Professional Documents
Culture Documents
Operasi
"Splinting"
Opioid
Morphine
Lain-lain
Non-opioid
Aspirin &
AINS
Paracetamol
Kombinasi
Analgesia regional
Cara sederhana
Blok saraf
Anestesi lokal
opioid
Teknologi tinggi
Epidural infusion
Local anaesthetic
opioid
Metode
secara fisik
Pendekatan
psikologis
Fisioterapi
Manipulasi
TENS
Akupunktur
Es
Relakasasi
Psikoprofilaksis
Hipnosis
Bagan I. Intervensi Nyeri Akut (McQuay and Moore, 1999 - terjemahan bebas penulis)
Nyeri akut akibat lesi jaringan dapat berlangsung singkat, namun terkadang,
seiring berjalannya waktu, nyeri akut dapat menjadi nyeri kronik. Hal ini disebabkan lesi
jaringan akan memacu berbagai respon fisiologik yang dapat bertahan lama dan bahkan
ireversibel. Oleh karena itu penanganan nyeri akut yang tepat disertai rekaman medik
sederhana merupakan usaha yang baik.
Berikut adalah contoh kartu penderita yang sangat berguna untuk peningkatan
kualitas penatalaksanaan nyeri. Kartu ini hanya contoh, dapat dimodifikasi sendiri oleh
masing-masing fasilitas kesehatan atau dokter.
Oxford Pain Chart
Tanggal
Intensitias Nyeri
Seberapa beratkah nyeri
anda hari ini?
Efek Pengobatan
Bagaimana efek obat
penghilang nyeri yang
anda minum hari ini?
Berat
Sedang
Ringan
Tidak nyeri
Sempurna
Baik
Sedang
Sedikit
Tidak ada
Efek samping
Nyeri Kronik
Berbagai intervensi penanganan nyeri kronik, baik nosiseptif/inflamasi maupun
neuropatik dapat dilihat dalam bagan di bawah ini.
Blok Transmisi
saraf
Ireversibel
Operasi
Alternatif
Destruksi saraf
Reversibel
Injeksi anestesi lokal
steroid
Stimulator
Akupunktur
Hipnosis
Psikologi
Bagan II. Intervensi Nyeri Kronik (McQuay and Moore, 1999 - terjemahan dan modifikasi
penulis)
Sebagian besar intervensi di atas dapat dikerjakan oleh dokter umum maupun
dokter spesialis kecuali tindakan-tindakan seperti operasi atau destruksi saraf yang
ireversibel, yang merupakan wewenang spesialis tertentu. Untuk memilih tindakan yang
paling tepat, sebaiknya dilakukan asesmen untuk masing-masing pasien dengan nyeri
kronik.
Nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut. Nyeri akut jelas merupakan simtom.
Pada beberapa jenis nyeri kronik tampak di mana etiologi sudah berlalu, seperti pada
nyeri pasca herpes, tetapi nyeri tetap mengganggu. Untuk jenis-jenis nyeri kronik
tertentu, sebaiknya dipikirkan bahwa nyeri kronik itu adalah penyakit dengan tandatanda (signs) seperti raut muka merengut, postur abnormal, pincang, doctor shopping,
dan sebagainya
Sebagai simtom, misalnya cemas, ansietas, gangguan tidur, marah, depresi dan
sebagainya. Dari gambaran ini tampak bahwa penanganan kedua jenis nyeri tersebut,
terdapat perbedaan untuk akut dan kronik . Pada nyeri akut mungkin cukup dangan
analgetik, sedangkan untuk nyeri kronik selain analgetik, mungkin diperlukan ajuvan
analgetik seperti antikonvulsan, antidepresan maupun intervensi lain seperti
biofeedback atau pain coping lainnya.
Komponen Nyeri
Pengenalan komponen nyeri sangat penting untuk terapi. Berdasarkan definisi, nyeri
merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Terdapat 2 komponen utama nyeri yaitu komponen sensorik dan
komponen emosional. Komponen sensorik dapat dikatakan merupakan dasar dari nyeri,
tetapi sensorik saja tidak cukup untuk menimbulkan fenomena nyeri. Stimuli dengan
P
S
Y
C
H
O
L
O
G
I
C
A
L
kekuatan yang sama, yang menimpa dua orang belum tentu menimbulkan persepsi
yang sama untuk kedua orang tersebut.
