Professional Documents
Culture Documents
Teori Tektonik Lempeng (bahasa Inggris: Plate Tectonics) adalah teori dalam bidang
geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya bukti-bukti
pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Teori ini telah mencakup dan
juga menggantikan Teori Pergeseran Benua yang lebih dahulu dikemukakan pada paruh
pertama abad ke-20 dan konsep seafloor spreading yang dikembangkan pada tahun 1960an.
Bagian terluar dari interior bumi terbentuk dari dua lapisan. Di bagian atas terdapat
litosfer yang terdiri atas kerak dan bagian teratas mantel bumi yang kaku dan padat. Di
bawah lapisan litosfer terdapat astenosfer yang berbentuk padat tetapi bisa mengalir
seperti cairan dengan sangat lambat dan dalam skala waktu geologis yang sangat lama
karena viskositas dan kekuatan geser (shear strength) yang rendah. Lebih dalam lagi,
bagian mantel di bawah astenosfer sifatnya menjadi lebih kaku lagi. Penyebabnya
bukanlah suhu yang lebih dingin, melainkan tekanan yang tinggi.
Lapisan litosfer dibagi menjadi lempeng-lempeng tektonik (tectonic plates). Di bumi,
terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang lebih kecil. Lempenglempeng litosfer ini menumpang di atas astenosfer. Mereka bergerak relatif satu dengan
yang lainnya di batas-batas lempeng, baik divergen (menjauh), konvergen
(bertumbukan), ataupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik,
pembentukan gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di
daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng lazimnya berkecepatan 50100 mm/a. [1]
Perkembangan Teori
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, geolog berasumsi bahwa kenampakankenampakan utama bumi berkedudukan tetap. Kebanyakan kenampakan geologis seperti
pegunungan bisa dijelaskan dengan pergerakan vertikal kerak seperti dijelaskan dalam
teori geosinklin. Sejak tahun 1596, telah diamati bahwa pantai Samudera Atlantik yang
berhadap-hadapan antara benua Afrika dan Eropa dengan Amerika Utara dan Amerika
Selatan memiliki kemiripan bentuk dan nampaknya pernah menjadi satu. Ketepatan ini
akan semakin jelas jika kita melihat tepi-tepi dari paparan benua di sana.[2] Sejak saat itu
banyak teori telah dikemukakan untuk menjelaskan hal ini, tetapi semuanya menemui
jalan buntu karena asumsi bahwa bumi adalah sepenuhnya padat menyulitkan penemuan
penjelasan yang sesuai.[3]
Penemuan radium dan sifat-sifat pemanasnya pada tahun 1896 mendorong pengkajian
ulang umur bumi,[4]karena sebelumnya perkiraan didapatkan dari laju pendinginannya
dan dengan asumsi permukaan bumi beradiasi seperti benda hitam.[5] Dari perhitungan
tersebut dapat disimpulkan bahwa bahkan jika pada awalnya bumi adalah sebuah benda
yang merah-pijar, suhu Bumi akan menurun menjadi seperti sekarang dalam beberapa
puluh juta tahun. Dengan adanya sumber panas yang baru ditemukan ini maka para
ilmuwan menganggap masuk akal bahwa Bumi sebenarnya jauh lebih tua dan intinya
masih cukup panas untuk berada dalam keadaan cair.
