You are on page 1of 7

PENERAPAN SISTEM PERTANIAN TERPADU BIOCYCLOFARMING POLA

AGROSILVOPASTURE DALAM RANGKA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI


KALIMANTAN SELATAN
Mahrus Aryadi & Hamdani Fauzi
Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat
Jl.A.Yani KM 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
E-mail: mr_aryadi@yahoo.com

ABSTRACT
This research aims to identify the application of the system of integrated agricultural
Biocyclofarming (BCF), the benefits of BCF in support of food security, agreements, mechanisms
of stakeholders, and problems faced. The results of this research show that in the village of Pakutik
Banjar District, has implemented simply BCF utilizing organic wastes results from agriculture,
animal husbandry and forestry products (agrisilvopasture system) to be made into compost which
later became the organic fertilizer for the plant. The benefits derived from the application of the
BCF for the respondent is the increase in the value added of organic waste into compost, the
availability of foodstuffs and textiles (in the form of rice, groundnuts, cassava, sweet potatoes,
bananas, corn, cashew nuts, meat, eggs), contributed to revenues of 53.1%, and improve the quality
of the nutrition society. Community with stakeholders have made agreements in particular in the
field of dairy farms and chicken related to production sharing. Problems faced by the society
mainly related to land, since lands that they manage are in forested areas, it was feared would
threaten food security and their household economy.
Key words: biocyclofarming, agrosilvopasture, food security

1. Pendahuluan
Di Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun,
laju pertumbuhan penduduk meningkat ratarata 1,49 persen per tahun (BPS, 2010). Angka
tersebut mengindikasikan besarnya bahan
pangan yang harus tersedia. Pada tahun 1960an, konsumsi beras per kapita rakyat Indonesia
sekitar 130 kg/tahun.
Namun, rata-rata
konsumsi beras meningkat menjadi 139,15
kg/kapita/tahun pada kurun waktu tahun 20062009. Nilai ini berada di atas rata-rata konsumsi
berasa dunia sekitar 60 kg/kapita/tahun
(Republika, 2010). Kebutuhan yang besar jika
tidak diimbangi peningkatan produksi pangan
akan menghadapi masalah yang serius.
Salah satu alternatif peningkatan produksi
adalah dengan pola ekstensifikasi dengan
memanfaatkan lahan kehutanan dengan
mengembangkan sistem agroforestri. Saat ini,
kontribusi sektor kehutanan dalam ketersediaan
pangan nasional mencapai angka 3,4 juta ton
per tahuan untuk komoditas padi, jagung,
kedelai dan umbi-umbian.
Oleh karena itu, ketahanan pangan di
perdesaan perlu ditingkatkan bukan semata

552

untuk memperkuat ketersediaan pangan,


melainkan juga dalam kerangka meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Sistem
pertanian terpadu biosiklus (biocyclofarmingBCF) dengan pola Agrisilvikultur dapat
menjadi pilihan strategi yang perlu dilakukan
untuk meningkatkan ketahanan pangan di
perdesaan dan meningkatkan pendapatan petani.
Di Kalimantan Selatan, secara sederhana
telah mulai dikembangkan sistem pertanian
terpadu BCF, khususnya oleh masyarakat Desa
Pakutik, Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten
Banjar. BCF ini tidak hanya berguna bagi
keberlangsungan usaha pada sektor lainnya
pada bidang pertanian, akan tetapi dapat
berguna bagi ekologi yang ada dimana sistem
itu diberlangsungkan
Tujuan penelitian ini adalah melakukan
kajian terhadap pelaksanaan penerapan
biosiklofarming, telaah manfaat penerapan
BCF terhadap aspek sosial ekonomi rumah
tangga petani, khususnya dalam mendukung
ketahanan pangan rumah tangga, mekanisme
peran, kesepakatan-kesepakatan parapihak, dan
permasalahan pelaksanaan BCF.

