Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
D IV Keperawatan Tingkat 1
KELOMPOK 3
( P07120214029 )
( P07120214033 )
( P07120214034 )
( P07120214035 )
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
f.
g.
h.
i.
akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh
dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga
akan merusak sel-sel yang sehat).
Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya
stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita
wanita.
Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan
penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan
sariawan.
Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..
Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaan
Seperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai
timbulnya stomatitis apthosa.
biasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan
jaringan parut setelah sembuh.
3. Ulser herpetiform
adalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok
dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.
Faktor Predisposisi
a) Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS
Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu
agen berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat
kumur, yang dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser,
disebabkan karena efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada
jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi. Beberapa
penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi
yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebih sedikit.
b) Trauma
Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi
akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa
sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut.
Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau
saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu
panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan
dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat
dipertimbangkan sebagai faktor pendukung
c) Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien
yang menderita SAR. Bila kedua orangtua menderita SAR maka besar
kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat
keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat
dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.
d) Gangguan Immunologi
Faktor gangguan sistem imun telah banyak dihubungkan sebagai salah
satu faktor yang sangat berperan sebagai faktor predisposisi SAR.
Imunopatogenesis SAR dapat melibatkan semua komponen sistem imun
baik seluler maupun humoral. Pada sistem imun seluler yaitu Sel T dan
sitokin, sedangkan pada sistem imun humoral yaitu IgA, IgM dan IgG
e) Defisiensi Nutrisi
Wray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien
menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15%
defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami
defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi
ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B 12 dan asam
folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien
tersebut mengalami perbaikan.
Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah
vitamin B1, B2dan B6. Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2%
mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin
B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B610% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi
dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang
cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.
Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut
diterapi dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga
bulan.Lesi SAR yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam
waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya
kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat
Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar
serum Zink pada pasien SAR pada umumnya normal.
f) Stress
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh
terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor
yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.
g) Hormonal
Pada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan
banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan
dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah
estrogen dan progesteron.
Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan
progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan
terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer
menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga
mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi
yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal
sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam
mengatur pergantian epitel mukosa mulut
h) Infeksi Bakteri
Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali
menemukan adanya hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan
lesi SAR dengan penelitian lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus
sanguis sebagai penyebab SAR. Donatsky dan Dablesteen mendukung
pernyataan tersebut dengan melaporkan adanya kenaikan titer antibodi
terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan
kontrol.
i) Alergi dan Sensitifitas
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan
(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi
antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi
protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk
antibodinya sendiri.
SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa
bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen
karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.
Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan
meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang
timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya
sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang
kemudian berkembang menjadi SAR.
j) Obat-obatan
Pengurangan rasa sakit pada ulkus dapat dilakukan melalui pengobatan secara
sistematik.Rasa sakit rongga mulut dapat diobati secara topical maupun sistemik.
Cara topical lebih banyak dipilih dibandingkan dengan cara sistemik karena efek
samping pengobatan topical lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi sistemik.
Apabila ulkus masih belum sebuh juga, obat jenis kortikoseteroid dapat dianjurkan
(Lewis, 2000).Sediaa krin gel, serta inhaler dapat berasa lebih pahit dan gel dapat
mengiritasi.Pasien sebaiknya tidak makan atau minum selama 30 menit setelah
pengolesan stroid agar memperpanjang waktu kontak.Agen imunomodulator topical
lainnya juga dapat dianjurkan berbarengan dengan kortikoterois topikal (Black,
1995).
II.
Gangguan Pada Esofagus
1. AKALASIA
A. PENGERTIAN
Akalasia adalah merupakan suatu keadaan ditandai secara khas tidak
didapatkannya peristalsis korpus esofagus dan kegagalan sfingter esofagus bawah ( SEB )
yang hipertonik untuk mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan
makanan. Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul
pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung
dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan
nama simple ectasia, kardiospasme, megaesofagus, dilatasi esofagus difus tanpa stenosis
atau dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan
relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan menyebabkan dilatasi bagian
proksimal esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu
mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna
menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan
umumnya terjadi regurgitasi.
Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga
penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan dilatasi dengan
tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Pada tahun 1908
Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913 Heller
melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi di luar mukosa yang terus dianut
sampai sekarang.
Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus distal
disertai dengan kegagalan sfingter esofagus untuk rileks dalam respon terhadap menelan.
