You are on page 1of 8

Penerapan Etika, Displin dan Hukum Kedokteran dalam

Hubungan Dokter-Pasien
Angela Mamporok (10.2011.427)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi:
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
Email : angie92_john@yahoo.com
PENDAHULUAN1,2
Dalam era global yang terjadi waktu ini, profesi kedokteran merupakan salah satu profesi
yang mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat banyak yang menyoroti profesi dokter, baik
sorotan yang disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia(IDI) sebagai induk
organisasi para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media elektronik.
IDI menganggap sorotan-sorotan tersebut sebagai suatu kritik yang baik terhadap profesi
kedokteran, agar para dokter dapat meningkatkan pelayanan profesi kedokterannya terhadap
masyarakat. Bagi IDI, banyaknya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter menggambarkan
bahwa masyarakat belum puas dengan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh para dokter.
Memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia. Pemerintah
menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai masyarakat adil
makmur. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Agar penyelenggaraan upaya kesehatan itu berhasil
guna dan berdaya guna, maka pemerintah perlu mengatur, membina dan mengawasi baik
upayanya maupun sumber dayanya.
Dewasa ini dokter lebih dipandang sebagai ilmuwan yang pengetahuannya sangat
diperlukan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kedudukan dan peran dokter tetap
dihormati, tetapi tidak lagi disertai unsur pemujaan. Dari dokter dituntut suatu kecakapan ilmiah
tanpa melupakan segi seni dan artistiknya.

Kesenjangan yang besar antara harapan pasien dengan kenyataan yang diperolehnya
menyusul dilakukannya merupakan faktor prediposisi. Kebanyakan orang kurang dapat
memahami bahwa sebenarnya masih banyak faktor lain di luar kekuasaan dokter yang dapat
mempengaruhi hasil upaya medis, seperti misalnya stadium penyakit, kondisi fisik, daya tahan
tubuh, kualitas obat dan juga kepatuhan pasien untuk mentaati nasehat dokter. Faktor-faktor tadi
dapat mengakibatkan upaya medis menjadi tidak berarti apa-apa. Oleh sebab itu, tidaklah salah
jika kemudian dikatakan bahwa hasil suatu upaya medis penuh dengan ketidakpastian dan tidak
dapat diperhitungkan secara matematik.
PEMBAHASAN
1.

Etika, displin dan hukum3-5


Aspek etika, disiplin dan hukum sering tumpang-tindih pada kasus tertentu. Di dalam

pratek kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum karena ada
beberapa norma etik yang diangkat menjadi norma hukum dan norma hukum yang mengandung
nilai etika.
Kode etik kedokteran sudah ada sepanjang sejarah profesi kedokteran, mulai dengan
daftar honor dan hukuman untuk malpratek dalam kode hammurabi, lalu ke sumpah hippocrates
pada zaman yunani, sampai ke kode etik kedokteran Indonesia. Perilaku dokter harus sesuai
dengan etik masyarakat di mana ia berada karena dokter, sebagaimana anggota masyarakat
lainnya selain makluk individual juga makluk sosial budaya, dan beragama.
Kata etik atau etika berasal dari dua kata bahasa latin, yaitu kata mores dan ethos.
Umumnya sebagai rangkaian mores of community (kesopanan masyarakat) dan ethos of the
people (akhlak manusia). Kode etik suatu profesi terbentuk bila ahli-ahli kelompok profesi itu
mengumpulkan dan menyepakati suatu daftar perilaku etik yang berlaku untuk anggota-anggota
profesi itu. Etik profesi seharusnya mencerminkan ikatan moral antara profesi,
ikatan moral antara individu yang dilayani, serta ikatan moral dengan masyarakat di mana
profesi menyediakan jasanya dan pengakuan eksistensinya. Melanggar etik kedokteran berarti
juga melanggar prinsip-prinsip moral, nilai dan kewajiban-kewajiban yang dituntut untuk
diambil tindakan-tindakan berupa skorsing atau dikeluarkan dari keanggotaan IDI.

