Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi
rongga abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari
luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme
yang hidup dalam kolon (pada kasus ruptura appendik) yang mencakup
Eschericia coli atau Bacteroides. Sedangkan stafilokokus dan streptokokus sering
kali masuk dari luar.1,2
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara perlekatan fibrinosa
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa yang kelak dapat menyebabkan terjadinya
obstruksi usus.2
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan
timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul
ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan
sirkulasi, oliguria, dan mungkin shock.2,3
Anatomi dan Fisiologi
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada
iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari
berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kuitis dan sub
kutis, lemak sub kutan, facies superfisial (facies camper) dan facies profunda
(fascies scarpae), kemudian ketiga otot dinding perut m. obliquus abdominis
eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan
akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak
preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang
otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea
alba.1,2 Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.
Integritas lapisan muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk
mencegah terjadilah hernia bawaan, dapatan, maupun iatrogenik. Fungsi lain otot
dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan buang air
besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.2
Gambar 1 :Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot
abdomen11
Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi
dinding rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan
peritoneum visceral, yang menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga
itu. Peritoneum parietale mempunyai komponen somatic dan visceral yang
memungkinkan lokalisasi yang berbahaya dan menimbulkan defans muscular dan
nyeri lepas.1,2 Ruang yang bisa terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang
peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang di luarnya disebut Spatium
Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat cairan peritoneum yang
berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak tanpa menimbulkan
gesekan yang berarti. Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan pada
kelainan tertentu disebut sebagai asites (hydroperitoneum).2 Luas peritoneum kirakira 1,8 meter2, sama dengan luas permukaan kulit orang dewasa. Fungsi
2
Hepar merupakan suatu organ yang besar yang mengisi bagian atas rongga
abdomen.
Lien terletak pada bagian atas kiri dari rongga abdomen antara lambung dan
diaphragma di regio sepanjang sumbu iga x kiri.
Jejunum mengisi bagian atas kiri rongga abdomen dan ileum mengisi bagian
kanan bawah rongga abdomen dan rongga pelvis.
Colon terbentang mengelilingi jejunum dan ileum, terbagi atas caecum, colon
ascendens, colon tranversum, colom desendens dan colon sigmoid.
Etiologi
Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder
1. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang
langsungdari rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita : 3,4
Nefrosis
SLE
Pyelonefritis
5
2. Peritonitis sekunder
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi
gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan
infeksi. 3,4,5
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti:
Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah,
ruptur buli dan ginjal.
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi
kuman, dan akibat tindakan operasi sebelumnya. 2,3
Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.2
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti
misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena
tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit
oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.2,5
6
batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan
keadaan umum yang merosot karena toksemia.4,6
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai
di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.
Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis
kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa
mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan
untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.2,3
Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena
fibrosis dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan
tekanan
intralumen
dan
menghambat
aliran
limfe
yang
Peritonitis Aseptik.
Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya
sekunder dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat
berkembang menjadi bakterial peritonitis dalam beberapa jam mengikuti
transmigrasi dari mikroorganisme (contohnya dari usus)
Peritonitis bilier
Relatif jarang dari peritonitis steril dan dapat disebabkan dari :
1. iatrogenic (ligasi duktus sistikus saat cholesistektomi)
2. kolesistitis akut
3. trauma
4. idiopatik
Bentuk lain dari peritonitis steril, ada 4 penyebab :
1. Cairan pankreas
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen
proses diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami peningkatan
serum amilase.
2. Darah.
Misalnya ruptur kista ovarium, aneurisma aorta yang pecah.
3. Urine
Misalnya intraperitoneal ruptur dari kandung kemih.
4. Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier
dimana dibentuk saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis
mekonium berkembang lambat di kehidupan intra uteri atau di periode
perinatal saat mekonium memasuki rongga peritoneum melalui perforasi
inestinal.
Peritonitis TB
2.