Penyempitan esofagus tepat di atas lambung menyebabkan peningkatan dilatasi esofagus
secara bertahap di dada atas. Akalasia dapat berlanjut secara perlahan. Ini terjadi paling
sering pada individu usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga.
B. ETIOLOGI
Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti bahwa
degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan neurologis.
Beberapa teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan autoimun, penyakit
infeksi atau kedua-duanya. Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2
bagian, yaitu :
1. Akalasia primer, (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak
diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada
nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus. Di
samping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
2. Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi,
tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti
pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik
atau pascavagotomi.
Gambaran Klinis
No Tanda Gejala
Primer
Sekunder
.
1.
Disfagia
Ringan sampai Sedang sampai berat (< 6
berat (>1 tahun) bulan)
2.
Regurgitasi
Sedang sampai Ringan
berat
3.
Berat
badan Ringan (5 kg)
Berat (15 kg)
menurun
4.
Nyeri dada
Ringan sampai Jarang
sedang
5.
Komplikasi paru Sedang
Jarang
1)
2)
3)
4)
5)
2. Terapi Bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah
suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu
pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan
bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk
mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali
beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.
Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar
85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%.
Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak
lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi
utama dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani
terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan
esofagus (mis: esofagektomi).
2. KARSINOMA ESOFAGUS
A. PENGERTIAN
Tumor ganas esofagus secara histologik digolongkan menjadi karsinoma sel
skuamosa, adenokarsinoma, karsinosarkoma dan sarkoma. Keganasan pada esofagus
biasanya merupakan karsinoma jenis epidermal dan berasal dari epitel skuamus yang
paling
sering
ditemukan.
B. ETIOLOGI
Beberapa pengamat menduga bahwa faktor lingkunagn emempengaruhi epidemiologi
karsinoma ini. Hal ini dapat terjadi peningkatan frekuensi bial seseorang pindah dari
daerah insiden rendah ke daerah insiden tinggi. Sebaliknya perpindahan dari daerah
tinggi ke daerah rendah mengurangi faktor risikonya dengan catatan perpindahan
tersebut pada usia muda, bila perpindahan pada usia lanjut tidak tampak efeknya. Di
antara faktor-faktor tersebut penyalahgunaan alkohol, perokok berat dan esofaringitis
memgang pearan sangat penting. Dua faktor utama, alkohol dan merokok, bila
terdapat pada seorang individu akan sangat meningkatkan risiko karsinoma esofagus
40 kalin lipat.
C. TANDA DAN GEJALA
a. Tanda
1. Tanda Subjektif
Pada fase dini biasanya belum ada keluhan. Disfagia, rasa makanan tersangkut
pada tenggorokan dan daerah retosternal merupakan keluahn yang paling
banyak dan utama pada lebih dari 90 % penjelasan. Disfagia umumnya baru
dikeluhkan penderita bila garis tengah esofagus mengecil sampai kurang lebih
30-50 %. Odinofagia ( sakit Melena ) merupakan keluhan subjektif penderita.
Penderita akan sulit menelan makanan padat dan makan makanan cair.
Lebih lanjut makanan cair atau menelan ludah pun menimbulkan regurgitasi
atau muntah. Bila sampai terjadi disfagia maka 2/3 dari garis tengah esofagus
sudah tertutup oleh tumor.
2. Tanda Objektif
Regurgitasi atau muntah lebih menonjol bila keadaan lebih lanjut. Suara parau
dapat terjadi bila pita suara mengalami paralisis karena kompresi saraf
laringeal. Batuk yang kronik timbul bila terjadi fistula esofageal atau aspirasi
makanan atau ludah.
Perdarahan tumor samapai muntah darah dapat terjadi. Sindrom
Horner (Kompresi Saraf Simpatis ), paralisis diafragma, Kompresi pleksus
brakialis, sindrom vena cava superior, efusi pleura, asites atau nyeri tulang
merupakan tanda adanya metastasis.
D. PATOFISIOLOGI
Merokok dan konsumsi alkohol yang tinggi merupakan faktor risiko penting
bagi pengembangan SCC (Squamous cell carcinoma). Merokok memiliki efek
sinergis dengan konsumsi alkohol berat, dan eksposur berat untuk kedua
meningkatkan risiko SCC dengan faktor lebih dari 100. Hal ini lebih rumit dengan
peningkatan risiko kanker saluran lain aerodigestive dalam orang yang merokok dan
minuman alkohol.