Sebagai contoh kasus, misalnya dalam suatu peperangan, kadang ditemukan
seorang serdadu tertembak peluru di tubuhnya namun nyeri baru dirasakan setelah
istirahat (ada selang waktu antara terjadinya lesi dengan munculnya persepsi nyeri).
Dari contoh ini tampak jelas peranan emosional (psikologik) sangat menonjol. Pada
penderita nyeri, khususnya yang kronik, tidak jarang ditemukan kelainan psikiatrik
seperti depresi, ansietas, gangguan tidur dan sebagainya yang merupakan komponen
psikologik. Oleh karena itu bagi seorang klinisi sangat penting untuk melakukan
assesmen untuk masing-masing komponen nyeri tersebut.
Secara umum, perlu dibuat suatu model seperti gambar berikut ini.
SUFFERING
NOCICEPTIVE
NOCICEPTIVE
Gambar 1. Keterangan
lihat teks
Model ini menggambarkan derajat penderitaan (suffering) dari seseorang dengan
nyeri yang dipengaruhi oleh komponen sensorik dan komponen psikologik. Aspek
psikologik dipengaruhi tipe kepribadian premorbid, sosial, budaya dan sebagainya.
Kepentingan Model Nyeri
A
PSYCHOLOGICAL
NOCICEPTIVE
Gambar 2. Keterangan lihat teks
Sebagai contoh, dalam gambar 2 ini, ada dua orang penderita A dan B yang
mengalami penderitaan yang sama (dalam satu arkus). Penderita A mengalami nyeri
karena proses keganasan sehingga sangat mengganggu secara psikologik. Akibatnya,
komponen psikologiknya lebih besar dari komponen sensoriknya. Penderita B
mengalami nyeri oleh karena patah tulang. Penderitaan (suffering) pada kedua
penderita lebih kurang sama (dalam 1 arkus), akan tetapi komponen psikologik
(emosional) dan nosiseptif (sensorik) masing-masing berbeda. Penanganan nyeri kedua
penderita memerlukan intervensi pengobatan yang berbeda. Penderita A lebih
memerlukan konseling dan penderita B cukup dengan analgetik.
Penilaian masing-masing komponen nyeri dapat dilakukan dengan berbagai
instrumen. Asesmen nyeri VAS (Visual Analog Scale) berguna untuk pengukuran nyeri
sensorik. MPQ (McGill Pain Questionnaire) berguna untuk penilaian sensorik maupun
mood dan motivational, MMPI untuk komponen psikologik sedangkan Back Depression
Inventory untuk penilaian depresi.
Terapi Farmaka
Tidak semua nyeri harus diberikan terapi farmaka (TF). Ada beberapa keadaan
dimana nyeri dapat dihilangkan dengan terapi fisik misalnya dengan pijatan, kompres es
dan sebagainya. Bila harus memberikan TF maka perlu dipertimbangkan yang paling
efektif. Untuk itu sebaiknya dilakukan penilaian sifat dan derajat nyeri, akut atau kronik,
benigna atau maligna, organik atau psikogenik.
Pemberian TF umumnya didasarkan atas derajat nyeri. Banyak metode yang
lazim diperkenalkan untuk menentukan derajat nyeri, antara lain:
1. Numeric Rating Scale
Pasien diminta untuk menentukan berat nyeri yang diderita saat diperiksa
dengan memilih angka dari 0-10 di mana angka 0 berarti tidak ada rasa
nyeri dan 10 berarti nyeri paling berat.