Disiplin kedokteran merupakan suatu aspek yang berkait dengan norma disiplin seorang
dokter. Pelanggaran disiplin terjadi jika seorang dokter melanggar starndar profesi nya. Kualitas
profesi termasuk layanan dan perilaku seorang dokter yang bisa menurunkan kehormatan pasien
terhadap profesinya. Terdapat beberapa bentuk pelanggaran disiplin kedokteran. Antaranya
adalah, tidak kompeten dalam melakukan tugas, tidak merujuk pasien, dokter pengganti tidak
memberitahu pasien, tidak memiliki surat ijin pratek, kelalaian dalam pengaturan pasien,
pemeriksaan dan pengobatan berlebihan, tidak memberi informasi yang jujur, tidak memberi
informed consent, tidak membuat atau menyimpan rekam medis dan peresepan obat psikotropik
atau narkotik tanpa indikasi.
Hukum kedokteran di batasi pada hukum yang mengatur produk profesi dokter, yang
disebabkan karena adannya hubungan dengan pihak yang lain, baik pasien maupun tenaga
kesehatan lain. Hukum kedokteran mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien yang merupakan
obyek inti satu-satunya dalam hukum kedokteran.
2.

Hubungan dokter-pasien4-7
Hubungan antara dokter dengan pasien dipengaruh dengan etika dokter dan kewajipannya

dalam pelayanan. Prinsip moral yang harus ada dalam hubungan ini adalah autonomy,
beneficence, non-maleficence dan justice. Selain itu, ditambah juga dengan kewajipan dokter saat
memberi pelayanan pada pasien dengan memberikan diagnosis atau informasi yang benar dan
akurat pada pasien dan menjaga rahasia pasien. Semua hal ini akan membantu untuk
mewujudkan perasaan saling percaya antara dokter dengan pasien.
Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan
Rahasia Kedokteran, selanjutnya disingkat PP No. 10 Tahun 1966, yang dimaksud dengan
RAHASIA KEDOKTERAN adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut
dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaan dalam lapangan kedokteran. Pasal 3
PP No 10 Tahun 1966 menyatakan bahwa yang di wajibkan menyimpan rahasia yang di maksud
dalam pasal 1 adalah tenaga kesehatan. Menurut pasal 2 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1966 Tentang Tenaga Kesehatan selanjutnya di sebut PP No 32 Tahun 1966, menyatakan
bahwa tenaga kesehatan adalah terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik dan tenaga
3

keteknisan medis. Dokter dalam menjalankan tugas jabatannya di wajibkan atau di haruskan
melindungi rahasia penyakit pasien agar tetap terpelihara.
Sumpah dokter berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1960 Tentang Lafal
Sumpah Dokter selanjutnya di sebut PP No 26 Tahun 1960 sebagai berikut: "Saya akan
merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya
sebagai dokter". Namun, sumpah hanyalah suatu pernyataan kehendak pada satu pihak dan
pelaksanaannya tergantung dengan hati nurani pelakunya yaitu dokter tersebut.
Adapun sumpah dokter berdasarkan pasal 13 Kode Etik Kedokteran Indonesia(KODEKI)
sebagai berikut Setiap dokter wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
penderita bahkan juga setelah penderita itu meninggal. Kode ini bersifat intern atau tidak terlalu
berat, dan hukuman diberikan oleh yang terkait dengan organisasi dan organisasi itu sendiri.
Pelaksanaan rahasia jabatan tidak cukup hanya diatur pada etik, tetapi memerlukan
pengaturan dalam undang-undang. Pelanggaran terhadap norma susila hanya diancam oleh
sanksi sosial dari masyarakat sedangkan pelanggaran undang-undang mendapat ancaman
hukuman. Dokter yang melakukan pelanggaran itu juga mendapat ancaman hukuman
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rahasia pekerjaan dan rahasia jabatan dokter merupakan dua hal yang hampir sama pada
intinya yaitu memegang suatu rahasia. Rahasia pekerjaan adalah sesuatu yang dan harus
dirahasiakan berdasarkan lafal janji yang di ucapkan setelah menyelesaikan pendidikan.
Contohnya, dalam lafal sumpah dokter, Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan
merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya
sebagai dokter.
Rahasia jabatan adalah rahasia dokter sebagai pejabat struktural, misal sebagai Pegawai
Negeri Sipil yang disingkat (PNS). Contoh dalam lafal sumpah pegawai negeri."Saya akan
memegang rahasia sesuatu yang menurut sifat atau perintah harus saya rahasiakan".
Rahasia jabatan dokter adalah bermaksud untuk melindungi rahasia dan untuk menjaga
tetap terpeliharanya kepercayaan pasien dan dokter. Namun, tidak ada batasan yang jelas dan
pasti kapan seorang dokter harus menyimpan rahasia penyakit dan kapan ia dapat memberikan
4