Biasanya pasien mengalami lesi ulserasi esofagus yng luas sebelum gejala
timbul. Malignasi, biasanya sel squamosa tipe epidermoid, menyebar dibawah
mukosa esofagus , atau dapat menyebar langsung kedalamnya, melalui dan diatas
lapisan otot ke limfatik. Pada tahap lanjut, obstruksi esofagus terliat, dengan
kemungkinan peforasi mediastinum dan erosi pembuluh darah besar.
Makanan dan faktor lingkungan, dan gangguan kerongkongan tertentu
(misalnya, achalasia, diverticuli) yang menyebabkan iritasi kronis dan peradangan
mukosa esofagus juga dapat meningkatkan kejadian SCC. Plummer-Vinson sindromtriad dari disfagia, anemia defisiensi besi, dan kerongkongan web-telah dikaitkan
dengan kanker ini, meskipun hal ini menjadi semakin langka di negara maju sebagai
nutrisi secara keseluruhan membaik. Ada beberapa faktor genetik yang telah
diidentifikasi sebagai penting dalam perkembangan esophageal SCC. Satu
pengecualian adalah tylosis, sebuah sindrom autosomal dominan jarang berhubungan
dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki dan tingkat tinggi esophageal
SCC. Infeksi agen juga telah terlibat dalam patogenesis esophageal SCC.
papillomavirus Manusia telah menerima perhatian yang besar. Hal ini diyakini bahwa
hasil infeksi pada hilangnya fungsi dari gen supresor tumor p53 dan Rb. Pentingnya
mekanisme ini tidak mapan.
Faktor risiko untuk AC (Adenocarcinoma) dari esofagus berbeda. Refluks
gastroesofagus kronik yang paling penting, dengan berat, gejala refluks lama
meningkatkan resiko kanker dengan faktor 40. Kronis penyakit gastroesophageal
dikaitkan dengan metaplasia Barrett (Barrett's esophagus), suatu kondisi di mana
GASTRITIS
A. PENGERTIAN
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa yang
dapat bersifat akut, kronis,difusi,atau likal. Dua jenis gastritis yang paling sering
terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis.
B. ETIOLOGI
Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman helicobacter pylori dan pada awal
infeksi mukosa lambung menunjukkan respons inflamasi akut dan jika diabaikan akan
menjadi kronik (Sudoyo Aru, dkk2009)
Klasifikasi gastritis: ( Wim de jong et al. 2005)
1) Gastritis akut
gastritis akut tanpa perdarahan
gastritis akut dengan perdarahan ( gastritis hemoragik atau gastritis erosive)
gastritis akut berasal dari makan terlalu banyak atau terlalu cepat, makan
makanan yang terlalu berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit, iritasi bahan semacam alcohol, aspirin, NSAID, lisol, serta
bahan korosif lain, refluks empedu atau cairan pancreas.
2) Gastritis kronik
Inflasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus beningna atau maligna
dari lambung, atau oleh bakteri helicobacter pylory (H.pylory).
C. TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit ini bervariasi pada setiap individu. Gejala yang paling umum
termasuk :
Nyeri perut
Mual
Muntah
Gangguan pencernaan
Perut kembung
Kehilangan nafsu makan
Tinja berwarna hitam
Berat badan menurun
Orang mungkin juga mengalami rasa seperti panas di perut di malam hari
atau saat makan. Gastritis akut dapat menyebabkan mual dan rasa tidak nyaman di
perut, sedangkan, gastritis kronis dapat menyebabkan rasa sakit ringan bersama
dengan perasaan kenyang, malas makan, atau kehilangan nafsu makan. Dalam kasus
yang jarang terjadi, gastritis dapat menyebabkan pendarahan internal di perut, dan
akhirnya pasien mungkin mulai muntah darah atau mengeluarkan tinja berwarna
hitam. Ada dapat kasus dimana gejala awal seperti sakit tanpa sebab, sampai korban
mengalami komplikasi yang lebih parah seperti pendarahan internal. Masalah ini,
paling sering, diperhatikan pada orang dewasa.
D. PATOFISIOLOGI
1. Gastritis superficial akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya
bersifatjinak dan swasirna; merupakan respon mukosa lambung terhadap
berbagai iritan local. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan
terkontaminasi), kafein, alcohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang
lazim infeksi H.pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.
