You are on page 1of 11

73

PENGARUH PENAMBAHAN NITRAT TERHADAP PENYISIHAN


KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND PADA PENGOLAHAN AIR
LIMBAH TAHU SECARA DENITRIFIKASI BIOLOGIS
Hairul Amin, Sucipto Hariyanto, dan Nur Indradewi Oktavitri
Program Studi S-1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRACT
The research was conducted to determine the effect of various concentrations of
nitrate on reduction of COD content of Tofu wastewater. The research also
examined the length of time it takes for the seeding and acclimatization processes
of activated sludge in Tofu wastewater. The research was conducted in anaerobic
batch reactor consisting of three phases; seeding, acclimatization, and running.
Seeding is done by using activated sludge as a source of exogenous microbes. VSS
concentration above 3000 mg/L is used as an indicator of the success of the
seeding process. Acclimatization is done by mixing activated sludge and
wastewater with a ratio 30% : 70%. The success of the acclimatization process is
indicated by the COD removal above 50%. Running process is done by using a
variation of the nitrate concentration of 3%, 5%, and 7% of the COD content of
Tofu wastewater. The results showed that the time required for the seeding process
was 3 days, while the time required for the process of acclimatization was 2 days.
Furthermore, the results showed that there is a relationship between the
concentration of nitrate and COD removal efficiency. Nitrate concentrations do
best in COD removal was 7 % with COD removal efficiency was 67%. While the
highest COD removal efficiency generated by the nitrate concentration of 3% and
5%, respectively 64% and 65%.
Keywords: COD, Nitrate, activated sludge, wastewater, denitrification.
Pendahuluan
Air limbah industri tahu memiliki kadar COD (Chemical Oxygen Demand)
antara 1940-4800 mg/L, BOD (Biological Oxygen Demand) antara 1070-2600
mg/L, padatan tidak larut antara 2100-3800 mg/L, Total fosfat antara 3,94-4,28
mg/L dan pH antara 4,1-5,7 (Damayanti dkk., 2004). Kandungan bahan organik
yang tinggi pada air limbah tahu akan menyebabkan pencemaran terhadap
lingkungan jika tidak dilakukan pengolahan. Salah satu metode pengolahan yang

74

dapat dilakukan untuk mereduksi kandungan senyawa organik dalam air limbah
adalah denitrifikasi biologis.
Denitrifikasi biologis merupakan suatu pengolahan air limbah secara
anaerobik

dengan

memanfaatkan

mikroorganisme

seperti

bakteri

untuk

mengoksidasi kandungan bahan organik dalam air limbah (Juszczak et al. 1999).
Penentuan konsentrasi nitrat yang terdapat dalam air limbah merupakan salah satu
faktor penting dalam proses penyisihan COD secara denitrifikasi biologis.
Menurut Nugroho (2010), laju pertumbuhan bakteri pada proses denitrifikasi akan
tergantung pada konsentrasi nitrat yang terdapat dalam air limbah. Gerardi (2003)
melaporkan kebutuhan nitrogen pada pengolahan air limbah secara anaerob adalah
sebesar 3-4% dari kandungan COD air limbah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan nitrat pada
rentang konsentrasi 3-7% dari kandungan COD terhadap penyisihan kadar COD
air limbah tahu secara denitrifikasi biologis. Disamping itu, dilakukan kajian
mengenai lama waktu yang dibutuhkan pada proses seeding dan aklimatisasi
lumpur aktif dan limbah tahu.
Metode Penelitian
Penelitian ini terbagi ke dalam 3 tahapan yaitu; seeding, aklimatisasi, dan
running. Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisis
pendahuluan limbah cair tahu untuk mengetahui karakteristik awal dari limbah.
Adapun parameter-parameter yang dianalisis diantaranya COD, nitrat, TSS, VSS,
pH, dan suhu air limbah tahu.
Seeding
Seeding dilakukan dengan mengambil lumpur aktif yang diperoleh dari unit
pengolah limbah terpadu di PT. SIER Kawasan Industri Rungkut Surabaya.
Lumpur aktif berfungsi sebagai sumber mikroba dalam melakukan penyisihan
COD pada air limbah tahu (Sudiana, 2004). Seeding dilakukan pada reaktor batch
anaerob 20 L dengan volume lumpur aktif sebanyak 15 L. Reaktor dikondisikan
anaerob dengan cara menghembuskan gas nitrogen kedalam reaktor selama 3
menit. Pengamatan nilai VSS dilakukan tiap hari hingga nilai VSS mencapai