Teori Tektonik Lempeng berasal dari Hipotesis Pergeseran Benua (continental drift) yang
dikemukakan Alfred Wegener tahun 1912.[6] dan dikembangkan lagi dalam bukunya The
Origin of Continents and Oceans terbitan tahun 1915. Ia mengemukakan bahwa benuabenua yang sekarang ada dulu adalah satu bentang muka yang bergerak menjauh
sehingga melepaskan benua-benua tersebut dari inti bumi seperti 'bongkahan es' dari
granit yang bermassa jenis rendah yang mengambang di atas lautan basal yang lebih
padat.[7][8] Namun, tanpa adanya bukti terperinci dan perhitungan gaya-gaya yang
dilibatkan, teori ini dipinggirkan. Mungkin saja bumi memiliki kerak yang padat dan inti
yang cair, tetapi tampaknya tetap saja tidak mungkin bahwa bagian-bagian kerak tersebut
dapat bergerak-gerak. Di kemudian hari, dibuktikanlah teori yang dikemukakan geolog
Inggris Arthur Holmes tahun 1920 bahwa tautan bagian-bagian kerak ini kemungkinan
ada di bawah laut. Terbukti juga teorinya bahwa arus konveksi di dalam mantel bumi
adalah kekuatan penggeraknya.[9][10][3]
Bukti pertama bahwa lempeng-lempeng itu memang mengalami pergerakan didapatkan
dari penemuan perbedaan arah medan magnet dalam batuan-batuan yang berbeda
usianya. Penemuan ini dinyatakan pertama kali pada sebuah simposium di Tasmania
tahun 1956. Mula-mula, penemuan ini dimasukkan ke dalam teori ekspansi bumi [11],
namun selanjutnya justeru lebih mengarah ke pengembangan teori tektonik lempeng yang
menjelaskan pemekaran (spreading) sebagai konsekuensi pergerakan vertikal (upwelling)
batuan, tetapi menghindarkan keharusan adanya bumi yang ukurannya terus membesar
atau berekspansi (expanding earth) dengan memasukkan zona subduksi/hunjaman
(subduction zone), dan sesar translasi (translation fault). Pada waktu itulah teori tektonik
lempeng berubah dari sebuah teori yang radikal menjadi teori yang umum dipakai dan
kemudian diterima secara luas di kalangan ilmuwan. Penelitian lebih lanjut tentang
hubungan antara seafloor spreading dan balikan medan magnet bumi (geomagnetic
reversal) oleh geolog Harry Hammond Hess dan oseanograf Ron G. Mason[12][13][14]
[15]
menunjukkan dengan tepat mekanisme yang menjelaskan pergerakan vertikal batuan
yang baru
Seiring dengan diterimanya anomali magnetik bumi yang ditunjukkan dengan lajur-lajur
sejajar yang simetris dengan magnetisasi yang sama di dasar laut pada kedua sisi midoceanic ridge, tektonik lempeng menjadi diterima secara luas. Kemajuan pesat dalam
teknik pencitraan seismik mula-mula di dalam dan sekitar zona Wadati-Benioff dan
beragam observasi geologis lainnya tak lama kemudian mengukuhkan tektonik lempeng
sebagai teori yang memiliki kemampuan yang luar biasa dalam segi penjelasan dan
prediksi.
Penelitian tentang dasar laut dalam, sebuah cabang geologi kelautan yang berkembang
pesat pada tahun 1960-an memegang peranan penting dalam pengembangan teori ini.
Sejalan dengan itu, teori tektonik lempeng juga dikembangkan pada akhir 1960-an dan
telah diterima secara cukup universal di semua disiplin ilmu, sekaligus juga membaharui
dunia ilmu bumi dengan memberi penjelasan bagi berbagai macam fenomena geologis
dan juga implikasinya di dalam bidang lain seperti paleogeografi dan paleobiologi
[sunting] Gravitasi
Runtuhan gravitasi: Pergerakan lempeng terjadi karena lebih tingginya lempeng di
oceanic ridge. Litosfer samudera yang dingin menjadi lebih padat daripada
mantel panas yang merupakan sumbernya, maka dengan ketebalan yang semakin
meningkat lempeng ini tenggelam ke dalam mantel untuk mengkompensasikan
Lempeng-lempeng penting lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng
Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng Cocos, Lempeng Nazca,
Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Pergerakan lempeng telah menyebabkan pembentukan dan pemecahan benua seiring
berjalannya waktu, termasuk juga pembentukan superkontinen yang mencakup hampir
semua atau semua benua. Superkontinen Rodinia diperkirakan terbentuk 1 miliar tahun
yang lalu dan mencakup hampir semua atau semua benua di Bumi dan terpecah menjadi
delapan benua sekitar 600 juta tahun yang lalu. Delapan benua ini selanjutnya tersusun
kembali menjadi superkontinen lain yang disebut Pangaea yang pada akhirnya juga
terpecah menjadi Laurasia (yang menjadi Amerika Utara dan Eurasia), dan Gondwana
(yang menjadi benua sisanya)
Zona subduksi
Lempeng Tektonik
(Tectonic Plate)
Menurut teori Lempeng Tektonik, lapisan terluar bumi kita terbuat dari suatu lempengan
tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain. Gerakan
ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga sekarang. Teori Lempeng
Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini teori ini telah berhasil
menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya
gunung berapi, juga tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra.
Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra
(oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earths mantle). Kerak benua
dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer. Kepadatan
material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan pada kerak benua.
Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding
elemen-elemen pada kerak benua (felsik).
Di bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu
dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak
mengalir seperti cairan (fluid).
Litosfer terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik yang saling bersinggungan satu
dengan lainnya. Berikut adalah nama-nama lempeng tektonik yang ada di bumi, dan
lokasinya bisa dilihat pada Peta Tektonik.
Lempeng Tektonik
Pasifik
Arab
Amerika Utara
Philipina
Eurasia
Fiji
Afrika
Juan de Fuka
Antartika
Karibia
Indo-Australia
Kokos
Amerika Selatan
Nazka
India
Skotia
Peta Tektonik
Pergerakan Lempeng (Plate Movement)
Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan
lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan
transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan
simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.
1. Batas Divergen
divergenTerjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart).
Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk
batas divergen.
Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor
spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya
lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling
menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi
yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik,
membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.
2. Batas Konvergen
konvergenTerjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi,
yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath
another).
Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau
lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona
tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit
samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
3. Batas Transform
transformTerjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each
other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai
maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk
(transform fault).
.
san andreas fault
Batas transform umumnya berada di dasar laut, namun ada juga yang berada di daratan,
salah satunya adalah Sesar San Andreas (San Andreas Fault) di California, USA. Sesar ini
merupakan pertemuan antara Lempeng Amerika Utara yang bergerak ke arah tenggara,
dengan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah barat laut.
Sumber: The Dynamic Earth, USGS
Batas Konvergen
Batas konvergen ada 3 macam, yaitu:
1) antara lempeng benua dengan lempeng samudra.
2) antara dua lempeng samudra.
3) antara dua lempeng benua.
Konvergen lempeng benuasamudra (OceanicContinental)
samudra-benua
Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua, lempeng ini masuk
ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh. Pada lapisan litosfer
tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung berapi (volcanic mountain range).
Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman, terbentuklah parit samudra
(oceanic trench).
Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan yang terbentuk dari
proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Nazka dan
Lempeng Amerika Selatan.
Konvergen lempeng samudrasamudra (OceanicOceanic)
2 samudra
Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra lainnya,
menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi yang pararel
terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak sebagian gunung berapi ini ada yang
timbul sampai ke permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik (volcanic island
chain).
Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari proses ini. Pulau
ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara.
Konvergen lempeng benuabenua (ContinentalContinental)
2 benua
Salah satu lempeng benua menunjam ke bawah lempeng benua lainnya. Karena keduanya
adalah lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak cukup berat untuk
tenggelam masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di bagian yang bertumbukan
mengeras dan menebal, membentuk deretan pegunungan non vulkanik (mountain range).
Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet adalah salah satu contoh pegunungan yang
terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng
India dan Lempeng Eurasia.
Jika kita mempertanyakan dari mana gempa itu berasal atau bagaimana gempa itu terjadi,
maka kita dapat melihat pada tiga sumber terjadinya gempa, yaitu karena pergerakan
lempeng tektonik, aktivitas gunung api, atau karena runtuhan tambang atau lubang-
lubang interior di dalam Bumi. Gempa karena lepasnya sejumlah energi pada saat
pergerakan lempeng Bumi disebut gempa tektonik. Akibat aktivitas gunung api, maka
disebut gempa vulkanik, dan karena adanya runtuhan disebut gempa runtuhan.
Gempa linier, jika episentrum berbentuk garis. Contoh: Gempa tektonik karena
patahan.
Gempa sentral, jika episentrumnya berbentuk titik. Contoh: Gempa vulkanik dan
gempa runtuhan.
Gempa setempat, jika jarak episentrum dan tempat gempa terasa sejauh kurang
dari 1.000 km.
Gempa jauh, jika jarak episentrumnya dan tempat gempa terasa sekitar 10.000
km.
Gempa sangat jauh, jika jarak episentrum dengan tempat terasa lebih dari
10.000 km.
Gambar di atas menunjukkan kondisi tektonik Kepulauan Indonesia. Garis merah, jingga
dan hijau menunjukkan batas-batas lempeng tektonik. Garis merah menunjukkan
pemekaran lantai samudra. Garis jingga menunjukkan pensesaran relatif mendatar.
Sedangkan garis hijau menunjukkan tumbukan/penunjaman antar lempeng tektonik.