Organism tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan
mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yanggundul. Obat lain juga
terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid (NSAD; mis; indometasisn,
ibuprofen, naproksen), sulfonamide, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim
pancreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung
Apabila alcohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih
merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum
secara terpisah. Gastritis erosif hemoragik difus biasanya biasanya terjadi pada
peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan perlunya rekseksi
lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus akibat stress,
karena keduanya memiliki banyak persamaan. Destruksi sawar mukosa
lambung diduga merupakan mekanisme patogenik yang menyebabkan cedera,
dan akan dibicarakan nanti pada gastritis superficial, mukosa memerah, edema,
dan ditutupi oleh mucus yang melekat; juga sering terjadi erosi kecil dsn
perdarahan. Derajat peradangan sangat bervariasi.
Manifestasi klinis gastritis akut dapat bervariasi dari keluhan abdomen
yang tidak jelas, seperti anoreksia, berserdawa, atau mual, sampai gejala yang
lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis.
Pada beberapa kasus, bila gejala-gejala menetap dan resisten terhadap
pengobatan, mungkin diperlukan tindakan diagnostik tambahan seperti
yang rendah, dan diagnosis ini dipastikan dari perubahan histologist pada
biopsy.
Pengobatan gastritis atrofik kronis bervariasi, tergantung penyebab
penyakit yang dicurigai. Bila terdapat lesi ulkus duodenum, dapat diberikan
antibiotic untuk membatasi H.pylori. namun demikian, lesi tidak selalu muncul
dengan gastritis kronis. Alcohol dan obat yang diketahui mngiritas lambung
harus dihindari. Bila terjadi anemia dfisiensi besi(disebabkan oleh perdarahan
kronis), maka penyakit ini harus diobati. Pada anemia pernisiosa harusdiberi
B 12
pengobatan
dan terapi lainyang sesuai
E. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tanda-tanda vital
b) Keadaan
Pada penderita dengan perdarahan gastrointestinal, penyebab berikut yang
mengubah sensorium yang harus dipikirkan pertama kali:
1) Hipotensi
2) Intoksikasi alcohol atau obat-obat lain
3) Ensefalopati hepatic.
4) Insufisiensi ginjal.
5) Hiper-atau hipoglikemia.
6) CVA atau hematom subdural.
c) Stigmata penyakit hati kronis
Ikterus, angiomata kulit, palmar eritema, ginekomastia, pembesaran kelenjar
parotis, dan atrofi testis merupakan kelainan untuk penyakit hati kronis. Varises
esophagus biasanya ada jika tanda-tanda lain dari hipertensi portal seperti
splenomegali, asites dan kaput medusa ada.
d) Integument
Ekimosis multiple, petekia atau telangektasia merupakan adanya gangguan
hemostasis. Juga ada beberapa penyakit sistemik yang berhubungan dengan
perdarahan gastrointestinal dan lesi di kulit.
e) Hidung dan tenggorokan
Pemeriksaan yang teliti terhadap nasofaring dan tenggorokan harus dilakukan
sebab perdarahan yang profus dari daerah ini dapat menyebabkan melena atau
hemetamesis. Trauma terhadap nasal sewaktu memasukkan cup nasogastrik
dapat menyebabkan perdarahan.
f) Abdomen
Hepatosplenomegali, sikatrik bekas operasi sebelumnya dan tanda-tanda asites
adalah pemeriksaan yang sangat penting. Nyeri local abdomen dapat membantu
menegakkan perdarahan penderita.
g) Limfatik
Adanya adenopati regional atau generalisata mendukung adanya suatu penyakit
sistemik yang mendasar.
h) Pemeriksaan rectum
Warna dari feses harus dicatat dan adaya massa pada rectum harus disingkirkaan
7. Kimia hati
Peningkatan serum transaminase yang hebat dapat ditemukan setelah periode
hipoperfusi hati (liver shock). Kelainan kimia hati mendukung adanya suatu
penyakit hati.
8. Elektrokardiogram
Elektrokardiogram harus dilakukan sebelum melakukan tes diagnostic invasive
untuk menyingkirkan adanya iskemia koroner yang disebabkan oleh hipotensi.
G. PENATALAKSANAAN
H2
famotidin dapat diberikan bila peradangan disertai dengan erosi mukosa lambung.
Dewasa ini telah dikembangkan pula obat-obat yang bersifat sitoprotektif
terhadap mukosa lambung.
