Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom
nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai
dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan
fungsi renal yang normal.1
Istilah sindrom nefrotik kemudian digunakan untuk menggantikan istilah
terdahulu yang menunjukan keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukan
suatu penyakit yang mendasarinya.2
Sampai pertengahan abad ke 20 morbiditas sindrom nefrotik pada anak
masih tinggi yaitu melebihi 50%. Dengan ditemukannya obat-obat sulfonamid dan
penicilin tahun 1940an, dan dipakainya obat adrenokortokotropik (ACTH) serta
koertikosterid pada tahun 1950, mortalitas penyakit ini mencapai 67%. Dan
kebanyakan mortalitas ini disebabkan oleh komplikasi peritonitis dan sepsis. Pada
dekade berikutnya mortalitas turun sampai 40%, dan turun lagi menjadi 35%.
Dengan pemakaian ACTH atau kortison pada awal 1950 untuk mengatasi edema
dan mengurangi kerentanan terhadap infeksi, angka kematian turun mencapai
20%. Pasien sindrom nefrotik yang selamat dari infeksi sebelum era sulfonamid
umumnya kematian pada periode ini disebabkan oleh gagal ginjal kronik.2
Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada
glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder. Istilah
sindrom nefrotik primer dapat disamakan dengan sindrom nefrotik idiopatik
dikarenakan etiologi keduanya sama termasuk manisfestasi klinis serta
histopatologinya.3 Dalam refrat ini selanjutnya pembahasan mengenai maisfestasi
klinik, diagnosis dan penatalaksanaan akan dititk beratkan pada sindrom nefrotik
primer. Terutama sub kategori minimal change nephrotic syndrome (MCNS),
fokal
segmental
glomerosclerosis
(FSGS)
serta
membrano
proloferatif
glomerulonephritis (MPGN).2
BAB II
SINDROM NEFROTIK
I.
DEFENISI
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu gambaran klinik penyakit
EPIDEMIOLOGI
Pada anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi
minimal(75%-85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat
diagnosis dibuat dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang
dewasa paling banyak nefropati membranosa(30%-50%), umur rata-rata 30-50
tahun dan perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1. Kejadian SN idiopatik 2-3
kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada dewasa 3/1000.000/tahun.Sindrom
nefrotik sekunder pada orang dewasa terbanyak disebabkan oleh diabetes
mellitus.3,4
Berdasarkan kelainan histopatologis, SN pada anak yang paling banyak
ditemukan adalah jenis kelainan minimal. International Study Kidney Disease in
Children (ISKDC) melaporkan 76% SN pada anak adalah kelainan minimal.
Apabila penyakit SN ini timbul sebagai bagian dari penyakit sistemik dan
berhubungan dengan obat atau toksin maka disebut sindroma nefrotik sekunder.
Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan
etiologinya, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan
responnya terhadap pengobatan. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari
50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid.3,4
III.
KLASIFIKASI
Umumnya sindrom nefrotik diklasifikasikan berdasarkan histologik,
klasifikasi
bentuk
kelainan
histologik
SNI
ini
maka
a. Sistemik:
1) Penyakit kolagen, seperti Systemic Lupus Erythematosus, ScholeinHenoch Syndrome.
2) Penyakit perdarahan: Hemolytic Uremic Syndrome
3) Penyakit keganasan: Hodgkins disease, Leukimia.
b. Infeksi:
Malaria, Schistosomiasis mansoni, Lues, Subacute Bacterial Endocarditis,
Cytomegalic Inclusion Disease.
c. Metabolik:Diabetes Mellitus, Amyioidosis
d. Obat-obatan/Alergen:
Trimethadion, paramethadion, probenecid,
tepung
sari,
gigitan
dijumpai
hipoproteinemia,
proteinuria
massif
dan
hipercolestrolemia. Gejala klinik yang lain berupa kelainan congenital pada muka
seperti hidung kecil, jarak kedua mata lebar, telinga letaknya lebih rendah dari
normal. Prognosis jelek dan meninggal karena infeksi sekunder atau kegagalan
ginjal. Salah satu cara untuk menemukan kemungkinan kelainan ini secara dini
adalah pemeriksaan kadar alfa feto protein cairan amnion yang biasanya
meninggi. 2,4,5
2.
