Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A.
EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada wanita
diseluruh dunia, dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita
di negara-negara berkembang. Di Amerika Serikat, kanker servik merupakan neoplasma
ganas nomor 4 yang sering terjadi pada wanita, setelah Ca mammae, kolorektal, dan
endometrium. Insidensi dari kanker servik yang invasif telah menurun secara terus menerus
di Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir, namun terus meningkat di negaranegara berkembang. Perubahan epidemiologis ini di Amerika Serikat erat kaitannya dengan
skrining besar-besaran dengan Papanicolaou tests (Pap smears).
Kanker serviks merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis
dan atau porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan insidensinya lebih
tinggi di negara sedang berkembang. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan belum rutinnya
program skrining pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, gurun Sahara Afrika dan Asia
tenggara termasuk Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker
payudara.
Di Indonesia dilaporkan jumlah kanker serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk
per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan
teratas dari 10 kanker yang terbanyak pada wanita. Perjalanan penyakit karsinoma serviks
merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari
karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker
invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan
dengan jenis human papilomma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan
HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang
buruk.
BAB II
PEMBAHASAN
B. ETIOLOGI
Etiologi langsung dari kanker serviks uteri masih belum diketahui. Tetapi ada
beberapa faktor ekstrinsik yang mempengaruhi insidensi kanker serviks uteri yaitu :
a. Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun).
b. Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali (multiparitas).
c. Jarak persalinan terlalu dekat.
d. Hygiene seksual yang jelek.
e. Sering berganti-ganti pasangan (multipartner sex).
f.
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Penelitian menunjukkan
bahwa 10-30 % wanita pada usia 30an tahun yang sexually active pernah
menderita infeksi HPV (termasuk infeksi pada daerah vulva). Persentase ini
semakin meningkat bila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual.
Pada sebagian besar kasus, infeksi HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat
menetap.
persalinan terlalu dekat, sosial ekonomi rendah, higien seksual jelek, merokok, serta jarang
ditemukan pada wanita yang suaminya disirkumsisi.
Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV anogenital beperan
penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 % kanker serviks telah dibuktikan
adanya hubungan dengan HPV resiko tinggi. Pada saat ini diketahui terdapat 70 macam tipe
HPV. Yang dimaksud dengan HPV tipe high risk adalah HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51,
52, 56 dan 58. Tipe 16 dan 18 merupakan tipe HPV onkogen yang dapat menyebabkan
instabilitas kromosomal, terjadinya mutasi dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan.
Sedangkan HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44 disebut low risk yang merupakan tipe nononkogen
C.
PATOLOGI
Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda
SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.
Tumor dapat tumbuh:
1.
Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infitratif
membentuk ulkus
3.
D.
PENYEBARAN
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam
vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi
terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru
kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen
(hepar, tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
1. fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional
melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan
seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru, hati, ginjal,
tulang serta otak.
E.
DIAGNOSIS
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang
menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks,
dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks.
Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam
penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
a.
Keputihan.
6
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat infeksi
dan nekrosis jaringan.
b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar
senggama.
a.
b.
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker
serviks adalah:
1. Sitologi.
Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat
untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen
ektoserviks dan endoserviks.
Gambar 6. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Papanicolaou test atau Pap smear adalah metode screening ginekologi, dicetuskan
oleh Georgios Papanikolaou, untuk menemukan proses-proses premalignant dan malignant di
ectocervix, dan infeksi dalam endocervix dan endometrium. Pap smear digunakan untuk
8
mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV.
Pemeriksaan Pap smear sebaiknya dilakukan pada orang yang telah melakukan hubungan
seksual pertama kali dan pada gadis sekitar usia 25-30 tahun.
Persiapan penderita :
a. Wanita diberi tahu untuk menghindari obat-obatan yang dimasukan dalam
vagina
b. Pencucian (irigasi) vagina
c. Koitus dalam waktu 24 jam sebelum pemeriksaan
Peralatan yang dipergunakan dalam pemeriksaan Pap Smear antara lain :
a. Spekulum cocor bebek (Graeves)
b. Spatula Ayre
c. Lidi kapas atau cyto brush
d. Gelas objek
e. Alkohol 95 % untuk fiksasi atau semprot fiksatif yang dijual komersial
Cara pemeriksaan Pap Smear adalah sebagai berikut :
a. Lakukan pemeriksaan dengan inspekulo untuk melihat portio.
b. Lakukan pengambilan epitel dengan menggunakan spatula Ayre atau Cyto
brush.
c. Buat apusan pada objek glass.
d. Lakukan fiksasi dengan menggunakan alcohol 95%.
e. Amati pada mikroskop adanya keganasan pada epitel.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan kapan saja, kecuali sedang haid . Hambatan
lain untuk pelaksanaan pap smear sebagai program skriming adalah teknik yang
kurang praktis oleh karena hanya bisa dikerjakan oleh tenaga-tenaga terlatih,
interprestasi hasil memerlukan waktu yang lebih lama, dan biaya pemeriksaan yang
cukup tinggi.
Prosedur pemeriksaan pap smear ini juga sangat panjang dan kompleks.
Sediaan yang telah diambil dan difiksasi tersebut, kemudian diseleksi oleh skriner
apakah memenuhi syarat atau tidak. Setelah itu, dilakukan proses pengecatan oleh
9
tenaga terlatih dan kemudian dibaca oleh ahli sitologi. Bila hasil pembacaan
menunjukkan tanda-tanda lesi pra kanker atau kanker invasif, barulah kemudian
dilakukan pemeriksaan kolposkopi dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dengan
prosedur yang kompleks ini mengakibatkan pemeriksaan menjadi mahal. Selain itu
sarana yang digunakan, seperti cytobrush tidak terlalu tersedia.
