Professional Documents
Culture Documents
NASIONAL
3 November, 2014 - 18:15
Gresik redaksi.co.id, Rumah sakit ibu dan anak Nyi Ajeng Pinatih Gresik, tempat oknum
dokter yang melakukan mal praktek terhadap Mohammad Gathfan Habibi, putra Pitono,
warga Sumber desa Kembangan , Kebomas gresik, pada awal Januari lalu ternyata tidak
memiliki izin praktek. Meski demikian, Rumah sakit ini tetap menerima dan melayani pasien
setiap harinya.
Di saat masyarakat sangat butuh pelayanan kesehatan yang baik, ternyata masih ada rumah
sakit yang berani beroperasi tanpa dilengkapi izin, sehingga berdampak sangat fatal. Seperti
yang dialami oleh Mohammad Gathfan Habibi, anak umur lima tahun, yang kini masih koma
di ruang ICU RSUD Ibnu Sina Bunder. Habibi diduga korban mal praktek yang dilakukan
oleh dokter Yanuar Sham yang bertugas di rumah sakit Nyi Ageng Pinatih Gresik. Dokter
Sugeng Widodo, kepala dinas kesehatan kabupaten Gresik, menjelaskan bahwa rumah sakit
ibu dan anak Nyi Ageng Pinatih tidak memiliki izin operasi, sejak beberapa bulan terakhir.
Sebelumnya rumah sakit tersebut, hanya memiliki izin operasional untuk menangani,
masalah ibu hamil dan anak, seperti operasi bedah caesar, bukan untuk operasi bedah
lainnya.
Sejak awal beberapa bulan yang lalu izin operasional juga sudah mati alias bodong, saat
melakukan penangangan terhadap Habib. Meski tidak memiliki izin, rumah sakit ini setiap
harinya tetap nekat memberikan pelayanan medis kepada para pasien. Sampai berita ini di
turunkan hari ini pihak rumah sakit Nyi Ajeng Pinatih belum mau memberikan penjelasan
terkait hal ini. Kasus mal praktek ini terjadi karena Menurut orang tua korban saat itu
anaknya dipaksa untuk operasi di rumah sakit Nyi Ajeng Pinatih oleh sang dokter, yaitu
operasi karena ada benjolan sedikit di bagian tubuh korban. orang tua korban sudah menolak
namun tetap dipaksa dokter. Usai dioperasi tubuh habibi saat itu membiru. Oleh orang tuanya,
ia langsung dibawa ke RSUD Ibnu Sina Bunder dan sudah dalam keadaan koma selama 45
hari ini.
Sumber
:
http://redaksi.co.id/3415/kasus-malpraktek-rs-nyi-ajeng-pinatih-gresik-izinoperasionalnya-mati.html
Newport, Inggris, Nyawa seorang pasien di Inggris harus melayang gara-gara seorang dokter
bedah salah mengenali organ. Ketika harus mengeluarkan ginjal yang rusak karena digerogoti
kanker, yang terpotong justru hatinya yang sebenarnya baik-baik saja. Nasib malang ini
dialami oleh Amy Francis (77 tahun), seorang janda asal Newport, Inggris. Ia didiagnosis
mengalami kanker ganas pada ginjal sebelah kanan, sehingga harus menjalani operasi
pengangkatan untuk menyelamatkan nyawanya pada Juli 2011. Operasi yang dilakukan di
Royal Gwent Hospital ini seharusnya tidak terlalu slit dilakukan. Namun yang terjadi, tak
lama setelah operasi nyawa Francis tidak tertolong dan langsung dinyatakan meninggal
akibat perdarahan parah yang terjadi di organ dalam tubuh. Konsultan urologi yang
bertanggung jawab dalam operasi tersebut, Dr Adam Carter mengakui adanya kesalahan
prosedur. Dalam oeprasi tersebut, ia mengizinkan seorang dokter magang untuk mengangkat
ginjal namun akhirnya salah membedakan ginjal dengan hati. Karena belum cukup percaya
diri, dokter magang itu sempat meminta Dr Carter untuk mengambil alih operasi. Dalam
pergantian itulah terjadi salah koordinasi, lalu tiba-tiba ahli anestesi mengatakan bahwa
tekanan darah pasien mendadak turun drastis.
Sedikitnya 2 orang ahli bedah senior langsung dipanggil untuk mengatasi keadaan ini, namun
hasilnya sia-sia. Darah yang keluar dari hati yang sudah sobek terlalu banyak sehingga
Francis harus meregang nyawa dan dinyatakan meninggal beberapa saat kemudian. Namun
untungnya, kesalahan ini bisa dimaklumi oleh keluarga pasien. Anak Francis, Alan (52 tahun)
menghargai kejujuran Dr Carter yang langsung menginformasikan kesalahan tersebut berikut
upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya meski akhirnya gagal. "Kami telah
menyetujui tindakan tersebut dan menghargainya sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawa
ibu saya. Saya menghargai kejujurannya dan berharap semoga di masa mendatang ia bisa
melakukan lebih banyak operasi yang berhasil," kata Alan seperti dikutip dari Dailymail,
Jumat (13/1/2012). Di seluruh dunia, jumlah penderita kanker ginjal seperti halnya Francis
cenderung meningkat. Pada laki-laki, jumlah penderitanya naik 100 persen dalam 40 tahun
terakhir sementara pada perempuan jumlahnya mengalami peningkatan lebih besar yakni 130
persen.