<4
: Nyeri ringan
4.6
: Nyeri sedang
7.10
: Nyeri berat
2. Visual Analog Scale (VAS)
0 - <4 : Ringan
>4 - <7 : Sedang
>7 10 : Berat
3. Skala Kategori
Pasien diminta memilih kata-kata yang sesuai dengan kualitas nyeri yang diderita,
yaitu : ringan sedang berat berat sekali
Tabel di bawah ini melukiskan penggunaan analgetik maupun OAINS untuk
masing-masing nyeri dengan derajat ringan sampai berat, kecuali nyeri akut dan berat
sekali.
Bagan Farmakoterapi
OBAT
INDIKASI
MEKANISME
DOSIS
EFEK SAMPING
NYERI RINGAN
Farmakoterapi Tingkat I
ASPIRIN
ASETAMINOFEN
Analgesik
Anti inflamasi
Anti Piretik
Anti Platelet
Inhibisi
Sintesis
Prostaglandin
Usia
(Tahun)
Takaran
<2
2 -11
> 11 dan
Dewasa
Analgesik
Antipiretik
Toleransi
terhadap
aspirin (-)
Inhibisi sintesis
prostaglandin
dengan efek anti
inflamasi
minimal
Dewasa
Dasar BB
64 mg/kg/hari 46X
325 - 650 mg
tiap 4 jam
maksimal 4 g/
hari
325-650 mg/4-6
jam
480 mg
400 mg
320 mg
240 mg
160 mg
120 mg
80 mg
40 mg
Menurunkan
konsentrasi
prostaglandin
jaringan
Dewasa
Menurunkan
konsentrasi
prostaglandin
jaringan
Dewasa
11
9-10
6-8
4-5
2-3
1-2
4-11 bulan
< 4 bulan
Perdarahan
gastrointestinal
Gangguan
pendengaran
s/d tuli
Depresi AL
Anemia hemolitik
Hepatotoksik
Perdarahan
gastrointestinal
Anemia
Ruam kulit
Nefrotoksik
Farmakoterapi Tingkat II
IBUPROFEN
SODIUM
NAPROKSEN
Bila
respon
terhadap
aspirin
&
asetaminofen
(-)
Analgesik
Anti-inflamasi
Anti-platelet
Analgesik
Anti-inflamasi
Anti-piretik
Anti-platelet
11-15,9
16-21,9
22-26,9
27-31,9
32-42,9
>65
>13 kg
>25 kg
>38 kg
kg
kg
kg
kg
kg
Asma
Polip hidung
Tukak lambung
Gangguan perdarahan /
Gangguan sel darah
Kerusakan ginjal
Gangguan
pola
menstruasi
Iritasi gastrointestinal
Komplikasi hati dan ginjal
Tukak lambung aktif
Gangguan perdarahan
Gangguan sel darah
KETOPROFEN
Nyeri pada
demam
Nyeri
punggung
bawah
ringan
Nyeri gigi
Kram
menstruasi
Nyeri otot
Nyeri
ringan
pada
arthritis
Dewasa
3 bl-14 th
NYERI SEDANG
Farmakoterapi Tingkat III
ASETAMINO-FEN
Penyesuaian dosis
(Misal: Aspirin 1000 mg)
Iritasi gastrointestinal
Iritasi
gastrointestinal
IBUPROFEN
SODIUM
NAPROKSEN
KETOPROFEN
OBAT
INDIKASI
MEKANISME
DOSIS
EFEK SAMPING
Farmakoterapi Tingkat IV
Jika farmakoterapi tingkat III gagal, AINS yang dipilih dapat diganti. Pilihan AINS ke-2 sebaiknya
dari kelompok kimia yang berbeda
(Lihat tabel analgetik non-opioid yang paling sering digunakan) (hal. 12)
Farmakoterapi Tingkat V
OPIOID
Analgesik
Ikatan & aktivasi
Efek
(Mis. Kodein)
reseptor stereogastrointestinal:
specifik pada
nausea,
sistem saraf
konstipasi, distres
lambung
Depresi
pernafasan
Euforia
Dependensi fisis
Farmakoterapi Tingkat VI
TRAMADOL
Aktivasi
receptor
50-100
mg/4-6 Hepatotoksik
jam
Perdarahan
opioid-
gastrointestinal
Inhibisi reuptake
Anemia
norepinefrin
Ruam kulit
Nefrotoksik
NYERI BERAT
Farmakoterapi tingkat VII
MORFIN
Bila terapi
Agonis murni
dengan nonnarkotik tak
efektif