keterangan pada pihak yang membutuhkan. Pedoman penentuan sikap dalam mengatasi masalah
seperti ini yang harus tetap di sadari dan di tanamkan adalah pengertian bahwa rahasia jabatan
dokter terutama adalah kewajiban moral. Dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan bidang
profesi dokter selain di ikat oleh lafal sumpahnya sebagai dokter, juga oleh KODEKI.
Seorang dokter mempunyai kaitan yang erat dengan tanggung jawab dalam upaya
pelayanan kesehatan yang selanjutnya disingkat YANKES. Tanggung jawab tersebut meliputi
tiga hal, yaitu anggung jawab etis berlandaskan KODEKI, tanggung jawab profesi berlandaskan
pada kualifikasi pendidikan dan tanggung jawab hukum berlandaskan hukum pidana, hukum
perdata dan hukum administrasi.
Hukum kedokteran pada asasnya bertumpu pada dua hak manusia yang sifatnya asasi,
yaitu hak atas perawatan kesehatan (the right health care), yang merupakan hak yang
menentukan nasib sendiri dan hak atas informasi (the right to information) yaitu hak dasar
individual untuk mengetahui segala informasi yang terkait dengan dirinya. Dalam kaitannya
dengan hukum kedokteran, hak atas perawatan kesehatan yang merupakan hak asasi sosial
dasarnya dapat ditemukan dalam articel 25 United Universial Declaration of human Rights 1948
khususnya ayat 1.
Dengan adanya perkembangan bidang sosial dan budaya yang menyertai perkembangan
masyarakat telah membawa perubahan terhadap status manusia sebagai obyek ilmu kedokteran
menjadi subyek yang berkedudukan sederajat. Peningkatan status pasien sebagai subyek yang
sederajat ini yang oleh Hipocrates, dituangkan dalam suatu hubungan yang disebabkan sebagai
transaksi terapeutik. Dalam kaitannya dalam transaksi, maksudnya ialah transaksi untuk mencari
dan menemukan terapi yang paling tepat oleh dokter untuk kesembuhan pasien.
Pada dasarnya, perubahan pola hubungan antara pemberi jasa YANKES dengan penerima
jasa YANKES terjadi dan dapat diidentifikasi dari peristiwa-peristiwa yang berasal semakin
meningkatnya jumlah permintaan akan YANKES yang hakikatnya disebabkan karena adanya
tiga faktor dominan yaitu meningkatnya jumlah permintaan atas pelayanan kesehatan,
berubahnya pola penyakit dan kemajuan teknologi medik.
Pemberian hak atas ganti rugi merupakan suatu pelindungan hukum bagi setiap orang atas
suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non fisik karena kesalahan atau kelalaian yang telah
5

dilakukan oleh tenaga kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, yang selanjutnya disingkat UU No.23 tahun 1992. Perlindungan ini sangat penting
karena akibat kelalaian atau kesalahan yang mungkin dapat mengakibatkan kematian atau cacat
permanen.
UU No. 23 tahun 1992 dilahirkan dengan tujuan untuk meningkatkan, mengarahkan dan
memberi dasar bagi pembangunan dibidang kesehatan. Hak menerima jasa YANKES dalam
hubungannya dengan pemberi jasa YANKES dalam pola hubungan paternalistik meliputi hak
atas informasi, hak untuk memberikan persetujuan untuk dilakukan tindakan medis tertentu, hak
untuk memilih pemberi jasa, hak untuk memilih sarana kesehatan, hak atas rahasia medik, hak
untuk menolak perawatan dan hak untuk menghentikan pengobatan.
Etika profesi seharusnya mencerminkan ikatan moral antara profesi, ikatan moral antara
individu yang dilayani, serta ikatan moral dengan masyarakat di mana profesi menyediakan
jasanya dan pengakuan eksistensinya. Dalam transaksi terapeutik yang diperjanjikan adalah
upaya mencari atau menemukan terapi yang paling tepat dan untuk upaya penyembuhan,
dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Disinilah letak keterkaitan antara etika dengan hukum
yaitu dokter yang terlibat dalam hubungan transaksi terapeutik dengan pasien dalam
melaksanakan tugasnya dilandasi oleh dasar-dasar etika sebagai seorang dokter yang dibekali
dengan sumpah jabatan dan kode etik profesi kedokteran.
3.