D. PATOGENESIS
Pada pembahasan selanjutnya yang dimaksud dengan SN ialah SN yang idiopatik
dengan kelainan histologik berupa SNKM. Terdapat beberapa teori mengenai terjadinya
SN pada anak yaitu:2
1. Soluble Antingen Antibody Complex (SAAC)
Edema
Keterangan klinik pembentukan edema pada sidnrom nefrotik sudah
menyebabkan cairan
kapiler
dari
ruagn
intravaskular
ke
ruang
interstial
yang
menyebabkanterbentuknya edema.2,5,6,7
Kelainan glomerulus
Albuminuria
Hipoalbuminemia
Volume plasma
Edema
Terbentuknya edema menurut teori underfilled
Sebagai akibat pergeseran cairan volume plasma total dan volume darah
arteri dalam peredaran menurun dibanding dengan
Kelainan glomerulus
Volume plasma
Edema
Albuminuria
Hipoalbuminemia
fenomena sekunder. Di pihak lain, kelompok kedua atau tipe nefritik, ditandai
dengan volume plasma tinggi, tekanan darah tinggi dan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah yang meningkat sesudah persediaan natrium habis. kelompok
kedua ini dijumpai pada glomerulonefritis kronik denganLFG yang relatif lebih
rendah dan albumin plasma lebih tinggi dari kelompok petama. Karakteristik
patofisiologi kelompok keduaini sesuai dengan teori overfilled pada SN dengan
retensi air dan natrium yang merupakan fenomena primer intrarenal. 2,5,6,7
Pembentukan edema pada SN merupakan suatu proses yang dinamis dan
mungkin saja kedua proses underfilled berlangsung bersamaan atau pada waktu
berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus
mungkin suatu kombinasi rangsangan yang
mereka dengan volume darah normal atau meningkat disertai renin dan aldosteron
rendah umumnya menderita kelainan BKM dan tidak responsif steroid, maka
pemeriksaan renin dapat merupakan petanda yang berguna untuk menilai seorang
anak dengan SN responsif terhadap steroid atau tidak disamping adanya SNKM.
Namun derajat tumpang tindihya terlalu besar, sehingga sukar untuk membedakan
pasien antara kedua kelompok histologis tersebut atas dasar pemeriksaan renin.
Peran peptida natriuretik atrial (ANP) dalam pembentukan edema dan diuresis
masih belum pasti. 2,5,6,7
2
Proteinuria
negatif pada membran basal glomerulus normalnya dipertahankan oleh muatan negatif
barier filtrasi. Muatan negatif tersebut terdiri dari molekul proteoglikan heparan sulfat.
Pada orang dengan nefrotik sindrom, konsentrasi heparan sulfat mucopoly sakarida pada
membrana basal sangat rendah. Sehingga banyak protein dapat melewati barier. Selain itu
terjadi pula perubahan ukuran celah (pori-pori) pada sawar sehingga protein muatan
netral dapat melalui barier. 2,5,6,7
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti ekskresi protein > 50
mg/kg BB/hari atau > 40 mg/m2/jam, atau secara kualitatif proteinuria +++ sampai ++++.
Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan mbg, maka proteinuria dapat dipakai
sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus. Jadi yang
diukur adalah Index Selectivity of Proteinuria (ISP). ISP dapat ditentukan dengan cara
mengukur rasio antara Clearance IgG dan Clearance transferin. 2,5,6,7
Clearance IgG
ISP =
Clearance transferin
Bila ISP < 0.2 berarti ISP meninggi (Highly Selective Proteinuria) yang
secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus ringan dan respons terhadap
kortikosteroid baik. Bila ISP > 0.2 berarti ISP menurun (Poorly Selective
Proteinuria) yang secara klinik menunjukkan kerusakan glomerulus berat dan
tidak respons terhadap kortikosteroid. 2,5,6,7
Jenis protein yang keluar pada sindrom nefrotik bervariasi bergantung
pada kelainan dasar glomerulus. Pada SNKM protein yang keluar hampir
seluruhnya terdiri atas albumin dan disebut sebagai proteinuria selektif. Derajat
selektivitas proteinuria dapat ditetapkan secara sederhana dengan membagi rasio
IgG urin terhadap plasma (BM 150.000) dengan rasio urin plasma transferin (BM
88.000). Rasio yang kurang dari 0.2 menunjukkan adanya proteinuria selektif.