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

2. Metode penelitian
Lokasi penelitian secara administrasi terletak
di Desa Pakutik, Kecamatan Sungai Pinang,
Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan
Selatan. Daerah ini berada dalam kawasan
hutan di bawah pengelolaan KPHP Banjar
(Wangsadijaya, S. 2009).
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif melalui studi dokumentasi,
dan wawancara mendalam (depth interview)
terhadap subjek yang dalam hal ini adalah
petani penerap BCF (7 orang). Bagi setiap
stakeholders yang terlibat dan terkait kegiatan
dilakukan analisa peran terhadap mekanisme
para pihak. Kemudian melakukan analisa
komparatif terhadap data dan fakta kegiatan
lapangan dan mengambil kesimpulan secara
sylogistik.
3. Hasil dan pembahasan
3.1. Gambaran
umum
pelaksanaan
Biocyclofarming (BCF)
Bio Cyclo Farming (BCF) adalah suatu proses
keterpaduan antar sektoral pada bidang
pertanian yang saling memanfaatkan sisa dari
proses pengelolaan dari suatu sektor, yang

Tabel 1. Komposisi Jenis Penyusun BCF


No
Nama Jenis
A.
Tumbuhan
1.
Sengon* Paraserianthes falcataria
2.
Jati ** Tectona grandis
3.
Karet Hevea brasiliensis
4.
Bambu Bamboosa Sp
5.
Kemiri Alebites maloccana
6.
Padi Oryza sativa
7.
Jeruk (Citrus sp)
8.
Pisang
9.
Kacang Tanah (Arachis hypogeae.L)
10. Jambu Mete
11. Kunyit (Curcuma domestica Val.)
12. Kencur (Kaempferia galanga L)
B.
Hewan
1.
Sapi
2.
Ayam

kemudian dimanfaatkan kembali pada sektor


lainnya untuk menghasilkan suatu manfaat lain
yang berguna. BCF akan dapat memberikan
dampak positif bagi lingkungan, yakni dengan
mereduksi
keberadaan
limbah
pada
lingkungan. Sehingga dengan demikian dapat
mengurangi pencemaran lingkungan, dan dapat
menjaga kelestarian lingkungan disekitarnya
(Utomo,H.D. 1989).
Kegiatan biocyclofarming yang diterapkan
masyarakat memang belum sepenuhnya
dikatakan sebagai BCF tetapi ada beberapa
komponen penyusun yang telah berlangsung
sehingga boleh dikatakan kegiatan tersebut
telah mendekati kegiatan biocyclofarming
(BCF sederhana). Beberapa rangkaian kegiatan
yang telah dilaksanakan di Desa Pakutik dalam
rangka pelaksanaan BCF antara lain adalah
pertanian,
kehutanan,
dan
peternakan.
Komposisi Jenis penyusun yang berada di areal
BCF dapat dilihat pada Tabel 1.
Limbah dari kegiatan pertanian, kehutanan
dan peternakan tersebut kemudian dibuat
kompos dan biogas untuk meningkatkan hasil
pertanian dan pemenuhan kebutuhan energi.

Pemanfaatan
b
c
d
*

*
*
*
*

*
*
*
*
*

e
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*

*
*

Keterangan :
** = belum menghasilkan; a. Konsumsi sendiri; b. Obat-obatan; c. Kontruksi; d. Kerajinan; e.
Dijual; f. Barter Barang

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

553

1) Pertanian
Kegiatan pertanian/bercocok tanam memang
telah menjadi mata pencaharian utama
masyarakat di Desa Pakutik. Kegiatan pertanian
yang dilaksanakan adalah menanam padi pada
lahan kering (jenis padi Duyung), biasanya
penanaman padi tersebut dilaksanakan pada
musim penghujan dan hasilnya untuk memenuhi
kebutuhan sendiri (subsisten) yang diperkirakan
mencukupi sampai musim panen berikutnya
dan kalau ada sisanya baru dijual. Produktivitas
tanaman padi rata-rata mencapai 2,48 ton/ha
dengan sebaran produksi padi penerap BCF
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil
wawancara
dengan
informan
dihubungkan dengan kebutuhan beras diketahui
bahwa konsumsi beras (kg/hari) rata-rata
sebesar 0,45 kg/kapita/hari. Sehinggga untuk
mengetahui kebutuhan pangan berupa beras
diperoleh dengan mengalikan jumlah anggota