Table of Paps Smear Classes (Previous System and Bethesda System)
Pap Classes
I
II
III CIN I
III CIN II
III CIN III
IV
V
Description
Normal
Reactive Changes
Atypia
Koilocytosis
Mild dysplasia
Moderate dysplasia
Severe dysplasia
Ca in situ
Invasive
Bethesda 2001
Normal and variants
Reactive Changes
ASC, ASG
Low Grade SIL
Low Grade SIL
High Grade SIL
High grade SIL
High grade SIL
Microinvasion
11
Gambar CIN II
Karsinoma in situ atau severe dysplasia (CIN III) seluruh sel mengalami kelainan,
tetapi sel abnormal tidak melewati membrane basalis. Apabila keadaan ini tidak
diperbaiki akan mengalami perubahan menjadi karsinoma yang invasive
12
13
Prosedur pemeriksaan :
a. Pasien dalam posisi litotomi
14
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan
kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.
15
tidur
periksa
yang
memungkinkan
pasien
berada
pada
posisilitotomi.
c.
d. Spekulum vagina
e. Asamasetat (3-5%)
f. Swab-lidi berkapas
16
g. Sarung tangan
Teknik IVA
Dengan speculum melihat serviks yang dipulas dengan asamasetat 3-5%. Pada
lesipra kanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white
epithelium Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa
tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan
tes IVA positif, maka di beberapa Negara dapat langsung dilakukan terapi dengan
cryosergury.
Hal
ini
tentu
mengandung
kelemahan-kelemahan
dalam
F. PENATALAKSANAAN
17
2.
Stadium IA1
Total Abdominal Histerektomi (TAH)/Total Vaginal Histerektomi (TVH). Bila
disertai Vaginal Intra Epitelial Neoplasma (VAIN) dilakukan pengangkatan vaginal
cuff.
3.
Stadium IA2
Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis
4.
Ca invasive
Biopsi untuk konfirmasi diagnosis
5.
6.
7.
diberikan khemoradiasi,
Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama
terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut
berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif,
sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya semakin rendah. Hal ini disebut
Kemoresisten.
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah:
1)
2)
Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang
berakibat menghambat sintesis DNA.
3)
4)
Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker,
contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan
darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
2)
Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi,
tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil
yang ada (micro metastasis).
3)
Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker
4)
Kemoterapi Neo-Adjuvan
19
sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 120 menit, atau dengan continous drip
sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
2)
Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk
memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin,
Taxol, Taxotere, Hydrea.
4)
Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran, Alkeran, Myleran,
hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang
dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6)
Topikal
7)
Intra arterial
8)
Intracavity
9)
Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker
ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam
cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk
mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin
1)
Pengobatan.
2)
3)
4)
Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24
jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2.
Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.
3.
Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4.
Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa
bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian,
maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda
walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai
pengaruh bermakna.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi
sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual,
muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya
timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24
jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih
(leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum
tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi
sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada
hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar
laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar
leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke
empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati
normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia
21
dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada
traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada kebotakan. efek
samping
yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung,
sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis,
gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan
terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan donorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar
penderita meninggal karena pump failure, fibrosis paru umumnya irreversibel, kelainan hati
terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya
yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing
relatif kecil dan lebih mudah diatasi.
RADIOTERAPI
Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks uteri
perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga pelvis.
Teknik radiasi
Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan pilihan yang umumnya
diberikan dengan maksud:
Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan korpus
uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga dosis ke
rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas
toleransi.
a. Komplikasi umum
Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa mual, lesu, dan
tidak ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat terdapat muntah-muntah, tidak
bisa makan, lemah, sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Berat ringannya
gejala-gejala sangan dipengaruhi oleh status fisik dan psikologi penderita.
b. Komplikasi lokal
Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh yang terkena radiasi
secara langsung, yaitu:
Fistel radiologik
Gejala sistitis
Proktitis hemoragik
Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran yang luas dengan
dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis dengan kemungkinan penyempitan
vagina, rectum, kandung kencing atau ureter.
Nekrosis
pada
dinding
vagina
dengan
kemungkinan
timbulnya
fistula
23
Gambar 9. Histerektomi
Emboli dan emboli paru yang berat
Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu:
1.
2.
Disfungsi vesikouterina
Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan ligamentum
kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum sakrouterinum terlalu
dekat dengan rektum.
2.
Fistula
Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria
Infeksi pascaoperatif
Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti:
24
Memperpanjang hospitalisasi
G. FOLLOW UP
Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung keadaan.
Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikula, abdomen, abdominal vaginal, dan
abdominal rektal, pemeriksan sitologik puncak vagina, dan foto rontgen thoraks (setiap 6
bulan).
Kolposkopi untuk meneliti puncak vagina, serta bentuk-bentuk praganas. Rektoskopi,
sistoskopi, renogram, Intra Venous Pyelografi (IVP), dan CT scan panggul, hanya dilakukan
menurut indikasi.
H. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum, tingkat
klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan sarana pengobatan.
Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai berikut:
TINGKAT
T1S
AKH-5 tahun
Hampir 100 %
T1
70 85 %
T2
40 60 %
T3
30 40 %
T4
< 10 %
25
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons
terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul
gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya
rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan
radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
26
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim.
Definition
Cervical
Dysplasia.
Diunduh
pada
EGC
5. Kumar, Robins.2002. Ovarium dalam Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: EGC.
6. Liewellyn, Derek dan Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
7. Mardjikoen Praswoto. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam Ilmu Kandungan ed.2.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Jakarta, 1999;
14:380-390.
27
11. Rivlin, E, M.2000. Obstetrics and gynecologi, 5 th.Ed.Lippincott Williams & Wilkins
p.
12. http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/kanker-serviks.html
28