75

konsentrasi lebih besar dari 3000 mg/L (Titiresmi, 2007). Peningkatan nilai VSS
menunjukkan telah terjadi peningkatan biomassa mikroorganisme.
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah pengadaptasian mikroorganisme lumpur aktif terhadap air
limbah tahu yang akan diolah. Aklimatisasi dilakukan dengan cara mencampurkan
lumpur aktif dengan limbah tahu pada reaktor batch anaerob kapasitas 20 L.
Pengkondisian anaerob dilakukan dengan cara menghembuskan gas nitrogen
kedalam reaktor selama 3 menit. Perbandingan volume lumpur aktif dengan air
limbah tahu yang dicampurkan adalah 30% : 70% (Wijaya dkk., 2012).
Selanjutnya dilakukan pengamatan kadar COD air limbah tahu dalam kurun
waktu 2 minggu. Akhir dari proses ini adalah konsentrasi COD menjadi stabil
dengan efisiensi penyisihan diatas 50% (Titiresmi, 2007).
Running
Proses running dilakukan selama 4 hari pada reaktor batch anaerob volume 1
L dengan melakukan variasi percobaan konsentrasi nitrat. Variasi konsentasi nitrat
yang digunakan adalah 3, 5, dan 7% dari kandungan COD limbah tahu.
Penambahan nitrat dilakukan dengan menggunakan KNO3 sebagai sumber nitrat
(NO3-N) (Estuardo et al., 2008; Nugroho, 2003). Kondisi anaerob dilakukan
dengan cara menghembuskan gas nitrogen ke dalam reaktor selama 3 menit
(Estuardo et al., 2008). Perbandingan lumpur aktif dengan air limbah yang
dimasukkan ke dalam reaktor adalah 1:3 (Sani, 2006). Sehingga untuk volume
total 800 mL, diperlukan campuran air limbah 600 mL dan lumpur aktif 200 mL.
Desain reaktor running ditunjukkan pada Gambar 1. Pengambilan sampel untuk
analisis kandungan COD, nitrat, VSS, pH, dan suhu dilakukan pada hari ke- 1, 2,
3, 4 secara triplo dengan menyamakan jam pengambilan sampel (Herlambang dan
Marsidi, 2003).

76

Hasil dan Pembahasan


Lama Waktu Seeding
pH merupakan ukuran tingkat keasaman dalam suatu air limbah, yang
berpengaruh besar pada pertumbuhan mikroba di dalam air. Nilai pH lumpur aktif
selama proses seeding berada pada kisaran rentang pH 6-7. Pertumbuhan mikroba
dalam suatu reaktor anaerob dapat tumbuh dengan baik, apabila memiliki kisaran
nilai pH pada rentang 6,5 7,5 (Abdurrahman, 2006). Suhu pada proses seeding
berada pada kisaran 2830 oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu selama seeding
telah sesuai dengan kriteria suhu yang dipersyaratkan, dimana mikroba
denitrifikasi dapat tumbuh optimal pada suhu 27-35 oC (Naidoo, 1999). Seeding
dinyatakan selesai ketika nilai VSS pada lumpur aktif berada diatas 3000 mg/L.
VSS merupakan parameter yang menggambarkan besar biomassa yang terdapat
pada lumpur aktif. (Titiresmi, 2007). Konsentrasi VSS dan TSS selama proses
seeding ditunjukkan pada Gambar 2.

P
a

Hari Ke- 0

Gambar
2dapat

Hari Ke- 1

Hari Ke- 2

Hari Ke- 3

Gambar 2 Konsentrasi TSS dan VSS Selama Masa Seeding

terlihat bahwa konsentrasi TSS pada lumpur aktif selalu sejalan dan lebih tinggi
dari konsentrasi VSS. Hal itu dikarenakan nilai VSS merupakan bagian material
organik dari nilai TSS yang berisi nutrien, mikroba hidup, dan sisa sel (Nelson
dan Lawrence, 1980). Untuk konsentrasi awal VSS dan TSS pada lumpur aktif

