknis
suatu insektisida. Bentuk formulasi dapat berupa cair, padat,
setengah padat, kental atau campuran cair dan padat. Pemilihan
jenis formulasi sangat berperan penting dalam keberhasilan
pengendalian. Sebagai contoh, pada permukaan porus seperti batubata dan lapisan semen, formulasi EC (emulcifiable concentrate)
akan langsung terserap pada permukaan tersebut, sehingga
tidak efektif. Sedangkan formulasi lain seperti EC (emulsifiable
concentrate), WP (wettable powder), WG (water dispersible
granule), CS (capsule suspension) dan SC (suspension concentrate)
akan tetap tinggal dipermukaan dan akan efektif mengendalikan
serangga yang menyentuhnya.
Pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan formulasi
adalah (a) perilaku hama, (b) ketersediaan alat, (c) bahaya drift
kontaminasi lingkungan, (d) keamanan operator dan organisma
bukan sasaran, (e) kemungkinan kontaminasi terhadap makanan,
(f) bercak/stain, (g) jenis/tipe permukaan, dan (h) biaya.
Komponen formulasi secara mendasar terdiri dari bahan
aktif (bahan teknis), pelarut (solvent), pengencer (diluent) dan
surfaktan (surface-active agent), dan sinergis. Bahan aktif adalah
bahan utama yang secara biologis bersifat sebagai Insektisida.
Kadar bahan aktif untuk formulasi cair dinyatakan dalam g/L,
sedangkan formulasi padat, setengah padat, kental atau campuran
cair dan padat dinyatakan dalam persen bobot (g/kg). Pelarut
13
Bab II - Insektisida
adalah bahan yang digunakan untuk melarutkan bahan aktifnya.
Umumnya pelarut insektisida berupa minyak (hidrokarbon), talk
dan air. Pelarut harus dibedakan dengan pengencer. Pengencer
adalah bahan yang digunakan untuk mengencerkan formulasi
sehingga siap untuk diaplikasikan. Contoh pengencer adalah
air dan solar. Surfaktan adalah bahan untuk memperbaiki sifatsifat seperti kebasahan, penyebaran (spreading), dispersibilitas,
dan pembentukan emulsi. Ada dua tipe surfaktan yang umum
digunakan, yaitu emulsifier dan wetting agent (zat pembasah).
Emulsifier membantu tercampurnya larutan berdasar minyak
dengan air. Tanpa surfaktan minyak dan air tidak akan bercampur
dan penambahan emulsifier akan membuat larutan seperti susu.
Bahan pembasah membantu tercampurnya Insektisida yang
berbentuk partikel padat dengan air. Bahan pembasah umumnya
ditambahkan untuk formulasi berbentuk padatan seperti WP dan
WG. Sinergis adalah bahan kimia meskipun tidak harus mempunyai
sifat Insektisida namun dapat meningkatkan potensi Insektisida
dari bahan yang ditambahkan. Contoh dari sinergis adalah PBO
(piperonyl butoxide) dan MGK 264.
Beberapa pengertian dalam formulasi Insektisida yang
harus benar-benar dipahami antara lain adalah emulsi, solution
dan suspensi. Emulsi adalah satu cairan yang terdispersi dalam
cairan lainnya, masing-masing cairan tetap dalam identitasnya.
Solution adalah campuran dua atau lebih bahan aktif dalam bahan
lain (umumnya cairan), di mana semua bahan aktif tersebut secara
14
Bab II - Insektisida
sempurna larut. Suspensi adalah campuran dari partikel padat
yang terdispersi dalam suatu cairan atau gas, namun tidak larut di
dalamnya.
Jenis-jenis formulasi-formulasi yang banyak digunakan
pada kegiatan pengendalian hama permukiman antara lain seperti
yang tersebut di bawah ini:
1.
2.
15
Bab II - Insektisida
generik bagi awam bahwa insektisida itu harus (bau dan)
membentuk larutan seperti susu bila ditambahkan air.
3.
Microemulsion (ME)
lebih
banyak
surfaktan
dibandingkan
16
Bab II - Insektisida
serangga. Untuk mempertahankan kestabilan formulasi,
maka emulsifier yang digunakan biasanya lebih kuat
dibandingkan pada EC. Kelebihan dari formulasi ini adalah
menggunakan pelarut organik lebih sedikit, iritasi berkurang,
efek residu dan toksisitasnya lebih baik dibandingkan EC.