Pasien SN dengan rasio rendah umumnya berkaitan dengan KM dan responsif
terhadap steroid. Namun karena selektivitas protein pada SN sangat bervariasi
maka agak sulit untuk membedakan jenis KM dan BKM (Bukan kelainan
minimal) dengan pemeriksaan ini dianggap tidak efisien. 2,5,6,7
karakteristik
perubahan
permeabilitas
membran
basal
bergantung pada tipe kelainan glomerulus pada SN. Pada SNKM terdapat
penurunan klirens protein netral dengan semua berat molekul, namun terdapat
peningkatan klirens protein bermuatan negatif seperti albumin. Keadaan ini
Hipoalbuminemia/hipoproteinemia
Hipoalbuminemia ialah apabila kadar albumin dalam darah <2,5gram/100ml.
Hiperkolestrolemia/hiperlipidemia
Disebut hiperkolestrolemia bila kadar kolesterol > 250 mg/100 ml. Akhir-
akhir ini disebut juga sebagai hiperlipidemia oleh karena bukan hanya kolesterol
10
saja yang meninggi tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam darah.
Konstituen lemak itu adalah: 2,5,6,7
a.
b.
c.
d.
Kolesterol
Low Density Lipoprotein (LDL)
Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
Trigliserida (baru meningkat bila plasma albumin < 1 gram/100 ml)
Kolesterol serum, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density
bengkak pada kelopak mata dan seluruh tubuh, nyeri perut, atropy dan urin
berbusa. Abdomen mungkin membesar karena adanya akumulasi cairan di
intraperitoneal (ascites), dan sesak napas dapat terjadi karena adanya cairan pada
rongga pleura (efusi pleura) ataupun akibat tekanan abdominal yang meningkat
akibat asites. Gejala lain yang mungkin terjadi adalah bengkak pada kaki, scrotum
ataupun labia mayor. Pada keadaan asites berat dapat terjadi hernia umbilikasis
dan prolaps ani. 1,5
Seringkali cairan yang menyebabkan edema dipengaruhi oleh gravitasi
sehingga bengkak dapat berpindah-pindah. Saat malam cairan terakumulasi di
tubuh bagian atas seperti kelopak mata. Disaat siang hari cairan terakumulasi
dibagian bawah tubuh seperti ankles, pada saat duduk atau berdiri. 1,5
Pada anak tekanan darah umumnya rendah dan tekanan darah dapat turun
sekali saat berdiri (orthostatic hypotension), dan shock mungkin dapat terjadi.
Produksi urin dapat menurun dan renal failure dapat terjadi jika terjadi kebocoran
cairan dari dalam pembuluh darah kejaringan sehingga suplai darah ke ginjal
berkurang. Biasanya renal failure dengan kurangnya produksi urin terjadi tibatiba. 1,5
11
Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena hilangnya nutrien dalam urin serta
anoreksia, dapat terjadi gagal tumbuh serta hilangnya kalsium tulang. Diare sering
dialami oleh pasien dalam keadaan edema, keadaan ini rupanya bukan berkaitan
dengan adanya infeksi, namun diduga penyebabnya adalah edema di mukosa usus.
Hepatomegali dapat ditemukan, hal ini dikaitkan dengan sintesis protein yang
meningkat atau edema, atau keduanya. Kadang terdapat nyeri perut kuadran kanan
atas akibat hepatomegali dan edema dinding perut. 1,5
Pada anak dengan sindroma nefrotik dapat terjadi gangguan fungsi
psikososial yang merupakan akibat stress nonspesifik terhadap anak yang sedang
berkembang. 1,5
G. DIAGNOSIS
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala kinik yang disebut
diatas tanpa gejala-gejala lain, oleh karena itu secara klinik SNKM ini dapat
dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM
dijumpai hal-hal sebagai berikut pada umumnya:2
a.
b.
c.
d.
e.
f.
mengingat bahwa SNKM terdapat pada 70-80% kasus, maka pada beberapa senter
tidak lagi dilakukan biopsy ginjal.2
Pemeriksaan laboratorium: 2
1. Urin
Albumin
:
: Kualitatif
Kuantitatif
Sedimen
: ++ sampai ++++
: > 50 mg/kgBB/hari (diperiksa memakai
reagensESBACH)
: Epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit,
leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.
