Professional Documents
Culture Documents
Definisi..............................................................................................................1
Klasifikasi..........................................................................................................1
Etiologi..............................................................................................................1
Faktor Resiko.....................................................................................................4
Epidemiologi.....................................................................................................4
natomi Ginjal.....................................................................................................4
Fisiologi Ginjal..................................................................................................7
Patofisiologi.......................................................................................................12
Diagnosis...........................................................................................................17
1. Gejala Klinis................................................................................................17
2. Gambaran Laboratorium..............................................................................18
3. Gambaran Radiologis..................................................................................18
4. Biopsi dan pemeriksaan Histopatologi Ginjal.............................................19
J. Komplikasi.........................................................................................................19
K. Penatalaksanaan.................................................................................................19
L. Prognosis...........................................................................................................23
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................................24
BAB IV KASUS..................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
33
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal
mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan
bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan bahan yang tidak diperlukan ke dalam
urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang
dikenal sebagai neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron
terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan
fungsional berkaitan erat.
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.
Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang
komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus
nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang
mengubahnya menjadi urin.
Keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif, lambat, samar dan bersifat
irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di sebut dengan gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik bersifat samar karena hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan
sebelum gangguan fungsi ginjal terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 25% dari
jaringan ginjal sudah cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan eksretorik
ginjal. Namun dengan kurang dari 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, insufisiensi
ginjal akan tampak. (1)
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi
urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah). 6
B. KLASIFIKASI
Deraja
t
1
2
3
4
5
90
60 89
30 59
15 29
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)
C. ETIOLOGI
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes
melitus tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga
menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan
jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi
2
merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak
terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal
kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain
yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-
pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin
renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit
ginjal Diabetes tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit
ginjal
diabetes
non Penyakit
glomerular
(penyakit
autoimun,
infeksi
Penyakit
transplantasi
D. Faktor resiko
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun,
individu dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam
keluarga serta kumpulan populasi yang memiliki angka tinggi diabetes atau
hipertensi seperti African Americans, Hispanic Americans, Asian, Pacific
Islanders, dan American Indians. (4)
E. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden
penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan
angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi
18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di
negara negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 60
kasus perjuta penduduk pertahun. (2)
F. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di
belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas
garis pinggang. Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis,
yang masing masing masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang
menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis. Ginjal mengolah plasma
yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin yang kemudian
mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral (pelvis renalis) yang terletak
pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal. Lalu dari situ urin
disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar
dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena
renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke
sebuah kandung kemih. Kandung kemih ( buli buli) yang menyimpan urin
secara temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan
volumenya disesuaikan dengan mengubah ubah status kontraktil otot polos
di dindingnya. Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar
tubuh melalui sebuah saluran, uretra. Bagian bagian sistem kemih diluar
4
ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar
tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin tidak berubah
pada saat urin mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus :
daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian
dalam yang berupa segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang
secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan
fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
-
Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya
Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam
tubuh yang mendapat darah dari kapiler
Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian kapiler
yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk
memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen
tubulus. Kapiler kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang
akhirnya mengalir ke vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis
cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
-
Kapsula Bowman
Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku)
atau berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan
yang difiltrasi dari kapsula bowman
Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali
ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam kemampuan ginjal
menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.
G. Fisiologi Ginjal
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi
regulatorik dan ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke
dalam kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran
glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang
dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel
gepeng, memiliki lubang lubang dengan banyak pori pori besar atau
fenestra, yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H 2O dan zat
terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di
antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan
struktural, sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil.
Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak
dapat melewati pori pori diatas, pori pori tersebut sebenarnya cukup besar
untuk melewatkan albumin dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein
karena bermuatan sangat negatif akan menolak albumin dan pritein plasma
lain, karena yang terakhir juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein
plasma hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi dan kurang dari 1% molekul
albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita
yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan
memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di
dekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah
filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan
masuk ke dalam lumen kapsula bowman.
