You are on page 1of 22

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI I

EKSPERIMEN-EKSPERIMEN DASAR

Disusun Oleh :
Kelompok IAC
Pidia Awalia Nisbah

1113102000001

Hesti Sulistiorini

1113102000004

Sri Mardiah Islami

1113102000005

Tiara Puspitasari

1113102000013

Rahma Atikah Okdiza Putri 1113102000021


Primo Bittaqwa

1113102000063

Dosen Pembimbing :
Dr. Azriafitria, M.Si., Apt.
Yardi, M.Si., Apt.
Eka Putri, M.Si., Apt.
Syaikhul Aziz

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
APRIL 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Tujuan Praktikum

1. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui bagian pemberian obat.


2. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.
3. Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian
obat terhadap efeknya.
4. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.
1.2.

Latar Belakang
Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam
darah. Bergantungpada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. (Farmakologi
dan Terapi edisi revisi 5, 2008)
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier 9ntramu
adalah 9ntramus epitel saluran cerna yang seperti halnya semua 9ntramus sel
epitel saluran cerna , yang seperti halnya semua 9ntramus sel ditubuh kita,
merupakan lipid bilayer. Dengan demikian , agar dapat melintasi 9ntramus sel
tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu larut
dalam air). (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008).
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran
atau biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau
sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain
persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta
mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.
(Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula
diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah
berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil)
serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan
atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan
penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang
memegangnya. (Katzung, B.G, 1989).
Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), 9ntram
(dubur) dan parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, 9ntramuscular,
subkutan, dan intraperitonial, melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-

beda. Pemberian secara parenteral yang lain, seperti melalui intravena, intra-arteri,
intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses penyerapan, obat langsung
masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor (receptor site) cara
pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat melalui
kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan
akan memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan.
(Siswandono dan Soekardjo, B., 1995).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ketepatan cara pemberian obat bisa menjadi faktor penentu keberhasilan suatu
pengobatan, karena cepat lambatnya obat sampai ditempat kerjanya (site of action) sangat
tergantung pada cara pemberian obat. Cara pemberian obat sangat berpengaruh terhadap
onset dan durasi obat.
Onset adalah waktu yang dibutuhkan oleh obat untuk menimbulkan efek. Onset
dihitung mulai saat pemberian obat hingga munculnya efek pada pasien atau hewan
percobaan. Durasi adalah lamanya obat bekerja di dalam tubuh. Durasi dapat diamati mulai
saat munculnya efek hingga hilangnya efek pada pasien atau hewan percobaan. Onset terkait
dengan kecepatan absorbsi di mana semakin cepat waktu onset, maka semakin cepat pula
proses absorbsi obat. Hal ini karena transfer obat dari tempat pemberian telah mengikuti
aliran darah dan mencapai sel target hingga timbul efek. Sedangkan durasi berhubungan
dengan metabolisme obat. Semakin cepat durasi obat, maka semakin cepat obat tersebut
dimetabolisme yang ditandai dengan hilangnya efek obat karena sebagian obat telah
tereliminasi.
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia
yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di
lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat
mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian
obat (Katzug, B.G, 1989).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi
pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tujuan terapi menghendaki efek local atau efek sistemik


Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
Keamanan relative dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
Harga obat yang relative ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam

rute
g. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang
diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk
sediaan obat dapat member efek obat secara local atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika

obat beredar keseluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek local adalah efek obat
yang bekerja setempat misalnya salep. (Anief, 1990).
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intra muscular dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.
Efek local dapat diperoleh dengan cara:
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan pada mata, hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing
dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam
cairan badan
Rute penggunaan obat dapat dengan cara:
a.
b.
c.
d.
e.