77

diperoleh sebesar 11760 mg/L dan 16421 mg/L. Pada hari ke-2 terjadi kenaikan
konsentrasi VSS lumpur aktif menjadi 7.515 mg/L dan konsentrasi TSS menjadi
10603,33 mg/L. Kenaikan tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan
biomassa mikroba anaerob maupun fakultatif.
Selanjutnya pada hari ke-3 konsentrasi VSS terus mengalami kenaikan
menjadi 8885 mg/L dan konsentrasi TSS menjadi 12158,33 mg/L. Menurut
Soeparno (1992) dalam Sakinah (2013) menyatakan bahwa semakin lama dibibit,
maka beban mikroba semakin meningkat yang disebabkan sel mikroba mengalami
pembelahan atau perkembangbiakan. Berdasarkan hasil tahap seeding dapat
diketahui bahwa lama waktu yang dibutuhkan pada proses seeding adalah 3 hari.
Lama Waktu Aklimatisasi
Nilai pH pada tahap aklimatisasi relatif stabil pada nilai 5. Hal ini dikarenakan
limbah cair tahu merupakan jenis limbah yang bersifat asam dikarenakan adanya
penambahan asam cuka selama proses produksi tahu. Menurut Pohan (2008), nilai
pH optimum untuk pertumbuhan mikroba anaerobik berada pada rentang 6,5-7,5.
Tidak adanya perubahan nilai pH selama masa aklimatisasi tidak mempengaruhi
kinerja mikroba dalam mendegradasi bahan organik limbah tahu. Hal ini ditandai
dengan besarnya penurunan nilai COD selama masa aklimatisasi. Suhu limbah
selama proses aklimatisasi berada pada rentang 27-31 C. Menurut Naidoo (1999)
tingginya nilai suhu awal tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan mikroba
denitrifikasi dimana rentang suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri denitrifikasi
adalah 27-35 C.
Konsentrasi awal COD selama proses aklimatisasi adalah sebesar 4173,87
mg/L. Selanjutnya pada hari ke-1 terjadi penurunan nilai COD menjadi 1749,6
mg/L. Adanya penurunan nilai COD menunjukkan bahwa mikroba telah
melakukan proses degradasi bahan-bahan organik pada limbah cair tahu. Pada
proses degradasi bahan organik mikroba akan menguraikan senyawa-senyawa
kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi senyawa sederhana dan
selanjutnya menghasilkan produk akhir berupa CH4, N2, CO2, H2O, dan biomassa
baru (Ikbal dan Nugroho, 2005). Selanjutnya pada hari ke-2 konsentrasi COD

78

terus menurun menjadi 1192,53 mg/L. Konsentrasi COD dan efisiensi penyisihan
COD selama proses aklimatisasi dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Hari Ke- 0

Hasil

pengukuran

Hari Ke- 1

Hari Ke- 2

Gambar 3 Konsentrasi COD Selama Masa Aklimatisasi

Gambar 4 Efisiensi Penyisihan COD

efisiensi

penyisihan COD menunjukkan bahwa dalam waktu 2 hari, mikroba pada proses
aklimatisasi telah mampu melakukan penyisihan COD diatas 50%. Hal tersebut
disebabkan oleh tingginya kandungan biomassa awal yang terdapat pada limbah
tahu yang ditandai dengan konsentrasi VSS sebesar 3046,67 mg/L. Kandungan
biomassa yang tinggi menyebabkan adanya efisiensi penyisihan COD sebesar
58,08% pada hari ke-1. Selanjutnya pada hari ke-2 persentase penyisihan COD
mengalami kenaikan sebesar 13,35% menjadi 71,43%. Kecilnya kenaikan
persentase penyisihan COD pada hari ke-2 dikarenakan terjadi penurunan nilai

79

VSS pada hari-1 menjadi 1.310 mg/L. Penurunan nilai VSS menunjukkan bahwa
jumlah mikroba yang mampu mendegradasi bahan organik pada hari-1 lebih
sedikit dibandingkan dengan hari ke-0. Konsentrasi VSS pada masa aklimatisasi
ditunjukkan pada Gambar 3.
Efisiensi Penyisihan COD Pada Berbagai Variasi Konsentrasi Nitrat
Nilai pH selama proses running berada pada rentang 5-6. Menurut Naidoo
(1999) nilai pH optimum pada proses denitrifikasi berada pada nilai 7,3
Meskipun demikian, proses denitrifikasi tetap terjadi pada pH diatas dan dibawah
7,3 tetapi terjadi perbedaan konversi akhir nitrat yang dihasilkan. Suhu selama
proses running berada pada rentang 27-28 C. Menurut Naidoo (1999) rentang
suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri denitrifikasi adalah 27-35 C.
Gambar 5 menunjukkan kemampuan tiap perlakuan dalam menurunkan
konsentrasi COD dinyatakan dalam persen efisiensi. Pada hari ke-1 tingkat
efisiensi proses running dalam menurunkan kadar COD yaitu sebesar 35,36%
untuk kontrol, 39,09% untuk perlakuan nitrat 3%, 41,01% untuk perlakuan nitrat
5%, dan 43,47% untuk perlakuan nitrat 7%. Pada hari ke-2 efisiensi penyisihan
meningkat untuk setiap perlakuan yaitu sebesar 37,63% untuk kontrol, 43,54%
untuk perlakuan nitrat 3%, 45,45% untuk perlakuan nitrat 5%, dan 47,2% untuk
perlakuan nitrat 7%. Pada hari ke-3 efisiensi penyisihan COD terus mengalami
peningkatan menjadi 53,81% untuk kontrol, 55,09% untuk perlakuan nitrat 3%,
56,87% untuk perlakuan nitrat 5%, dan 60,68% untuk perlakuan nitrat 7%.
Efisiensi penyisihan maksimum yang dapat dicapai tiap perlakuan pada hari ke-4
adalah 61,51% untuk kontrol, 64,07% untuk perlakuan nitrat 3%, 65,75% untuk
perlakuan nitrat 5%, dan 67,02% untuk perlakuan nitrat 7%. Konsentrasi COD
terendah yang dapat dicapai adalah pada perlakuan nitrat 7% yaitu sebesar 998,4
mg/L.
Pada Gambar 5 terlihat bahwa secara umum efisiensi reduksi COD semakin
meningkat dengan bertambahnya lama waktu tinggal. Peningkatan efisiensi
penyisihan COD secara siginifikan terjadi pada hari ke -1 dan selanjutnya pada
hari ke-2 sampai hari ke-4 peningkatan efisiensi penyisihan relatif kecil. Hal ini
mengindikasikan bahwa pada saat awal, keaktifan mikroba masih cukup besar