keluarga dengan kebutuhan per kapita


sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan data di atas, nampak bahwa
petani penerap BCF telah terpenuhi kebutuhan
pangannya bahkan hasil surplusnya bisa dijual
yang tentunya akan bisa menambah pendapatan
ekonomi rumah tangga. Di samping bercocok
tanam padi, para petani biasanya juga
mengembangkan kacang tanah, dan tumbuhan
obat seperti kunyit dan kencur. Tanaman kacang
tanah bisa dipanen antara umur 100-110 hari.
Pemanenan kacang tanah bisa dilakukan dua
kali dalam setahun. Selain kacang tanah, ada
sebagian petani yang menanam jagung dimana
penanamannya dilakukan secara bersamaan
dengan penanaman tanaman Karet sehingga
secara tidak langsung pada saat pemeliharaan
tanaman jagung juga memelihara tanaman
Karet. Besarnya produksi tanaman sela dapat
dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2. Produktivitas Padi pada lahan petani penerap BCF (ton/ha)


Produktivitas Padi (ton/ha)
Nama Petani
2009
2008
2010
Rata-rata
Ahmad safii
2,48
2,55
2,55
2,53
Sugiono
2,52
2,52
2,55
2,53
Syahrudin
2,61
2,53
2,52
2,55
Kusnadi
2,75
2,72
2,74
2,74
Radiansyah
1,78
1,81
1,82
1,80
Hamdianur
2,65
2,54
2,54
2,58
Satya
2,61
2,61
2,63
2,62
Jumlah
17,4
17,28
17,35
2,48

Tabel 3. Rekapitulasi Produksi Padi dan Kebutuhan Beras


Anggota
Produksi
Produksi
Nama Petani
Keluarga (jiwa)
Padi
Beras (kg)
Ahmad Safii
6
2.530
1.518
Sugiono
7
2.530
1.518
Syahrudin
5
2.550
1.530
Kusnadi
4
2.740
1.644
Radiansyah
6
1.800
1.080
Hamdianur
7
2.580
1.548
Satya
7
2.620
1.572
Jumlah
42
17.350
10.410

Kebutuhan beras
(kg/tahun)
919,80
1.073,10
766,50
613,20
919,80
1.073,10
1.073,10
4.752,30

Tabel 4. Data Produksi Tanaman Sela dan masa panennya


Jenis Tanaman
Hasil Produksi (kg/ha)
Jagung
4670,7
Kacang Tanah
1205
Kunyit
1542
Kencur
1593

554

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

Surplus
598,20
444,90
763,50
1.030,80
160,20
474,90
498,90
5.657,70

Masa Panen
3 bulan
3,3 bulan
3,5 bulan
3,5 bulan

2) Kehutanan
Umumnya petani mengelola lahan yang luas
sehingga hampir setiap penduduk menanam
tanaman kehutanan berupa tanaman Jati,
Kemiri, Karet dan Sengon. Hutan yang
dikelola
masyarakat
merupakan
areal
Gerhan/GN-RHL yang berasal dari subsidi
pemerintah dengan luas adalah 748 ha dan
potensi berkisar antara 340 - 471 pohon/ha
(Balitbangda Kalsel, 2010).
3) Peternakan
Di bidang peternakan, ternak yang dipelihara
oleh masyarakat adalah Sapi dan Ayam. Untuk
pemeliharaan sapi dan ayam dilakukan masih
secara konvensional. Para petani biasanya
mengembangkan ternak sapi yang masih muda
untuk dipelihara selama 2 tahun dan kemudian
dijual. Penjualan sapi biasanya dilakukan pada
waktu mendekati Hari Raya Idul Adha (Idul
Qurban). Selama pemeliharaan, para peternak
menggunakan tenag sapi untuk membajak
ladang yang akan ditanami.
Upah yang
diperoleh dari membajak setengah hari adalah
Rp 35.000 per hari. Pemberian pakan sapi
biasanya dilakukan dengan cara digembalakan
dan dicarikan rumput. Untuk memenuhi pakan
ternaknya sebagian kecil petani ada yang
menanam rumput gajah.
Kegiatan ternak ayam buras yang
dikembangkan masyarakat dengan pakan yang
tersedia di alam seperti sisa-sisa bulir padi,
jagung hasil panen masyarakat atau sisa beras
yang telah ditampi. Ayam-ayam peliharaan
tersebut dibuatkan kandang dari bambu.
Biasanya dilepas sehabis Shalat Subuh dan
masuk ke kandang menjelang magrib.
4) Komposting
Pembuatan kompos sudah lama dilaksanakan
oleh para petani dengan cara tradisional yaitu
kotoran sapi dan sisa makanan sapi (rumput)
dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam
lubang.
Setelah beberapa lama maka
terbentuklah kompos, kompos tersebut
digunakan petani untuk memupuk tanamannya.
5) Skema Biocyclofarming
Dalam alur proses suatu pengolahan akan
selalu menimbulkan suatu sisa dari proses
tersebut. Sisa proses dapat dikatakan sebagai
limbah dari proses yang berlanjut. Limbah
dapatmenjadi suatu hal yang merugikan jika