Sumber : http://health.detik.com/read/2012/01/13/094527/1814417/1202/2/hati-dikira-ginjalpasien-meninggal-karena-salah-operasi
Merdeka.com - Iga Jasica, gadis Polandia usia 19 tahun, terbangun saat sedang menjalani
operasi kanker otak. Saat terbangun itu dia bahkan menanyakan kepada dokter tentang proses
operasinya. Gadis yang dioperasi di Rumah Sakit Central Clinic di Kota Katowice, sebelah
barat daya Polandia, itu harus dioperasi untuk mengangkat kanker yang tumbuh di dalam
kepalanya, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Jumat (2/1).
Dokter telah mengangkat bagian depan kerangka kepalanya dan memulai proses
pengangkatan kanker di otaknya ketika dia tiba-tiba terbangun. Namun bukannya panik atau
merasa sakit, Jesica malah dengan tenang mengobrol dengan para dokternya, termasuk
membahas soal kucing dan menanyakan bagaimana proses operasinya. Perawat mengatakan
dia tak bisa melihat atau merasakan operasi itu tapi karena alasan tertentu dia bisa sadar dan
bicara. Dokter menyatakan hal itu terjadi karena saat operasi otak ada saraf yang bisa memicu
pasien terbangun. Namun pihak kepolisian malah sedang menyelidiki apakah obat bius dari
dokter tidak bekerja dengan baik. "Saya tidak bisa banyak mengingat, tapi dokter berbicara
kepada saya tentang kucing, dan itu saya suka," kata Jasica usai operasi. "Saya melewatkan
Natal tapi karena operasi ini sekarang saya merasa baikan."
Sumber :
otak.html
http://www.merdeka.com/dunia/gadis-ini-bangun-saat-sedang-operasi-kanker-
TEMPO.CO, Jakarta - Mencuatnya kasus vonis penjara terhadap dokter Dewa Ayu Sasiary
Prawan, 38 tahun, beserta dua koleganya menyedot perhatian masyarakat. Banyak yang
bertanya-tanya argumen siapa yang benar? Apakah argumen keluarga korban yang
dikabulkan oleh Mahkamah Agung atau argumen para dokter, pengurus Ikatan Dokter
Indonesia, yang juga diamini oleh Pengadilan Negeri Manado.
Kasus dokter Ayu dan kawan-kawan berawal dari meninggalnya pasien yang mereka tangani,
Julia Fransiska Maketey, di Rumah Sakit R.D. Kandou Malalayang, Manado, Sulawesi Utara,
pada 10 April 2010. Keluarga Julia menggugat ke pengadilan negeri. Hasilnya, Ayu dan
kedua rekannya dinyatakan tidak bersalah. Namun, di tingkat kasasi, ketiga dokter itu divonis
10 bulan penjara. Majelis hakim kasasi memvonis Dewa Ayu Sasiary serta dua rekannya,
Hendy Siagian dan Hendry Simanjuntak, bersalah saat menangani Julia Fransiska Maketey.
Julia akhirnya meninggal saat melahirkan. Berikut ini pertimbangan majelis kasasi seperti
yang tercantum dalam putusan yang dirumuskan dalam sidang 18 September 2012. Berikut
ini beberapa poin penting yang menjadi perdebatan soal ada atau tidak malpraktek dalam
kasus dokter Ayu:
2. Penyebab kematian masuknya udara ke bilik kanan jantung. Ini karena saat
pemberian obat atau infus karena komplikasi persalinan.
Menurut O.C. Kaligis, pengacara Ayu, putusan Mahkamah Agung tak berdasar. Dalam
persidangan di pengadilan negeri, kata Kaligis, sudah dihadirkan saksi ahli kedokteran yang
menyatakan Ayu dan dua rekannya tak melakukan kesalahan prosedural. Para saksi itu antara
lain Reggy Lefran, dokter kepala bagian jantung Rumah Sakit Profesor Kandou Malalayang;
Murhady Saleh, dokter spesialis obygin Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto,
Jakarta; dan dokter forensik Johanis. Dalam sidang itu, misalnya, dokter forensik Johanis
menyatakan hasil visum et repertum emboli yang menyebabkan pasien meninggal BUKAN
karena hasil operasi. Kasus itu, kata dia, jarang terjadi dan tidak dapat diantisipasi. Para ahli
itu juga menyebutkan Ayu, Hendry, dan Hendy telah menjalani sidang Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran pada 24 Februari 2011. Hasil sidang menyatakan ketiganya telah melakukan
operasi sesuai dengan prosedur.
3. Terdakwa tidak punya kompetensi operasi karena hanya residence atau mahasiswa
dokter spesialis dan tak punya surat izin praktek (SIP)
Ketua Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dr. Nurdadi, SPOG dalam
wawancara dengan sebuah stasiun televisi mengatakan tidak benar mereka tidak memiliki
kompetensi. "Mereka memiiki kompetensi. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan
berjenjang. Bukan orang yang tak bisa operasi dibiarkan melakukan operasi," katanya.
Soal surat izin praktek juga dibantah. Semua mahasiswa kedokteran spesialis yang berpraktek
di rumah sakit memiliki izin. Kalau tidak, mana mungkin rumah sakit pendidikan seperti di
RS Cipto Mangunkusumo mau mempekerjakan para dokter itu.