80

karena tempat kontak antara mikroba dengan limbah cair tersedia cukup banyak,
sedangkan setelah hari ke-1 mikroba mulai saling bertumpuk sedemikian rupa
sehingga menghambat kontak antar mikroba dan limbah cair. Dengan demikian
persentase penurunan COD menjadi relatif kecil, dimana jumlah bakteri yang mati
dan tumbuh mulai berimbang dan tercapai kestabilan. Pada saat terjadi penurunan
reduksi COD disebabkan jumlah kematian lebih besar dari jumlah pertumbuhan
bakteri (Pohan, 2008).

Hari Ke- 0 Hari Ke- 1 Hari Ke- 2 Hari Ke- 3 Hari Ke- 4

Gambar 5 Efisiensi Penyisihan COD Pada Tahap Running


Gambar 6 menunjukkan laju denitrifikasi limbah tahu. Pada Gambar terlihat
bahwa semakin tinggi konsentrasi nitrat yang ditambahkan, semakin tinggi pula
efisiensi penyisihan COD yang dihasilkan. Adanya pengaruh penambahan nitrat
terhadap proses penyisihan COD disebabkan nitrat berperan dalam proses
respirasi seluler secara anaerob oleh mikroba yaitu sebagai akseptor elektron
terakhir. Respirasi seluler merupakan proses oksidasi bahan organik dimana
bahan-bahan organik dirombak oleh mikroba yang selanjutnya digunakan sebagai
sumber energi untuk aktivitas dan pertumbuhan mikroba tersebut (Campbell dan
Reece, 2008). Proses respirasi seluler terdiri beberapa tahap diantaranya;
glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus asam sitrat, dan transport elektron.
Nitrat sebagai akseptor elektron berperan dalam tahap terakhir yaitu transport
elektron. Terdapat beberapa akseptor elektron yang digunakan dalam tahap

81

transport elektron seperti O2, CO2, NO3, dan SO4. Adanya perbedaan akseptor
elektron yang digunakan akan berdampak terhadap jumlah energi atau ATP
(Adenosin Trifosfat) yang dihasilkan dari proses respirasi oleh mikroba (Sawyer
et al., 2003). Perbedaan jumlah energi yang dihasilkan secara tidak langsung juga
akan berpengaruh terhadap aktivitas dan pertumbuhan dari mikroba tersebut.

Gambar 6 Laju Denitrifikasi Limbah Tahu


Koefisien determinan (R2) sebesar 0,9848 menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang cukup tinggi antara penambahan konsentrasi nitrat dengan penyisihan COD
pada limbah tahu. Konstanta a sebesar 61,749 pada persamaan regresi
menunjukkan jika konsentrasi nitrat yang ditambahkan pada limbah tahu sebesar 0
mg/L maka akan dihasilkan efisiensi penyisihan COD limbah tahu sebesar
61,75%. Sedangkan kontanta b sebesar 0,7843 menunjukkan bahwa tiap
penambahan persen konsentrasi nitrat akan menyebabkan peningkatan efisiensi
penyisihan COD sebesar 0,7843 kali persentase konsentrasi nitrat yang
ditambahkan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan yaitu:
1. Lama waktu tinggal yang dibutuhkan pada proses seeding adalah 3 hari.
2. Lama waktu tinggal yang dibutuhkan pada proses aklimatisasi untuk mencapai
persentase penyisihan COD air limbah tahu diatas 50% adalah 1 hari.

