You are on page 1of 16

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Anatomi dan Fisiologi


Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,

mediastinum, diafragma serta tulang iga. Pleura adalah suatu membran serosa
yang tersusun dari lapisan sel embriogenik yang berasal dari jaringan selom
intraembrional dan bersifat memungkinkan organ yang diliputinya mampu
berkembang, mengalami retraksi atau deformasi sesuai dengan proses
perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme.(4)
Pleura terdiri dari dua lapisan yaitu pleura visceral dan pleura parietal.
Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura
interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari
otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal
(Gambar 1). Pleura viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan
vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran
darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf
interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura
viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah
tertentu cairan pleura. (4)

Gambar 2. 1 Pleura viseral dan parietal serta struktur sekitar pleura. (4)

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan.


Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan
berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura
kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik,
pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial
klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang
membungkus organ-organ mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan
ventral mediastinum tertarik menuju rongga toraks seiring perkembangan organ
paru dan bertahan hingga dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner,
menyusur vertikal dari hilus menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi
rongga anterior dan posterior. Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh limfatik
besar yang merupakan potensi penyebab efusi pada kasus traumatik. (4)
Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan diafragmatika.
Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah pleura
diafragmatika oleh saraf frenikus. Stimulasi oleh inflamasi dan iritasi pleura
parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul pada bahu
ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun secara luas
diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus. (4)
Cairan Pleura
Cairan pleura mengandung 1.500 4.500 sel/mL, terdiri dari makrofag
(75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal
mengandung protein 1 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura
menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein
serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi
dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 25% lebih
tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih
rendah 3 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 9% sehingga pH cairan
pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma. Keseimbangan ionik ini diatur
melalui transpor aktif mesotel. Kadar glukosa dan ion kalium cairan pleura setara
dengan plasma. (4)

Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik


sistemik di pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol
interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui
stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem limfatik. Pleksus
limfatikus superfi sialis terletak pada jaringan ikat di lapisan subpleura viseral dan
bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan lobaris. Jaringan limfatikus ini
dari pleura kostalis menyusur ventral menuju nodus limfatik sepanjang arteri
mammaria interna atau dorsal menuju ujung sendi kostosternal, dari pleura
mediastinal menuju nodus limfatikus trakeobronkial dan mediastinum, dan dari
pleura diafragmatik menuju nodus parasternal, frenikus medialis dan mediastinum
superior. Cairan pleura tidak masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral
karena pleura viseral lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak
terjadi pergerakan cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus
torasikus karena limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di
rongga pleura menyebabkan chylothoraks. (4)
Fisiologi Pleura
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan
menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja
otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil)
paru dan dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga
pleura diatur keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan
kapiler, kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan
elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan
penumpukan cairan sehingga terjadi efusi pleura. (4)
B.

Hidropneumothoraks
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan

cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.


Hidropneumothoraks merupakan suatu penyulit dalam kasus pneumothoraks.

Pneumothoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum


pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada.(3,4)
C.

Insidensi Dan Prevalensi


Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada

dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4


17,8 per 100.000 penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki
dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1.
Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks kanan daripada hemitoraks
kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumotoraks spontan.
Insiden dan prevalensi pneumotoraks ventil 3 5% dari pneumotoraks spontan.
Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk
kedua kali,dan 50% untuk yang ketiga kali. Insiden empiema di bagian Paru
RSUD Dr. Soetomo Surabaya, pada tahun 1987 dirawat 3,4% dari 2.192 penderita
rawat inap. Dengan perbandingan pria:wanita = 3,4:1.(5.6)
D.

Etiologi Dan Patogenesis


Keadaan fisiologi

dalam

rongga dada pada waktu inspirasi tekanan

intrapleura lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang


mengikuti gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk
melalui

bronkus hingga mencapai alveol. Pada saat ekspirasi dinding dada

menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada
tekanan udara alveol atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus.(3.4)
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau
mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat
sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau
alveol ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau
alveol akan sangat mudah.(3,4)

Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan


yaitu jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau
pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus.
Pelebaran alveoldan septa-septa alveol yang pecah kemudian membentuk suatu
bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses non spesifik atau
fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
pneumothoraks.(4,5)
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu bola kista
yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran
tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberap minggu ,
jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.(3.4.5)
Pneumothoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru
dan pneumothoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik
perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura dan
udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru
ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura akan
meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang terkumpul dalam rongga pleura
akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas. Udara dalam kavum
pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal
dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothoraks jenis ini disebut
sebagai closed pneumothoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi
sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari
kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumothoraks.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat
hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi
lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang

tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi,


tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum
pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat
ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura
keluar

melalui

lubang

tersebut.