Melalui rute oral


Melalui rute parenteral
Melalui rute inhalasi
Melalui rute membrane mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya
Melalui rute kulit (Anief, 1990).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan
parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial,
melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang
lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan
proses penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi
reseptor (receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara
setempat melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan
aktifitas farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan ( Siswandono dan
Soekardjo, B., 1995).
Tetapi onset dan durasi dari suatu obat tidak hanya ditentukan dari rute pemberian. Jenis
kelamin, berat badan, usia, dan spesies hewan percobaan yang digunakan juga berpengaruh
pada kedua hal tersebut.
Usia hewan memiliki pengaruh yang nyata terhadap kerja obat. Hewan yang berusia lebih
muda tentu saja membutuhkan dosis yang lebih sedikit dibanding yang lebih tua. Berat badan
juga merupakan suatu faktor yang berhubungan terhadap kerja obat. Hewan yang bobotnya
lebih besar memerlukan dosis yang lebih banyak daripada dosis rata-rata untuk menghasilkan

suatu efek tertentu. Begitupun sebaliknya. Berdasarkan jenis kelamin, betina lebih peka
terhadap efek obat tertentu daripada jantan.
Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah di bidang kedokteran/biomedis
telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan
lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping factor ekonomis, mudah
tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada
manusia (Tjay,T.HdanRahardja,K, 2002).
Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara
memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh
sifat hewan, keadaan fisik(besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan
dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan
menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi
orang yang memegangnya. (Katzug, B.G, 1989).
Uraian Diazepam
Diazepam merupakan turunan bezodiazepin. Kerja utama diazepam yaitu potensiasi
inhibisi neuron dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator pada sistem
syaraf pusat. Dimetabolisme menjadi metabolit aktif yaitu N-desmetil diazepam dan
oxazepam. Kadar puncak dalam darah tercapai setelah 1 - 2 jam pemberian oral.Waktu paruh
bervariasi antara 20 - 50 jam sedang waktu paruh desmetil diazepam bervariasi hingga 100
jam, tergantung usia dan fungsi hati.
Indikasi obat diazepam ini adalah untuk pengobatan jangka pendek pada gejala ansietas.
Sebagai terapi tambahan untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau
trauma). Digunakan juga untuk meringankan gejala-gejala pada penghentian alcohol akut dan
premidikasi anestesi. Sedangkan kontraindikasi dari obat diazepam adalah penderita
hipersensitif, bayi di bawah 6 bulan, wanita hamil dan menyusui, depressi pernapasan,
glaucoma sudut sempit, gangguan pulmonary akut, dan keadaaan phobia.
Efek samping dari obat diazepam adalah mengantuk, ataksia, kelelahan, erupsi padakulit,
edema, mual dan konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal, jaundice dan neutropenia.
perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi. gangguan visual dan retensi urin,
incontinence.

BAB III
METODOLOGI

Tanggal Praktikum

: Kamis, 26 Maret 2015

Pukul

: 11.00

Tempat

: Laboratorium Farmakologi UIN Syarif Hidayatullah

3.1. Alat dan Bahan


Alat :
Alat suntik (spuit)
Sonde
Timbangan hewan
Wadah hewan
Stopwatch
Bahan :

3.2.

Hewan uji : mencit jantan dan betina


Diazepam
Alkohol

Rute Pemberian Obat


3.2.1. Oral
Mencit dipegang pada tengkuknya, jarum oral telah dipasang pada alat suntik
berisi obat, diselipkan dekat langit-langit tikus dan diluncurkan masuk ke
esophagus; larutan didesak keluar dari alat suntik; kepada tikus secara oral, dapat
diberikan sesuai perhitungan VAO-nya.
3.2.2. Subkutan
Penyuntikan biasanya dilakukan di bawah kulit tegkuk atau abdomen. Seluruh
jarum langsung disuntikan ke bawah kulit dan larutan obat didesak keluar dari
alat suntik.
3.2.3. Intravena
Mencit dipegang pada ekornya. Teman yang lain memegang badan tikus agar
tetap tenang dan tidak banyak bergerak. Teman yang menyuntik, mencari vena
pada ekor mencit (vena berwarna biru), jika sudah terlihat venanya, suntikan obat
ke dalam vena tersebut secara tepat.
3.2.4. Intraperitoneal
Mencit dipegang ada tengkuknya, sedemikian sehingga posisi abdomen lebih
tinggi dari kepala. Lalu larutan disuntikan ke dalam abdomen lebih tinggi dari
kepala. Lalu larutan obat disuntikkan ke dalam abdomen bawah dari mencit.
3.2.5. Intramuskular
Larutan obat disuntikan ke dalam otot paha kiri belakang. Selalu dicek apakah
jarum tidak masuk ke dalam vena dengan menarik kembali piston alat suntik.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil
KELOMPOK 1
Diketahui :

Dosis manusia = 10/60 mg/kg BB


Konsentrasi obat = 5 mg/ml
BB mencit jantan = 0,04782 kg
BB mencit betina = 0,03187 kg

Ditanya

Dosis hewan dan VAO...?

