Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh
Kelompok A1
Ketua
Sekretaris
Anggota
: 1102010076
: 1102010127
: 1102009018
1102009067
1102010015
1102010097
1102010108
1102010133
1102010140
1102010141
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2011/2012
Skenario 3
Sasaran belajar :
1. Memahami dan menjelaskan hemostatis.
1
Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi dan koagulasi
(Dorland, 2006). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian
kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan
trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cidera(Price, S A dan Wilson, L M .2006).
FAKTOR YANG BERPERAN
Hemostatis adalah proses dimana darah dalam sistem sirkulasi tergantung dari kontribusi dan
interaksi dari 5 faktor, yaitu dinding pembuluh darah, trombosit, faktor koagulasi, sistem
fibrinolisis, dan inhibitor.
Hemostasis bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan vena,
mencegah kehilangan darah karena luka, memperbaiki aliran darah selama proses
penyembuhan luka. Hemostasis juga bertujuan untuk menghentikan dan mengontrol
perdarahan dari pembuluh darah yang terluka.
KLASIFIKASI
1. Hemostasis primer. Jika terjadi desquamasi dan luka kecil pada pembuluh darah, akan
terjadi hemostasis primer. Hemostasis primer ini melibatkan tunika intima pembuluh darah
dan trombosit. Luka akan menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan sumbat trombosit.
Hemostasis primer ini bersifat cepat dan tidak tahan lama. Karena itu, jika hemostasis primer
belum cukup untuk mengkompensasi luka, maka akan berlanjut menuju hemostasis sekunder.
2. Hemostasis Sekunder. Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau jaringan lain,
vasokonstriksi dan sumbat trombosit belum cukup untuk mengkompensasi luka ini. Maka,
terjadilah hemostasis sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis
sekunder ini mencakup pembentukan jaring-jaring fibrin. Hemostasis sekunder ini bersifat
delayed dan long-term response. Kalau proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka
proses berlanjut ke hemostasis tersier.
3. Hemostasis Tersier. Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas
koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier melibatkan sistem fibrinolisis.
MEKANISME
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka. Trombosit
akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh thrombin yang
terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang
dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan
dengan adanya fibrinogen, trombosit kemudian mengadakan agregasi terbentuk sumbat
hemostatik ataupun trombos.
2. Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk
sumbat hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang
rusak itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran darah
dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi vasokontriksi). Setelah itu, akan
diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin
difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan A2
menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi
trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer.
Setelah itu dimulailah kaskade koagulasi (lihat gambar.1) yaitu hemostasis sekunder, diakhiri
dengan pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi
faktor Xa. Faktor X diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik.
Lintasan intrinsic
Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping prekalikrein,
kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini
membentuk factor Xa (aktif).
Lintasan ini dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan berat
molekul tinggi, factor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan
negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel.
Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, factor XII akan
diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan
menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan
menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk, factor xiia mengaktifkan factor XI
menjadi Xia, dan juga melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat
molekul tinggi.
Factor Xia dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi enzim serin protease,
yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam factor X untuk
menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor Xa. Reaksi yang belakangan ini
memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan
trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan factor IXa dan factor X. Perlu kita perhatikan bahwa dalam
semua reaksi yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X),
residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat
pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit
pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin
dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII,
suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi
sebagai resepto untuk factor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan
oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk factor VIIIa, yang
selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
Lintasan Ekstrinsik
Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan
factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi factor
jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan factor VII dan
mengaktifkannya; factor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam
darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk factor VIIa
dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan factor X. factor VII
memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam factor X yang dipotong oleh kompleks tenase
pada lintasan intrinsic. Aktivasi factor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan
intrinsic dan ekstrinsik.
Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa kompleks
factor jaringan dengan factor VIIa juga mengaktifkan factor IX dalam lintasan intrinsic.