Contoh kasus yang terkait dengan isu etika, disiplin dan hukum dalam kedokteran.
Dokter P adalah seorang dokter spesialis obgin yang berpengalaman. Beliau baru saja

akan menyelesaikan tugas jaga malamnya di sebuah rumah sakit ketika seorang wanita muda
dating dengan ditemani oleh ibunya untuk berobat. Namun, ibu tersebut langsung pergi lagi
setelah berbicara dengan suster jaga dengan alasan harus menjaga anak-anaknya yang lain.
Pasien lalu menceritakan keluhannya yaitu mengalami pendarahan per vaginam dan sangat
kesakitan. Dokter P kemudiaan melakukan pemeriksaan dan menduga bahwa kemungkinan
pasien mengalami keguguran dan mencoba aborsi. Dokter P segera melakukan dilatasi dan
curettage dan mengatakan pada suster untuk menanyakan kepada pasien apakah dia bersedia
diopname di rumah sakit sampai keadaannya benar-benar baik. Tidak lama kemudiaan, dokter Q
datang untuk menggantikan dokter P, yang langsung pulang tanpa berbicara dengan pasien.
6

Dalam kasus ini, dokter P tidak menerapkan etika kedokteran yang seharusnya ada, yaitu
tidak melakukan komunikasi yang baik dengan pasien. Setelah mengetahui kondisi sebenar
pasien, dokter P tidak menjelaskan sama sekali ke pasien tentang kondisi kesehatannya dan
langsung melakukan dilatasi dan curettage tanpa meminta kebenaran dari pasien terlebih dahulu.
Selain melanggar etika seorang dokter, tindakan ini turut melanggar disiplin dan hukum
kedokteran, di mana informed consent tidak diberikan kepada pasien sebelum melakukan
rawatan.7 Hal ini sangat penting karena, jika saat merawat pasien, terjadi sesuatu yang bisa
menyebabkan luka berat atau kematian ke atas pasien, dokter yang merawat bisa dituntut dan
dihukum karena dianggap memberikan pelayanan kesehatan tanpa kerelaan pasien.
Selanjutnya, dokter P tidak memaklumkan pada pasiennya saat dokter Q datang untuk
menggantikan tugasnya di rumah sakit. Masalah seperti ini akan menjejaskan hubungan dokter
dengan pasien karena, pasien yang sudah percaya pada dokter yang merawatnya akan merasa
dikhianati jika mengetahui dokter yang merawatnya telah diganti tanpa pengetahuannya.
KESIMPULAN
Penerapan aspek etika, disiplin dan hukum kedokteran amat penting dalam profesi
sebagai dokter. Hal ini karena, dewasa ini, terdapat banyak kasus malpratek dan tuntutan dari
pasien ke atas dokter yang merawatnya. Justeru itu, hubungan dokter dengan pasien harus
ditingkatkan agar pasien akan lebih percaya dan yakin dnegan dokter agar kasus seperti tuntutan
pasien ke atas dokter dapat dielakkan.
Selain dari meningkatkan hubungan baik antara dokter dengan pasien, penerapan etika,
disiplin dan hukum kedokteran secara tidak langsung akan membantu memperbaiki dan
meningkatkan pelayanan kesehatan dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Achadiat, Chrisdiono.M. Pernik-Pernik Hukum Kedokteran, Melindungi Pasien dan
Dokter. Jakarta: Widya Medika;2007.h.417-31
2. Ameln, Fred. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya;2008.h.85-6
3. Anderson & Foster. Antropologi Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia Press;
2009.h.120-121
4. Bertens K. Dokumen Etika dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Universitas Atmajaya;
2007.h.351-353
5. Hanafiah M, Yusuf, Amir, Amri. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan EGC, Jakarta;
2008.h.113-115
6. Hart, H.L.A. The Concept of Law. London: Clarendon Press Oxford; 2009.h.251-254
7. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja T.D. Bioetik dan hukum kedokteran. Jakarta; 2007.h. 883.

You might also like