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah
tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan
hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan
cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah
glomerulus yang meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus
untuk masuk ke kapsula bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan
merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid
yang melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan
filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan
peningkatan GFR. Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara
tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan
GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis
ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri,
karena tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler
8
glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh
peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap
konstan, maka ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen,
sehingga resistensi terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR
meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali
menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran
darah ke dalam glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan
adalah dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan
sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri
sehingga terjadi perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap
perubahan tekanan darah.
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus
difiltrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat
glomerulus setiap hari untuk GFR rata rata 125 ml/menit pada pria dan 160
liter filtrat per hari dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita.
(2) reabsorpsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam
tubulus (lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem
vena kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan
transport aktif dan pasif karena sel sel tubulus yang berdekatan dihubungkan
oleh tight junction. Glukosa dan asam amino dereabsorpsi seluruhnya
disepanjang tubulus proksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat
hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus
distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali
pada ansa henle pars descendens. H2O, Cl-, dan urea direabsorpsi ke dalam
tubulus proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat zat yang
direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena
molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus
membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
9
berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus.
Dari H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal
dan ansa henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi
di tubulus distal dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif
mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang
bermuatan positif. Jumlah Klorida yang direabsorpsikan ditentukan
oleh kecepatan reabsorpsi Na
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium
difiltrasi
seluruhnya
di
glomerulus,
kemudian
akan
Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan
untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +,
Cl-, K+, HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan
melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O
11
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Samapi pada LFG di bawah 60%, pasien masih belum merasa
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran nafas, maupun
infeksi saluran cerna juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hiponolemia atau hypervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit anatara lain
natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisi atau transplatasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
-
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik
pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi
pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik
ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis
Sesak nafas
disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
13
Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada
gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan
sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.
Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik
adalah
pernapasan
kussmaul
yang
timbul
karena
kebutuhan
untuk
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh
ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
Hiperurikemia
14
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus
ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah
nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi
air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler.
Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa
kram, diare dan muntah.
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat
yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi
dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di
dalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma
tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada
insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga
konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO 4
terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,
rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan
perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi
bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan
dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan
15
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal
sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini
berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,
gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia
pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat
terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke
aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan
16
.
1
Kerusakan ginjal (renal damageI) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG).
Dengan manifestasi :
-
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam
tes pencitraan( imaging test)
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :
Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
uremik
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. (2)
Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a)
a)
elektrokardiogram
(EKG)
dilakukan
untuk
melihat
LFG (ml/mnt)
90
60 - 89
30 59
15 29
15
Komplikasi
Tekanan darah mulai meningkat
- Hiperfosfatemia
- Hipokalcemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosistinemia
- Malnutrisi
- Asidosis Metabolik
- Hyperkalemia
- Dyslipidemia
- Gagal jantung
- Uremia
K. Penatalaksanaan
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Derajatnya
Derajat
1
LFG
90
Reancana Tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi
kormobid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, memperkecil
19
60 - 89
risiko kardiovaskuler
Menghambat pemburukan
3
4
30 - 59
15 - 29
fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti
15
ginjal
Terapi pengganti ginjal
0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35 gr/kg/hr
20
0,8/kg/hari, < 10 g
5 -25
keton
0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan
asam
amino
Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi
(ACE
inhibitor)
disamping
bermanfaat
untuk
Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
21
besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11
12 g/dl.
-
Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
a. Mengatasi hiperfosfatemia
b. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di
saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam
calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi
metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan
yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
c. Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema
dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air
yang masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin.
Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia
dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena
itu, pemberian obat obat yang mengandung kalium dan
22
mengendalikan
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan
adanya uremia ( retensi urea dan sampai nitrogen lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan
23
tipe dan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga tersering
penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan
akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini,
penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti
kelainan saluran cerna (nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan
kulit (urea frost dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram
otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular (hipertensi,
sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun, nokturia, oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit
dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan
fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi
terhadap penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
BAB 1V
CHRONIC RENAL FAILURE
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: DG S
Usia
: 51 Tahun
: PKG labbu
24
Agama
: Islam
: 15-02-2015
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Sesak napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RS Syeh Yusuf dengan keluhan sesak napas sejak kemarin. Pasien
juga mengeluh demam disertai rasa pusing. Pasien juga mengeluh mual dan muntah.
Selain itu, pasien sering mengeluh nyeri pada ulu hati tembus ke belakang, pasien juga
mengeluh nyeri pada perut dan kaki. Buang air kencing dan air besar tidak lancar.
c. Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien mempunyai riwayat hipertensi
d. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
III.
Pemeriksaan Fisis
a. Keadaan Umum
- Sakit sedang
- Composmentis (GCS 15)
- Baik
b. Tanda vital
- Tekanan Darah
: 180 / 100 mmHg
- Nadi
: 84x / menit
- Pernafasan
: 40 x / menit
- Suhu
: 36 0C
Kepala
Simetris : (+)
Deformitas : (-)
Rambut : Kering, Rontok (-)
Konjungtiva Anemis : (-)
Sklera Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Lidah : (-)
Mukosa bibir : Kering
Thorax
Inspeksi :
Posisi Trachea : DBN
dinding thoraks : AP <
transversal
Deformitas thoraks : (-)
Pola nafas : Thoraco-abdominal
Palpasi :
Leher
Deviasi trachea : (-)
Penggunaan Otot bantu
pernafasan : (-)
Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran Kelenjar
thyroid : (-)
DVS : DBN
Jantung
Inspeksi :
Ictus cordis (-)
Voussure cardiaque (-)
Palpasi :
Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas jantung kanan linea
25
KGB : DBN
Nyeri tekan ICS : (-)
Ekspansi Thoraks : DBN
Massa : (-)
Vocal fremitus kanan (-) dan kiri
(-)
Perkusi :
Sonor/Resonan
Pekak pada ICS V
Batas paru-hepar kanan setinggi
sela iga VI
Batas paru-belakang kanan paru
setinggi vertebra thorakal XI
Auskultasi :
Bunyi pernafasan vesikuler
Bunyi pernafasan tambahan
ronkhi(+/+), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi :
Kulit : Lesi (-)
Perut cekung, mengikuti gerakan
pernafasan
Acites (-)
Massa tumor (-)
Palpasi :
Hati, lien dan ginjal tidak teraba
Nyeri tekan abdomen : (-)
Perkusi :
Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+) kesan normal
sternalis kanan
Batas jantung kiri linea
sternalis kiri
Auskultasi :
Bunyi jantung I dan II
murni reguler
Murmur (-)
Ekstremitas
Edema : kanan (+), kiri (+)
Effloresensi : kanan
normal, kiri normal
Tanda perdarahan :
kanan (-), kiri (-)
Sianosis (-)
Clubbing (-)
Hasil Follow up
Tanggal/jam
15/02/2015
TD : 180/100
mmHg
N : 84x / menit
S : 360 C
P : 40x / menit
Perjalanan penyakit
Sesak,
Nyeri ulu hati
Mual
Bab tidak lancer
Bak lanccar
Instruksi dokter
IVFD RL 20
tetes/menit
Injeksi Ranitidine /
12 jam/iv
Ceftiaxon 1 gr IV/12
jam
Dexamethasone
26
16/02/2015
TD : 150/90
mmHg
N : 84x/meint
S : 37,80 C
P : 28x/i
17/02/2015
TD: 140/ 80
mmHg
N : 88x/menit
S : 38,20 C
P : 48x/i
Sesak
Nyeri ulu hati
Mual
Muntah
Bab tidak lacar
Bak lancer
gelisah
Demam
Nyeri perut menjalar
ke kaki
Nyeri punggung
IV/8jam
Transfusi prc 2 unit
IVFD RL 20
tetes/menit
Lasix iv/12 jam
Pumpitor iv/12 jam
IVFD RL 20
tetes/menit
Lasix 3x1
Pct iv/12 jam
Tramadol 3x1
Pukul 23.00
pasien minta
pulang paksa
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 15 September 2015 dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium.
