You are on page 1of 17

PENCEGAHAN TRANSMISI HIV / AIDS DARI IBU

KE

JANIN/BAYI

PENDAHULUAN
AIDS singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yaitu penyakit yang
disebabkan oleh virus HIV (Human Immuno Deficiency Virus) yang merusak sel T, yaitu
sel yang membuat zat anti dalam tubuh manusia. Akibatnya tubuh tidak dapat menahan
serangan penyakit. AIDS adalah kumpulan berbagai gejala penyakit akibat melemahnya
daya tahan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV. Seseorang yang terinfeksi HIV dengan
mudah akan diserang oleh berbagai jenis penyakit yang lain karena daya tahan tubuhnya
yang sudah dilemahkan oleh HIV tidak mampu lagi melawan serangan penyakit
tersebut.1
AIDS pertama kali dikenal pada tahun 1981, saat kasus-kasus Pneumocystis
carinii pneumonia dan sarkoma Kaposi dilaporkan di kalangan para homoseksual di
California dan New York.2,3 Infeksi pada wanita secara keseluruhan meningkat, dengan
proporsi pada wanita dan remaja meningkat tiga kali lipat dari 7 menjadi 23% dalam
kurun waktu 13 tahun , sejak tahun 1985 sampai 1998.3
Masalah AIDS telah melanda dunia, telah mengancam ASIA dan sekarang telah
ada di Indonesia. Yang sangat mengkhawatirkan adalah bahwa sekitar 80% kasus di
Indonesia ditemukan di antara kelompok karyawan, manajer, perusahaan umum maupun
tenaga ahli. Dari angkatan kerja yang ada rata-rata berumur antara 18 - 24 tahun
merupakan usia produktif dan modal dasar yang paling berharga. Kenyataan ini tidak
dapat dielakkan, bahwa kepedulian terhadap masyarakat dan kualitas Sumber Daya

Manusia amat erat kaitannya dengan upaya pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS)
dan HIV/AIDS.1
HIV dalam kehamilan merupakan salah satu masalah utama dalam bidang
obstetri. Transmisi heteroseksual dan penyalah gunaan obat intra vena meningkat
kejadiannya secara signifikan di antara wanita. Risiko infeksi bayi baru lahir dari ibu
HIV-seropositif diperkirakan 13 hingga 39 %. Kebanyakan anak-anak yang terinfeksi
bertahan hidup hingga usia 5 tahun.3 Pada tahun 1992, the Centers for Disease Control
and Prevention memperkirakan prevalensi HIV-seropositif diantara wanita usia
reproduksi adalah 1 sampai 2 per 1000.2
Penularan infeksi HIV dari Ibu ke Anak merupakan penyebab utama infeksi HIV
pada anak usia di bawah 15 tahun. Sejak HIV menjadi pandemic di dunia, diperkirakan
5,1 juta anak di dunia terinfeksi HIV. Hampir sebagian besar penderita tersebut tertular
melalui penularan dari ibu ke anak. Setiap tahun diperkirakan lebih dari 800.000 bayi
menjadi terinfeksi HIV akibat penularan dari ibu ke anak. Dan diikuti adanya sekitar
610.000 kematian anak karena virus tersebut.4
Di Indonesia menurut Ditjen PPM dan PL Departemen Kesehatan tercatat 4333
kasus HIV positif dan 5823 kasus AIDS dari 1 Januari 1987 s/d 31 maret 2006, dengan
jumlah kematian 1430 kasus.5 Sedangkan di Sulawesi Selatan menurut data terbaru yang
dilansir oleh Dinas Kesehatan bersama Komisi Penanggulangan AIDS Sulsel, selama 10
tahun terakhir penderita penyakit ini sudah mencapai 814 orang. 575 orang diantaranya
positif HIV dan 240 orang positif AIDS.6 Penelitian yang dilakukan Yayasan Pelita Ilmu
dan Bagian kebidanan FKUI/RSCM selama tahun 1999-2001 melakukan pemeriksaan

pada 558 ibu hamil di daerah miskin di Jakarta, menunjukkan hasil sebanyak 16 orang
(2,86%) mengidap infeksi HIV.4