Mari kita perhatikan satu per satu. Garis hijau di sebelah barat Pulau Sumatra dan di
sebelah selatan Pulau Jawa, menerus hingga ke Laut Banda, sebelah selatan Flores
kemudian membelok ke utara menuju Laut Arafuru (utara Maluku) menunjukkan zona
penunjaman Lempeng Hindia-Australia dan Lempeng Eurasia.
Kenapa membelok ke Laut Arafuru ya ?
Kalo terus ntar nabrak Papua donk hehe
Karena di Indonesia bagian timur ini ada lagi Lempeng Samudra Pasifik yang menubruk
dari arah timur. Salah satu korban paling parah dari tubrukan tiga lempeng ini adalah
Pulau Sulawesi. Tangan-tangannya pada mlintir gak karuan. Ditambah lagi terbentuknya
luka sesar mendatar di bagian tengah Pulau Sulawesi.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap
arah pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia
bergerak relatif ke arah tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke
arah timurlaut. Karena tidak tegak lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar
mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Semangko.
Di sebelah utara Aceh, ada proses pemekaran lantai samudra (garis merah). Saya rasa itu
terjadi sebagai bagian dari proses Escape Tectonics akibat tumbukan Lempeng Anak
Benua India terhadap Lempeng Eurasia.
Di sebelah utara Papua juga terbentuk zona penunjaman akibat tumbukan Lempeng
Samudra Pasifik terhadap Lempeng India-Australia. Pada bagian Kepala Burung, Papua,
ini juga terbentuk sesar mendatar (garis warna jingga) yang dikenal dengan nama Sesar
Sorong. Masih menjadi perdebatan apakah penyebab Gempa Papua 4 Januari 2009 yang
lalu. Sebagian ahli menyebutkan pergerakan aktif Sesar Sorong ini yang menyebabkan
gempa, sebagian lagi menyebutkan gempa bersumber dari zona penunjaman di sebelah
utara Sesar Sorong. Mengikuti perdebatan para ahli geologi bisa dilihat di blog Dongeng
Geologi-nya Pakdhe Rovicky.
Zona penunjaman (warna hijau) yang terbentuk di Samudra Pasifik umumnya sebagai
akibat benturan Lempeng Samudra Pasifik dengan Lempeng Eurasia. Sedangkan zona
pemekaran (warna merah) sebagai akibat ikutan proses Escape Tectonics setelah
terjadinya tumbukan.
Apa implikasinya dari proses tektonik yang begitu rumit tersebut ? Kita lihat gambar
kedua.
Gambar di atas menunjukkan sebaran gunungapi (segitiga merah), titik gempa (tanda plus
ungu) dan hot spot (tanda bintang jingga). Apa yang terjadi mudah ditebak kan!
Rangkaian gunungapi dan titik gempa selalu berasosiasi dengan zona penunjaman.
Animasi proses penunjamannya bisa dilihat pada postingan sebelumnya (lihat Animasi
Mekanisme Penunjaman Kerak Samudra). Pulau Sumatra, Jawa, Flores, Maluku,
Sulawesi dan bagian utara Papua akan rawan dengan gunungapi dan gempa. Emang
sudah dari sono-nya begitu. Hanya Pulau Kalimantan yang relatif adem-ayem karena
memang posisinya gak dekat-dekat dengan TKP hehe. (cuma sering banjir tiap
tahun, ditambah lagi kebakaran hutan)
Namun tidak seluruhnya kita anggap bencana. Erupsi gunungapi yang berupa abu
gunungapi membawa unsur hara yang menyuburkan tanah. Makanya tanah di Jawa pada
subur. Tanam padi tumbuh padi (ya iyalahmasak ya iya donk!). Intrusi-intrusi dangkal
di sekitar gunungapi menyediakan energi panas bumi yang sangat besar yang bisa
dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga
dan nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi dengan lingkungan gunungapi (lihat tulisan
Pak Awang Satyana di Plate Tectonics : Tidak Seluruhnya Bencana). Kita belum bicara
tentang potensi migas dan batubara lho ya! Konteksnya agak sedikit berbeda.
Sayang sekali kalau Kepulauan Indonesia yang kaya ini penduduknya banyak berada di
bawah garis kemiskinan akibat keliru mengelola sumberdaya alam yang begitu besar.
http://yudi81.wordpress.com/category/geologi/