You are on page 1of 34

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................................i


BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Definisi..............................................................................................................1
Klasifikasi..........................................................................................................1
Etiologi..............................................................................................................1
Faktor Resiko.....................................................................................................4
Epidemiologi.....................................................................................................4
natomi Ginjal.....................................................................................................4
Fisiologi Ginjal..................................................................................................7
Patofisiologi.......................................................................................................12
Diagnosis...........................................................................................................17
1. Gejala Klinis................................................................................................17
2. Gambaran Laboratorium..............................................................................18
3. Gambaran Radiologis..................................................................................18
4. Biopsi dan pemeriksaan Histopatologi Ginjal.............................................19
J. Komplikasi.........................................................................................................19
K. Penatalaksanaan.................................................................................................19
L. Prognosis...........................................................................................................23
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................................24
BAB IV KASUS..................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

33

BAB I
PENDAHULUAN

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal
mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan
bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan bahan yang tidak diperlukan ke dalam
urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang
dikenal sebagai neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron
terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan
fungsional berkaitan erat.
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.
Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang
komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus
nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang
mengubahnya menjadi urin.
Keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume
dan komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif, lambat, samar dan bersifat
irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di sebut dengan gagal ginjal kronik.
Gagal ginjal kronik bersifat samar karena hampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan
sebelum gangguan fungsi ginjal terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 25% dari
jaringan ginjal sudah cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan eksretorik
ginjal. Namun dengan kurang dari 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa, insufisiensi
ginjal akan tampak. (1)

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan

fungsi ginjal yang progresif, dan

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi
urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah). 6
B. KLASIFIKASI

Deraja

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Penjelasan
LFG (ml/mn/1,73m2)

t
1
2
3
4
5

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau


Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Gagal ginjal

90
60 89
30 59
15 29
< 15 atau dialisis

Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)

(140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

C. ETIOLOGI
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes
melitus tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah sehingga
menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh seperti ginjal dan
jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata. Sedangkan hipertensi
2

merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang jika tidak
terkontrol akan menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit ginjal
kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat menyebabkan hipertensi. Kondisi lain
yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain :
-

Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat menyebabkan


inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal. Merupakan penyakit ketiga

tersering penyebab gagal ginjal kronik


Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%) menyebabkan

pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan sekitar, dan asidosis tubulus.
Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam rahim si ibu.
Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga terjadi aliran balik urin

ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan kerusakan pada ginjal.


Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun (2%)
Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor, pembesaran
glandula prostat pada pria danrefluks ureter.
Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.
Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen (Motrin,
Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati analgesik

sehingga berakibat pada kerusakan ginjal.


Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis arteri

renalis.
Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell, penyalahgunaan
heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan kanker.
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi
Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit
ginjal Diabetes tipe 1 dan 2
diabetes
Penyakit

ginjal

diabetes

non Penyakit

glomerular

(penyakit

autoimun,

infeksi

sistemik, obat, neoplasma)


Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)

Penyakit
transplantasi

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


pada Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)

Penyakit recurrent (glomerular)


Transplant glomerulopathy

D. Faktor resiko
Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari 50 tahun,
individu dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal dalam
keluarga serta kumpulan populasi yang memiliki angka tinggi diabetes atau
hipertensi seperti African Americans, Hispanic Americans, Asian, Pacific
Islanders, dan American Indians. (4)
E. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden
penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan
angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi
18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di
negara negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40 60
kasus perjuta penduduk pertahun. (2)
F. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di
belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas
garis pinggang. Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis,
yang masing masing masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang
menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis. Ginjal mengolah plasma
yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin yang kemudian
mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral (pelvis renalis) yang terletak
pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal. Lalu dari situ urin
disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot polos yang keluar
dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri dan vena
renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke
sebuah kandung kemih. Kandung kemih ( buli buli) yang menyimpan urin
secara temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan
volumenya disesuaikan dengan mengubah ubah status kontraktil otot polos
di dindingnya. Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar
tubuh melalui sebuah saluran, uretra. Bagian bagian sistem kemih diluar
4

ginjal memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar
tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin tidak berubah
pada saat urin mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus :
daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian
dalam yang berupa segitiga segitiga bergaris garis, piramida ginjal, yang
secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan
fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
-

Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi menjadi
pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus

Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya

Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya arteriol di dalam
tubuh yang mendapat darah dari kapiler

Kapiler peritubulus
Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian kapiler
yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk
memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen
tubulus. Kapiler kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang
akhirnya mengalir ke vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal
Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis

cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :
-

Kapsula Bowman

Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk


mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus
-

Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku liku)
atau berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan
yang difiltrasi dari kapsula bowman

Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali
ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel
tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.

Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul

Duktus atau tubulus pengumpul


Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis
ginjal
Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula
yang dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron
korteks merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung
tajam dari nefron korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula.
Sebaliknya, nefron jukstamedula terletak di lapisan dalam korteks di dekat
medula dan lengkungnya terbenam jauh ke dalam medula. Selain itu, kapiler
peritubulus nefron jukstamedula membentuk lengkung vaskuler tajam yang
dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan berdampingan erat dengan lengkung
henle. Susuna paralel dan karakteristik permeabilitas dan transportasi

lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam kemampuan ginjal
menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.

G. Fisiologi Ginjal
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi
regulatorik dan ekskretorik yaitu :
(1) filtrasi glomerulus
Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke
dalam kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk membran
glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan gelatinosa aseluler yang
dikenal sebagai membran basal dan lapisan dalam kapsula bowman.
Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel
gepeng, memiliki lubang lubang dengan banyak pori pori besar atau

fenestra, yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap H 2O dan zat
terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di
antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan
struktural, sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil.
Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi karena tidak
dapat melewati pori pori diatas, pori pori tersebut sebenarnya cukup besar
untuk melewatkan albumin dan protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein
karena bermuatan sangat negatif akan menolak albumin dan pritein plasma
lain, karena yang terakhir juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein
plasma hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi dan kurang dari 1% molekul
albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip gurita
yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki banyak tonjolan
memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan tonjolan podosit di
dekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan dikenal sebagai celah
filtrasi, membentuk jalan bagi cairan untuk keluar dari kapiler glomerulus dan
masuk ke dalam lumen kapsula bowman.
Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus adalah
tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid plasma, dan tekanan
hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler glomerulus adalah tekanan
cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus. Tekana darah
glomerulus yang meningkat ini mendorong cairan keluar dari glomerulus
untuk masuk ke kapsula bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan
merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik koloid
yang melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma melawan
filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga menyebabkan
peningkatan GFR. Sedangkan tekanan hidrostatik dapat meningkat secara
tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju filtrasi. Untuk mempertahankan
GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh otoregulasi dan kontrol simpatis
ekstrinsik.
Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah arteri,
karena tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke dalam kapiler
8

glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, maka akan diikuti oleh
peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah glomerulus agar tetap
konstan, maka ginjal melakukannya dengan mengubah kaliber arterial aferen,
sehingga resistensi terhadap aliran darah dapat disesuaikan. Apabila GFR
meningkat akibat peningkatan tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali
menjadi normal oleh konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran
darah ke dalam glomerulus.
Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap konstan
adalah dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai oleh masukan
sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur tekanan darah arteri
sehingga terjadi perubahan GFR akibat refleks baroreseptor terhadap
perubahan tekanan darah.
Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus
difiltrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan menghasilkan 180 L filtrat
glomerulus setiap hari untuk GFR rata rata 125 ml/menit pada pria dan 160
liter filtrat per hari dengan GFR 115 ml/menit untuk wanita.
(2) reabsorpsi tubulus
Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam
tubulus (lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke sistem
vena kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini meupakan
transport aktif dan pasif karena sel sel tubulus yang berdekatan dihubungkan
oleh tight junction. Glukosa dan asam amino dereabsorpsi seluruhnya
disepanjang tubulus proksimal melalui transport aktif. Kalium dan asam urat
hampir seluruhnya direabsorpsi secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus
distal. Reabsorpsi natrium terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali
pada ansa henle pars descendens. H2O, Cl-, dan urea direabsorpsi ke dalam
tubulus proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat zat yang
direabsorpsi di ginjal :
a. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena
molekul Na tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus
membran kapiler tubulus dengan menggunakan energi.
b. Reabsorpsi Natrium
9

Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99% akan


direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium 67% direabsorpsi
di tubulus proksimal, 25% dereabsorpsi di lengkung henle dan 8% di
tubulus distal dan tubulus pengumpul. Natrium yang direabsorpsi
sebagian ada

yang kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga

berperan penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.
c. Reabsorpsi Air
Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus.
Dari H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal
dan ansa henle. Kemudian sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi
di tubulus distal dan duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.
d. Reabsorpsi Klorida
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif
mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang
bermuatan positif. Jumlah Klorida yang direabsorpsikan ditentukan
oleh kecepatan reabsorpsi Na
e. Reabsorpsi Kalium
Kalium

difiltrasi

seluruhnya

di

glomerulus,

kemudian

akan

direabsorpsi secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%,


40% kalium akan dirabsorpsi di ansa henle pars assendens tebal, dan
sisanya direabsorpsi di duktus pengumpul
f. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan
difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
sebagian di kapiler peritubulus, dan urea tidak mengalami proses
sekresi. Sebagian ureum akan direabsorpsi di ujung tubulus proksimal
karena tubulus kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea.
Saat mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi
kembali.
g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan
kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus,
40% direabsorpsi di tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi
di ansa henle pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan
10

oleh homon paratiroid. Ion fosfat ayng difiltrasi, akan direabsorpsi


sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian sisanya akan
dieksresikan ke dalam urin.
(3) sekresi tubulus
Proses perpindahan selektif zat zat dari darah kapiler peritubulus ke
dalam lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H +, K+ dan ion
ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi transepitel. Di
sepanjang tubulus, ion H+ akan disekresi ke dalam cairan tubulus sehingga
dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam urat dan K+ disekresi ke dalam
tubulus distal. Sekitar 5% dari kalium yang terfiltrasi akan dieksresikan ke
dalam urin dan kontrol sekresi ion K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik.
Kemudian hasil dari ketiga proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin,
dimana semua konstituen plasma yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi
atau disekresi tetapi tidak direabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus dan
mengalir ke pelvis ginjal untuk eksresikan sebagai urin.

Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar ditujukan
untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :
1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh
2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk Na +,
Cl-, K+, HCO3-, Ca++, Mg++, SO4=, PO4= dan H+
3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan
melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangan garam dan H2O

11

4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan


menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin
5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan tubuh,
terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O
6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari
metabolisme tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan
menumpuk, zat zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama bagi otak
7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah pada
makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi lainnya yang
berhasil masuk ke dalam tubuh
8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang
pembentukan sel darah merah
9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi
berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal
10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya
H. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal
mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa. Hal
ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,
akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih
tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.
Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal menyebabkan
pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih utuh akan mengalami
peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan hiperfiltrasi dan
peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya, keadaan ini berlanjut
menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau
End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi
ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. (2)
12

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau
malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Samapi pada LFG di bawah 60%, pasien masih belum merasa
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan lain sebagainya. Pasien juga
mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran nafas, maupun
infeksi saluran cerna juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti
hiponolemia atau hypervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit anatara lain
natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisi atau transplatasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)
-

Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit, penurunan
kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu
GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)
yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik uremik
pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah merah menjadi
pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70 80 hari dan toksik uremik
ini dapat mempunya efek inhibisi eritropoiesis

Sesak nafas
disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
13

tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus


juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga
menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat
(hipervolemia) volume cairan berlebihan ventrikel kiri gagal memompa
darah ke perifer LVH peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan
tekanan vena pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema
paru sesak nafas
-

Asidosis
Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat penurunan
kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai dengan penurunan
kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada
gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan
sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat
melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah. Apabila
penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan asidosis metabolik.
Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual,
muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik
adalah

pernapasan

kussmaul

yang

timbul

karena

kebutuhan

untuk

meningkatkan eksresi karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis


-

Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus
juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I.
Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan
tekanan darah.

Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas oleh
ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

Hiperurikemia
14

Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di dalam


darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan menyebabkan
pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan terlihat
membengkak, meradang dan nyeri
-

Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada tubulus
ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan penurunan jumlah
nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi
air yang berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler.
Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan saluran pencernaan berupa
kram, diare dan muntah.

Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat sehingga
fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika kelarutannya
terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk membentuk kalsium fosfat
yang sukar larut. Kalsium fosfat yang terpresipitasi akan mengendap di sendi
dan kulit ( berturut-turut menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)

Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat. Keadaan
hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar paratiroid sehingga
memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi
tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di
dalam plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi
meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma
tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada
insufisiensi ginjal, eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga
konsentrasi fosfat di plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO 4
terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,
rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan
perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami hipertrofi
bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang berkaitan
dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan

15

hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal


dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel
darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai kelainan di
organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan
dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon ini
merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena terjadi
penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus,
hal ini memperberat keadaan hipokalsemia.
-

Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel ginjal
sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma. Peningkatan
konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan peningkatan sekresi
hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga
menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini
berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga
dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon dalam,
gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.

Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari kerusakan
ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria
glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan
glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas
glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga molekul
protein berukuran besar seperti albumin dan immunoglobulin akan bebas
melewati membran filtrasi. Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi
pengeluaran 3,5 g protein atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.

Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari uremia
pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal sehingga dapat
terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke
aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan

16

mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang


dari 10% dari normal, maka gejala klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan
menunjukkan gejala iritasi traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas
seperti amonia (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik.
Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi
dan menyebabkan koma uremikum.
I. Diagnosis
Gejala Klinis
No

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

.
1

Kerusakan ginjal (renal damageI) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG).
Dengan manifestasi :
-

Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam
tes pencitraan( imaging test)

Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit1,73m2 selama 3


bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama
kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada
stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan
berbagai organ seperti :

Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor
uremik

Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit

Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya


konsentrasi menurun, insomnia, gelisah

Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema

Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

Pulmonal : sesak nafas


17

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60 % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan
kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG kurang 30 % pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit
antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan
komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. (2)
Pemeriksaan Penunjang
1. Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a)

Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya


b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria
2. Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :

a)

Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak


b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
18

c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi


d)

Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang


mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu

ginjal, kista, massa, kalsifikasi


e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
3. Pemeriksaan

elektrokardiogram

(EKG)

dilakukan

untuk

melihat

kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan


gangguan elektrolit.
4. Biopsi dan Pemeriksaa Histopatologi Ginjal
Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati
normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan
mengevaluasi hasil terapi yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada ukuran
ginjal yang mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi
perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.
J. Komplikasi
Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik
Derajat
1
2
3

LFG (ml/mnt)
90
60 - 89
30 59

15 29

15

Komplikasi
Tekanan darah mulai meningkat
- Hiperfosfatemia
- Hipokalcemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosistinemia
- Malnutrisi
- Asidosis Metabolik
- Hyperkalemia
- Dyslipidemia
- Gagal jantung
- Uremia

K. Penatalaksanaan
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Derajatnya
Derajat
1

LFG
90

Reancana Tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi
kormobid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, memperkecil
19

60 - 89

risiko kardiovaskuler
Menghambat pemburukan

3
4

30 - 59
15 - 29

fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti

15

ginjal
Terapi pengganti ginjal

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :


1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.
2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG untuk
mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien.
3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus adalah :

Pembatasan asupan protein


Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam tubuh tetapi di
pecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama
dieksresikan melalui ginjal selain itu makanan tinggi protein yang
mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya
juga dieksresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada penderita gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lainnya dan
mengakibatkan sindrom uremia. Pembatasan asupan protein juga
berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat
selalu berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah terjadinya
hiperfosfatemia.
Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik
LGF ml/menit
Asupan protein g/kg/hari
Fosfat g/kg/hari
>60
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
25 60
0,6