Bila terdapat
riwayat terapi
narkotik untuk
nyeri
CAMPURAN
Blok aktivasi
Agoniskomponen
antagonis
kompleks receptor
pentazosin
AGONIS
Blok aktivasi
PARSIAL
komponen
kompleks receptor
Dosis
325-1000 mg
50-200 mg
50 mg
200-800 mg
25-50 mg
25-75 mg
250 mg
250-500 mg
10-20 mg
20-40 mg
75 mg
100 mg
100 mg
10-30 mg
500 mg
50-100 mg
Jadwal
4-6 jam sekali
8 jam sekali
8 jam sekali
4-8 jam sekali
8-12 jam sekali
6-12 jam sekali
6 jam sekali
12 jam sekali
12-24 jam sekali
24 jam sekali
24 jam sekali
12 jam sekali
12 jam sekali
4-6 jam sekali
6-8 jam sekali
8 jam sekali
Pemilihan Analgesik
Obat-obat yang sering dipergunakan sebagai analgesik standar untuk nyeri akut
dan nyeri nosiseptif kronik ialah morfin untuk pemberian parenteral, parasetamol,
aspirin dan ibuprofen untuk pemberian per oral. Untuk nyeri neuropatik tidak ada obat
yang dapat dipergunakan sebagai standar walaupun antidepresan trisiklik dan
karbamasepin dapat mencapai status tersebut. Karbamasepin merupakan satu-satunya
anti konvulsan yang diizinkan oleh FDA (Food and Drug Administration) di Amerika
sebagai terapi nyeri.
Selama ini kita mengenal berbagai hasil uji klinik obat dengan istilah-istilah
statistik seperti nilai P tertentu, odds ratio, relative risk dan sebagainya, yang kadangkadang sangat membingungkan. Untuk mempermudah bacaan hasil uji coba klinik, akhir
akhir ini dipergunakan istilah NNT (number needed to treat). NNT melukiskan jumlah
penderita yang diterapi dengan obat tertentu untuk mendapatkan hasil satu orang
diantaranya dengan pengurangan nyeri minimal 50 % selama 4 - 6 jam yang bukan
karena efek plasebo.
Perhitungan NNT untuk uji coba analgesik ialah dengan rumus berikut:
NNT =
1
Nilai NNT yang terbaik pada umumnya antara 2 sampai 5. Nilai NNT 2 berarti
setiap dua orang diterapi dengan obat tersebut satu orang akan mendapat pengurangan
nyeri minimal 50 % selama 6 jam. Makin kecil nilai NNT makin efektif obat tersebut.
Untuk menilai efek samping dipergunakan istilah NNH (number needed to harm),
di mana makin kecil angkanya makin besar efek sampingnya. Dalam gambar 3 dapat
dilihat nilai NNT untuk berbagai obat dan dosisnya.
Pethidine Inj.(i.m)100 mg
10
11
- Amphetamin
Mengurangi kompresi pada serabut saraf:
- Kortikosteroid
Mengurangi konstipasi:
- Laxansia
Mengurangi rasa gatal:
- Anti histamin
Langkah kedua
Bila langkah pertama kurang efektif, maka obat pada langkah pertama
diteruskan ditambah dengan narkotik oral dan ajuvan analgesik
Narkotik pilihan adalah Codein. Bisa dikombinasikan dengan aspirin,
Asetaminofen atau OAINS.
Langkah ke 3
Langkah ketiga diambil bila langkah kedua kurang efektif. Obat-obatan di
langkah kedua dihentikan, obat di langkah pertama diteruskan, ditambah
dengan grup narkotik yang lebih poten. Obat pilihan adalah morfin dengan
dosis dapat dinaikkan tanpa batas, sementara diawasi respirasi, mental
status dan kesiagaan.