Jawab:
HED = dosis hewan (mg/kg) . hewan (km) : manusia (km)
10
60

=X.

3
37

X =

10
60

37
3

X=

370
180

X = 2,055 mg/kg
VAOjantan =

0,04782.2,055
5

VAOjantan = 0,0196 ml

0,03187.2 .055
5

VAObetina =

VAObetina = 0,0131 ml

KELOMPOK 2
Diketahui :

Dosis manusia = 10/60 mg/kg BB


Konsentrasi obat = 5 mg/ml
BB mencit jantan = 0,04370 kg
BB mencit betina = 0,03509 kg

Ditanya :

Dosis hewan dan VAO...?

Jawab:
HED = dosis hewan (mg/kg) . hewan (km) : manusia (km)
10
60

=X.

X=

10
60

X=

370
180

3
37
37
3

X = 2,055 mg/kg BB
VAOjantan =

0,04370.2,055
5

VAOjantan = 0,0177 ml
VAObetina =

0,03509.2,055
5

VAObetina = 0,0144 ml

KELOMPOK 3
Diketahui :

Dosis manusia = 10/60 mg/kg BB


Konsentrasi obat = 5 mg/ml
BB mencit jantan = 0,0445 kg
BB mencit betina = 0,033 kg

Ditanya :

Dosis hewan dan VAO...?

Jawab:
HED = dosis hewan (mg/kg) . hewan (km) : manusia (km)
10
60

=X.

X=

10
60

X=

370
180

3
37
37
3

X = 2,055 mg/kg BB

VAOjantan =

0,0445.2,055
5

VAOjantan =0,01829 ml
VAObetina =

0,033.2,055
5

VAObetina = 0,01356 ml

KELOMPOK 4
Diketahui :

Dosis manusia = 10/60 mg/kg BB


Konsentrasi obat = 5 mg/ml
BB mencit jantan1 = 0,04153 kg
BB mencit jantan2 = 0,04160 kg

Ditanya :

Dosis hewan dan VAO...?

Jawab:
HED = dosis hewan (mg/kg) . hewan (km) : manusia (km)
10
60

=X.

3
37

X=

10
60

X=

370
180

37
3

X = 2,055 mg/kg BB
VAOjantan1 =

0,04153.2,055
5

VAOjantan1 = 0,01707 ml
VAOjantan2 =

0,04160.2 .055
5

VAOjantan2 = 0,01710 ml

KELOMPOK 5
Diketahui :

Dosis manusia = 10/60 mg/kg BB


Konsentrasi obat = 5 mg/ml
BB mencit jantan1 = 0,03543 kg
BB mencit jantan2 = 0,03404 kg

Ditanya :

Dosis hewan dan VAO...?

Jawab:
HED = dosis hewan (mg/kg) . hewan (km) : manusia (km)
10
60

=X.

X=

10
60

X=

370
180

3
37
37
3

X = 2,055 mg/kg BB
VAOjantan1 =

0,03543.2,055
5

VAOjantan1 = 0,01456 ml
VAOjantan2 =

0,03404 .2.055
5

VAOjantan2 = 0,01391 ml

KELOMPOK 6
Diketahui :

Dosis manusia = 10/60 mg/kg BB

Konsentrasi obat = 5 mg/ml


BB mencit janta1 = 0,047 kg
BB mencit betina = 0,033 kg
Ditanya :

Dosis hewan dan VAO...?

Jawab:
HED = dosis hewan (mg/kg) . hewan (km) : manusia (km)
10
60

=X.

