You are on page 1of 8

KARSINOMA KOLOREKTAL

Pendahuluan
Kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga jenis kanker yang paling sering
terjadi di dunia.
Epidemiologi
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk.
Data yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker
kolorektal merupakan salah satu dari 5 kanker yang paling sering terjadi
Di Asia, banyak terdapat di Jepang, diduga karena perbedaan pola hidup dan
makanan. Beberapa faktor antara lain lingkungan, genetik dan immunologi
merupakan faktor predisposisi tumbuhnya kanker kolon, di samping bahan
karsinogen, bakteri dan virus.

Lokasi

Menurut Petrek, lokasi keganasan kolorektal terbanyak pada


rektum
kolon desenden
sigmoid
rekto sigmoid
flexura lienalis
kolon tranversum
flexura hepatika

kolon asenden
cecum
appendix

Gejala klinis
Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari
tumor.
Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan perasaan penuh di abdominal,
symptomatic anemia dan perdarahan
pada kolon kiri perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai
obstruksi.
Faktor resiko
1.Polip
polip bahwa telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal.
Patogenesis
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel yaitu :
1. proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan pembelahan sel
2. gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG) menghambat pertumbuhan sel
atau menginduksi apoptosis (kematian sel yang terprogram).
Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein, berfungsi mendeteksi
kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA
3. gen gatekeeper mempertahankan integritas genomik dengan mendeteksi kesalahan
pada genom dan memperbaikinya.
Mutasi pada gen-gen ini karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya
kanker.
Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi melalui tiga
mekanisme, yaitu :

1. perpendekan waktu siklus sel menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan
waktu,
2. penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan proses apoptosis,
3. masuknya kembali populasi sel yang tidak aktif berproliferasi ke dalam siklus
proliferasi.
sel akan berkembang tanpa kontrol

terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan tanpa kendali

karsinogenesis dimulai
Secara histologi polip diklasifikasikan sebagai neoplastik dan non neoplastik.
Non neoplastik polip hiperplastik, mukous retention polip, hamartoma
(juvenile polip), limfoid aggregate dan inflamatory polip.
Neoplastik polip (adenomatous polip) berpotensial berdegenerasi maligna;
Berdasarkan WHO diklasifikasikan sebagai :
- tubular adenoma
- tubulovillous adenoma
- villous adenoma

Gambar 2.5 Adenomatous Polip

2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease


a. Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang
jelas untuk kanker kolon.
Pendekatan yang direkomendasikan untuk
seseorang dengan risiko tinggi dari kanker
kolorektal pada ulseratif kolitis dengan
mengunakan kolonoskopi untuk menentukan
lesi displasia agar bisa dideteksi sebelum
terbentuknya invasif kanker.
b. Penyakit Crohns

Pasien yang menderita penyakit crohns


mempunyai risiko tinggi untuk menderita
kanker kolorektal sekitar 20%.
Pasien dengan striktur kolon mempunyai
insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada
tempat yang terjadi fibrosis

3. Faktor Genetik
a. Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker
kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang mempunyai
kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker kolorektal 2 X lebih
tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal
pada keluarganya.
b. Herediter Kanker Kolorektal
- FAP ( familial adenomatous polyposis )
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, Adanya defek pada APC tumor
supresor gen dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal
pada umur 40 sampai 50 tahun.
- HNPCC (hereditary non polyposis colorectal cancer )

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynchs sindrom I dan II.2 Generasi
multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur yang muda (45
tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian
hipotesis yang menjelaskan mekanisme ini yaitu :menkonsumsi diet yang
berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan
peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi.
Merangsang sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi dan juga
memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka panjang hal tersebut
dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok < 20 tahun mempunyai risiko tiga kali untuk
memiliki adenokarsinoma yang kecil
Sedangkan merokok > 20 tahun berhubungan dengan risiko 2,5 x untuk
menderita adenoma yang berukuran besar
6. Usia
Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada
pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih dan hanya 3% dari kanker kolorektal
muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun.