12
2. Darah :
Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:
a. Protein total menurun
(N: 6,2-8,1 gm/100ml)
b. Albumin menurun
(N: 4-5,8 gm/100ml)
c. s1 globulin normal
(N: 0,1-0,3 gm/100ml)
d. 2 globulin meninggi
(N: 0,4-1 gm/100ml)
e. globulin normal
(N: 0,5-0,9 gm/100ml)
f. globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml)
g. Rasio albumin/globulin <1
(N: 3/2)
h. Komplemen C3 normal/rendah
(N: 80-120 gm/100ml)
i. Ureum, keratin dan klirens kreatinin normal
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari sindroma nefrotik adalah :
a. Sebab non-renal : Gagal jantung kongestif, Gangguan nutrisi, Edema
hepatal.
b. Glomerulonefritis akut
c. Lupus sistemik eritematosus
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul pada penderita SN tergangung faktor-faktor
sebagai
penderita.2,6
1. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi utama dari sindrom nefrotik, komplikasi ini
akibat dari meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh.
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi disebabkan oleh: 2,6
a. Penurunan kadar imunoglobulin
Kadar IgG pada anak dengan sindrom nefrotik sering sangat menurun,
dimana pada suatu penelitian didapkan rata-rata 18% dari normal. Sedangkan
kadar IgM meningkat. Hal ini menunjukan kemungkinan ada kelainan pada
konversi yang diperantarai sel T pada sintesis IgG dan IgM,
b. Cairan edema yang berperan sebagai media biakan,
13
c. Defisiensi protein,
d. Penurunan aktivitas bakterisid leukosit,
e. Imunosupresif karena pengobatan,
f. Penurunan perfusi limpa karena hipovolemia,
g. Kehilangan faktor komplemen (Faktor properdin B) dalam urin yang meng
oponisasi bakteria tertentu.
Pada Sindrom nefrotik terdapat peningkatan kerentanan terhadap bakteria
tertentu seperti: 2,6
a. Streptococcus pneumoniae,
b. Haemophilus influenzae,
c. Escherichia coli,
d. Dan bakteri gram negatif lain
Peritonitis spontan merupakan jenis infeksi yang paling sering, belum jelas
sebabnya. Jenis infeksi lain yang dapat ditemukan antara lain; sepsis, pnemonia,
selulitis dan ISK. Terapi profilaksis yang mencakup gram positif dan gram negatif
dianggap penting untuk mencegah terjadinya peritonitis. 2,6
2.
Syok
Terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gm/100 ml)
14
hemostatik pada Sindrom nefrotik dapat timbul dari dua mekanisme yang
berbeda: 2,6
a. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
1. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein dalam urin seperti
anti trombin III, protein S bebas, plasminogen dan antiplasmin,
2. Hipoalbuminuria mengakibatkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,
meningkatkan sintesis protein pro koagulan karena hiporikia dan tekanan
fibrinolisis.
b. Aktivasi sistem hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor
jaringanmonosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler
glomerulus yang selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan
agregasi trombosit.
3. Pertumbuhan abnormal
Pada anak dengan sindrom nefrotik dapat terjadi gangguan pertumbuhan
(failure to thrive), hal ini dapat disebabkan anoreksia hypoproteinemia,
peningkatan katabolisme protein, atau akibat komplikasi penyakit infeksi, mal
absorbsi karena edem saluran gastrointestinal. 2,6
Dengan pemberian kortikosteroid pada sindrom nefrotik dapat pula
menyebabkan gangguan pertumbuhan. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan
dalam jangka waktu yang lama, dapat menghambat maturasi tulang dan
terhentinya pertumbuhan linier; terutama apabila dosis melampaui 5mg/m 2/hari.
Walau selama pengobatan kortikosteroid tidak terdapat pengurangan produksi
atau sekresi hormon pertumbuhan, tapi telah diketahui bahwa kortikosteroid
mengantagonis efek hormon pertumbuhan endogen atau eksogen pada tingkat
jaringan perifer , melalui efeknya terhadap somatomedin. 2,6
J. PENATALAKSANAAN
Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di
rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diit, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi
15
orangtua.1Sebelum
pengobatan
steroid
dimulai,
dilakukan
pemeriksaan-
pemeriksaan berikut: 1
1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan
2. Pengukuran tekanan darah
3. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakitsistemik,
seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein.
4. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap
infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai.
5. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksiINH
selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan
obat antituberkulosis (OAT).
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal
ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik
disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh
sekolah. 1
a) Diitetik
Pemberian diit tinggi protein dianggap merupakan kontraindikasi karena
akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan sklerosis glomerulus. Bila diberi diit rendah
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema. 1
b) Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan
loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-4
mg/kgbb/hari. Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan
16
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit kalium dan natrium darah. 1
Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya terjadi
karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
ml/kgbb/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya
komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat
diberikan selang-sehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik
untuk mengatasi edema tampak pada Gambar 1.intravena 1-2 mg/kgbb. Bila
pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari
secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi
dekompensasi jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selangsehari untuk memberi kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload
cairan. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernapasan dapat
dilakukan pungsi asites berulang. Skema pemberian diuretik untuk mengatasi
edema tampak pada Gambar 1.1
17
18
TERAPI INSIAL
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
PENGOBATAN SN RELAPS
Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar 3, yaitu diberikan
19
disertai edema, maka diagnosis relaps dapat ditegakkan, dan prednison mulai
diberikan. 1
Keterangan:
Pengobatan SN relaps: prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi
(maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent atau
alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 4 minggu. 1
C.
STEROID
Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid: 1
1.
2.
Pemberian levamisol
3.
4.
5.
1.
setelah remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid dosis 1,5
20
2.
2.
Levamisol
21
Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering digunakan pada pengobatan SN anak
22
Keterangan:
Relaps prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4
minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent atau alternating
(AD) 40 mg/m2 LPB/hari dan siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari, per oral, dosis
tunggal selama 8 minggu.
Keterangan:
Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4
minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750
mg/m2 LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan dan
23
Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 1200 mg/m2
LPB atau 25-30 mg/kgbb bersamaan dengan penurunan dosis steroid selama 12 24 bulan.16 Efek samping MMF adalah nyeri abdomen, diare, leukopenia.
Ringkasan tata laksana anak dengan SN relaps sering atau dependen steroid dapat
dilihat pada Gambar 6. 1
24
Keterangan:
1.
2.
3.
4.
D.
seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat,
maka dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat
diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara
25
intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan
dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL
0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). 1
E.
Siklofosfamid (CPA)
Pemberian CPA oral pada SN resisten steroid dilaporkan dapat
Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
26
Keterangan:
1. Sitostatik oral: siklofosfamid 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 3-6
bulan
2. Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian
siklofosfamid oral. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1
mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama
1 bulan (lama tapering off 2 bulan). Atau
3. Siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui
infus satu kali sebulan selama 6 bulan yang dapat dilanjutkan tergantung
keadaan pasien.
4. Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian
siklofosfamid puls (6 bulan). Kemudian prednison ditapering-off dengan
27
3.
Metilprednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil
Keterangan:
Dosis maksimum metilprednisolon 1000 mg; dosis maksimum prednison
oral 60 mg. Siklofosfamid (2-2,5 mg/kgbb/hari) atau klorambusil (0,18-0,22
mg/kgbb/hari) selama 8-12 minggu dapat diberikan bila proteinuria masif masih
didapatkan setelah pemberian metilprednisolon selama 10 minggu.
4.
28
29
bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa
digunakan adalah: 1
Golongan 1. ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5
mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis,26 lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal
Golongan 2. ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.
TATA LAKSANA KOMPLIKASI SINDROM NEFROTIK
1.
INFEKSI
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat
infeksi perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama
adalah selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya
disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu
diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin
generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.12 Infeksi lain
yang sering ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran
napas atas karena virus. 1
Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien
varisela. Bila terjadi kontak diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicellazoster, dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan dapat
diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena (400mg/kgbb).28 Bila
sudah terjadi infeksi perlu diberi obat asiklovir intravena (1500 mg/m2/hari dibagi
3 dosis) atau asiklovir oral dengan dosis 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis selama 7
10 hari,9 dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara. 1
2.
TROMBOSIS
Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien SN relaps menunjukkan
30
HIPERLIPIDEMIA
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar LDL dan
VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein (a) (Lpa) sedangkan kolesterol HDL
menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik,
sehingga
meningkatkan
morbiditas
kardiovaskular
dan
progresivitas
glomerulosklerosis. 1
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup dengan
pengurangan
diit
lemak.
