You are on page 1of 4

http://one.indoskripsi.

com/judul-skripsi/kimia/studi-pendahuluan-reduksi-langsung-bijihbesi-laterit-dengan-pereduksi-batubara
Posted November 17th, 2008 by aeofB_love

Kimia

abstraks:

Bijih besi merupakan batuan yang mengandung mineral-mineral besi dan sejumlah mineral gangue seperti
silika, alumina, magnesia, dan lain-lain. Besi yang terkandung dalam batuan tersebut dapat diekstraksi
dengan teknologi tertentu secara ekonomis (Hurlbut, 1971).
Besi merupakan unsur kuat golongan VIII B yang mempunyai nomor atom 26. Kita dapat melihat besi di
mana-mana dalam kehidupan sehari-hari. Segala barang yang harus kuat pasti terbuat dari besi, seperti
tiang listrik, jembatan, pintu air, dan kerangka bangunan. Peralatan perang juga semuanya berbahan
dasar besi. Tidak hanya barang-barang besar sampai yang berkekuatan raksasa saja yang terbuat dari
besi, barang-barang kecil pun banyak sekali yang terbuat dari besi, seperti peniti, paku, pisau, pines,
cangkul, kawat dan sebagainya (Widyamartaya, 1983). Kegunaan utama besi adalah untuk membuat
baja. Baja tahan karat yang terkenal adalah stainless stell yang merupakan paduan besi dengan 14-18%
kromium 7-9% dan nikel (Anonim, 2007).

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kebutuhan bahah baku dalam industri alat-alat berat seperti industri konstrukasi, otomotif, dan industri
alat-alat berat lainnya pada tahun-tahun terakhir ini permintaannya meningkat tajam. Hal ini berdampak
pada meningkatanya permintaan bahan baku untuk industri besi dan baja, apalagi industri ini merupakan
salah satu tulang punggung bagi industri-industri lainnya. Saat ini keperluan bijih besi (berbentuk pellet)
untuk pasokan bahan baku industri baja nasional (PT. Krakatau Steel) masih didatangkan dari negaranegara luar penghasil bijih besi (Pardiarto et. all, 2007). Menurut Rombe (2006), kebutuhan bahan baku
untuk industri baja yang berupa pellet masih diimpor 100%, sedangkan bahan baku yang berupa skrap
baja masih diimpor hingga mencapai sekitar 60%-70%. Padahal, berdasarkan hasil survai yang telah
dilakukan dibeberapa lokasi di Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dan pulau-pulau lainnya di
Indonesia, menunjukkan bahwa potensi cadangan bahan baku untuk kebutuhan industri baja yang berupa
bijih besi masih cukup besar. Peneliti Bidang Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Nurul

Taufiqu Rochman, MEng melalui perbincangannya dengan Pembaruan juga menjelaskan bahwa
Berdasarkan hasil studinya terhadap pemanfaatan kandungan alam di bumi Indonesia, dapat disimpulkan
bahwa kekayaan alam bahan baku baja hingga saat ini masih terpendam dan tidak dimanfaatkan karena
belum dikembangkan teknologi pemurnian bagi bahan baku alam di tanah air.
Menurut Widyamartaya (1983), keberadaan besi di alam cukup melimpah tetapi sukar ditemukan dalam
bentuk unsur murninya. Besi di alam selalu bercampur dengan unsur-unsur lain yang terbentuk dalam
bijihnya sehingga memerlukan proses untuk mendapatkan bentuk murninya. Menurut Nababan (2005),
Indonesia sebenarnya memiliki bahan baku untuk industri besi baja yang cukup melimpah, tetapi sampai
sekarang pengolahannya belum maksimal. Menurut Sutisna (2007), ada empat jenis cebakan bijih besi di
Indonesia, yaitu skarn, placer, laterit dan sediment, dari kempat jenis cebakan bijih besi ini cebakan bijih
besi lateritlah yang jumlahnya paling melimpah yaitu mencapai 1 milyar ton, sedangkan cebakan bijih besi
skarn, placer, dan sedimen berturut-turut hanya mencapai 15 juta ton, 159 juta ton, dan 1 juta ton.
Cebakan merupakan akumulasi endapan residu yang dibentuk melalui proses kimiawi atau mekanis yang
dapat mencapai ketebalan yang signifikan sehingga dapat menjadi sumber daya yang bernilai ekonomi.
Menurut Sutisna (2007), cebakan bijih besi laterit merupakan cebakan yang terbentuk dari hasil proses
pelapukan dan dekomposisi dari batuan beku basa dan ultrabasa yang mengandung unsur besi. Cebakan
ini masih mengandung komposisi yang beragam seperti karbonat, silikat besi, hematite, magnetit, dengan
kadar Fe yang tergolong masih rendah, yaitu hanya berkisar antara 40%-60%. Menurut Anonim (2007),
ada dua tipe bijih laterit di alam, yaitu bijih nikel laterit dan bijih besi laterit. Bijih nikel laterit
mengandung mineral nikel yang relatif lebih tinggi dibanding mineral-mineral yang sehingga lebih cocok
digunakan sebgai bahan baku pembuatan fero nikel. Sedangkan bijih besi laterit mengandung mineral besi
yang relatif lebih tinggi dibanding mineral-mineral yang lain sehingga sangat cocok dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan baja.
Menurut Arif (2006), Indonesia mempunyai sumber daya bijih besi yang bervariasi meliputi bijih besi
laterit, pasir besi titan dan bijih besi metasomatik. Dari ketiganya, potensi cadangan bijih besi laterit
merupakan yang terbesar. Indonesia telah mempunyai industri besi baja terpadu Krakatau Steel yang
sampai sekarang masih menggunakan bahan baku pellet impor. Besi laterit sampai sekarang belum
dimanfaatkannya secara optimal. Padahal, pemanfaatan bijih besi laterit lokal akan memberikan
keuntungan, misalnya jarak transportasi yang relatif lebih dekat akan dapat mengurangi biaya total
produksi sehingga harga jual baja lokal juga dapat bersaing. Salah satu cara pemanfaatan bijih besi laterit
lokal adalah dengan mereduksinya menjadi besi spons. Adapun bahan pereduksi yang dapat digunakan