ETIOLOGI
Penyebab sindrom imunodefisiensi ini adalah DNA retrovirus yang dikenal
sebagai human immunodeficiency virus, HIV-1 dan HIV-2. Pada tahun 1992 kebanyakan
kasus di seluruh dunia disebabkan oleh infeksi HIV-1. Infeksi HIV-2 endemik di Afrika
Barat, namun tidak umum ditemukan di AS.3
HIV adalah virus yang menyerang sistim kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut sel
T-4 atau sel T-helper, atau disebut juga sel CD-4.7
Jumlah sel T-4 pada orang sehat secara umum berkisar antara 500-1200 per
mikroliter. Jika jumlah sel T-4 menurun di bawah 200, maka ia dapat dikatakan sudah
masuk pada fase AIDS.7,8

CARA PENULARAN
HIV dapat menular melalui 3 jalur :
Melalui hubungan seksual baik secara heteroseksual dan atau homoseksual dengan
seseorang yang sudah terinfeksi HIV.
Melalui transfusi darah atau alat-alat yang telah tercemar HIV
Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada janin/bayinya saat intrauterin, partus dan
pasca persalinan.(menyusui).

Meningkatnya infeksi HIV pada anak adalah karena akibat penularan selama
perinatal (periode kehamilan, selama dan setelah persalinan). Lebih dari 90% AIDS pada
anak yang dilaporkan tahun 1994 terjadi karena transmisi dari ibu hamil ke anak. 3
Di Indonesia sendiri transmisi perinatal berdasarkan pelaporan Ditjen PPM & PL Depkes
RI dalam triwulan Januari s/d Maret 2006 terdapat 2 kasus baru HIV dan 9 kasus baru
AIDS.5
Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa terjadi melalui ASI. Angka kejadian
penularan dari ibu ke anak diperkirakan sekitar 20% - 30%. Penularan HIV dari ibu ke
janin tanpa dilakukan intervensi dilaporkan berkisar antara 15 45%.3
Risiko penularan di negara berkembang sekitar 21% - 43%, ini lebih tinggi
dibandingkan risiko penularan di negara maju sekitar 14%-26%. Risiko infeksi penularan
terbanyak terjadi saat persalinan sebesar 18%, di dalam kandungan 6% dan pasca
persalinan sebesar 4%.4
Penularan di dalam kandungan didiagnosis jika pemeriksaan virologis negatif
dalam 48 jam pertama setelah kelahiran, selanjutnya tes minggu pertama menjadi posItif
dan bayi tidak menyusui Ibu. Selama persalinan bayi dapat tercemar darah atau cairan
servikovaginal ibu yang mengandung HIV melalui paparan trakeobronkial atau tertelan
pada saat janin berada dijalan lahir.4
Besarnya paparan pada jalan lahir sangat dipengaruhi oleh :4
Kadar HIV pada cairan vagina ibu
Cara persalinan
Perlukaan pada dinding vagina
Infeksi cairan ketuban

KPD
Persalinan prematur
Penggunaan vakum atau forsep
Ketuban pecah lebih dari 4 jam sebelum persalinan akan meningkatkan risiko
transmisi antepartum sampai dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4
jam sebelum persalinan.4
ASI diketahui banyak mengandung HIV dalam jumlah cukup banyak. Konsentrasi
median sel pada ibu yang terinfeksi HIV adalah 1 per 10 4 sel. Berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi risiko transmisi HIV melalui ASI antara lain mastitis atau luka di puting
susu, lesi di mukosa mulut bayi, prematuritas dan respon imun bayi. 4,8,9
Beberapa peneliti membuktikan pemberian ASI pada ibu dengan HIV,
meningkatkan transmisi HIV 0,7% pada usia 0 sampai 5 bulan, 0,6% pada usia
6-11 bulan, dan 0,3% pada usia 12-17 bulan.4,8
Penelitian Leroy menyebutkan risiko transmisi HIV melalui ASI diperkirakan
3,2 % anak pertahun.4

