Professional Documents
Culture Documents
Diabetes Melitus
18
19
20
21
22
23
sehingga
dapat
mengakibatkan
terjadinya
24
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 200 mg/dl (ADA,
2012, Gustaviani, 2007; Perkeni, 2011; Ignativicius & Workman,
2006; Smeltzer et al, 2008)
Catatan : Untuk skrining kelompok risiko tinggi yang hasilnya
negatif, skrining ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka
yang berusia lebih dari 45 tahun tanpa faktor resiko, skrining dapat
dilakukan setiap 3 tahun (ADA, 2010; Soegondo dkk, 2004; Gustaviani,
2007).
25
Selain itu pada tabel 2.3, dapat dilihat untuk membedakan kadar
Glukosa darah antara yang pasti Diabetes Melitus dan yang bukan
Diabetes Melitus sebagai patokan penyaring .
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosis DM
Bukan
Belum pasti
DM
DM
DM
Kadar Glukosa darah Plasma vena
< 110
110-199
200
sewaktu (mg/dl)
Darah kapiler
< 90
90-199
200
Kadar Glukosa darah Plasma vena
< 110
110-125
126
puasa (mg/dl)
Darah kapiler
< 90
90-109
110
Sumber : Perkeni (2011)
26
27
mendeteksi
kemungkinan
terjadinya
hipoglikemia
dan
28
Sistem tubuh
Neurologi
Genitourinari
(ginjal)
Sensori
Kardiovaskular
Vaskular perifer
Tanda patologis
Baal, nyeri parah
Gagal ginjal
Penglihatan kabur
Infark Miokard
Luka
sukar
sembuh, gangrene
29
2.1.2
Kaki Diabetik
30
31
Tidak ada
Ukuran (Extend) 1
dalam mm dan
Dalamnya (Depth)
2
1
2
=
=
Ada
Infeksi
Hilang sensasi
32
Pemeriksaan
neurologis
yang
dapat
menggunakan
33
penunjang
meliputi
X-ray,
EMG
dan
34
Boulton et al, 1999; Smeltzer et al, 2008; Boulton et al, 2008; Turns,
2011) :
1. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik adalah komplikasi kronis yang paling sering
ditemukan pada pasien diabetes melitus. Neuropati diabetik adalah
gangguan metabolisme syaraf sebagai akibat dari hiperglikemia kronis
(Smeltzer et al, 2008). Angka kejadian neuropati ini meningkat
bersamaan dengan lamanya menderita penyakit Diabetes Melitus dan
bertambahnya usia penderita.
Ada tiga tipe neuropati yaitu neuropati sensorik, neuropati
motorik dan neuropati otonom. Kondisi pada neuropati sensorik yang
terjadi adalah kerusakan saraf sensoris pertama kali mengenai serabut
akson yang paling panjang, yang menyebabkan distribusi stocking dan
gloves. Kerusakan pada serabut saraf tipe A akan menyebabkan
kelainan propiseptif, sensasi pada sentuhan ringan, tekanan, vibrasi dan
persarafan motorik pada otot. Secara klinis akan timbul gejala seperti
kejang dan kelemahan otot kaki. Serabut saraf tipe C berperan dalam
analisis sensari nyeri dan suhu. Kerusakan pada saraf ini akan
menyebabkan kehilangan sensasi protektif. Ambang nyeri akan
meningkat dan menyebabkan trauma berulang pada kaki. Neuropati
perifer dapat dideteksi dengan hilagnya sensasi terhadap 10 g nylon
monofilament pada 2-3 tempat pada kaki. Selain dengan 10 g nylon
35
menimbulkan
arteriolar-venular
shunting.
Hal
ini
36
adalah
arteri
Tibialis
dan
Arteri
Peroneus
serta
Diabetes
Melitus
yang
mengalami
penyempitan
pembuluh darah biasanya ada gejala, tetapi kadang juga tanpa gejala.
Sebagian lain dengan gejala iskemik, yaitu :
a. Intermitten Caudication adalah nyeri dan kram pada betis
yang timbul saat berjalan dan hilang dengan berhenti
berjalan, tanpa harus duduk. Gejala ini muncul jika AnkleBrankhial Index < 0,75.
b. Kaki dingin
37
vaskuler.