1. Golongan prostaglandin E.
2. Golongan protektif local.
Yang termasuk golongan prostaglandin E adalah misoprostol dan enprostil.
Prostaglandin akan merangsan sekresi bikarbonat, meningkatkan produksi musin,
meningkatkan mikrosirkulasi mukosa serta mempengaruhi sel epitel yang rusak.
Obat yang tergolong protektif local antara lain sukralfat, setraksat.terprenone
dan koloidal bismuth subsitrat (KBS). KBS juga mempunyai efek bakterisid
terhadap campylobacter pylori. Obat golongan ini secara mekanik membentuk
lapisan pelindung mukosa, merangsang sekresi bikarbonat, meningkatkan
mikrosirkulasi serta mempercepat regenerasi sel yang rusak. Pemberian obat
biasanya selama 4-8 minggu dengan hasi yang cukup baik.
IV.
PARALITIK ILEUS
A. PENGERTIAN
Penurunan atau tidak adanya motilitas usus setelah operasi usus atau abdomen
atau yang dikarenakan penyakit metabolik berat; penyebabnya dapat neuro,muskular
yang diakibatkan oleh kekurangnya kalium, atau gastrointestinal yang aiakibatkan
oleh lambung tak aktif dan menelan udara.
B. ETIOLOGI
Adapun etiologi dari ileus paralitik, antara lain:
a. Pembedahan Abdomen
b. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus
atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
c. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitis
d. Pneumonia
e. Sepsis
f. Serangan Jantung
g. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natrium
h. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi otot
i. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensi
j. Mesenteric ischemia
C. TANDA DAN GEJALA
a. Nyeri tekan abdomen dan distensi abdomen
b. Tidak ada atau hilangnya bising usus
c. Mual,muntah
d. Kurang flatus
e. Penurunan haluaran urine
f. Demam
D. PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang
tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang
ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan
natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam
saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan
penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah
pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan
lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam
usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga
peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia.
Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus,
dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi
membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti.
Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif
akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko
dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.
E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada
regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada
Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat
dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti
pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.
Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :
1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal
atau tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau
tidak, kornea normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor
atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.
2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga
3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak
batuk dan pernafasan sesak atau tidak.
4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit
5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan
intrakranial
6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva,
warna dan konsistensi feces.
7) Sistem Urogenital Warna BAK
8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan
rambut.
b. Palpasi
1. Sistem Pencernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium
2. Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler
3. Sistem Integumen Ptechiae
c. Auskultasi
Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising
usus dan peristaltik melemah sampai hilang.
d. Perkusi
Hipertimpa
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik/laboratorium
a. Elektrolit (penurunan kalium)
b. Pemeriksaan radiografi abdomen
G. PENTALAKSANAAN
1. Puasa
2. Cairan parenteral dengan elektrolit
3. Aspirasi nasogastrik,nasointestial
4. Terapi oksigen
5. Pengobatan untuk meningkatan peristaltik: dekspantenol (Iiopan)betanekol
(urecholine),neostigmin(prostigmin),metoklopramid (reglan)
6. Aktivitas diet
7. Enema ,selang rektal
V.
1. DIARE KRONIS
A. PENGERTIAN
Suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan kecairan buang air besar. Masih
dianggap normal jika frekuensinya dalam sehari 1-3 kali dan banyaknya 200-250
gram sehari. Diare kronis timbul perlahan lahan, berlanjut berminggu minggu
sampai berbulan bulan baik menetap atau bertambah hebat.
B. ETIOLOGI
Umumnya diare kronis dapat dikelompokkan dalam 6 kategori phatogenesis
terjadinya:
Diare osmotik
Penyebabnya adalah gangguan absorspi dari solute yang secara osmotik aktif
sehingga menyebabkan retensi air dalam usus.
Diare Hipersekretorik
Disebabkan oleh meningkatnya sekresi elektrolit oleh usus halus dan usus besar.
Diare karena gangguan motiltas
Diare ini diakibatkan karena gangguan motilitas usus halus atau usus besar.
Diare inflamatomik
Disesabakan oleh kerusakan struktural dengan eksudasi darah dan nanah dalam
feses.
Malabsorpsi
Disebabkan oleh berkurangnya absorpsi cairan elektrolit atau zat makanan.
C. TANDA DAN GEJALA
1.
2.
3.
4.