Sedangkan kekurangan yang lain dibandingkan formulasi
EC, bergantung pada kualitas formulasinya, adalah perlu
mengocok formulasi dalam kemasan sebelum dilarutkan
dengan air, karena ada kemungkinan terjadi pemisahan
secara sementara. EW hanya bisa dilarutkan dengan air
saja.
5.
6.
17
Bab II - Insektisida
WP namun kemudian di bentuk dalam partikel lebih
besar yaitu granul. Formulasi ini dilarutkan dengan air dan
diaplikasikan sebagaimana pada WP.
7.
8.
18
Bab II - Insektisida
mengakibatkan pelepasan tercepat, sedangkan partikel
besar dan dinding tebal waktu pelepasan lambat. Cara yang
sederhana untuk mengatur laju pelepasan bahan aktif dari
kapsul adalah dengan mengatur ukuran partikel bahan aktif
dan ketebalan serta permeabilitas dindingnya. Biasanya
formulasi yang ditujukan untuk serangga terbang ukuran
kapsulnya berkisar 10 - 20 m, sedangkan untuk serangga
merayap ukuran kapsul lebih besar yaitu 30 - 50 m.
9. Dust (DP)
10.
Granul (GR)
19
Bab II - Insektisida
campuran bahan aktif dengan bahan makanan hewan
sasaran seperti beras, jagung atau atraktan lainnya.
12.
13.
14.
Aerosol (AE)
20
Bab II - Insektisida
liquid (AL). Untuk menghasilkan formulasi ini dilakukan
dengan melarutkan bahan aktif dengan pelarut organik
dan dimasukkan ke dalam kaleng aerosol dan selanjutnya
diisi gas sebagai tenaga pendorong (propelan) untuk
menghasilkan droplet halus melalui nosel.
15.
Vaporizer
16.
21
Bab II - Insektisida
II.3.
Pengelolaan Insektisida
Pengelolaan dan penanganan insektisida perlu dilakukan dengan
Tidak bocor,
2.
22
Bab II - Insektisida
-
3. Sanitasi
-
4.
23
Bab II - Insektisida
-
5. Distribusi
24
Bab II - Insektisida
6.
Penyimpanan
sementara
di
lapangan/desa
7. Pemusnahan
25
Bab II - Insektisida
penguburan dilakukan minimal setengah meter di
dalam tanah, jauh dari sumber air.
7.2.
Pemusnahan
insektisida
dengan
pemanasan
26
Bab III
PERALATAN
27
28
hal
yang
berkaitan
dengan
peralatan
pengendalian vektor :
1).
Nama peralatan
2). Deskripsi
29
Operasional Peralatan
4).
5).
Klep
pengaman
harus
terpasang
bekerja
30
c.
6).
31
32
Klep udara
33
Sistem Saringan
11).
Sistem semburan
34
35
Ukuran partikel
36
14).
37
16).
Tali Sandang
39
semprot
ini
terutama
permukaan
dinding
dengan
berbentuk
silinder
dilengkapi
41
42
yang
menyemprotkan
digunakan
insektisida
untuk
sampai
43
44
aerosol)
digunakan
untuk
Mesin
digendong
dapat
dijinjing
dilengkapi
dengan
penyemprotan
ruang.
Tidak
45
46
terbuka
di
luar
bangunan,
47
48
5).