Pemeriksaan
penunjang
lanjutan
yang
38
39
pada arteri
Pengukuran
ini
sering
digunakan
untuk
mengukur
ulkus
kronis,
gangrene
dan
osteomyelitis
bersifat
(Enterobactericeae,
aeruginosa).
enterococcus,
dan
pseudomonas
40
Usia
Penelitian di Amerika Serikat yang dikutip oleh Merza dan
Tesfaye (2003) melaporkan bahwa persentase kaki diabetik paling
tinggi pada usia 45 - 64 tahun. Seperti kita ketahui, lanjut usia
biasanya memiliki keterbatasan gerak, penglihatan yang buruk,
dan masalah penyakit yang lain.
Usia lanjut berkaitan dengan terjadinya kaki diabetik sangat
tinggi karena pada usia ini, fungsi tubuh secara fisiologis
menurun.
Jenis kelamin
Hasil review yang dilakukan oleh Merza dan Tesfaye
(2003) yang didasarkan pada studi penelitian cross-sectional
pada 251 pasien Diabetes Melitus, dilaporkan sebanyak 70% dari
pasien yang terkena kaki diabetik adalah laki-laki. Penelitian
Hokkam (2009) menunjukkan jenis kelamin laki-laki mempunyai
faktor resiko tinggi terhadap kaki diabetik (p = 0.009).
c.
41
Ras
Menurut review dari Merza dan Tesfaye (2003), pasien
yang berasal dari ras Asia mempunyai kecenderungan yang kecil
terhadap kaki diabetik dibandingkan pasien Diabetes yang berasal
dari ras Kaukasia. Ini mungkin bisa jadi karena hipermobilitas
dan perbedaaan budaya dalam perawatan mandiri. Di Amerika
Serikat, suku Pima Indian empat kali lebih tinggi laporan
amputasi dibandingkan populasi pasien Diabetes Melitus di
Amerika Serikat. Selain dari ras Kaukasia (69%), ras Hispanik
(21%) dan ras kulit hitam mempunyai kecenderungan resiko
tinggi kaki diabetik.
e.
Neuropati diabetik
Neuropati perifer merupakan komplikasi paling umum yang
terjadi pada Diabetes Melitus (Merza & Tesfaye, 2003). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Boyko et al (1999) pada pasien
42
ulserasi,
melainkan
jika kombinasi
dengan
Faktor biomekanikal
Faktor mekanikal menurut Merza dan Tesfaye (2003)
mempunyai peran penting dalam perkembangan kaki diabetik.
Faktor mekanikal disini adalah pengeluaran non-enzimatik yang
43
Obesitas
Seseorang dikatakan obesitas jika IMT (Indeks Masa Tubuh)
23 kg/m2 untuk wanita dan 25 kg/m2. Hal ini akan membuat
resistensi insulin yang menyebabkan aterosklerosis, sehingga
terjadi gangguan sirkulasi darah pada kaki yang dapat
menyebabkan terjadinya kaki diabetik. Ini didukung oleh hasil
penelitian dari Boyko et al (1999), dimana seseorang yang
mempunyai berat badan 20 kg melebihi berat badan idealnya
maka beresiko akan terkena kaki diabetik dengan nilai RR sebesar
1.2 (CI 95%, 1.1 1.4).
i.
44
j.
>
144
mg/dl)
mengakibatkan
makrovaskuler
dan
Merokok
Penelitian dari Moss dan tim, kaki Diabetik ditemukan pada
pasien muda yang merokok yang mana tidak ditemukan pada
pasien lanjut usia (Merza & Tesfaye, 2003). Hasil penelitian yang
dikutip oleh WHO (2000), pada pasien Diabetes Melitus yang
merokok mempunyai resiko 3x untuk menjadi kaki diabetik
dibanding
pasien
diabetes
melitus
yang
tidak
merokok.
45
yang parah (Merza & Tesfaye, 2003). Di lain sisi, retinopati tidak
secara siginifikan berhubungan dnegan perkembangan kaki
diabetik (Merza & Tesfaye, 2003).