Diagnosis
Pemeriksaan standar yang dapat digunakan untuk mendiagnosis HIV seperti
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA) dan analisa Western Blot.4,9
Imunoglobulin G (IgG) tidak dapat dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi di bawah
usia 18 bulan. Hal ini disebabkan karena masih ditemukannya IgG anti HIV ibu yang
melewati plasenta di darah bayi, bahkan kadang hingga usia 24 bulan. Sedangkan IgA
dan IgM anti HIV tidak dapat melalui plasenta sehingga dapat dijadikan konfirmasi

diagnosis bila ditemukan pada bayi. Namun sensitifitas kedua pemeriksaan tersebut
masih sangat rendah.4
Pemeriksaan yang bisa dilakukan pada usia di bawah usia 18 bulan adalah
pemeriksaan kultur HIV, tehnik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi
DNA atau RNA HIV dan deteksi antigen p24. Infeksi HIV pada bayi di bawah 18 bulan
dapat ditegakkan bila dua sampel dari dua kali pemeriksaaan yang berbeda dengan kultur,
DNA HIV atau RNA HIV menunjukkan hasil positif. Infeksi HIV bisa disingkirkan bila 2
macam sampel tes yang berbeda menunjukkan hasil negatif.4,9
Pemeriksaan dengan PCR atau kultur virus dapat dilakukan sejak lahir dan usia
1 atau 2 bulan. Jika dengan PCR kultur virus positif, maka pemeriksaan harus diulang
segera untuk konfirmasi sebelum diagnosis HIV dibuat. Bila hasil PCR atau kultur virus
dilakukan saat lahir dan usia 1-2 bulan tidak menunjukkan hasil positif dan bayi tidak
menunjukkan gejala maka pemeriksaan diulang pada usia 4 bulan.4

PENCEGAHAN
WHO dan PBB merekomendasikan empat kerangka strategi jangka panjang untuk
mencegah transmisi HIV dari ibu ke Janin/bayinya. Adapun ke empat kerangka strategi
tersebut adalah : 8,9,10,11
1. Mencegah infeksi primer HIV
2. Mencegah terjadinya kehamilan pada wanita yang terinfeksi HIV
3. Mencegah transmisi HIV dari wanita yang terinfeksi ke bayinya
4. Memberikan perhatian kepada ibu yang terinfeksi HIV, bayi dan keluarganya.

A. Kerangka 1. Mencegah infeksi primer HIV dengan cara8 :


Melakukan intervensi terhadap perubahan pola hidup.
Memperbaiki penanganan penularan infeksi secara seksual
Memastikan keamanan persediaan darah
Memperhatikan faktor-faktor konstitusional yang memudahkan seorang wanita
terinfeksi HIV (cth: masalah ekonomi, pendidikan, dll)
Pencegahan HIV pada wanita, terutama pada wanita muda dan pasangannya
adalah jalan yang terbaik untuk menjamin bahwa penularan sekunder ke bayi tidak
terjadi. Mayoritas infeksi HIV di seluruh dunia terjadi pada penduduk muda yang berusia
10-24 tahun. Diantara kelompok ini anak perempuan dan wanita muda tercatat paling
banyak mendapat infeksi baru dan mayoritas wanita yang memeriksakan kehamilannya
pada klinik MCH (Maternal and child health) berusia 15-24 tahun.8
Cara lain dalam pencegahan primer infeksi HIV adalah intervensi dengan skala luas
terhadap sexual transmitted infection (STI). Seperti diketahui bahwa STI memiliki
hubungan terhadap faktor resiko terjadinya infeksi HIV.8
Di Thailand prevalensi HIV yang sebelumnya tinggi menjadi berkurang dengan
penanganan STI melalui pengobatan dan promosi pemakaian kondom terhadap pekerjapekerja seksual.8

B. Kerangka 2. Mencegah terjadinya kehamilan pada wanita yang terinfeksi HIV 8:


Memberikan informasi tentang KB dan konseling untuk membantu dalam
pengambilan keputusan
Mengintegrasikan pelayanan kontrasepsi pada konseling sukarela

Memperkuat hubungan antara FP (Family Planning)dan pelayanan HIV


Menjamin akses FP (Family Planning) ke pilihan yang aman.
Upaya PMTCT (Prevention of mother-to-child transmission) berfokus hampir
semata-mata pada pencegahan transmisi dari wanita hamil yang positif menderita HIV.
Pendekatan ini diambil sebagai akibat tidak berhasilnya penggunan kontrasepsi dalam hal
menurunkan MTCT (Mother-to-child transmission) dalam mencegah kehamilan pada
wanita yang positif terinfeksi HIV. Karena kehamilan yang tidak diharapkan berjumlah
lebih dari 50% pada semua kelahiran dibeberapa negara, kontrasepsi merupakan hal yang
potensial untuk mencegah ribuan transmisi vertikal HIV.8