49
50
51
semprot
yang
53
54
Klasifikasi
Insektisida
Pengananan
insektisida
Penyemprotan
di dalam
gedung
Penyemprotan
di luar gedung
1.a
+*
1.b
+*
II
+*
III
+*
II
III
+**
1.a
+*
1.b
+*
II
III
55
2)
3)
4)
56
57
58
Bab IV
TENAGA PELAKSANA
pelaksana
aplikasi
insektisida
harus
mempunyai
59
3)
4)
5) Pemahaman
tentang
perlunya
penggunaan
Perlengkapan
7)
60
Bab V
APLIKASI INSEKTISIDA
DALAM PENGENDALIAN VEKTOR
61
penggunaan
insektisida
harus
didahului
dengan
2)
3)
Tahun produksi
4)
5)
6)
2)
62
3)
4)
6)
7)
8)
9)
b)
c)
d)
63
Jenis
penyakit
Keterangan
(siklus,
Precaution,
dll)
Pengasapan Mesin
(Thermal
fogging
Fogging)
dengan
teknik
aplikasi
pengasapan
panas
(EC)
Emulsible
Concentrates
Nyamuk,
lalat,
kecoa, dll
DBD,
Chiku
ngunya
Pada saat
ada kasus
Pengabutan Mesin
(ULV)
pengabutan
dengan
teknik
aplikasi
pengabutan
dingin
Ultra Low
Volume
Concentrates
Nyamuk,
lalat,
kecoa, dll
DBD,
Chiku
ngunya
Pada saat
ada kasus
Indoor
Residual
Spray (IRS)
Wettable
powder
(WP)
Vektor
Anopheles
Malaria,
Filariasis
Pencegahan
dan pengendalian
KLB,1 atau 2
kali setahun
64
Alat dan
Teknik
Aplikasi
Spray-can
dengan
teknik
aplikasi
penyempro
tan residual
Pinjal
Pengumpa
nan
(Baiting)
Umpan
yang berisi
insektisida
dan
pemanis
(gula, malt/
molasses)
Lalat,
kecoa,
tikus
Fumigasi
Diaplikasikan pada
ruangan
dengan
gas yang
mampu
menembus
dan
mengenai
serangga
sasaran
Kelambu
Berinsektisida
Dipasang
/ dipakai
di rumah
penduduk
Penyempro
tan terbatas
dan siap
pakai
(Aerosol)
Aerosol
Aerosol
adalah
formulasi
siap pakai
yang banyak
digunakan
rumah
tangga
Pasta,
tablet,
bubuk,
batangan
LLIN, (EC)
Emulsible
Concentrates,
Tablet
Pes
Bila ada
kasus, Di
lakukan
di dalam,
di luar
rumah dan
di sarangsarang tikus,
Bila
adakasus.
Dilakukan
di dalam, di
luar rumah
dan tempat
umum
Nyamuk,
lalat,
kecoa, dll
DBD
Nyamuk
Malaria, LLIN
Filariasis, bertahan
DBD
3-5 tahun,
kelambu
celup 6
bulan
Nyamuk
DBD
Sasaran nya
tidak hanya
serangga
terbang,
tapi juga
untuk yang
merayap
65
Langsung
EC, krim
diaplikasikan ke kulit,
pakaian
atau
permukaan
lain untuk
mencegah
serangga
Nyamuk
Malaria,
Filariasis,
DBD,
Chiku
ngunya
Diguna
kan pada
malam hari,
sebelum
tidur.
MC (obat
anti nyamuk
bakar), MV,
LV,
Dalam
aplikasinya
dibantu
dengan
pemanas
listrik
MV (Mat
Vapori
zing)
Nyamuk
Malaria,
Filariasis,
DBD,
Chiku
ngunya
Untuk
mengen
dalikan
serangga
terbang
(nyamuk)
Penaburan
Anti Larva
Penaburan
insektisida
pada
tempat
perindukan
vektor
Granula
Larva
nyamuk
Malaria, Di aplikasi
Filariasis, kan setiap
DBD,
tiga bulan
Chiku
ngunya
Spraying
anti Larva
Disemprot
dengan
spraycan
atau
mistblower.
EC
Larva
nyamuk,
lalat,
kecoak
Malaria, Di aplikasi
Filariasis, kan setiap
DBD,
bulan
Chiku
ngunya
Briket
Larva
nyamuk
Malaria, Di aplikasi
Filariasis, kan setiap
DBD,
tiga bulan
Chiku
ngunya
66
67
3.
4.
b)
Pengendalian Larva
Dalam program pengendalian vektor, kegiatan pengendalian
68
69
Bahan Insektisida
-
dalam
program
pengendalian
70
71
72
Pengabutan (ULV)
Space spraying system dingin dikenal juga sebagai system ULV, Cold
aerosols and mists. Ultra Low volume (ULV) dimaksudkan sebagai space
spraying dengan menggunakan racun serangga yang seefisien mungkin,
untuk area yang luas dan tetap efektif terhadap vector. Oleh sebab itu
pada ULV dipergunakan insektisida dalam konsentrasi yang biasanya
cukup tinggi (lebih dari 20%)dengan jangkauan semburan fog yang cukup
luas, idealnya 80-100 meter. Vmd dropet size untuk ULV cold aerosolt dan
mists adalah: Vmd aerosols : 15-50u dan Vmd mists : 50-100u
73
Chemical
type
Formulation
Approx dosage
Malathion
OP
96% a.i.