0,8/kg/hari, < 10 g
termasuk > 0,35 gr/kg/hr
20

nilai biologi tinggi


0,6

0,8/kg/hari, < 10 g

5 -25

termasuk > 0,35 gr/kg/hr


protein nilai biologi tinggi
atau tambahan 0,3 g asam
amino esensial atau asam
<60(sind.nefrotik)

keton
0,8/kg/hari (+1 gr protein/ < 9 g
g proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan

asam

amino

esensial atau asam keton

Terapi farmakologi
Untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat
antihipertensi

(ACE

inhibitor)

disamping

bermanfaat

untuk

memperkecil resiko kardiovaskular juga sangat penting untuk


memperlambat perburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerular dan hipertrofi glomerulus. Disamping itu
pula bisa di pakai goloangan ARB (Angiotensin II Reseptor Blocker).
Golongan ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi
renovaskuler dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi
dengan aktivitas renin yang rendah, seperti pada pasien dengan
hypovolemia, dosis ARB perlu diturunkan.
4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi, pengedalian
dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian hiperfosfatemia dan terapi
terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi
-

Anemia
Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin < 10 g%
atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi ( kadar
21

besi serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ total iron binding
capacity, feritin serum), mencari sumber perdarahan morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin
(EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran hemoglobin adalah 11
12 g/dl.
-

Osteodistrofi renal
Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :
a. Mengatasi hiperfosfatemia

Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari

Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium, alluminium


hidroksida, garam magnesium. Diberikan secara oral untuk
menghambat absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam
kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat
(CaCO3) dan calcium acetate

Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat menghambta


reseptor Ca pada kelenjar paratiroid, dengan nama sevelamer
hidrokhlorida.

b. Pemberian kalsitriol
Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah
normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) > 2,5 kali normal
karena dapat meningkatkan absorpsi fosfat dan kaliun di
saluran cerna sehingga mengakibatkan penumpukan garam
calcium carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi
metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan penekanan
yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid.
c. Pembatasan cairan dan elektrolit
Pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya edema
dan kompikasi kardiovaskular sangat perlu dilakukan. Maka air
yang masuk dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin.
Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah kalium dan
natrium. Pembatasan kalium dilakukan karena hiperkalemia
dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena
itu, pemberian obat obat yang mengandung kalium dan
22

makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus


dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 5,5 mEq/lt.
Pembatasan natrium dimaksudkan untuk

mengendalikan

hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang diberikan,


disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema
yang terjadi.
6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG < 15
ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
L. Prognosis
Gagal Ginjal Kronik tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan
yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas
dari Gagal ginjal kronik itu sendiri. Selain itu, biasanya Gagal ginjal kronik
sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan
gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.

BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan
adanya uremia ( retensi urea dan sampai nitrogen lainnya dalam darah)
Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus tipe 1 dan
23

tipe dan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga tersering
penyebab gagal ginjal kronik.
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan
akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini,
penderita menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti
kelainan saluran cerna (nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan
kulit (urea frost dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram
otot, daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular (hipertensi,
sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun, nokturia, oligouria)
Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang
diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap penyakit
dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid, memperlambat perburukan
fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular, pencegahan dan terapi
terhadap penyakit komplikasi, terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

BAB 1V
CHRONIC RENAL FAILURE
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: DG S

Usia

: 51 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: PKG labbu
24

Agama

: Islam

Status pernikahan : Tanggal Masuk

: 15-02-2015

II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Sesak napas
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RS Syeh Yusuf dengan keluhan sesak napas sejak kemarin. Pasien
juga mengeluh demam disertai rasa pusing. Pasien juga mengeluh mual dan muntah.
Selain itu, pasien sering mengeluh nyeri pada ulu hati tembus ke belakang, pasien juga
mengeluh nyeri pada perut dan kaki. Buang air kencing dan air besar tidak lancar.
c. Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien mempunyai riwayat hipertensi
d. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
III.