keberadaannya sangat banyak dan tidak terolah


dilingkungan (Choliq.U.A, dan Mulyani.D, 2003)
BCF yang diterapkan di Desa Pakutik
mempunyai 3 elemen, yaitu pertanian tanaman
pangan, peternakan dan kehutanan. Dalam
agroforestri sebagai sistem agrosilvopasture.
Pertanian tanaman pangan menghasilkan padi
(beras), kacang tanah, jagung, dan pisang serta
limbah
tanaman
(mulsa).
Peternakan
menghasilkan daging, telur dan kotoran ternak,
Sedangkan kehutanan menghasilkan kayu,
serasah dan iklim mikro serta fungsi lindung.
Limbah dari hasil kegiatan pertanian,
kehutanan
dan
peternakan
kemudian
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk
kompos. Proses pembuatan pupuk kompos ini
biasanya dikenal dengan istilah komposting,
yaitu sisa limbah berupa dedaunan, ranting dan
serasah dicampur dengan kotoran ternak,
ditutup dan dibiarkan untuk beberapa waktu
hingga menjadi kompos.
Waktu yang
diperlukan hingga terbentuknya kompos
berkisar antara 2 3 minggu. Kompos yang
telah terbentuk tersebut digunakan sebagai
pupuk dalam kegiatan pertanian dan kehutanan
sehingga ketersediaan unsur hara dalam tanah
dapat dipertahankan.
Proses pemanfaatan
kompos dari limbah pertanian, kehutanan dan
peternakan ini akan terus berlangsung hingga
membentuk suatu siklus biologi. Siklus ini
yang pada akhirnya dikenal dengan istilah
biocyclofarming. Siklus ini dapat digambarkan
pada Gambar 1.
3.2. Kesepakatan-kesepakatan dalam
pelaksanaan kegiatan BCF
Kegiatan BCF yang dilaksanakan di Desa
Pakutik telah membuat kesepakatan diantara
warga
agar
bisa
berkesinambungan.
Kesepakatan-kesepakatan tersebut antara lain:
a. Untuk ternak sapi, meliputi: Pemeliharaan
Sapi dan Ayam sifatnya adalah
penggemukan; Lamanya jangka waktu
pemeliharaan sapi 10 bulan; Setelah
dipelihara selama 10 bulan
akan
dilakukan penjualan; Sistem pembagian
hasil/ keuntungan adalah: 60% untuk
peternak dan 40% disetorkan kepada
Dinas Peternakan; 60% keuntungan untuk
peternak akan dibagi sama rata bagi
anggota kelompok yang memeliharanya;
Modal akan digulirkan untuk pembelian
sapi berikutnya

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

555

Ketersediaan
Produk Pangan
Penduduk

Tanaman Pangan,
Pakan Ternak dan
Kayu

Populasi Ternak

Pupuk Organik

Produksi Protein
Hewani

Limbah Organik

Gambar 1. Skema BCF yang diterapkan masyarakat Desa Pakutik

BUPATI

BALITBANGDA
KAL-SEL

BAPPEDA
KAB.BANJAR

BPPT PUSAT

DINAS/INSTANSI
TERKAIT/TERLIBAT

DISHUT

DISBUN

DISNAK

DISTAN

KEGIATAN BCF
MASYARAKAT

SARJANA PENDAMPING
Gambar 2. Gambaran Mekanisme para pihak dalam program BCF

b.