Gejala Klinis
Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung
tetap tersamar hingga lanjut sekali. Jarang menyebabkan obstruksi karena lumen
usus lebih besar dan feses masih encer. Gejala klinis sering berupa rasa penuh,

nyeri abdomen, perdarahan dan symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan,


pusing dan penurunan berat badan).
Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola
defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran
feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar
mengakibatkan obstruksi.

Gejala Akut
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi
Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker kolon tidak bisa
flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika obstruksi
tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis kolon,
lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis
Gejala Subakut
Tumor pada kolon kanan
tidak menyebabkan perubahan pada pola buang air besar.
Tumor yang memproduksi mukus dapat menyebabkan diare, feses menjadi gelap,
tetapi tumor seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh
pasien.
Tumor pada kolon kiri
Sakit perut bagian bawah, yang mereda setelah buang air besar.
adanya darah yang berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air besar.
Gejala lain yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam
Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus.
Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus.
Metastase sering ke hepar karena jalur limfatik dan vena dr kolon menuju vena
porta, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang.
Metastase ke otak sangat jarang
Duke membagi beberapa stage
A : Tumor di mukosa, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
B1 : Tumor menembus tunika muskularis, tapi tunika serosa dan kelenjar getah
bening belum diserang.
B2 : Tumor menembus tunika muskularis sampai tunika serosa, tapi kelenjar
getah bening regional belum diserang. Cl : Terdapat penyebaran ke kelenjar getah
bening mesen- terika proksimal.
C2 : Penyebaran sampai pada kelenjar getah bening lebih jauh.
D : Metastasis jauh.
Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi
2. Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening

CEA adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk
ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan
metastase ke hepar.
CEA tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan kehadiran
metastase ke organ dalam
3. Digital Rectal Examination
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior; serta
spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah.
4. Barium Enema
Tehnik yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium
enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang
berukuran >1 cm.
5. Proktosigmoidoskopi
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi 2025% dari kanker kolon.
proctosigmoidoskopi aman dan efektif untuk digunakan sebagai evaluasi
seseorang dengan risiko rendah dibawah usia 40 tahun
6. Flexible Sigmoidoskopi
Flexible sigmoidoscopi dapat menjangkau 60 cm kedalam lumen kolon dan dapat
mencapai bagian proksimal dari kolon kiri.
Lima puluh persen dari kanker kolon dapat terdeteksi dengan menggunakan alat
ini
Imaging teknik
MRI, CT scan, transrectal ultrasound merupakan bagian dari tehnik imaging yang
digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon,
tetapi tehnik ini bukan merupakan screening tes
Tatalaksana
1. Kolosnoskopi Polipektomi
Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma insitu
yang berasal dari transformasi polip.
2. Operasi
Operasi merupakan terapi utama kanker kolorektal lanjut. Tujuan dari operasi
adalah penyembuhan dan mengurangi keluhan.Operasi pengangkatan tumor pada
proses metastase tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya
penyumbatan oleh masa tumor, atau mencegah perdarahan karena kanker
3. Kolektomi Kanan
Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan daerah 5 sampai 8 cm ileum
terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan bagian proksimal kolon
ransversum.Setelah dilakukan reseksi kemudian dilakukan penyambungan
(anastomesis) antara ileum dan kolon
4. Kolektomi Transverse
Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum
proksimal, tengah dan dista

5. Kolektomi Kiri dan Sigmoid


Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian
bawah sigmoid dan rektosigmoid.
6. Operasi Kanker Rektum
Pengangkatan kanker rectum biasanya mengatasi tumor dilakukan dengan reseksi
abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan
bagian dari otot levator ani dan dubur
Prognosis
Pada stage yang sama pasien dengan tumor yang berada di rektum mempunyai
prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor yang berada di kolon.
Dan tumor yang berada pada kolon transversal dan kolon descendens mempunyai
prognosa yang lebih buruk bila dibandingkan dengan tumor yang berada pada
kolon ascendens dan kolon rektosigmoid
Pasien yang menderita obstruksi atau perforasi mempunyai prognosa lebih buruk
bila dibandingkan dengan pasien yang tanpa keadaan ini

You might also like