(Catatan: Pada penderita kanker dengan fase terminal, pemberian morfin
dosis tinggi dapat menyebabkan komunikasi terganggu, maka dapat
diberikan stimulan, misalnya methylphenidate (Ritalin)
12
3
1167
816
5061
2283
790
963
2898
946
13
GABA
Seizures
VSSC
Seizures
VSCC
Seizures
NN
Gangguan bipolar
NN
Neurotoksisitas
Penyakit
degeneratif
Gangguan bipolar
NN
Neurotoksisitas
Penyakit degeneratif
Migren
Migren
14
Di samping sensitisasi sentral, mekanisme lain yang terjadi di SSP yaitu disinhibisi.
Penurunan inhibisi berarti eksitasi. Penurunan inhibisi, misalnya konsentrasi GABA/glisin
menurun dan penurunan fungsi opioid. Penurunan fungsi opioid diperkirakan oleh
penurunan aktivitas inhibisi desendens, di mana yang berperan adalah serotonin dan
noradrenalin
Pemeriksaan Sensorik Kuantitatif
Pemeriksaan neurologik harus dilakukan untuk setiap penderita NN. Pada bab ini
secara singkat dibicarakan pemeriksaan sensorik secara kuantitatif khusus untuk tujuan
pengobatan (lihat tabel 3)
Tabel 3. Pemeriksaan Sensorik Kuantitatif
Hiperalgesia
Sub tipe
Tusukan mekanik
Temperatur (dingin)
Temperatur (panas)
Respon klinis
Nyeri tajam superfisial
Prosedur
Tekanan ringan pada kulit secara
manual
Tusukan ringan secara manual
(dengan filamen von Frey, tusuk
gigi)
Rabaan kulit (dengan si
kat, cotton bud/lidi kapas)
Respon Klinis
Nyeri tumpul
Allodinia
Sub tipe
Mekanik statis
Sentuhan mekanik
Mekanik dinamis
15
epilepsi adalah penghentian proses hiperaktivitas terutama dengan blok SI-Na atau
pencegahan sensitisasi sentral dan perubahan inhibisi.
Antikonvulsan yang memblok SI-Na ialah karbamasepin, okskarbasepin,
lamotrigin, fenitoin, sedangkan yang mampu mencegah sensitisasi sentral adalah
gabapentin (gambar 6, gambar 9, tabel 2)
Serabut aferen
Medula spinalis
Oxcarbazepine
Plastisitas
neuron
Lesi saraf
Aktivitas ektopik
C fiber
Sensitisasi sentral
A fiber
Aktivitas ektopik
Perubahan fenotip
Perubahan
sistem
modulasi
,
Lancet 1999
Woolf & Mannion,
Attal & Bouhassira, Acta Neurol Scand 1999
16
NNT
Tinjauan Khusus
1. Karbamasepin dan Okskarbasepin
Amitriptilin dan karbamasepin merupakan obat yang memenuhi syarat sebagai
standar terapi untuk nyeri neuropatik. Karbamasepin merupakan satu-satunya
antikonvulsan yang diizinkan untuk beredar di Amerika Serikat sebagai terapi NN. Kedua
obat tersebut dalam penggunaannya untuk terapi NN dibatasi oleh efek samping yang
cukup tinggi yang kadang-kadang mengharuskan penghentian obat. Okskarbasepin
(Trileptal ) merupakan antikonvulsan yang struktur kimianya mirip dengan karbamasepin
maupun amitriptilin (gambar 8).
Dari beberapa uji coba klinik, pengobatan dengan okskarbasepin pada berbagai
jenis NN menunjukkan hasil sangat memuaskan, sama atau sedikit di atas
karbamasepin dengan efek samping minimal.
17
Ikatan Trisiklik
H
O
CH CH
CH3
CH2 CH2N
Ca++ channel
block
NH2
NH2
Carbamazepine
Oxcarbazepine
(L-type [?])
(L-type)
NMDA receptor
block
Increased
extracellular
5-HT
CH3
Amitriptyline
Na+ channel
block
C CH
Acetylcholine
receptor block
2. Lamotrigin
Merupakan antikonvulsan baru yang bekerja untuk stabilisasi membran melalui
voltage sensitive sodium channel (VSSC). Blok VSSC menghambat pelepasan glutamat.