Pemeriksaan Fisis
a. Keadaan Umum
- Sakit sedang
- Composmentis (GCS 15)
- Baik
b. Tanda vital
- Tekanan Darah
: 180 / 100 mmHg
- Nadi
: 84x / menit
- Pernafasan
: 40 x / menit
- Suhu
: 36 0C
Kepala
Simetris : (+)
Deformitas : (-)
Rambut : Kering, Rontok (-)
Konjungtiva Anemis : (-)
Sklera Ikterus : (-)
Sianosis : (-)
Lidah : (-)
Mukosa bibir : Kering
Thorax
Inspeksi :
Posisi Trachea : DBN
dinding thoraks : AP <
transversal
Deformitas thoraks : (-)
Pola nafas : Thoraco-abdominal
Palpasi :

Leher
Deviasi trachea : (-)
Penggunaan Otot bantu
pernafasan : (-)
Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran Kelenjar
thyroid : (-)
DVS : DBN
Jantung

Inspeksi :
Ictus cordis (-)
Voussure cardiaque (-)
Palpasi :
Ictus cordis tidak teraba
Perkusi :
Batas jantung kanan linea
25

KGB : DBN
Nyeri tekan ICS : (-)
Ekspansi Thoraks : DBN
Massa : (-)
Vocal fremitus kanan (-) dan kiri
(-)
Perkusi :
Sonor/Resonan
Pekak pada ICS V
Batas paru-hepar kanan setinggi
sela iga VI
Batas paru-belakang kanan paru
setinggi vertebra thorakal XI
Auskultasi :
Bunyi pernafasan vesikuler
Bunyi pernafasan tambahan
ronkhi(+/+), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi :
Kulit : Lesi (-)
Perut cekung, mengikuti gerakan
pernafasan
Acites (-)
Massa tumor (-)
Palpasi :
Hati, lien dan ginjal tidak teraba
Nyeri tekan abdomen : (-)
Perkusi :
Timpani
Auskultasi :
Peristaltik (+) kesan normal

sternalis kanan
Batas jantung kiri linea
sternalis kiri
Auskultasi :
Bunyi jantung I dan II
murni reguler
Murmur (-)

Ekstremitas
Edema : kanan (+), kiri (+)
Effloresensi : kanan
normal, kiri normal
Tanda perdarahan :
kanan (-), kiri (-)
Sianosis (-)
Clubbing (-)

Hasil Follow up

Tanggal/jam
15/02/2015
TD : 180/100
mmHg
N : 84x / menit
S : 360 C
P : 40x / menit

Perjalanan penyakit

Sesak,
Nyeri ulu hati
Mual
Bab tidak lancer
Bak lanccar

Instruksi dokter
IVFD RL 20
tetes/menit
Injeksi Ranitidine /
12 jam/iv
Ceftiaxon 1 gr IV/12
jam
Dexamethasone
26

16/02/2015
TD : 150/90
mmHg
N : 84x/meint
S : 37,80 C
P : 28x/i
17/02/2015
TD: 140/ 80
mmHg
N : 88x/menit
S : 38,20 C
P : 48x/i

Sesak
Nyeri ulu hati
Mual
Muntah
Bab tidak lacar
Bak lancer
gelisah
Demam
Nyeri perut menjalar
ke kaki
Nyeri punggung

IV/8jam
Transfusi prc 2 unit
IVFD RL 20
tetes/menit
Lasix iv/12 jam
Pumpitor iv/12 jam

IVFD RL 20
tetes/menit
Lasix 3x1
Pct iv/12 jam
Tramadol 3x1

Pukul 23.00
pasien minta
pulang paksa

IV.

Pemeriksaan Penunjang
Pada tanggal 15 September 2015 dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium.
Berikut hasil lab pasien tersebut:

a. Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan
WBC

Hasil
11,6

Satuan
103/mm3

Nilai normal
5.010.0 103/mm

LYM

1,8

103/mm3

1,0-5,0

MON

1,1

103/mm3

0,1-1,0

GRA

8,7

2,0-8,0

LYM%

15,3

25,0-50,0

MON%

9,5

2,0-10,0

GRA%

75,2

50,0-80,0
27

RBC

1,81

106/mm3

4.00 -5.00 106/mm3

HGB

5,6

gr/dl

12.0-16.0 gr/dl

HCT

16,3

36.0-48.0 %

MCV

90,1

35-55

MCH

30,9

26-34

MCHC

34,4

g/dl

31-35,5

RDW

14

11.5-14.5 %

PLT

412

150-400

2. Pemeriksaan Ureum dan Kreatinin darah


Pemeriksaa
n
Ureum
darah
Kreatinin

Hasil

Satuan

Nilai normal

93

Mg/dl

0-50

2,5

Mg/dl

Laki laki <1,3


Perempuan <1,1

V. DISKUSI
Pasien datang ke RS Syeh Yusuf dengan keluhan sesak napas sejak kemarin. Pasien
juga mengeluh demam disertai rasa pusing. Pasien juga mengeluh mual dan muntah.
Selain itu, pasien sering mengeluh nyeri pada ulu hati tembus ke belakang, pasien juga
mengeluh nyeri pada perut dan pada kaki. Buang air kencing dan air besar tidak lancer.
VI.

Pada kedua tungkai tampak edema.


Diagnosis Kerja
Chronic Failure Renal

ANALISIS KASUS
A. Anamnesis
Dari anamnesis di dapatkan bahwa pasien mengeluh sesak, mual dan muntah >3 kali,
nyeri ulu hati tembus ke belakang, nyeri pada perut, buang air kecil dan air besar tidak lancer.
Pada kedua tungkai tampak agak bengkak.

28

B. Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada abdomen dan nyeri ketok pada ginjal
sebelah kanan.
C. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat peningkatan ureum kreatinin menjadi :
Ureum : 93
Kreatinin : 2,5
LFG = (140 Umur) X BB
72 X kreatinin plasma
= (140 51) 60
72 X 2,5
= 5,340 X 0,85
180
= 25,21
D. Analisis Kasus
No
.
1.

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik


Kerusakan ginjal (renal damageI) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).
Dengan manifestasi :
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk
kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau
kelainan dalam tes pencitraan( imaging test)

2.

Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit1,73m2


selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal

IDENTIFIKASI MASALAH
SUBYEKTIF

OBYEKTIF

29

Sesak napas
Mual dan muntah
Lemas
Nyeri uluh hati
Nyeri perut menjalar ke kaki
BAB kurang lancar
BAK lancar
Edema kedua tungkai

Tekanan darah : 180/100 mmhg


Nadi : 84 kali permenit
Pernapasan 40 kali permenit
Nyeri tekan epigastrium
Nyeri tekan abdomen
Kreatinin 2,5
Ureum 93
HB 5,6

ASSESSMENT

Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal akut
Gagal Jantung
Gagal Hati

PLANNING
a

Diagnostik

Foto polos abdomen


EKG
SGOT
SGPT

b Terapi
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Derajatnya
Derajat
1

LFG
90

Reancana Tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi
kormobid, evaluasi pemburukan
fungsi ginjal, memperkecil

60 - 89

risiko kardiovaskuler
Menghambat pemburukan

3
4

30 - 59
15 - 29

fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi

15

pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal

Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Inj. Laxis ampul /12 jam
30

Inj. Pumpitor ampul/12 jam


Amlodipin 10 mg 1x1
Salbutamol 3x1
Micardis 40 mg 1x1

Nonmedikamentosa

Diet tinggi protein = 0,6 0,8 kg/hari


Diet rendah fosfat = 10 g
Anemia = PRC 500 cc

E. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam

F. KESIMPULAN
Dari gejala gejala yang di dapat , seperti sesak napas, mual muntah di sertai
rasa lemas, lalu dari pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan abdomen, tampak edema
pada kedua kaki ,dari gejala gejala tersebut kita bisa menduga salah satu penyakitnya
adalah gagal ginjal kronik hal ini di perkuat dengan hasil pemeriksian ureum kreatinin
yang cukup tinggi hal ini membuktikan ada kerusakan pada ginjal.
Terdapat derajat pada kerusakan ginjal kronik pada kasus ini Ny.S
diklasifikasikan sebagai gagal ginjal kronik derajat 4 karena hasil perhitungan LFG
menunjukan angka 25,21.

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran ECG ; 2011. p. 463 503.
2. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2010. p. 1035 1040.
3. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.
4. Clinical practice guidelines for chronic kidney disease: evaluation, classification and
stratification, New York National Kidney Foundation, 2002.
5. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.
6. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
32

Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.


7. Anthony S. Fauci, 2008. Harrisons Internal Medicine, 17 th Edition, USA, McGraw
Hill

33

You might also like