Berikut hasil lab pasien tersebut:
a. Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan
WBC
Hasil
11,6
Satuan
103/mm3
Nilai normal
5.010.0 103/mm
LYM
1,8
103/mm3
1,0-5,0
MON
1,1
103/mm3
0,1-1,0
GRA
8,7
2,0-8,0
LYM%
15,3
25,0-50,0
MON%
9,5
2,0-10,0
GRA%
75,2
50,0-80,0
27
RBC
1,81
106/mm3
HGB
5,6
gr/dl
12.0-16.0 gr/dl
HCT
16,3
36.0-48.0 %
MCV
90,1
35-55
MCH
30,9
26-34
MCHC
34,4
g/dl
31-35,5
RDW
14
11.5-14.5 %
PLT
412
150-400
Hasil
Satuan
Nilai normal
93
Mg/dl
0-50
2,5
Mg/dl
V. DISKUSI
Pasien datang ke RS Syeh Yusuf dengan keluhan sesak napas sejak kemarin. Pasien
juga mengeluh demam disertai rasa pusing. Pasien juga mengeluh mual dan muntah.
Selain itu, pasien sering mengeluh nyeri pada ulu hati tembus ke belakang, pasien juga
mengeluh nyeri pada perut dan pada kaki. Buang air kencing dan air besar tidak lancer.
VI.
ANALISIS KASUS
A. Anamnesis
Dari anamnesis di dapatkan bahwa pasien mengeluh sesak, mual dan muntah >3 kali,
nyeri ulu hati tembus ke belakang, nyeri pada perut, buang air kecil dan air besar tidak lancer.
Pada kedua tungkai tampak agak bengkak.
28
B. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada abdomen dan nyeri ketok pada ginjal
sebelah kanan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat peningkatan ureum kreatinin menjadi :
Ureum : 93
Kreatinin : 2,5
LFG = (140 Umur) X BB
72 X kreatinin plasma
= (140 51) 60
72 X 2,5
= 5,340 X 0,85
180
= 25,21
D. Analisis Kasus
No
.
1.
2.
IDENTIFIKASI MASALAH
SUBYEKTIF
OBYEKTIF
29
Sesak napas
Mual dan muntah
Lemas
Nyeri uluh hati
Nyeri perut menjalar ke kaki
BAB kurang lancar
BAK lancar
Edema kedua tungkai
ASSESSMENT
PLANNING
a
Diagnostik
b Terapi
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Derajatnya
Derajat
1
LFG
90
Reancana Tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi
kormobid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, memperkecil
60 - 89
risiko kardiovaskuler
Menghambat pemburukan
3
4
30 - 59
15 - 29
fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi
15
pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Inj. Laxis ampul /12 jam
30
Nonmedikamentosa
E. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad malam
Quo ad functionam
: dubia ad malam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
F. KESIMPULAN
Dari gejala gejala yang di dapat , seperti sesak napas, mual muntah di sertai
rasa lemas, lalu dari pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan abdomen, tampak edema
pada kedua kaki ,dari gejala gejala tersebut kita bisa menduga salah satu penyakitnya
adalah gagal ginjal kronik hal ini di perkuat dengan hasil pemeriksian ureum kreatinin
yang cukup tinggi hal ini membuktikan ada kerusakan pada ginjal.
Terdapat derajat pada kerusakan ginjal kronik pada kasus ini Ny.S
diklasifikasikan sebagai gagal ginjal kronik derajat 4 karena hasil perhitungan LFG
menunjukan angka 25,21.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2011. p. 463 503.
2. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2010. p. 1035 1040.
3. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
4. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
5. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.
6. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
32
33