Sebenarna, pembentukan kompleks antara factor jaringan dan factor VIIa kini dipandang
sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan darah secara in vivo. Makna
fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut melibatkan factor XII, prekalikrein dan
5
kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari
fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, factor XIIa dan Xia dapat
memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan factor jaringan (TFPI: tissue factor fatway inhibitior) merupakan inhibitor
fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang beredar
didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung factor Xa dengan terikat
pada enzim tersebut didekat tapak aktifnya. Kemudian kompleks factor Xa-TFPI ini
manghambat kompleks factor VIIa-faktor jaringan.
Lintasan Terakhir
Pada lintasan terakhir yang sama, factor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan
ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian
mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan
kompelks protrombinase yang terdiri atas fosfolipid anionic platelet, Ca2+, factor Va, factor
Xa dan protrombin.
Factor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam trombosit serta
plasma berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip factor VIII dalam kompleks tenase. Ketika
aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsure ini terikat dengan reseptor spesifik
pada membrane trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan factor Xa serta
protrombin. Selanjutnya kompleks ini di inaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut, dengan
demikian akan menghasilkan sarana untuk membatasi pengaktifan protrombin menjadi
thrombin. Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati.
Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh residu Gla, dan tempat
protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam region-terminalkarboksil molekul
tersebut. Setelah terikat dengan kompleks factor Va serta Xa pada membrane trombosit,
protrombin dipecah oleh factor Xa pada dua tapak aktif untuk menghasilkan molekul
thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A
dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.
Konversi Fibrinogen menjadi Fibrin
Fibrinogen (factor 1, 340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut dan
terdiri atas 3 pasang rantai polipeptida nonidentik (A,B)2 yang dihubungkan secara
kovalen oleh ikatan disulfda. Rantai B dan y mengandung oligosakarida kompleks yang
terikat dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya disintesis dihati: tiga
structural yang terlibat berada pada kromosom yang sama dan ekspresinya diatur secara
terkoordinasi dalam tubuh manusia. Region terminal amino pada keenam rantai
dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh sejumlah ikatan disulfide, sementara region
terminal karboksil tampak terpisah sehingga menghasilkan molekol memanjang yang sangat
asimetrik. Bagian A dan B pada rantai Aa dan B, diberi nama difibrinopeptida A (FPA) dan
B (FPB), mempunyai ujung terminal amino pada rantainya masing-masing yang mengandung
6
muatan negative berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta glutamate disamping
tirosin O-sulfat yang tidak lazim dalam FPB. Muatannegatif ini turut memberikan sifat dapat
larut pada fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi untuk mencegah agregasi dengan
menimbulkan repulse elektrostatik antara molekul-molekul fibrinogen.
Thrombin (34kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks protrobinase,
menghidrolisis 4 ikatan Arg-Gly diantara molekul-molekul fibrinopeptida dan bagian serta
pada rantai Aa dan B fibrinogen. Pelepasan molekul fibrinopeptida oleh thrombin
menghasilkan monomer fibrin yang memiliki struktur subunit ()2. Karena FPA dan FPB
masing-masing hanya mengandung 16 dab 14 residu, molwkul fibrin akan mempertahankan
98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan
memajankan tapak pengikatan yang memungkinkan molekul monomer fibrin mengadakan
agregasi spontan dengan susunan bergiliran secara teratur hingga terbentuk bekuan fibrin
yang tidak larut. Pembentukan polimer fibrin inilah yang menangkap trombosit, sel darah
merah dan komponen lainnya sehingga terbentuk trombos merah atau putih. Bekuan fibrin ini
mula-mula bersifat agak lemah dan disatukan hanya melalui ikatan nonkovalen antara
molekul-molekul monomer fibrin.
Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, thrombin juga mengubah factor XIII menjadi
XIIIa yang merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silan
secara kovalen anatr molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptide antar gugus amida
residu glutamine dan gugus -amino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang
lebih stabil dengan peningkatan resistensi terhadap proteolisis.
Regulasi Trombin
Begitu thrombin aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya
harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau
pengaktifan trombosit. Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu:
1. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada setiap
reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara
aktivasi dan inhibisi.