C. Kerangka 3. Mencegah Transmisi HIV dari wanita yang terinfeksi ke bayinya :8


Melakukan intervensi untuk menurunkan penularan selama kehamilan, persalinan dan
kelahiran.
Melakukan intervensi untuk menurunkan penularan melalui menyusui (tidak
menyusui bayinya).
Penelitian dan pengalaman yang telah terbukti aman, dapat dikerjakan dengan
mudah dan efektif untuk menurunkan transmisi HIV dari wanita hamil yang terinfeksi ke
bayi adalah dengan cara 8:

Kemoprofilaksis antiretrovirus

Praktek obstetri yang aman

Konseling pemberian makanan pada bayi.

Meskipun demikian, untuk keberhasilan dari intervensi ini, wanita hamil yang
terinfeksi HIV harus melakukan ANC dan atau pelayanan maternal dan dia harus
memiliki akses konseling dan pelayanan tes HIV.8
Dua pendekatan utama pada konseling dan tes HIV pada ANC yaitu : Opt-in dan
Opt-out.8,10
1. Yang dimaksud dengan optimal-in (Opt-in) yaitu testing HIV yang ditujukan pada
wanita hamil sebagai intervensi terpisah dari pelayanan ANC rutin dan harus
bersedia untuk mendapat tes ini.
2. Sedangkan optimal-out (Opt-out) yaitu testing HIV merupakan bagian dari
pelayanan ANC rutin dan harus dilakukan kecuali wanita tersebut menolak.

Kemoprofilaksis antiretroviral pada PMTCT


Beberapa penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan keberhasilan
pemberian obat antiretroviral pada wanita selama hamil, persalinan dan kelahiran dan
pada bayi setelah kelahiran secara signifikan menurunkan risiko MTCT.8,10
Obat antiretroviral seperti Zidovudine (ZDV), Lamivudine (3TC) dan Niverapine (NVP)
telah diuji coba dan aman serta efektif saat digunakan tersendiri (ZDV atau NVP) atau
dikombinasikan (ZDV+3TC, ZDV+NVP atau ZDV+3TC+NVP). Banyak protokol yang
aman dan efektif tapi keberhasilannya tergantung dari kecepatan wanita tersebut
ditemukan pada pemeriksaan kehamilannya.8,9,10
Dikenal beberapa protokol pengobatan antiretroviral antara lain :
Protokol 076 dari Pediatric AIDS Clinical Trials Group (PACTG) tahun 1994.

Protokol ini memberikan Zidovudine (ZDV) oral 100 mg 5 kali sehari pada
kehamilan 14-34 minggu dan diteruskan selama kehamilan, pada saat persalinan
diberikan ZDV intravena 2 mg/kgBB dalam periode 1 jam pertama, kemudian
dilanjutkan dengan pemberian infus ZDV 1 mg/kgBB/jam sampai melahirkan dan
pemberian oral 2 mg/kgBB/6 jam ZDV pada bayi selama 6 minggu setelah
kelahiran, menurunkan MTCT 23%.8,12,13
Di Thailand (RETRO-CI trial) dan Burkina Faso (DITRAME trial) memberikan
oral ZDV 300 mg 2 kali sehari pada 4 minggu terakhir masa kehamilan tanpa
memberikan antiretroviral pada bayi yang dilahirkan. Hasilnya terjadi transmisi
9% pada 6 minggu, 16,5% setelah 3 bulan. Beberapa variasi lain protokol ini
memberikan ZDV pada bayi selama 1 minggu setelah kelahiran.8,13
Protokol HIVNET 012 yang dipakai di Uganda memberikan 200 mg oral NVP
pada saat persalinan dan 2 mg/kgBB oral pada bayi 48-72 jam setelah dilahirkan.
Regimen ini mengurangi transmisi hampir 50% dibandingkan pemberian singkat
oral ZDV pada wanita saat persalinan dan pada bayi 1 minggu setelah
dilahirkan.8,13
Protokol PETRA-B. Protokol ini memberikan ZDV-3TC pada :8,13

antepartum : ZDV (300 mg 2x/hr) + (3TC (150 mg 2x/hr) pada usia


kehamilan 36 minggu sampai saat melahirkan.