diantaranya adalah gas metana, gas hidrogen, kokas, batubara, dan karbon raiser atau Green Coke.
Menurut Yusuf (2006), harga gas alam dan pelet bijih besi berkualitas tinggi seperti yang dipersyaratkan
oleh reaktor HyL3 PT Krakatau Steel meningkat sehingga daya saing industri baja berbasis gas alam
menjadi sangat lemah. Penggantian proses dengan jalur tanur tiup yang cukup populer juga menghadapi
kendala dalam bentuk ketersediaan batubara kokas (coking coal) yang relatif masih sedikit. Indonesia
pada tahun 2005 deketahui telah menghasilkan sekitar 150 juta ton batubara. Menurut Rahardjo (2005),
jumlah cadangan batubara di Indonesia mencapai 50 milyar ton lebih, yang tersebar di seluruh penjuru
tanah air sehingga relatif mudah diperoleh dan harganya pun relatif murah. Melihat potensi cadangan
batubara yang ada, Indonesia layak untuk mempertimbangkan proses pebuatan besi dan baja berbasis
batubara. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang studi pendahuluan reduksi langsung bijih besi
laterit dengan pereduksi batubara dengan adanya variasi perbandingan bahan baku dengan reduktor,
variasi waktu, dan variasi temperatur. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk bahan baku
besi baja dengan kadar metalisasi yang tinggi sehingga dapat digunakan untuk memproduksi baja
berkualitas tinggi.

B.Identifikasi Masalah

Adanya berbagai permasalahan dalam bidang industri pengolahan besi baja mendorong para peneliti
untuk membantu mencari solusinya. Penelitian yang akan dilakukan kali ini lebih ditekankan untuk
mengidentifikasi masalah-masalah berikut:
1.Bagaimana pengaruh perbandingan bijih besi laterit dengan reduktor batubara terhadap persen
metalisasi besi spons?
2.Bagaimana pengaruh waktu terhadap persen metalisasi besi spons?
3.Bagaimana pengaruh temperatur terhadap persen metalisasi besi spons?

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a.Mengetahui pengaruh perbandingan bijih besi laterit dengan reduktor batubara terhadap persen
metalisasi besi spons.
b.Mengetahui pengaruh waktu terhadap persen metalisasi besi spons.
c.Mengetahui pengaruh temperatur terhadap persen metalisasi besi spons.

2.Manfaat Penelitian
Penelitan ini diharapkan dapat memeberikan manfaat untuk:
a.Memberikan informasi kepada pembaca mengenai pengaruh perbandingan komposisi, waktu dan
temperatur reduksi terhadap persen metalisasi besi spons hasil reduksi langsung bijih besi laterit dengan
pereduktor batubara.
b.Menjadi salah satu solusi bagi berbagai permasalahan yang dihadapi industri besi dan baja nasional.

You might also like