220-430 ml/ha
Fenithrothion
OP
96% a.i.
500ml/ha
Fenthion
OP
1000 gram/liter
70 ml/ha
Chlorpyrifos
OP
430 ml/ha
Naled
OP
70 ml/ha
Jodfenphos
OP
Propoxur
ULV concentrate
53 gr a.i./ha
Bioresmetrine
PY
0,2% solution
10 gr a.i./ha
74
Polusi udara lebih kecil. Untuk target area dan efektifitas yang
sama penggunaan insektisida (dosis) dapat lebih kecil dibanding
operasional thermal foging (dapat sampai 50%nya).
2.
3.
4.
75
vektor
malaria,
dapat
dilakukan
dengan
persiapan
membuat
peta
wilayah,
melakukan
Membuat
peta
tempat
perkembangbiakan
vektor.
meliputi:
luas,
bentuk,
jenis
76
Pengamatan Larva
c.
penangkapan
pemangsa
larva
Pemilihan Larvisida
Untuk memilih larvisida yang cocok dari segi formulasi dan cara
aplikasinya perlu dipertimbangkan informasi-informasi yang
dikumpulkan melalui pemetaan tempat perkembangbiakan.
3.
Pelaksanaan larvasidasi
77
Power Sprayer
Compression
Tanpa
Memakai
Kendaraan Kendaraan
1. Rata-rata Kecepatan
Mist Blower
Kecil
Besar
3,2 **
3,2**
8*
8*
8*
Jalan km/jam
53**
53**
133**
133**
133**
0,75
12
30
3. Application Rate
(l/ha)
190
118,75
47,5
47,5
47,5
0,058
0,093
0,23
0,23
0,23
110
110
110
110
110
0,0004
0,032
0,08
0,16
0,4
4. Konsentrasi Larutan
% W/V
5. Dosis (gr/ha)
6. Rata-rata cakupan
(ha/menit)
Keterangan :
* = Kecepatan kendaraan
** = Kecepatan operator berjalan kaki
4.
78
2)
b.
1)
2)
Jenis Larvasida
Interval
diflubenzuron WP
4 minggu
temephos WP
2 minggu
Kerosine
1 minggu
Fenthion EC
1 minggu
BTI H-14
2 minggu
79
2.
80
81
C.
b.
c.
Jenis
insektisida
yang
digunakan
untuk
82
3)
4)
5)
6)
7)
D.
2)
Desa KLB.
b. Bangunan
c.
2)
3)
83
yang
Harus
Diperhatikan
Dalam
Penyemprotan Rumah
b.
Cakupan permukaan
c.
Pemenuhan dosis
d.
d.
G. Langkah-langkah
yang
Perlu
Dilakukan
dalam
Melaksanakan Penyemprotan
1.
Sebelum Penyemprotan
a.
b. Mengirimkan
rencana
penyemprotan
jadwal
penyemprotan
digunakan
alat/bahan
dalam
yang
melaksanakan
penyemprotan
2.
Minta
bantuan
pemilik
rumah
untuk
rumah
tangga
seperti
kasur,
3.
Selama Penyemprotan
a.
b.
85
Sesudah Penyemprotan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
I.
86
2.
3.
4.
5.
Kekomplitan penyemprotan
J.
b.
87
Bila
permukaan
dinding
rumah
3)
Tidak disemprot
Bila
permukaan
bangunan
tidak
dinding
rumah/
disemprot
atau
88
d.
Keteraturan (Regularity)
antara
penyemprotan
pertama
tingkat
penularan,
bila
terjadi
Formulir penyemprotan
2.
89
90
3)
Penggunaan Repelen.