Dalam uji coba klinik untuk penderita nyeri neuropati diabetika, lamotrigin unggul dari
plasebo, khususnya untuk simtom nyeri spontan.
3. Gabapentin
Pada tahun 1995 Gabapentin diizinkan beredar di AS sebagai adjunctive therapy
untuk epilepsi. Telah dilaksanakan uji coba klinis gabapentin terhadap nyeri neuropati
diabetika dan untuk nyeri pasca herpes dengan hasil yang memuaskan dengan efek
samping minimal. Mekanisme kerja gabapentin belum diketahui dengan pasti tetapi
diperkirakan kerja utama obat tersebut sebagai antagonis reseptor 2 yang merupakan
subunit dari saluran ion Ca2+ (gb.9)
Keterangan: . VGSC= Voltage-Gate Sodium Channel
VGCC= Voltage-Gate Calcium Channel
GBP=Gabapentin
CBZ=Carbamazepine
BRAIN
VGSC
CBZ
OXC
LTG
Opioids
GABA
VGSC
Altered Activity
GBP?
VGCC
GBP?
VGSC
VGSC
Ca++
GLUTAMATE
+
Altered Properties
Ca++
NMDA ++
AMPA
Kainate
Hyperexitability
PEPTIDES
18
OXC=Oxcarbazepine
LTG=Lamotrigin
Gambar 9. Diagram yang menunjukkan aksi antikonvulsan di saluran ion
Di samping sebagai antagonis dari 2, gabapentin diperkirakan juga bekerja
untuk peningkatan GABA. Oleh karena itu gabapentin sangat berguna sebagai terapi
allodinia. Selain sebagai terapi untuk NN dari uji coba klinis, gabapentin juga dapat
memperbaiki siklus tidur yang merupakan gejala ikutan nyeri neuropatik.
Akhir-akhir ini penggunaan gabapentin dalam pengobatan nyeri neuropatik
cukup meluas. Hal tersebut terutama disebabkan efektivitas gabapentin hampir sama
dengan farmakoterapi lini pertama, amitriptilin dan karbamasepin (gambar 7),
sedangkan insiden efek samping sangat rendah, mudah dimonitor, rentang dosis yang
luas dan jarang terjadi interaksi antar obat.
Beberapa obat antikonvulsan yang sering dipergunakan dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 5. Dosis dan Frekuensi Pemberian Anti Konvulsan
Nama Obat
Dosis
Gabapentin
300 -1500 mg/ hari
Oxcarbazepin
900 -1800 mg/ hari
Carbamazepin
100-1000 mg/hari
Lamotrigin
150-500 mg/hari
Fenitoin
100-300 mg/hari
Topiramat
25-200 mg/hari
Asam Valproat
150-1000 mg/hari
Klonazepam
1,5 - 6 mg/hari
Jadwal
BID-QID
QID
BID-QID
BID
QID
BID
TID
TID
JADWAL
Amitriptilin(Elavil)
Imipramine(Tofranil)
1-3X
1-3X
10-150mg/hari
25-75 mg/hari
19
Maproptilin
Clomipramine(Anafranil)
Nortriptilin
25-150 mg/hari
10-150mg/hari
10-30 mg/hari
2. Secondary Amine
NAMA OBAT
Nortriptyline(Pamelor)
Desipramine(Norpramin)
Maprotiline(Ludiomil)
Protriptyline(Vivactil)
1-3X
1-3X
1-3X
DOSIS
10-150mg/hari
10-300mg/hari
10-225mg/hari
15-40mg/hari
JADWAL
QD-BID
QD-BID
QD
TID-QID
JADWAL
Paroxetine(Paxil)
Fluoxetine(Prozac)
Sertraline(Zoloft)
Fluvoxamine(Luvox)
QD
QD
QD
QD- BID
20-40mg/hari
20 mg/hari
50 mg/hari
50-100mg/hari
KEPUSTAKAAN
20
21
22