Peritonitis Klamidia
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan
digambarkan oleh nyeri hipokondrium kanan, pireksia, dan hepatic rub.
peritonitis
akut.
Bedak
dan
starch
dapat
menstimulus
10
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan
pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi
atau sepsis juga perlu diperhatikan. 1
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak
baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis
hebat
akan
muncul
gejala
hipotermia.
Takikardia
disebabkan
karena
tidak
dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak
nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity)
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri
somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada
inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan3,5
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat.
Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. 1,5
11
1,7
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan
informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya
kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada
semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula
biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan
kelainan pada alat kelamin dalam perempuan. 1,2
Auskultasi : Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada
peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. 3,7
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada
peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu : 5,8
1. Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior ( AP ).
2. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3. Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
12
Differential Diagnosis
Diagnosis banding dari peritonitis adalah apendisitis, pankreatitis,
gastroenteritis, kolesistitis, salpingitis, kehamilan ektopik terganggu.4
13
Penatalaksanaan
Konservatif
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :9
1.
Memuasakan pasien
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh
pulse oximetri atau BGA.4
2.
resusitasi cairan
Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan dehidrasi.
Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya dibutuhkan. Pasien harus
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena
sentral dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis
atau pasien dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan
dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan
menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.4,9
3.
analgetik
Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan antiemetik.4
4.
Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.
Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien
yang mendapatkan peritonitis di RS (misalnya oleh karena kebocoran
anastomose) atau yang sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi
lini kedua diberikan meropenem atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam.
Terapi antifungal juga harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan
terpapar spesies Candida. 4,5
14
Definitif
Pembedahan
1.
Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang
dikira. Tujuannya untuk :9,10
Peritoneal lavage
Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Relaparotomi mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan
peritonitis sekunder, dimana setelah laparotomi primer ber-efek memburuk
atau
timbul
sepsis.
Re-operasi
dapat
dilakukan
sesuai
kebutuhan.
Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam
absorbsi karbondioksida dan endotoksin melalui peritoneum yang mengalami
inflamasi, belum dapat dibuktikan. Tetapi, laparoskopi efektif pada penanganan
appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan
pada kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok
dan ileus adalah kontraindikasi pada laparoskopi.9
3.
Drain
15
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada
dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada
banyak kejadian yang memungkinkan penggunaan drain sebagai profilaksis
setelah laparotomi.
Komplikasi
Syok Sepsis1,10
1.
2.
Usia
Penyakit kronis
Wanita
3. Adhesi
16
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta : EGC.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen
dalam Intisari Prinsip Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal
489 493
3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah,
Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam
Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius
FKUI, Jakarta.
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam Buku ajar
Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.
6. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC.
7. Philips Thorek, Surgical Diagnosis,Toronto University of Illnois College
of Medicine,third edition,1997, Toronto.
8. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam
Radiologi Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.
9. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr.
Widjaja Kusuma, Binarupa Aksara, Jakarta
10. Rosalyn
Carson-De
Witt
MD,
Peritonitis
Health
Article,
http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
11. Putz
&
Pabst
R.
2007.
Atlas
Anatomi
Manusia:Sobotta,
jilid.2.Jakarta :EGC
12. http://www.google.co.id/imgres?
q=peritoneum+anatomy&hl=en&biw=1024&bih=456&tbm=isch&tbnid=
kVlqe7wt9FyUM:&imgrefurl=http://www.radiologyassistant.nl/en/p4a252c5303035/p
eritoneum-and-mesentery-part-i-anatomy.html&docid=__fv5Xl60q7gM&imgurl=http://www.radiologyassistant.nl/data/bin/a5097979750a1
18
d_overzicht.jpg&w=500&h=503&ei=dgxHUZCqDY7zrQfbv4DQBw&zo
om=1&sa=X&ved=0CHAQhBwwCA&ved=1t:3588,r:8,s:0,i:112&iact=r
c&dur=2450&page=1&tbnh=176&tbnw=175&start=0&ndsp=10&tx=88
&ty=117
19