Untuk
Ternak
Ayam,
meliputi:
Pemeliharaan ayam (sementara) adalah
penggemukan (yang ada baru 31 ekor dari
250 ekor yang direncanakan; Lamanya
jangka waktu pemeliharaan 10 bulan;
Setelah dipelihara selama 10 bulan akan
dilakukan penjualan; Sistem pembagian
hasil/ keuntungan kurang jelas (yang
memelihara adalah anak SD, karena yang
bertanggung jawab gurunya)
556

3.3. Mekanisme dan peran para pihak


dalam kegiatan BCF
Mekanisme hubungan para pihak yang dapat
dirumuskan berdasarkan kegiatan BCF di Desa
Pakutik dapat dilihat pada Gambar 2.
(1) BPPT antara lain: Menyediakan tenaga
ahli (Technical Assistance) dibidang teknologi
pengelolaan DAS; Menyusun panduan
kegiatan pelaksanaan DAS terpadu yang dapat
dijadikan acuan dalam penentuan kegiatan

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

dinas dalam mengelola DAS; Menyediaan


tenaga ahli dalam pelatihan teknologi BCF;
Memberirikan konsultasi dan arahan dalam
kegiatan
pengelolaan
DAS;
Membuat
perencanaan demplot Bio-Cyclo-Farming.
(2) Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan antara
lain: Menyediakan tenaga fasilitator lapangan
(pendampingan) dalam pelaksanaan koordinasi
selama kegiatan berlangsung; Menyediakan
dana dan fasilitas untuk pelatihan/pemagangan
di bidang pertanian dan peternakan terpadu;
Memfasilitasi kegiatan koordinasi antara BPPT
dengan dinas dan kabupaten terkait dalam
kegiatan pengelolaan DAS kritis Riam Kanan.
(3) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Banjar antara lain: Mengkoordinir
Dinas Peternakan, Dinas Perkebunan dan
Dinas Kehutanan dalam kegiatan implemantasi
teknologi BCF; Menyediakan lokasi desa untuk
pembangunan demplot BCF; Menyediakan dana
dan tenaga kerja untuk pembangunan konstruksi
BCF di lokasi terpilih serta sarana/fasilitas
pendukungnya; Menyediakan kebutuhan ternak
untuk pengisian demplot BCF; Menyediakan
tenaga penyuluh lapangan; Demplot BCF serta
ternak milik pihak Kab. Banjar
3.4. Manfaat BCF untuk mendukung
ketahanan pangan
Dengan pola biosiklofarming, petani dapat
memperoleh pendapatan yang kontinyu baik
dari jumlah maupun ragamnya. Periode waktu
pendapatan ini tergantung pada kebiasaan
petani dalam memetik hasil serta kondisi
tanaman. Hasil penjualan dari sebagian produk
oleh petani dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan pangan yang tidak bisa
dipenuhi sendiri atau untuk memenuhi
kebutuhan lain yang lebih besar.
Beragamnya sumber produk yang bisa
dijadikan sumber pangan menunjukan bahwa
pengelolaan hutan dengan pola agroforestri
dapat mendukung tercapainya usaha ketahanan
pangan keluarga. Atau, adanya sumber yang
dapat dijual dari hutan rakyat baik kayu maupun
non kayu untuk menghasilkan uang, tentu akan
mendukung tercapainya ketahanan pangan
keluarga, karena dengan demikian petani dapat
memperoleh pangan yang ada di pasar. Artinya
dengan pengelolaan hutan secara tepat akan
meningkatkan
kemampuan
menyediakan
pangan bagi keluarganya dan kemampuan
mengakses pangan yang tersedia di pasar.