X=

10
60

X=

370
180

3
37
37
3

X = 2,055 mg/kg BB
VAOjantan1 =

0,047.2,055
5

VAOjantan1 = 0,01932 ml
VAOjantan2 =

0,033.2 .055
5

VAOjantan2 = 0,01356 ml

KELOMPOK 7
Diketahui :

Dosis manusia = 10/60 mg/kg BB


Konsentrasi obat = 5 mg/ml
BB mencit jantan = 0,04905 kg
BB mencit betina = 0,03301 kg

Ditanya :

Dosis hewan dan VAO...?

Jawab :
HED = dosis hewan (mg/kg) . hewan (km) : manusia (km)
10
60

=X.

X=

10
60

X=

370
180

3
37
37
3

X = 2,055 mg/kg BB
VAOjantan =

0,04905.2,055
5

VAOjantan = 0,02015 ml
VAObetina =

0,03301.2 .055
5

VAObetina = 0,01357 ml

Table Pengamatan Onset dan Durasi Kerja Obat dari Mencit Setiap Kelompok
Nama Kelompok Perlakuan
Kelompok 1
IV
Oral
Kelompok 2
IP (jantan)

Onset
5 menit
30 menit
14 menit

Durasi kerja obat Keterangan


35 menit
27 menit
7 menit

Kelompok 3

IM (betina)
IV (jantan)

13 menit 15 menit
25 menit 6 menit

Kelompok 4

SC (betina)
IP (jantan)

55 menit 15 menit
1 menit 28 menit

Kelompok 5

Oral (jantan) IM (jantan) 10 menit 23 menit

Kelompok 6

SC (jantan)
IV (jantan)

Kelompok 7

Oral (betina) IP (jantan)


10 menit 3 menit
IM (betina)

Tidak berefek

7 menit 15 menit
21 menit 6 menit

1 menit

Tidak berefek

53 menit

2. Pembahasan
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mengenal, mempratekkan dan
membandingkan teknik dan rute-rute pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya
menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya. Dan juga untuk mengamati
berapa lama onset dan durasi dari kerja diazepam sesuai

dengan VAO mencit

tersebut. Dari percobaan ini diharapkan dapat diketahui pengaruh cara pemberian obat
terhadap daya absorbsi yang selanjutnya akan berpengaruh

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan dan betina. Masing-masing
kelompok menggunakan 1 ekor mencit jantan dan 1 ekor mencit betina. Kedua
mencit ini akan diberi perlakuan (rute pemberian) yang berbeda.
Salah satu cara untuk mengetahui pengaruh antara kedua variable tersebut,
dengan membandingkan waktu durasi dan onsetnya. Waktu onset yaitu waktu yang
diperlukan obat mulai dari proses pemberian obat sampai menimbulkan sirkulasi
sistemik dan menimbulkan efek. Sedangkan waktu durasi adalah waktu yang
diperlukan obat mulai memberikan efek sampai hilangnya efek. Absorbsi
(penyerapan) merupakan proses perpindahan obat dari tempat aplikasi menuju
sirkulasi sistemik, menyangkut kecepatan proses dan kelengkapan yang biasa
dinyatakan dalam % dari jumlah obat yang diberikan.
Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar yang umum
dilakukan karena mudah, aman, dan murah. Namun kerugiannya ialah dapat
mempengaruhi bioavailabilitasnya sehingga waktu onset yang didapat cukup lama.
Sedangkan pemberian secara suntikan yaitu pemberian intravena, memiliki
keuntungan karena efek yang timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan
pemberian secara oral karena tidak mengalami tahap absorpsi maka kadar obat dalam
darah diperoleh secara cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons
penderita.
Sementara hasil dari percobaan menunjukkan bahwa waktu onset kurang
sesuai dengan teori, sebab intramuscular dan intraperitoneal memiliki waktu onset
paling cepat, sedangkan onset per oral paling lama. Sedangkan waktu durasinya yang
paling cepat adalah intraperitoneal dan yang paling lambat adalah subkutan. Pada
literatur, durasi yang paling cepat adalah pada pemberian obat intraperitonial dan
paling lambat pada pemberian obat per-oral. Bedasarkan hasil tersebut, ada yang tidak
sesuai teori yakni onset paling cepat dan durasi paling lambat. Hal ini dapat
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya:

Mekanisme injeksi yang salah, yakni meliputi tempat penyuntikan yang kurang
tepat disebabkan praktikan yang masih kurang berpengalaman dalam melakukan

injeksi terhadap hewan uji.