Dalam analisa yang dilakukan Merza dan Tesfaye (2003)
Nefropati diabetik meningkatkan resiko kaki diabetik nonvaskuler.
m. Penggunaan insulin dan penglihatan yang buruk
Menurut Boyko et al (1999) penggunaan insulin dan
penglihatan yang buruk meningkatkan faktor resiko dari kaki
diabetik dengan RR masing-masing sebesar 1.6 dan 1.9 (CI 95%
1.1-2.2 dan 1.4-2.6). Kedua hal ini dapat mencerminkan
keparahan dari diabetes, dan juga dengan penglihatan yang buruk
pasien tidak dapat melihat lesi awal pada kaki yang dapat
menyebabkan kaki diabetik (Merza & Tesfaye, 2003; Boyko et al,
1999).
n.
pemeriksaan
visual
kaki
rutin,
membasuh
dan
46
p.
Faktor resiko lain hasil penelitian dari Hastuti (2007) yaitu kadar
kolesterol 200 mg/dl, kadar HDL 45 mg/dl, ketidak patuhan
diet Diabetes Melitus dan kurangnya aktivitas fisik.
47
2.1.3
48
Hasil
49
50
gunting
kuku
yang
dikhususkan
untuk
memotong kuku
d) Gunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku
kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin.
e) Kuku kaki yang menusuk daging dan kapalan, hendaknya
diobati oleh dokter
3)
51
hati.
d) Jari kaki harus masuk semua ke dalam sepatu, tidak ada
yang menekuk
e) Dianjurkan memakai kaos kaki apalagi jika
kaki terasa
dingin.
f)
g) Kaos kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai
bahan sintetis, karena
berkeringat.
4)
52
5)
2.1.4
53
biaya
untuk
berkunjung
ke
pelayanan
kesehatan.
54
Krakow&Feulner-Krakow,
2007).
Selain
itu,
Teufel-Shone,
55
56
57
58
59
yang bisa
60
Tabel 2.8 Studi Penelitian tentang perawatan kaki yang pernah dilakukan
5.
Hazavehei et al (2007)
6.
Deakin et al ( 2006)
7.
Corbett (2003)
Iran
Inggris
Amerika
Lain-lain
Video
Inggris
Bahan
Booklet /leaflet
Lincoln et al (2008)
>12 minggu
4.
< 12 minggu
Durasi
Turki
Kunjungan rumah
Atak et al (2008)
Telpon
3.
Strategi
motivasi
Konseling
Iran
demonstrasi
Vatankhah et al (2009)
Edukasi
2.
Metode
melibatkan keluarga
Individu
Indonesia
Sasaran
program
Kelompok
Kurniawan et al (2011)
Rumah
1.
Setting tempat
Bukan
tempat
pelayanan kesehatan
Desain
Penelitian
pelayanan kesehatan
Negara
Quasi Eksperimental
Peneliti (Tahun)
RCT
No.
61
yang
melatarbelakangi
pasien
Diabetes
Melitus
dalam
62
2.1.5
63
pengalaman
yang dimilki
pendekatan
verbal
selfefficacy
belajar dari
yang dilihat
keikutsertaan
emosi
64
adalah pendekatan verbal, yang mana pesan yang didapat dari orang lain
yang menguatkan tentang kemampuan kita, itu sangat mempengaruhi
kepercayaan diri kita. Salah satu strategi yang dapat dipakai adalah
sugesti, nasihat, self-instruction. Poin keempat adalah keikutsertaan emosi,
yaitu seperti ketakutan atau kelelahan cenderung menurunkan self-efficacy.
Memodifikasi ancaman atau ketakutan pada seseatu dengan dapat
menggunakan cara relaksasi.
Hasil penelitian yang mengangkat self-efficacy sebagai salah satu
tujuan penelitan telah dilakukan pada tema Diabetes dan perawatan kaki
salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh King, Glasgow,
Toobert et al (2010). King et al (2010) melaporkan bahwa intervensi yang
dilakukan seharusnya fokus untuk meningkatkan kepercayaan diri (selfefficacy), pemecahan masalah dan lingkungan sosial agar dapat
meningkatkan perawatan mandiri (self-management) dari diabetes. Bean,
Cundy dan Petrie (2007) melaporkan dalam studi penelitiannya pada etnik
Eropa, Asia Selatan dan Islandia Pasifik, self-efficacy
berhubungan
65
menempuh
pendidikan
tinggi
mempunyai
2.6
kali
dalam
dalam
melakukan
perawatan
kaki
mandiri.