Kondisi

ini

disebut

sebagai

open

pneumothoraks.3.4.5
E.

Klasifikasi
Pneumothoraks dapat diklasifikasikan menjadi pneumothoraks spontan

dan traumatik. Pneumothoraks spontan merupakan pneumothoraks yang terjadi


tiba-tiba tanpa atau dengan adanya penyakit paru yang mendasari. Pneumothoraks
jenis ini dibagi lagi menjadi pneumothoraks primer (tanpa adanya riwayat
penyakit paru yang mendasari) maupun sekunder (terdapat riwayat penyakit paru
sebelumnya). Insidensinya sama antara pneumothoraks primer dan sekunder,
namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1.
Pada pria, resiko pneumothoraks spontan akan meningkat pada perokok berat
dibanding non perokok. Pneumothoraks spontan sering terjadi pada usia muda,
dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun). Sementara
itu, pneumothoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun
tidak langsung pada dinding dada, dan diklasifikasikan menjadi iatrogenik
maupun

non-iatrogenik.

Pneumothoraks

iatrogenik

merupakan

pneumothoraks yang sangat sering terjadi.(3,6,7)


1. Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan penyebabnya :
a. Pneumotorak spontan
Oleh karena : primer (ruptur bleb), sekunder (infeksi, keganasan), neonatal
b. Pneumotorak yang di dapat
Oleh karena : iatrogenik, barotrauma, trauma
2. Pneumotorak dapat dibagi juga menurut gejala klinis :
a. Pneumotorak simple : tidak diikuti gejala shock atau pre-shock
b. Tension Pnuemotorak : diikuti gejala shock atau pre-schock

tipe

3. Pneumotorak dapat dibagi berdasarkan ada tidaknya dengan hubungan luar


menjadi :
a. Open pneumotorak
b. Closed pneumotorak
Secara garis besar ke semua jenis pneumotorak mempunyai dasar
patofisiologi yang hampir sama. Pneumotorak spontan terjadi karena lemahnya
dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura
visceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara
masuk ke dalam cavum pleura. Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada
mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan
paru dipaksa ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru
menyebabkan tekanan intralveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.
Pada pneumotorak spontan, paru-paru kolpas, udara inspirasi ini bocor masuk ke
cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat inspirasi akan
terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya menekan mediastinal ke sisi yang
sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang
terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter. Pneumotorak ini terjadi biasanya
pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara
secara maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Terjadinya hiperekspansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau
shock dikenal dengan simple pneumotorak. Berkumpulnya udara pada cavum
pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan
closed pneumotorak.(5,6)
Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya
bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada saat
inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak
pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup, terjadilah
penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan
napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-shock atau shock oleh karena
penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumotorak.(1,5)

10

Pada open pneumotorak terdapat hubungan antara cavum pleura dengan


lingkunga luar. Open pneumotorak dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumotorak inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk ke dalam cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena
tekanan intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum
pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi
mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat. Terjadilah mediastinal flutter.
Bilamana open pneumotorak komplit maka saat inspirasi dapat terjadi
hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat
ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat
katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke
paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala preshock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal dengan
tension pneumotorak.
F.

Diagnosis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada

seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan


batukbatuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau
bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat
penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada
penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan
menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti
ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke
arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan
batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai
empat hari. (6,7)
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai
penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.
Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendirisendiri,
bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali.

11

Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama
makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena
gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah
dimediastinum.(6)
a) Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batuk
batuk, sianosis serta iktus kordis tergeser kearah yang sehat.
b) Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stem fremitus
melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau
bergeser ke arah yang sehat.
c) Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d) Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada
rontgen foto toraks PA akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti
rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga
pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan caftan.
Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal.(7)
G.

Gambaran Radiologi
Pada gambaran radiologi hidropneumothoraks merupakan perpaduan

antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumothoraks. Pada


hidropneumothoraks cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus
sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun
cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas
cairan. Gambaran radiologi pada hidropneumothoraks ini ruang pleura sangat
translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya
tampak garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang
kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan
penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus
costofrenikus menumpul.8.9

12

Gambar 3. Hidropneumothoraks
H.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara

umum (primary survey - secondary survey)


Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan)
Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil),
adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable bronchoscope. Tidak
dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan pasien dari ruang
emergency.
Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi
terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan
tindakan

penyelamatan

nyawa.