91
92
Bab VI
MANAJEMEN RESISTENSI VEKTOR
TERHADAP INSEKTISIDA
Insektisida merupakan salah satu alat yang telah terbukti mampu
mengendalikan serangga kesehatan termasuk vektor. Penggunaan
insektisida untuk pengendalian vektor dapat berperan ganda atau
bagaikan pedang bermata dua, dapat memutus rantai penularan penyakit
dengan mematikan vektor, menurunkan populasi dan umur vektor
dengan cepat; namun bila penggunaannya kurang bijak akan memberikan
dampak negatif antara lain menimbulkan kematian organisme bukan
sasaran, menimbulkan masalah lingkungan dan menimbulkan resistensi
bagi vektor.
Pemangku kepentingan yang akan melakukan pengendalian
vektor perlu melakukan kajian tentang riwayat penggunaan insektisida
oleh sektor kesehatan, perhotelan, pertanian, swasta seperti perusahaan
pengendalian vektor (hama) (pest control) dan rumah tangga.
VI.1. Pengertian resistensi
Pengertian resistensi adalah kemampuan populasi vektor untuk
bertahan hidup terhadap suatu dosis insektisda yang dalam keadaan
Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor
93
94
menimbulkan
keracunan
terhadap
sistem
95
96
2.
3.
97
98
99
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
Lokasi rotasi
berdasarkan
satuan ekoepidemiologi
Deltametrin
Bendiocarb
Deltametrin
Bendiocarb
Deltametrin
Lambda
sihalotrin
Propoxur
Lambda
sihalotrin
Propoxur
Lambda
sihalotrin
Alpha
sipermetrin
Malathion
Fenitrothion
Alphasipermetrin
Malathion
Fenitrothion
Alpha
sipermetrin
Bifentrin
Bifentrin
Bifentrin
Siflutrin
Siflutrin
Siflutrin
Etofenprox
Etofenprox
Etofenprox
Permetrin
Permetrin
Permetrin
Sumber: Hemingway, J. 2006. Malaria: Vector borne disease dynamics and vector control
Bab VII
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KERACUNAN
Petugas/tenaga pelaksana
Jangan
membuang
sisa
Insektisida
maupun
Pemilik Rumah
-
Gejala muskarinik
-
- Bradikardia
Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) Dalam Pengendalian Vektor 103
Gejala nikotinik
-
- Tachikardi
c.
Bila terkena mata akan terasa gatal, segera cuci dengan air
bersih yang mengalir selama 10 - 15 menit.
Bila terkena kulit akan terasa panas dan gatal, segera cuci
dengan air bersih dan memakai sabun.
bungkus
Insektisida
kepada
petugas
Puskesmas.
b)
c)
i.
Perawatan umum
-
ii. Pengobatan
-
Bila terkena mata akan terasa gatal, segera cuci dengan air
bersih mengalir selama 10 - 15 menit.
Bila terkena kulit akan terasa gatal, segera cuci dengan air
bersih dan menggunakan sabun.
Perawatan di puskesmas
-
Bab VIII
PERAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH,
SWASTA DAN MASYARAKAT
3)
4) Pengaturan
tatalaksana
pegelolaan
insektisida
6)
7)
Bab IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
IX.1 Pembinaan
-
IX.2 Pengawasan
2.
pemeriksaan peralatan
3.
4.
5.
Bab X
MONITORING DAN EVALUASI
b. Kuantitas
c. Kadar
d.
Cakupan Intervensi
Cakupan
intervensi
penggunaan
insektisida
diukur
Metode Aplikasi
f. Alat
g.
Tenaga pelaksana
h.
X.2 Indikator
Definisi Operasional
DEFINISI OPERASIONAL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Fumigan adalah bahan kimia yang pada tekanan, suhu dan waktu
tertentu berubah menjadi gas dan mampu mengendalikan hama
Definisi Operasional
perlakuan insektisida baik yang berbentuk cair maupun bubuk
pada suatu permukaan yang secara efektif
7.
8.
9.
10.
Space
spraying
adalah
penyemprotan
ruangan
dengan
12.
13.
14.
15.
Target site resistensi adalah apabila target side tidak bisa mengikat
insektisida
Definisi Operasional
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Definisi Operasional
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
1.
2. Erlan
Ardiana
Rismansyah,
wordpress.com/2010/01/07/
4.
5.
Daftar Pustaka
Tim Penyusun
TIM PENYUSUN
Penasehat
Penanggung Jawab
Editor
: -
Tim Penyusun