Pada
SN
resisten
steroid,
dianjurkan
untuk
mempertahankan berat badan normal untuk tinggi badannya, dan diit rendah
lemak jenuh. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin). 1
4.
HIPOKALSEMIA
HIPOVOLEMIA
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
31
cepat sebanyak 15-20 mL/kgbb dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1
g/kgbb atau plasma 20 mL/kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila
hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2
mg/kgbb intravena. 1
6.
HIPERTENSI
Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan
2.
32
a. SN resisten steroid
b. Sebelum memulai terapi siklosporin
INDIKASI MELAKUKAN RUJUKAN KEPADA AHLI NEFROLOGI
ANAK
Keadaan-keadaan ini merupakan indikasi untuk merujuk pasien kepada
ahli nefrologi anak: 1
1. Awitan sindrom nefrotik pada usia di bawah 1 tahun, riwayat penyakit
sindrom nefrotik di dalam keluarga
2. Sindrom nefrotik dengan hipertensi, hematuria nyata persisten, penurunan
fungsi ginjal, atau disertai gejala ekstrarenal, seperti artritis, serositis, atau
lesi di kulit
3. Sindrom nefrotik dengan komplikasi edema refrakter, trombosis, infeksi
berat, toksik steroid
4. Sindrom nefrotik resisten steroid
5. Sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid
XII.
PROGNOSIS
Prognosis pasien nefrotik sindrom bervariasi bergantung tipe kelainan
33
renal stadium akhir terjadi pada 25-30% pasien dalam lima tahun, dan 30-40%
dalam sepuluh tahun. 4,7
Lima puluh persen pasien dengan difuse mesangial proliferation
mengalami remisi komplit dari proteinuria dengan steroid terapi, sekitar 20%
terjadi delayed remisi. Dua puluh persen menjadi proteinuria yang berlanjut dan
sekitar 6% menjadi renal isufisiensi yang progresif. Prognosis pada pasien dengan
membranoproliferatif glomerulonephropaty
keuntungan terapi steroid tidak begitu jelas. Pada beberapa study dinyatakan,
tidak ada perbedaan evidence hasil antara pemberian pengobatan dengan tampa
pengobatan pada pasien ini, karena sekitar 30% pasien akan menjadi penyakit
renal stadium akhir dalam 5 tahun. 4,7
XIII. KESIMPULAN
Sindroma nefrotik bukan merupakan suatu penyakit. Istilah sindrom
nefrotik dipakai oleh Calvin dan Goldberg, pada suatu sindrom yang ditandai
dengan proteinuria berat, hypoalbuminemia, edema, hiperkolesterolemia, dan
fungsi renal yang normal.1
Umumnya nefrotik sindrom disebabkan oleh adanya kelainan pada
glomerulus yang dapat dikategorikan dalam bentuk primer atau sekunder.
Prevalensi nefrotik syndrome pada anak berkisar 2-5 kasus per 100.000 anak.
Prevalensi rata-rata secara komulatif berkisar 15,5/100.000. 1
Ada 2 teori mengenai patofisiologi edema pada sindrom nefrotik; teori
underfilled dan teori overfille. Gejala awal pada sindroma nefrotik meliputi;
menurunnya nafsu makan, malaise, bengkak pada kelopak mata dan seluruh
tubuh, nyeri perut, atropi dan urin berbusa. 2,5,6,7
Subkategori atau klasifikasi nefrotik sindrom primer bedasarkan pada
deskripsi histologi dan dihubungkan dengan patologi klinis kelainan yang
sebelumnya telah diketahui. 2,4,5
Komplikasi pada sindromnrfrotik antara lain :2,6
34
1. Infeksi
2. Syok
3. Kelainan koagulasi dan trombosis
4. Pertumbuhan abnormal
Diagnosis ditegakan bedasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik yang
didapat, pemeriksan laboratorium dan dikonfirmasi dengan renal biopsi untuk
pemeriksaan histopatologis. 2,4,5
Penatalaksanaan:1
1. Terapeutik, obat yang digunakan dalam penatalaksan nefrotik sindrom
mencakup kortikosteroid, levamisone, cyclosphospamid, dan cyclosporine.
2.
Pengobatan
supotif
(Hiperlipidemia,
Hiperkoagulabilitas,
edema,
DAFTAR PUSTAKA
35
36