Intrapartum : ZDV (300 mg saat persalinan dan setiap 3 jam sampai


melahirkan) + 3TC (150 mg saat persalinan dan setiap 12 jam sampai
melahirkan)

10

Postpartum : untuk ibu ZDV (300 mg 2x/hari) + 3TC (150 mg 2x/hari)


selama 7 hari,

untuk anak ZDV (4 mg /kgBB/2x/hari) + 3TC

(2mg/kgBB/2x/hari) selama 7 hari.


Keberhasilannya 42% menurunkan transmisi HIV.

Dukungan dan konseling pemberian makanan pada bayi


Transmisi HIV postnatal melalui ASI pertama kali dilaporkan tahun 1985.
Diperkirakan 15-20% dari MTCT terjadi melalui pemberian ASI, dan akan terus
meningkat sampai 29% jika terjadi infeksi maternal yang baru.8
Penghentian pemberian ASI pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang terinfeksi HIV
merupakan satu-satunya jalan untuk mencegah trasmisi HIV postnatal.8
Hasil penelitian di Kenya menyatakan bahwa ibu yang terinfeksi HIV yang
menyusui mengalami mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak menyusui. 8

Praktek obstetri yang aman


Beberapa intervensi obstetrik dipercayai atau terbukti menurunkan MTCT
termasuk diantaranya adalah 8,14 :
Seksio sesarea elektif
Pembilasan vagina dengan larutan chlorhexidine
Memperpendek waktu antara pecahnya ketuban dan persalinan
Menghindari episiotomi yang tidak perlu
Menghindari pemakaian suction dan prosedur invasif lainnya dan
Pengeringan sekresi maternal dan darah pada bayi baru lahir.

11

Analisis beberapa penelitian pada negara-negara industri menunjukkan bahwa seksio


sesarea elektif menurunkan transmisi HIV, meskipun demikian manfaat seksio sesarea
akan menghilang jika dilakukan setelah persalinan dimulai.
Seksio sesarea tidak memberikan keuntungan tambahan pada ibu dengan muatan
virus (viral loads) < 1000 /ml dan CD4 > 500/l.8
Penelitian yang dilakukan di Malawi mengenai pembilasan vagina dengan
chlorhexidine dilaporkan menurunkan MTCT, hal ini berlaku hanya pada ketuban
pecah lebih dari 4 jam. Disinfeksi vagina juga memeperlihatkan penurunan
morbiditas dan mortalitas bayi yang dilahirkan. Studi retrospektif memperlihatkan
bahwa mengurangi waktu pecahnya ketuban dengan persalinan menurunkan MTCT.8

D. Kerangka 4. Memberikan perhatian kepada ibu yang terinfeksi HIV, bayi dan
keluarganya.8

Menjamin penapisan untuk profilaksis dan penanganan infeksi oportunistik

Memberikan pengobatan antiretroviral

Memberikan perhatian terhadap nutrisi dan pelayanan pendukungnya

Memberikan konseling seksual dan kesehatan reproduksi, termasuk pelayanan KB

Memberikan pelayanan penanganan gejala awal dan terminal

Memberikan pelayanan kesehatan mental dan dukungan pelayanan psikologi

Memberikan dukungan sosial

Selain hal-hal tersebut diatas maka perlu pula dilakukan skrining pada ibu hamil
risiko tinggi seperti skema dibawah ini 15
12

SKRINING HIV BAGI IBU HAMIL RISIKO TINGGI


PMS
Pasangan sex risiko tinggi
Pasangan sex > 1
Pengguna Narkoba

Konseling sebelum & sesudah tes

Ibu Hamil HIV (+)

Pemeriksaan fisis
Pemeriksaan Laboratorium

Asuhan Antenatal:
Frekuensi sesuai usia kehamilan
Konseling, motivasi, pemberian TAR, evaluasi
status HIV, PMS Inf. Oportunistik
TAR : ZDV + 3TC + Nevirapine mulai usia
kehamilan 14 minggu.
Evaluasi Fungsi hati, CD4, VL setiap 6 bulan

Usia kehamilan 36 mgg

Tidak mampu periksa CD4, VL


Kepatuhan diragukan

VL > 1000/ml

VL tidak terukur
Persalinan pervaginam

SC elektif pada usia kehamilan 38 mgg

13

Pemberian ART intrapartum :