8
2. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.
KELAINAN HEMOSTATIS
Gangguan hemostasis bisa disebabkan:
a.Gangguan pada tingkat pembuluh darah
Dinding pembuluh darah terdiri dari serat-serat protein kolagen yang mengandung asam
amino hidroksiprolin. Hidroksiprolin dibentuk dari prolin dengan bantuan vitamin C,
sehingga defisiensi vitamin C dalam waktu lama dapat menyebabkan kerapuhan pembuluh
darah(perifer) sehingga menyebabkan suatu perdarahan.
b.Gangguan pada tingkat trombosit
Terjadinya penurunan jumlah trombosit:
-Gangguan pembentukan trombosit
-Penyakit virus (demam berdarah dengue)
-Penyakit pembuluh darah
c.Gangguan pada faktor pembekuan darah
-Genetik (misal:hemofilia)
-Kerusakan organ pembuatnya (hepar)
-Proses sintesis (kekurangan vitamin K)
penderita hemofilia :
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran
tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka
tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.
Dorland, W.A. Newman, alih bahasa, Hartanto, Huriawati, 2006, Kamus Kedokteran Dorland,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Guyton dan Hall. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran .J akarta : EGC
11
Patofisiologi Trombosis
Berdasarkan triad of Virchows terdapat tiga faktor yang berperan dalam
patofisiologi trombosis, yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran
darah, dan perubahan daya beku darah. Pada trombosis arteri faktor yang paling
penting adalah kelainan dinding pembuluh darah, sedangkan pada trombosis vena
yang rterpenting adalah adanya stasis dan hiperkoagulabilitas.
13
diikuti dengan interaksi antara lipid, sel endotel, monosit, trombosit, limfosit, dan sel
otot polos. Apabila plak mengalami ruptur dan endotel terkelupas maka proses
trombosis arteri akan dipicu karena trombosit dan faktor koagulasi dalam plasma
terpapar dengan jaringan subendotel yang sangat trombogenik.
Pada trombosis vena, kerusakan endotel tidak memegang peranan penting,
kecuali pada trombosis vena femoralis yang terjadi setelah operasi panggul.
Penurunan tonus vena yang terjadi pada kehamilan dan pemakaian pil kontrasepsi
akan menimbulkan stasis sehingga memudahkan terjadinya trombosis.
Trombosis vena
Immobilisasi
Operasi
Trauma jaringan luas
Keganasan
Kehamilan
Pil kontrasepsi
Antiphospholipid syndrome (APS)
Activated protein C resistance
Defisiensi antitrombin
Defisiensi protein C
Defisiensi F XII
Struktur molekul plasminogen abnormal
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
15
16
Tabel 2.1. Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis perdarahan
Berat
Sedang
Ringan
0,01-0,5 (1-5)
>0,05 (>5)
Frekuensi hemofilia 70
A (%)
15
15
Frekuensi hemofilia 50
B (%)
30
20
Usia awitan
1 tahun
1-2 tahun
>2 tahun
Gejala neonatus
Sering PCB
Kejadian ICH
Sering PCB
Jarang ICB
Trauma ringan
Perdarahan SSP
Risiko sedang
Jarang
Butuh bebat
Dapat terjadi
Kadang terjadi
Perdarahan
operasi
Risiko tinggi
post Sering dan fatal
Kadar F VIII
Gambaran klinis
Berat
Hemarthrosis &
perdarahan spontan
sering dan berat sejak
muda, umumnya
disertai deformitas
sendi dan kecacatan
Sedang
Perdarahan spontan
jarang, perdarahan
berat setelah luka
kecil.
Ringan
Perdarahan spontan
jarang, perdarahan
setelah trauma atau
setelah operasi.