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme diare kronik bergantung kepada penyakit dasar-nya. Sering yang
menyebabkan lebih dari satu macam sehingga efeknya merupakan kombinasi dari
penyebab-penyebab ter-sebut. Mekanisme patofisiologi diare kronik dapat sebagai
1) Diare osmotik
Akumulasi bahan-bahan yang tidak dapat diserap dalam lumen usus
mengakibatkan keadaan hipertonik dan meninggikan tekanan osmotik intralumen yang mengha- langi absorpsi air dan elektrolit dan terjadilah diare.
Contoh : intoleransi laktosa,malabsorpsi asam empedu.
2) Diare sekretorik
Sekresi usus yang disertai sekresi ion secara aktif merupakan faktor penting
pada diare sekretorik. Pengetahuan terakhir mekanisme ini didapat dari
3)
4)
5)
6)
penelitian diare karena Vibrio cholerae. Patofisiologi pada kolera ialah salah
satu contoh sekresi anion yang aktif dalam usus halus sebagai akibat stimulasi
enterotoksin. Pada sindrom Zollinger Ellison, hipergastrinemia menginduksi
dengan jelas sekresi lambung dan diare.
Bakteri tumbuh lampau, asam empedu dan asam lemak
Dalam keadaan normal, usus halus anak adalah relative steril. Bakteri
tumbuhlampau dapat terjadi pada setiap kondisi yang menimbulkan stasis isi
usus. Jumlah bakteri usus dapat meningkat pada bayi dengan diare nonspesifik
yang persisten dan dengan intoleransi monosakarida sekunder. Organisme coliform biasanya predominan, walaupun bakteri anaerob (seperti Bacteroides)
mungkin meningkat secara kuantitatif.Dekonjugasi garam-garam empedu oleh
bakteri mengakibatkan pembentukan dihydroxy bile acids ataupun menurunnya
garam-garam empedu terkonjugasi yang menimbulkan gangguan absorpsi
lemak. Lemak dalam diet dikonversi menjadi hydroxyl fatty acids oleh flora
kolon (dan mungkin oleh flora usus halus yang abnormal). Kedua dihydroxy
bile acids dan-hydroxy fatty acids merupakan well-established colonic
secretagogues dan menyebabkan diare. Adanya asam-asam empedu bebas
dalam lumen jejunum nampaknya mempunyai efek negatif terhadap absorpsi
mono-sakarida. Reseksi distal ileum menyebabkan keluarnya asam-asam
empedu dekonjugasi menujukolon, di mana dekonjugasi bakteri menginduksi
pembentukan diarrheogenic dihydroxy bile acids atau yang disebut juga oleh
beberapa penulis dengan cholerrhoeic diarrhoea.
Tidak adanya mekanisme absorpsi ion
Secara aktif yang biasanya terdapat dalam keadaan normal. Contoh klasik
ialah penyakit congenital chloridorrhea. Pada penyakit ini, penderita tidak
mampu mengabsorpsi klorida secara aktif karena defek pada sistem penukaran
anion ileum. Hal ini mengakibatkan berkurangnya absorpsi cairan, asidifikasi isi
lumen usus dan konsentrasi klorida tinggi dalam cairan tidak terabsorpsi yang
tinggal dalam lumen ileum dan kolon. Konsentrasi klorida tinja jauh melebihi
kombinasi konsentrasi natrium dan kalium.
Kerusakan mukosa
Berkurangnya permukaan mukosa atau kerusakan permukaan mukosa dapat
mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Pada celiac sprue
terdapat hilangnya daerah permukaan dan menurunnya effective pore size
mukosa jejunum yang nyata. Kerusakan epitel usus halus yang difus terjadi pada
kebanyakan tipe enteritis karena infeksi, penyakit Crohn dan pada penyakit
penyakit kolon seperti kolitis ulseretiva, kolitis granulomatosa dan kolitis
infeksiosa.
Motilitas usus yang abnormal.
Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan/atau absorpsi.
Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya stasis dan bakteri turnbuhlampau, sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkan transit nutrisi
yang cepat di usus dan menimbulkan kontak lama dengan mukosa yang
inadekuat. Berkurangnya motilitas usus terdapat pada diabetes dan skleroderma.
Motilitas usus yang bertambah berhubungan dengan isi usus yang meninggi
E. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
TTV
Perut
- Inspeksi
- Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
Punggung
Genetalia
Anus
Ekstremitas
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan
Temuan
Feses
Pemeriksaan
makroskopis
(dapat Keras, lembek, cair, berdarah
memastikan tapi kadang kadang
berlawanan dengan gambaran pasien)
Pmeriksaan makroskopis
Darah samar, pus, lemak yang tak tercerna,
organism.