Pengamatan waktu onset dan durasi yang keliru. Kesalahan pada perhitungan
waktu saat obat mulai berefek, yaitu dengan terlihatnya aktivitas mencit yang

menurun dan dicatat sebagai waktu onset. Padahal, waktu onset tercapai jika

mencit sudah menunjukkan kehilangan refleks balik badan.


Faktor individu dari hewan uji (mencit), contohnya faktor toleransi yaitu reaksi
yang terjadi ketika klien mengalami penurunan respon / tidak berespon terhadap
obat yang diberikan, dan membutuhkan penambahan dosis obat untuk mencapai
efek terapi yang diinginkan. Beberapa zat yang dapat menimbulkan toleransi
terhadap obat adalah nikotin, etil alkohol, opiat dan golongan barbiturat (ntrium

thiopental, fenobarbital, secobarbital, dan lain-lain)


Jenis Kelamin
Betina dan jantan memiliki respon yang berbeda terhadap obat terutama
berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh, cairan tubuh dan
hormone. Betina lebih peka terhadap efek obat tertentu daripada jantan. Karena
kebanyakan obat yang diteliti dilakukan pada jantan, penilitian obat pada betina
perlu dilakukan untuk mengetahui efek perubahan hormonal terhadap kerja obat

pada betina.
Usia hewan memiliki pengaruh yang nyata terhadap kerja obat. Hewan yang
berusia lebih muda tentu saja membutuhkan dosis yang lebih sedikit dibanding
yang lebih tua. Berat badan juga merupakan suatu faktor yang berhubungan
terhadap kerja obat. Hewan yang bobotnya lebih besar memerlukan dosis yang
lebih banyak daripada dosis rata-rata untuk menghasilkan suatu efek tertentu.
Begitupun sebaliknya.

BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
-

Menurut teori, seharusnya rute pemberian yang mencapai onset tercepat adalah yang

pertama intraperitoneal, kemudian intravena , intramuskuar, subkutan dan per-oral.


Hal yang menyebabkan pemberian intraperitoneal lebih cepat dari pemberian per oral

adalah intraperitoneal tidak mengalami fase absorpsi seperti pemberian per oral.
Beberapa faktor kesalahan yang menyebabkan waktu onset yang tidak sesuai dengan
literature, yaitu :
Mekanisme injeksi yang salah.
Pengamatan waktu durasi dan onset yang keliru.
Faktor individu dari hewan uji (mencit).
Usia hewan uji.
Jenis kelamin.

LAMPIRAN

Keterangan

Pemberian

Diazepam mencit betina kelompok


1 melalui intravena.

Keterangan : Pemberian Diazepam pada


mencit jantan kelompok 1 melalui Oral.

Keterangan

: Mencit betina kelompok

1 telah mencapai Onset of action.


DAFTAR PUSTAKA

Andrajati, Retnosari. 2010. Penuntun Praktikum Farmakologi. Depok: Laboratorium


Farmakologi dan Farmakokinetika Departemen Farmasi FMIPA-UI.
Anief, Moh.1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press.
D.I Yogayakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed). 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi Revisi V. Balai Penerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta.
Hendria.Asuhan Keperawatan pada Tatalaksana Pemberian Obat Sedatif.
Hipnotik danAnkhiolitik (Sedatives, Hypnotic, and Anxiolytic Drugs).2008. pp.
1-3.
Katzung, Bertram G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika : Jakarta.
Mycek,MeryJ. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta : WidyaMedika.
PT. Kimia Farma.Diazepam Tablet. Available from
http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=29839
Siswandono dan Soekardjo, B. 1995. Kimia Medisinal. Airlangga Press : Surabaya.
Syarif, Amir, et al. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Gaya Baru.
Tjay, Tan Hoan dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. PT Gramedia : Jakarta.

You might also like