You are on page 1of 2

JEBAKAN IMPOR MINYAk

Sumber: media indonesia


DA banyak paradoks yg melingkupi perjalanan pembangunan di negeri ini. Salah
satunya ialah paradoks sebagai negara utama pengekspor minyak, tetapi kini
menjadi net importer minyak

Kita

pernah

dikenal

sebagai

negara

kaya

minyak,

sampai-sampai

menteri

pertambangan dan energi (kala itu) subroto diangkat menjadi presiden OPEC ,
organisasinegara pengekspor minyak.

Akan tetapi, kinikita menjadi negara pengimpor minyak nomor wahid diasia
tenggara. Jumlah impor pun terus meningkat saban tahun.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan selama januari-oktober 2010 impor migas
mencapai US$34,79

miliar. Nilai impor itu naik 3,53% jika dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya (2011), yang mencapai US$33,60 miliar.

Jika dibandingkan dengan impor migas para periode januari-oktober 2012,


kenaikannya sangat dratis, yakni 53,99%. Pada saat itu nilai impor migas masih
US$21,82 miliar.

Peningkatan volume yang sangat merisaukan juga terlihat dari impor bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi jenis premium. Saat ini, permintaan premium berkisar 80
ribu kiloliter sampai 81 ribu kiloliter per hari.

Persentase impor premium semakin tinggi, sudah hampir 70%. Data PT Pertamina
menunjukkan pada september dan oktober 2012 impor premium untuk kebutuhan
dalam negeri mencapai 67%.

Komposisi tersebut sudah jauh berubah jika dibandingkan dengan kondisi dua tahun
lalu. Pertamina mencatat pada tahun 2010 komposisi impor dan pasokan kilang
dalam negeri masih imbang, yakni 50%

Membengkaknya impor itu akibat meningkatnya konsumsi premium di dalam


negeri. Pada saat bersamaan, kapasitas kilang minyak didalam negeri tak juga
bertambah. Rata-rata kilang dalam negeri hanya bisa memasok sepertiga dari
konsumsi premium dalam negeri.

Itu jelas bukan persoalan sepele. Jika tidak ada upaya radikal untuk mengubah
keadaan, amat mungkin dua tahun mendatang 90% premium kita dipasok dari
impor.

Tidak terlalu bermasalah jika kita impor itu ialah bahan mentah yang bisa kita olah
untuk

memberikan

nilai

tambah

yang

berlipat.

Namun,

persoalannya

kita

mengimpor premium dengan harga internasional untuk dijual dengan harga subsidi.

Karena itu, tekanan terhadap anggaran negara pasti kian besar. Lebih-lebih jika
pemerintah tidak kunjung berani memilih langkah tidak populer dengan kenaikan
harga BBM bersubsidi.

Rencana pembangunan kilang baru dengan target selesai pada 2018 tidak boleh
lagi meleset. Bahkan, penyelesaian kilang yang ditargetkan mampu mengolah
minyak 900 ribu barel per hari tersebut justru harus dipercepat.

Berkali-kali kita mendengar peringatan dari negara bahwa minyak dan gas
merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui. Namun, bertahun-tahun
pula kita tidak mendapatkan kenyataan yang memuaskan soal progam energi
alternatif. Program tersebut

You might also like