Professional Documents
Culture Documents
74
dapat dilakukan untuk mereduksi kandungan senyawa organik dalam air limbah
adalah denitrifikasi biologis.
Denitrifikasi biologis merupakan suatu pengolahan air limbah secara
anaerobik
dengan
memanfaatkan
mikroorganisme
seperti
bakteri
untuk
mengoksidasi kandungan bahan organik dalam air limbah (Juszczak et al. 1999).
Penentuan konsentrasi nitrat yang terdapat dalam air limbah merupakan salah satu
faktor penting dalam proses penyisihan COD secara denitrifikasi biologis.
Menurut Nugroho (2010), laju pertumbuhan bakteri pada proses denitrifikasi akan
tergantung pada konsentrasi nitrat yang terdapat dalam air limbah. Gerardi (2003)
melaporkan kebutuhan nitrogen pada pengolahan air limbah secara anaerob adalah
sebesar 3-4% dari kandungan COD air limbah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan nitrat pada
rentang konsentrasi 3-7% dari kandungan COD terhadap penyisihan kadar COD
air limbah tahu secara denitrifikasi biologis. Disamping itu, dilakukan kajian
mengenai lama waktu yang dibutuhkan pada proses seeding dan aklimatisasi
lumpur aktif dan limbah tahu.
Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi ke dalam 3 tahapan yaitu; seeding, aklimatisasi, dan
running. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisis
pendahuluan limbah cair tahu untuk mengetahui karakteristik awal dari limbah.
Adapun parameter-parameter yang dianalisis diantaranya COD, nitrat, TSS, VSS,
pH, dan suhu air limbah tahu.
Seeding
Seeding dilakukan dengan mengambil lumpur aktif yang diperoleh dari unit
pengolah limbah terpadu di PT. SIER Kawasan Industri Rungkut Surabaya.
Lumpur aktif berfungsi sebagai sumber mikroba dalam melakukan penyisihan
COD pada air limbah tahu (Sudiana, 2004). Seeding dilakukan pada reaktor batch
anaerob 20 L dengan volume lumpur aktif sebanyak 15 L. Reaktor dikondisikan
anaerob dengan cara menghembuskan gas nitrogen kedalam reaktor selama 3
menit. Pengamatan nilai VSS dilakukan tiap hari hingga nilai VSS mencapai
75
konsentrasi lebih besar dari 3000 mg/L (Titiresmi, 2007). Peningkatan nilai VSS
menunjukkan telah terjadi peningkatan biomassa mikroorganisme.
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah pengadaptasian mikroorganisme lumpur aktif terhadap air
limbah tahu yang akan diolah. Aklimatisasi dilakukan dengan cara mencampurkan
lumpur aktif dengan limbah tahu pada reaktor batch anaerob kapasitas 20 L.
Pengkondisian anaerob dilakukan dengan cara menghembuskan gas nitrogen
kedalam reaktor selama 3 menit. Perbandingan volume lumpur aktif dengan air
limbah tahu yang dicampurkan adalah 30% : 70% (Wijaya dkk., 2012).
Selanjutnya dilakukan pengamatan kadar COD air limbah tahu dalam kurun
waktu 2 minggu. Akhir dari proses ini adalah konsentrasi COD menjadi stabil
dengan efisiensi penyisihan diatas 50% (Titiresmi, 2007).
Running
Proses running dilakukan selama 4 hari pada reaktor batch anaerob volume 1
L dengan melakukan variasi percobaan konsentrasi nitrat. Variasi konsentasi nitrat
yang digunakan adalah 3, 5, dan 7% dari kandungan COD limbah tahu.
Penambahan nitrat dilakukan dengan menggunakan KNO3 sebagai sumber nitrat
(NO3-N) (Estuardo et al., 2008; Nugroho, 2003). Kondisi anaerob dilakukan
dengan cara menghembuskan gas nitrogen ke dalam reaktor selama 3 menit
(Estuardo et al., 2008). Perbandingan lumpur aktif dengan air limbah yang
dimasukkan ke dalam reaktor adalah 1:3 (Sani, 2006). Sehingga untuk volume
total 800 mL, diperlukan campuran air limbah 600 mL dan lumpur aktif 200 mL.