82

3. Efisiensi penyisihan COD tertinggi pada penambahan konsentrasi nitrat 3%,


5% , 7%, dan kontrol berturut-turut sebesar 64,07%, 65,75%, 67,02%, dan
61,51%.
4. Konsentrasi nitrat paling baik dalam melakukan penyisihan COD limbah tahu
adalah pada konsentrasi nitrat 7%.
5. Koefisien determinan laju denitrifikasi pada pengolahan limbah tahu sebesar
0,9848.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, U., 2006. Kinerja Sistem Lumpur Aktif Pada Pengolahan Limbah
Cair Laundry. Tigas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan. Institut Teknologi
Adhi Tama Surabaya. IV 4IV 8.
Campbell, N. A., and Reece, J. B., 2008. Biology Eight Edition. The
Benjamin/Cummings Publishing, California. 179-180.
Damayanti, A., Hermana, J., dan Masduqi, A., 2004. Analsisi resiko lingkungan
dari pengolahan limbah pabrik tahu dengan Kayu Apu (Pistia Stratiotes L.).
Jurnal Protein 5, 151-156.
Estuardo, C., Marti, M. C., Huilinir, C., Lilo, E. A., and Bennewitz, M. R. V.,
2008. Improvement of nitrate and nitrite reduction rates prediction.
Electronic Journal of Biotechnology 11, 1-10.
Gerardi, M. H., 2003. The Microbiology of Anaerobic Digesters. John Wiley and
Sons, US. 51-57.
Herlambang, A., dan Marsidi, R., 2003. Proses denitrifikasi dengan sistem
biofilter untuk pengolahan air limbah yang mengandung nitrat. Jurnal Teknik
Lingkungan 4, 46-55.
Ikbal, dan Nugroho, R., 2005. Pengolahan sludge dengan proses biologi anaerob.
Jurnal Teknik Lingkungan 1, 80-89.
Juszczak, A., Jaskulska, A., Domka, A., dan Walenciak, M., 1999. Reduction of
the content of the carbon, phosphorus, and nitrogen in waste products from
alcohol industry by the method of denitrification. Polish Journal of
Environmental Studies 8, 143-147.
Naidoo, V., 1999. Application of denitrification batch tests. Disertation,
Department of Chemical Engineering University of Natal Durban. 211-218.

83

Nelson, P. O., and Lawrence, A. W. M., 1980. Microbial viability measurements


and activated sludge kinetics. Water Research 14. 217-225.
Nugroho, R., 2003. Pemanfaatan mikroba autotroph dalam pengolahan air limbah
nitrat konsentrasi tinggi. Jurnal Teknik Lingkungan 3, 122-127.
Nugroho, R., 2010. Pengembangan Teknologi untuk Mengolah Senyawa Nitrogen
dalam Air Limbah dengan menggunakan Reaktor Berbahan Isian Batu
Belerang dan Batu Kapur. Laporan Akhir, Kementrian Riset dan Teknologi.
13.
Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter
Aerobik. Tesis, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara. 19-24.
Sakinah, N. M., 2013. Pengaruh Sumber dan Komposisi Lumpur Aktif pada
Proses Aklimatisasi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Skripsi, Prodi
Ilmu dan Teknologi Lingkungan Universitas Airlangga. 24-25.
Sani, E. Y., 2006. Pengolahan Air Limbah Tahu Menggunakan Reaktor Anaerob
Bersekat dan Aerob. Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro. 24.
Sawyer, C. N., McCarty, P. L., and Parkin, G. F., Chemistry for Environmetal
Engineering and Science fifth edition. McGraw-Hill, Singapore. 329-330.
Sudiana, I. M., 2004. Peran komunitas mikroba lumpur aktif dalam perombakan
detergen alkil sulfonat linear dan benzena alkil sulfonat. Berkala Penelitian
Hayati 10, 75-80.
Titiresmi, 2007. Penurunan kadar COD air limbah industri permen dengan
menggunakan reaktor lumpur aktif. Jurnal Teknik Lingkungan 8, 91-96.
Wijaya, D., Hermana, J., dan Wawmadewanthi, I. D. A. A., 2012. Peningkatan
Pengadukan dan Stabilitas Pengendapan dengan Penambahan Serabut Kelapa
pada Sequencing Batch Reaktor pada Limbah Rumah Sakit. Jurnal Ilmiah
Teknik Lingkungan 4, 37-43.

You might also like