Biakan (selalu spesifik dan bila mungkin Organism patogen
langsung hubungi bagian laboratorium)
Pemeriksaan toksin
Toksin C. difficile
Pemeriksaan laksatif
Laktasif spesifik; fenolflhalein
Laktasif berwarna pink dengan alkalisasi
Volume dan berat 24 jam (diet dan puasa Bila volumenya >500 cc, kemungkinan penyakit
teratur)
organic, sindrom iritasi usus tidak mungkin
Bila volumenya turun secara nayata dengan puasa,
curigai diare osmotic atau malabsorptif
Pengumpulan lemak 24-72 jam (pada >6 gram lemak per hari menyatakan malabsorpsi
diet lemak 100g)
lemak
Osmolaritas dan elektrolit feses (hanya Celah osmotik menyatakan penelanan laksatif
dapat dikerjakan pada feses cair)
osmotik
Darah
Hemoglobin
Kehilangan darah-anemia mikrositer, malabsorpsianemia makrositer
Hitung sel darah putih
Dapat meningkat dengan infeksi atau IBDa
Elektrolit
Hipokalemia dan asidosis ditemukan pada diare
sekretorik
Protein serum
Dapat berkurang pada malabsorpsi, neoplasma, dan
enteropati yang mengeluarkan protein
-karoten, kalsium, fosfat, vitamin B12
Rendah pada malabsorpsi
Amilase
Kadang kadang meningkat pada pancreatitis atau
neoplasma pankreatik
Tirooksin (T4)
Hipertiroidisme
Gastrin
Sindrom Z-E
Kadar VIP, kalasitosin
Kolera pankteatik, karsinoma medulla dari tiroid
Serologi
Amebiasis, Yersinia, infeksi HIV
Imunoglobulin serum
Sindrom defisiensi iimunoglobulin
Urin
Skrin untuk laksatif
Fenolftalein berwarna pink dengan alkalinisasi
5-HIAA
Karsinoid
Radiologi
Film polos abdomen
Dilatasi usus member kesan obstruksi atau pseudoobstruksi kronis
Kolon tanpa haustra member kesan colitis ulseratif
kronis
Klasifikasi pancreas dengan pancreatitis akut
Serial saluran cerna bagian atas dan usus Pola malabsorpsi, dilatasi, edema usus, transit
halus (selalu dapatkan studi yang yang cepat dengan fistula atau usus yang pendek
komplet dengan film spot dari ileum Neoplasma-limforma, karsinoid, ileltis, atau
terminal)
jejunitis (suatu studi yang normal tidak selalu
mengesampingkan penyakit usus halus)
Barium enema
Colitis, neoplasma (suatu studi yang normal tidak
selalu mengesampingkan kolitis)
Studi Lain
Sonografi abdomen, CT scan
Tumor pancreas (glandular atau sel pulau pankreas)
Biopsi untuk histology dan biakan
Infeksi
spesifik-CMV,
herpes,
TB,
dan
mikobakterium atipis
Biopsi usus halus (dengan atau tanpa Sprue, penyakit Whipple, limforma, giardiasis
endoskopi)
Tes absorpsi D-Xylosa
Bila normal, bernilai dengan mengesampingkan
malabsropsi yang disebabkan oleh penyakit mukosa
Lactose tolerance hydrogen breath test
Berguna dalam kasus defisiensi lactase yang
meragukan
14
2
14
Tes napas CO dengan C-glikokolat
Dapat mendeteksi dekonjugasi garam empedu
Tes sekretin
Abnormal pada insufisiensi pankreas
G. PENATALAKSANAAN
a. Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan
pencegahan enterik termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
penderita
b. Jas panjang bila ada kemungkinan pencernaan dan sarung tangan bila menyentuh
barang terinfeksi.
c. Penderita dan keluarganya dididik mengenal cara perolehan entero patogen dan
cara mengurangi penularan.
1. HEMOROID
A. PENGERTIAN
Hemoroid atau wasir merupakan vena verikosa pada kanalis ani dan dibagi
menjadi 2 jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan
varises vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna
merupakan varises vena hemorodialis inferior.