Desain reaktor running ditunjukkan pada Gambar 1. Pengambilan sampel untuk
analisis kandungan COD, nitrat, VSS, pH, dan suhu dilakukan pada hari ke- 1, 2,
3, 4 secara triplo dengan menyamakan jam pengambilan sampel (Herlambang dan
Marsidi, 2003).
76
P
a
Hari Ke- 0
Gambar
2dapat
Hari Ke- 1
Hari Ke- 2
Hari Ke- 3
terlihat bahwa konsentrasi TSS pada lumpur aktif selalu sejalan dan lebih tinggi
dari konsentrasi VSS. Hal itu dikarenakan nilai VSS merupakan bagian material
organik dari nilai TSS yang berisi nutrien, mikroba hidup, dan sisa sel (Nelson
dan Lawrence, 1980). Untuk konsentrasi awal VSS dan TSS pada lumpur aktif
77
diperoleh sebesar 11760 mg/L dan 16421 mg/L. Pada hari ke-2 terjadi kenaikan
konsentrasi VSS lumpur aktif menjadi 7.515 mg/L dan konsentrasi TSS menjadi
10603,33 mg/L. Kenaikan tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan
biomassa mikroba anaerob maupun fakultatif.
Selanjutnya pada hari ke-3 konsentrasi VSS terus mengalami kenaikan
menjadi 8885 mg/L dan konsentrasi TSS menjadi 12158,33 mg/L. Menurut
Soeparno (1992) dalam Sakinah (2013) menyatakan bahwa semakin lama dibibit,
maka beban mikroba semakin meningkat yang disebabkan sel mikroba mengalami
pembelahan atau perkembangbiakan. Berdasarkan hasil tahap seeding dapat
diketahui bahwa lama waktu yang dibutuhkan pada proses seeding adalah 3 hari.
Lama Waktu Aklimatisasi
Nilai pH pada tahap aklimatisasi relatif stabil pada nilai 5. Hal ini dikarenakan
limbah cair tahu merupakan jenis limbah yang bersifat asam dikarenakan adanya
penambahan asam cuka selama proses produksi tahu. Menurut Pohan (2008), nilai
pH optimum untuk pertumbuhan mikroba anaerobik berada pada rentang 6,5-7,5.
Tidak adanya perubahan nilai pH selama masa aklimatisasi tidak mempengaruhi
kinerja mikroba dalam mendegradasi bahan organik limbah tahu. Hal ini ditandai
dengan besarnya penurunan nilai COD selama masa aklimatisasi. Suhu limbah
selama proses aklimatisasi berada pada rentang 27-31 C. Menurut Naidoo (1999)
tingginya nilai suhu awal tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan mikroba
denitrifikasi dimana rentang suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri denitrifikasi
adalah 27-35 C.
Konsentrasi awal COD selama proses aklimatisasi adalah sebesar 4173,87
mg/L. Selanjutnya pada hari ke-1 terjadi penurunan nilai COD menjadi 1749,6
mg/L. Adanya penurunan nilai COD menunjukkan bahwa mikroba telah
melakukan proses degradasi bahan-bahan organik pada limbah cair tahu. Pada
proses degradasi bahan organik mikroba akan menguraikan senyawa-senyawa
kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi senyawa sederhana dan
selanjutnya menghasilkan produk akhir berupa CH4, N2, CO2, H2O, dan biomassa
baru (Ikbal dan Nugroho, 2005). Selanjutnya pada hari ke-2 konsentrasi COD
78
terus menurun menjadi 1192,53 mg/L. Konsentrasi COD dan efisiensi penyisihan
COD selama proses aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Hari Ke- 0
Hasil
pengukuran
Hari Ke- 1
Hari Ke- 2
efisiensi
penyisihan COD menunjukkan bahwa dalam waktu 2 hari, mikroba pada proses
aklimatisasi telah mampu melakukan penyisihan COD diatas 50%. Hal tersebut
disebabkan oleh tingginya kandungan biomassa awal yang terdapat pada limbah
tahu yang ditandai dengan konsentrasi VSS sebesar 3046,67 mg/L. Kandungan
biomassa yang tinggi menyebabkan adanya efisiensi penyisihan COD sebesar
58,08% pada hari ke-1. Selanjutnya pada hari ke-2 persentase penyisihan COD
mengalami kenaikan sebesar 13,35% menjadi 71,43%. Kecilnya kenaikan
persentase penyisihan COD pada hari ke-2 dikarenakan terjadi penurunan nilai
79
VSS pada hari-1 menjadi 1.310 mg/L. Penurunan nilai VSS menunjukkan bahwa
jumlah mikroba yang mampu mendegradasi bahan organik pada hari-1 lebih
sedikit dibandingkan dengan hari ke-0. Konsentrasi VSS pada masa aklimatisasi
ditunjukkan pada Gambar 3.