Partisipan
66
dikembangkan
dengan
dasar
self-efficacy
theory
yang
2.1.6
Keluarga
Program edukasi perawatan kaki berbasis keluarga, merupakan
bentuk aplikasi praktik keperawatan keluarga, dimana keluarga sebagai
konteks, yang menjadi fokus pelayanan kesehatan adalah klien dalam hal
ini pasien Diabetes Melitus, sedangkan keluarga merupakan latar belakang
atau fokus sekunder. Keluarga dilibatkan dalam intervensi berdasarkan
67
68
keluarga yaitu :
1. Tingkat I : Keluarga sebagai konteks
Dalam tingkat I, keperawatan keluarga dikonseptualisasikan
sebagai suatu bidang dimana keluarga dipandang sebagai konteks bagi
klien. Keluarga sebagai kelompok primer klien yang paling penting,
digambarkan sebagai sebagai stressor atau sumber bagi klien.
Keluarga merupakan latar belakang atau fokus sekunder dan
individual merupakan bagian terdepan atau fokus primer yang
berkaitan dengan pengkajian dan intervensi. Kebanyakan bidang
keahlian khusus juga memandang keluarga sebagai sebuah lingkungan
sosial yang penting dari klien yang kemudian menjadi sumber
dukungan sosial yang penting.
69
70
keluarga
menggambarkan
seperangkat
perilaku
71
pengharmonis,
inisiator
kontributor,
pendamai,
pioner
keluarga,
distraktor,
koordinator
keluarga,
72
Dari 20 peran keluarga di atas, peran pendorong, peran inisiatorkontributor, peran perawat keluarga, peran martir dari anggota keluarga ini
merupakan dasar dari pelibatan anggota keluarga dalam program edukasi
perawatan kaki berbasis keluarga. Dari peran - peran yang dijalankan oleh
anggota keluarga tersebut dapat membuat kesinambungan perilaku
perawatan kaki yang baik dan benar menjadi perilaku yang menetap pada
pasien Diabetes Melitus.
73
menyiapkan
makanan
ketika
mereka
sedang
sakit,
74
4. Dukungan Informasional
Dukungan informasional meliputi pemberian informasi, saran dan
nasihat atas pemecahan permasalahan yang dihadapi penderita,
berusaha untuk mencari berbagai informasi berkaitan dengan gagal
ginjal dan hemodialisis. Dukungan ini bertujuan untuk memberikan
penjelasan
75
76
konteks
keperawatan
kesehatan
masyarakat
(Perkesmas), dalam hal ini program edukasi perawatan kaki pada dasarnya
adalah pelayanan keperawatan professional yang merupakan perpaduan
antara konsep kesehatan masyarakat dan konsep keperawatan yang
77
individu,
keluarga,
kelompok
beresiko
tinggi
termasuk
adalah
meningkatkan
pengetahuan
dan
keterampilan
78
79
ELEMEN INTERAKSI
ANTARA PASIEN DAN
PERAWAT
Usia
Pendidikan
pekerjaan
Lama Diabetes
Adanya
neuropati
perifer
Olahraga
Obat Diabetes yang
digunakan
Latar belakang
Keluarga
Tipe keluarga
Riwayat
keluarga
pernah
merawat
penyakit kronis
Jumlah
anggota
keluarga
ELEMEN
HASIL
Pengetahuan
tentang
perawatan
kaki
Kepercayaan
diri dalam
melakukan
perawatan
kaki
Perilaku
perawatan
kaki
80
2.3
Hipotesis
2.3.1 Hipotesis Nol (Ho)
1. Tidak ada pengaruh program edukasi perawatan kaki berbasis
keluarga terhadap pengetahuan pasien tentang perawatan kaki.
2. Tidak ada pengaruh program edukasi perawatan kaki berbasis
keluarga terhadap kepercayaan diri (self-efficacy) pasien dalam
melakukan perawatan kaki.
3. Tidak ada pengaruh program edukasi perawatan kaki berbasis
keluarga terhadap perilaku perawatan kaki pada pasien Diabetes
Melitus.
2.3.2
16