(Linda W.A. Rotty, 2006)
17
3.4. Etiologi
. Etiologi Hemofilia
Riwayat keluarga
Skema Keluarga Hemofilia
XXXYXhY
XhX
XY
XhY
XhX
XY
XY
XX
Keterangan :
XhX = perempuan carier
XX = perempuan normal
XhY = laki-laki hemofilia
XY = laki-laki normal
3.5. Patogenesis
Patogenesis Hemofilia
i. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIII C) dapat karena
sintesis menurun atau pembentukan F VIII C dengan struktur abnormal.
ii. Hemofilia B disebabkan oleh defisiensi F IX. F VIII diperlukan dalam pembentukan tenase
complex yang akan mengaktifkan F X. Defisiensi F VIII mengganggu jalur intrinsik,
sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin.Akibatnya terjadilah kelainan
koagulasi.
(I Made Bekta, 2006)
3.6. Gejala klinis
. Gejala dan Tanda Klinis Hemofilia
18
Riwayat keluarga, yang merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama
khusus hemofilia, meskipun ada 20-30% kasus hemofilia terjadi akibat mutasi
spontan kromosom X
Seorang anak laki-laki yang diduga hemofilia didapati riwayat perdarahan berulang
(hemartrosis, hematom) atau dengan riwayat perdarahan memanjang setelah trauma
atau tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga.
Percobaan pembendungan
Hitung trombosit
Masa protrombin plasma (PT)
Masa trombin (TT)
Masa Pembekuan (CT)
Masa protrombin parsial teraktivasi
Pemeriksaan kadar faktor VIII dan IX
Normal
Normal
Normal
Normal
Memanjang
Memanjang
Salah satu mengalami defisiensi
Diagnosis Definitif
Ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VIII atau F IX. Nilai normalnya 0,5-1,5 U/ml
atau 50-150%. Yang perlu diingat adalah membedakan Hemofilia A dengan penyakit von
19
Willebrand, dengan melihat rasio F VIIIc : F VIII antigen dan aktivasi F vW (uji rosetin)
rendah.
Diagnosis antenatal
Dilakukan pada ibu hamil dengan resiko. Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F
VIII dalam darah janin pada trimester kedua untuk menentukan kerentanan janin pada
hemofilia A.
Deteksi hemofilia A karier dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan
antigen F VIII vW, kalau nilai <1 memiliki ketepatan karier sekitar 90%.
D.
E.
F.
G.
3.10. Komplikasi
3.11. Pencegahan
Belum banyak yang dapat dilakukan dalam program pencegahan penurunan secara genetik
dari hemofilia ini baik di Indonesia maupun di luar negeri, dua hal yang perlu dipikirkan saat
ini dan bila mungkin dapat dilaksanakan agar tidak mendapat keturunan yang menderita
hemofilia yaitu: 1). Menentukan apakah seorang wanita sebagai carier hemofilia atau tidak,
21
dengan pemeriksaan DNA probe untuk menentukan kemungkinan adanya mutasi pada
kromosom X, cara ini yang paling baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara
ini kurang akurat yaitu: a). seorang wanita diduga carier bila dia merupakan anak perempuan
dari seorang laki-laki penderita hemofilia, b). bila dia merupakan ibu dari seorang anak
lakilakinya penderita hemofilia, c) wanita di mana saudara laki-lakinya penderita hemofilia
atau dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki hemofilia, 2). Antenatal diagnosis
hemofilia yaitu dengan menentukan langsung F VIII dan F IX sampel darah yang diambil
dari vena tali pusat bayi di dalam kandungan dengan kehamilan 16 20 minggu
Hindari trauma
Hindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang
berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat, obat
antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin.
Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia
menderita hemofilia.Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan atau
kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan khusus
3.12. Prognosis
Kemajuan dalam perawatan preventif, terapi fisik dan mengajari kebiasaan kesehatan
yang baik serta pemberian sendiri konsentrat faktor yang dilakukan di rumah sangat
memajukan kualitas hidup pada populasi pasien ini.
22
Daftar pustaka
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC
Sudoyo, W. Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Publishing, Jakarta.
onlymyhealth.com
http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php
http://www.scribd.com/doc/19791232/Hem-of-Ilia
http://www.hemofilia.or.id/komplikasi.php
23