Efisiensi Penyisihan COD Pada Berbagai Variasi Konsentrasi Nitrat
Nilai pH selama proses running berada pada rentang 5-6. Menurut Naidoo
(1999) nilai pH optimum pada proses denitrifikasi berada pada nilai 7,3
Meskipun demikian, proses denitrifikasi tetap terjadi pada pH diatas dan dibawah
7,3 tetapi terjadi perbedaan konversi akhir nitrat yang dihasilkan. Suhu selama
proses running berada pada rentang 27-28 C. Menurut Naidoo (1999) rentang
suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri denitrifikasi adalah 27-35 C.
Gambar 5 menunjukkan kemampuan tiap perlakuan dalam menurunkan
konsentrasi COD dinyatakan dalam persen efisiensi. Pada hari ke-1 tingkat
efisiensi proses running dalam menurunkan kadar COD yaitu sebesar 35,36%
untuk kontrol, 39,09% untuk perlakuan nitrat 3%, 41,01% untuk perlakuan nitrat
5%, dan 43,47% untuk perlakuan nitrat 7%. Pada hari ke-2 efisiensi penyisihan
meningkat untuk setiap perlakuan yaitu sebesar 37,63% untuk kontrol, 43,54%
untuk perlakuan nitrat 3%, 45,45% untuk perlakuan nitrat 5%, dan 47,2% untuk
perlakuan nitrat 7%. Pada hari ke-3 efisiensi penyisihan COD terus mengalami
peningkatan menjadi 53,81% untuk kontrol, 55,09% untuk perlakuan nitrat 3%,
56,87% untuk perlakuan nitrat 5%, dan 60,68% untuk perlakuan nitrat 7%.
Efisiensi penyisihan maksimum yang dapat dicapai tiap perlakuan pada hari ke-4
adalah 61,51% untuk kontrol, 64,07% untuk perlakuan nitrat 3%, 65,75% untuk
perlakuan nitrat 5%, dan 67,02% untuk perlakuan nitrat 7%. Konsentrasi COD
terendah yang dapat dicapai adalah pada perlakuan nitrat 7% yaitu sebesar 998,4
mg/L.
Pada Gambar 5 terlihat bahwa secara umum efisiensi reduksi COD semakin
meningkat dengan bertambahnya lama waktu tinggal. Peningkatan efisiensi
penyisihan COD secara siginifikan terjadi pada hari ke -1 dan selanjutnya pada
hari ke-2 sampai hari ke-4 peningkatan efisiensi penyisihan relatif kecil. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada saat awal, keaktifan mikroba masih cukup besar
80
karena tempat kontak antara mikroba dengan limbah cair tersedia cukup banyak,
sedangkan setelah hari ke-1 mikroba mulai saling bertumpuk sedemikian rupa
sehingga menghambat kontak antar mikroba dan limbah cair. Dengan demikian
persentase penurunan COD menjadi relatif kecil, dimana jumlah bakteri yang mati
dan tumbuh mulai berimbang dan tercapai kestabilan. Pada saat terjadi penurunan
reduksi COD disebabkan jumlah kematian lebih besar dari jumlah pertumbuhan
bakteri (Pohan, 2008).
Hari Ke- 0 Hari Ke- 1 Hari Ke- 2 Hari Ke- 3 Hari Ke- 4
81
transport elektron seperti O2, CO2, NO3, dan SO4. Adanya perbedaan akseptor
elektron yang digunakan akan berdampak terhadap jumlah energi atau ATP
(Adenosin Trifosfat) yang dihasilkan dari proses respirasi oleh mikroba (Sawyer
et al., 2003). Perbedaan jumlah energi yang dihasilkan secara tidak langsung juga
akan berpengaruh terhadap aktivitas dan pertumbuhan dari mikroba tersebut.
82
83