Teknologi pertanian terpadu ini dirancang


sebagai suatu proses multiple cropping yang
dapat menghasilkan produksi sepanjang tahun
yang terdiri dari: Panen harian yang diperoleh
dari telur unggas dan karet; Panen bulanan
berupa hasil tanaman sayuran; Panen musiman
yang diperoleh dari budidaya tanaman pangan
seperti padi, jagung dan kedelai; Panen
tahunan dari budidaya sapi; Panen winduan
dari hasil budidaya jati dan sengon
3.5. Permasalahan penerapan BCF
Beberapa permasalahan berdasarkan pengamatan
dan wawancara dengan masyarakat, antara
lain:
a. Belum ada upaya penambahan ternak yang
digulirkan dari 60% keuntungan yang
diperoleh, sehingga jumlah ternak dipastikan
akan selalu tetap atau tidak bertambah.
b. Sisa ayam yang berjumlah 229 ekor
berdasarkan kesepakatan penduduk akan
dibagikan sebanyak 5 ekor perkeluarga(
informasi bulan oktober 2004), setelah 10
bulan mereka akan menyetorkan modal
(berupa ayam) dalam jumlah yang sama (5
ekor). Hal ini tentunya memiliki resiko
yang tinggi dan bagaimana dengan tujuan
untuk bahan kompos?
c. Problema terbesar adalah adanya ancaman
konversi lahan untuk kegiatan penambangan
batubara, karena nilai lahan yang mengandung
deposit batubara hingga mencapai ratusan
juta rupiah per hektar sehingga sangat
menggiurkan
4. Kesimpulan
4.1. BCF yang diterapkan di Desa Pakutik
mempunyai 3 elemen, yaitu pertanian
tanaman pangan, peternakan dan kehutanan.
Dalam agroforestri sebagai sistem
agrosilvopasture. Penerapan teknologi
BCF dengan membuat demplot melibatkan
kelompok tani. Demplot dilengkapi
prasarana/sarana berupa 1 unit kandang
sapi ukuran 8m x 8.25m dan 1 unit
kandang ayam ukuran 4m x 3.4m dengan
jumlah sapi sebanyak 7 ekor dan ayam 30
ekor, serta menanam tanaman kehutanan.
4.2. Mekanisme
para
pihak
yang
terlibat/terkait kegiatan BCF sudah sesuai,
hanya saja peran masing-masing para
pihak terutama yang menyangkut aspek
koordinasi pada saat aplikasinya masih
kurang optimal dan cenderung ego-sektoral.

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

557

5. Saran
5.1. Teknologi Biosiklofarming adalah suatu
inovasi baru, maka diperlukan persiapan
yang matang terutama menyangkut
alokasi dana, waktu pelaksanaanya serta
sumberdaya pendukung (masyarakat,
pendamping, penyuluh, mitra usaha dan
stakeholders lainnya).
5.2. Rancangan atau design BCF sebaiknya
didasarkan atas kajian diagnostik
terhadap calon lokasi (sementara ini
nampaknya
digenaralisir),
terutama
menyangkut karakteristik sosial-budaya
masyarakat dan pedo-agroklimat yang
berkaitan langsung dengan komoditas
tanaman dan ternak yang
akan
dikembangkan sebagai pilar dari
teknologi BCF.
6. Daftar pustaka
Anonim, 2010.
Data
Desa/Kelurahan Pakutik

dasar

profil

Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan,


2010. Buku panduan pengelolaan DAS
Riam Kanan tahun 2010.
BPS. 2010. Laporan bulanan data sosial
ekonomi Oktober 2010. Badan Pusat
Statistik. Jakarta
Choliq.U.A, dan Mulyani.D, 2003. Modul
pelatihan biocylofarming. Pemerintah
Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan
Balai Pengkajian dan Penerapaan
Teknologi (BPPT). Jakarta
Republika. 2010. Dukungan ketersediaan
pangan dengan tumpang sari di areal
hutan. http://Republika co.id, Jakarta
Sarief, S, 1985. Konservasi Tanah dan
Air. Pustaka Buana. Bandung
Utomo,H.D. 1989. Konservasi tanah
Indonesia. Rajawali Press. Jakarta

di

Wangsadijaya, S. 2009. Kebijakan penanganan


lahan kritis DAS Riam Kanan. BPDAS
Barito Banjarbaru

558

Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

You might also like