ZDV iv 2 mg/kgBB sebagai dosis inisial diberikan selama 1 jam dilanjutkan 1 mg /kgBB/jam sampai
melahirkan. Pemberian minimal 3 jam sebelum partus atau niverapine 200 mg dosis tunggal.
Post partum :
ZDV oral sirup 2 mg/kgBB/dosis setiap 6 jam selama seminggu mulai saat usia 8-12 jam. Dosis ZDV
untuk bayi yang tidak toleransi terhadap pemberian oral adalah 1,5 mg/kgBB setiap 6 jam.
Monitoring status HIV, CD4, VL
Bayi diberikan PASI
Konseling alat kontrasepsi, perawatan bayi.

Ringkasan

Lebih dari 90% dari 2,5 juta anak-anak yang menderita HIV melalui ibunya
(MTCT). Mereka dapat terinfeksi pada saat kehamilan, persalinan , post partum, atau
melalui ASI. Tanpa intervensi untuk mencegah penularan dari ibu ke bayinya, dilaporkan
terjadi peningkatan MTCT 25-45% pada negara berkembang dan 15-25% pada negara
industri.
Adapun intervensi PMTCT adalah mengharuskan tes HIV sebagai bagian dari ANC,
pemberian kombinasi regimen obat antiretroviral, seksio sesarea elektif dan pembatasan
pemberian ASI hal-hal tersebut diatas terbukti dapat menurunkan angka MTCT.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. ------, HIV/AIDS. Available from : http://www.fpnotebook.com/HIV51.htm.
Accessed March 18th, 2006
2. Cunningham FG, Gant NF, Lereno KJ, Gilstrap III LC, Hanth JC, Wenstrom KD.
Editors. Infection. In : William obstetric. 21

st

ed. New York: Mc Graw-Hill;

2001.p.1498-1504
3. Beers MH, Berkow R. Human immunodeficiency virus infection. In: The Merck
Manual of Diagnosis and Theraphy. 17

th

ed. West Point: Merck and co;1999.

p.1312-23
4. Judarwanto

W.

HIV

Mengancam

anak

Indonesia.

Available

from

Http://www.depkes.com. Accessed March 18th,2006


5. ------,

Statistik

kasus

HIV/AIDS

di

Indonesia.

Available

from:

http://www.lp3y.org/content/AIDS/Sti.htm. Accessed Juli 24fh ,2006


6. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat RI. Jumlah kasus
HIV/AIDS

di

Sul-Sul.

Available

from:

http://menkokesra.go.id/content/view/1044/39/. Accessed Juli 24 fh 2006


7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia kerjasama dengan The Ford
Foundation dan studio Drya Media. AIDS dan penanganannya.1997.p.17-25.

15

8. ------, Preventing mother-to-child transmission of HIV. Available from:


http://www.fhi.org. Accessed March 17th, 2006.
9. ------, Preventing mother-to-child transmission of HIV. Available from:
http://www.who.int/hiv/pub/mtct/en/strategicApproachesE.pdf. Accessed March
20nd, 2006.
10. ------, Reducing HIV Transmission from HIV-positif women to their infant.
Available from: http://www.fhi.org. Accessed March 17th, 2006
11. Best K. Family Planning and the Prevention of mother-to-child transmission of
HIV. Available from: http://www.fhi.org. Accessed March 17 th,2006
12. Peckham C,MD, Gibb D, MD. Mother-to-Child Transmission of the human
immunodeficiency virus. Available from: http://www.nejm.org. Accessed Juni
21st,2006
13. Peiperl L MD. Antiretroviral Treatment to reduce Mother-to-Child Transmission
of

HIV.

Available

from:

http://www.hivinsite.com/insite.jps?

page=kbr.07.02.03&doe=3098.00098#i. Accessed Juli 24th,2006


14. Hafkin JS, Ferris MG. Prevention of Mother-to-child Transmission of HIV:
Progress and Challenges. Available from: http://www.medscape.com. Accessed
February 2nd 2006
15. Wibowo N. Pencegahan Transmisi HIV Maternal ke janin/Bayi. Dalam
Pertemuan Ilmiah Tahunan Feto-Maternal ke-V, Jakarta, 2004.p.150-154.

16

17

You might also like