B. ETIOLOGI
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran
balik dari vena hemorodialis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu
1. Konstipasi,
2. Diare kronik,
3. Diare akut yang berlebihan
4. Mengejan pada buang air besar yang suit
5. Kongesi pelvis pada kehamilan
6. Pembesaran prostat
7. Fibroid uteri
8. Tumor rektum
9. Usia tua
10. Konstipasi kronik
Modifikasi Diit
Hemoroid atau prolap bantalan anus dapat disebabkan karena tinja yang
keras sehingga proses defikasi perlu mengejan atau defikasi yang tiba-tiba
akibat diare berat. Oleh karena itu penanggulangannya untuk melunakkan
tinja dengan cara diii tinggi serat atau anti diare.
Berendam air hangat
Dengan meningkatkan suhu air yang digunakan berendam akan
menimbulkan reflek termospingter yang secara bermakna menurunkan
tekanan lumen rektum dan spingter interna. Pada penderita hemoroid
eksterna yang mengalami trombosis nyeri berkurang akibat relaksasi
spingter.
SIROSIS HATI
A. PENGERTIAN
Penyakit hati menahun yang difus,ditandai dengan adanya pembentukan
jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan,necrosis sel hati yang
luas,pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya sirosis hati adalah :
a. Hepatitis virus B atau C
b. Alkohol
c. Metabolis: Hemokromatosis idiopatik,penyakit Wilson,defisiensi alfa 1 anti
tripsisn ,galaktosemia, tirosinemia kongenital,DM,penyakit penimbunan
glikogen.
d. Kolestasis kronik,sirosis biliar sekunder intra dan ekstra hepatik
e. Obstruksi aliran vena hepatik ,penyakit vena oklusif,sindrom budd
chiari,perikarditis konstriktiva dan payah jantung kanan.
f. Gangguan Imunologis : hepatitis kronis aktif
g. Toksik dan obat ;MTX,INHdan metildopa
h. Operasi pintas usus halus pada obesitas
i. Malnutrisi ,infeksi seperti malaria ,sistosomiasis
j. Idiopatik
C. TANDA DAN GEJALA
a. Fase dengan keluhan klien
b. Fase kompensasi sempurna
Tidak ada keluhan pada klien atau masih belum jelas. Seperti merasa kurang
bugar ,tidak mampu bekerja , selera makan berkurang , merasa kembung pada
Nekrosis diikuti oleh regenerasi dan jaringan fibrosa yang terbentuk merusak
bentuk normal lobus hepar. Perubahan fibrotik ini tidak dapat kembali normal
E. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kesadaran dan keadaan umum pasien
Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar (compos mentis
coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan
fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap
penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan
pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
b. Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki
TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum
pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan
lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan
menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping
itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk
mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh
disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi,
sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan. Hati : perkiraan
besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi
bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal/firm,
pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada
pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar).
Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
c. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV)
dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)
Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja. Pada pasien Tn.MS
ditemukan pembesaran limpa (USG) hal ini menunjukkan adanya kelainan
pada sistem asesori pencernaan.
d. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan
acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian
atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya
diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias
juga ditemukan hemoroid. Manifestasi klinis yang ada pada Tn.MS tidak banyak
nampak seperti
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah
Ditemukan : Hb rendah ,anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer,
atau hipokrom makrositer, kolesterol rendah
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
G. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000
mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan
tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya
hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diagnostik/laboratorium
Pankreatitis akut
1. JDL,BUN,urinalis, FBS
2. PO2 arteri kurang dari 60 mm Hg
3. Kalsium ,albumim serum (menurun)
4. LDH,SGOT,SGPT serum (meningkat)
5. Amilase :serum,urine,lipase (meningkat)
Pankreatitis kronis
1. JDL,urinalis
2. Alkalin,fosfatase: meningkat
3. Amilase, lipase serum : normal
2. Pemeriksaan radiologi
2. Pemeriksaan RO
1.
2.
3.
4.
Endoskopi
Glukosa serum :meningkat
Film radiologi abdomen
Ultrasonografi /CT scan
DAFTAR PUSTAKA
Lisa.2013.Stomatitis
online
).
Available
https://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2013/06/08/stomatitis-aphtosa-recurrent-sar/
Robbins, 2002, Buku ajar Patologi II, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sachar, David,B, 1993, Gastroenterologi, Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sulaiman,H.ali, 1990, Gastroenterology hepatologi, Jakarta: CV.sagung seto .