Pengambilan

anamnesis

(riwayat)

dan

pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur


penanganan trauma.10

13

Water Sealed Drainage ( WSD )


Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.(11)
Indikasi dan tujuan pemasangan WSD
1. Indikasi :
Pneumotoraks, hemotoraks, empyema
Bedah paru :
-

karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura

reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC

lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC

2. Tujuan pemasangan WSD


Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat
menyebabkan pneumotoraks
Mempertahankan

agar

paru

tetap

mengembang

dengan

jalan

mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.


Prinsip kerja WSD
1. Gravitasi

: Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke

tekanan yang rendah.


2. Tekanan positif

: Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg

atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761
mmHg )
3. Suction

14

Jenis WSD
1. 1. Satu botol
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua
lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk
hampir ke dasar botol. Keuntungannya adalah :
-

Penyusunannya sederhana

Mudah untuk pasien yang berjalan

Kerugiannya adalah :
-

Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang diperlukan

Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol

Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol yang

membatasi garis pengukuran drainase


1. 2. Dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang
kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat
dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi
udara.
Keuntungan :
-

Mempertahankan water seal pada tingkat konstan

Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih baik

Kerugian :
-

Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk masuk ke

dalam area pleura.


-

Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan

botol.
-

Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran udara.


1. 3. Tiga botol

Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol.
Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang
terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan
jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang
diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada

15

botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung


dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan
penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk
memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus
dilepaskan saat itu juga.
Keuntungan :
-

sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.

Kerugian :
-

Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan

dalam perakitan dan pemeliharaan.


-

Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi


1. 4. Unit drainage sekali pakai
Pompa penghisap Pleural Emerson

Merupakan

pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti

penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai


menggunakan sistem dua atau tiga botol.
Keuntungan :
-

Plastik dan tidak mudah pecah

Kerugian :
-

Mahal
Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit

terbalik.
Fluther valve
Keuntungan :
-

Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik

Kurang satu ruang untuk mengisi

Tidak ada masalah dengan penguapan air

Penurunan kadar kebisingan

Kerugian :
-

Mahal

16

Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra

pleural karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.
Calibrated spring mechanism
Keuntungan :
-

Mampu mengatasi volume yang besar

Kerugian
-

Mahal

Tempat pemasangan WSD


1. Bagian apeks paru ( apikal )
2. Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal
3. Posterolateral interkosta ke 8 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus ).
Persiapan pemasangan WSD
1. Perawatan pra bedah
2. Menentukan pengetahuan pasien mengenai prosedur.
3. Menerangkan tindakan-tindakan pasca bedah termasuk letak incisi,
oksigen dan pipa dada, posisi tubuh pada saat tindakan dan selama
terpasangnya WSD, posisi jangan sampai selang tertarik oleh pasien
dengan catatan jangan sampai rata/ miring yang akan mempengaruhi
tekanan.
4. Memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya atau mengemukakan
keprihatinannya mengenai diagnosa dan hasil pembedahan.
5. Mengajari pasien bagaimana cara batuk dan menerangkan batuk serta
pernafasan dalam yang rutin pasca bedah.
6. Mengajari pasien latihan lengan dan menerangkan hasil yang diharapkan
pada pasca bedah setelah melakukan latihan lengan.
Persiapan alat
1. Sistem drainase tertutup
2. Motor suction
3. Selang penghubung steril
4. Cairan steril : NaCl, Aquades
5. Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter
6. Kassa steril

17

7. Pisau jaringan
8. Trocart
9. Benang catgut dan jarumnya
10. Sarung tangan
11. Duk bolong
12. Spuit 10 cc dan 50 cc
13. Obat anestesi : lidocain, xylocain
Perawatan pasca bedah
Perawatan setelah prosedur pemasangan WSD antara lain :
1. Perhatikan undulasi pada selang WSD
2. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada 1 jam
pertama
3. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi
4. Anjurkan

pasien

untuk

memilih

posisi

yang

nyaman

dengan

memperhatikan jangan sampai selang terlipat


5. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi
6. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
7. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah cairan
yang dibuang
8. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
9. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis, empisema.
10. Anjurkan pasien menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk yang efektif
11. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena
beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :
1. Motor suction tidak jalan
2. Selang tersumbat atau terlipat
3. Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi
sistem drainase, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.

18

Indikasi pengangkatan WSD yaitu jika paru-paru sudah mengalami


reekspansi yang ditandai dengan :
-

Tidak ada undulasi

Tidak ada cairan yang keluar

Tidak ada gelembung udara yang keluar

Tidak ada kesulitan bernafas

Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara

You might also like