You are on page 1of 24

Blok Hematologi dan Sistem Limfatik

BENGKAK PADA LUTUT


Wrap up

Disusun oleh
Kelompok A1
Ketua
Sekretaris
Anggota

: 1102010076
: 1102010127
: 1102009018
1102009067
1102010015
1102010097
1102010108
1102010133
1102010140
1102010141

Dicha Oseanni Andriswari


Ikra Alfata Arza
Akmal Nugraha
Dani Hermawan
Almira Rosalie
Fathur Rahman Mutiara Hikmah
Galuh Risky Ayuningtyas
Ismail Gunawan
Karina Dian Permatasari
Karina Surakusuma

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JAKARTA
2011/2012
Skenario 3

BENGKAK PADA SENDI LUTUT


Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun dibawa orangtuanya ke RS YARSI dengan
keluhan bengkak pada sendi lutut kanan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien sulit untuk
berjalan karena nyeri. Sejak kecil pasien sering mengeluh timbul bercak kebiruan di kulit jika
terkena benturan. Riwayat kelainan yang sama ditemukan pada adik laki laki dari ibu pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dalam batas normal, terdapat
Hemarthrosis pada regio genu dextra dan nyeri pada pergerakan, hematoma pada regio
cruris sinistra.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 11g/dl leukosit 6000 u/l dan trombosit
210.000 u/l. Masa perdarahan, masa protrombin (PT) dan kadar fibrinogen normal, masa
pembekuan (CT), masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial tromboplastin
time (aPTT)) memanjang. Dokter menganjurkan untuk pemeriksaan kadar faktor pembekuan
untuk menegakkan diagnosis pasti.

Sasaran belajar :
1. Memahami dan menjelaskan hemostatis.
1

2. Memahami dan menjelaskan trombosis.


3. Memahami dan menjelaskan hemofilia
3.1 definisi
3.2 epidemiologi
3.3 klasifikasi
3.4 etiologi
3.5 patogenesis
3.6 gejala klinis
3.7 pemeriksaan dan diagnosis
3.8 diagnosis banding
3.9 penatalaksanaan
3.10 komplikasi
3.11 pencegahan
3.12 prognosis

1. Memahami dan menjelaskan hemostatis


DEFINISI

Hemostasis adalah penghentian perdarahan oleh sifat fisiologis vasokontriksi dan koagulasi
(Dorland, 2006). Hemostasis dan koagulasi juga dapat didefinisikan sebagai serangkaian
kompleks reaksi yang menyebabkan pengendalian perdarahan melalui pembentukan
trombosit dan bekuan fibrin pada tempat cidera(Price, S A dan Wilson, L M .2006).
FAKTOR YANG BERPERAN
Hemostatis adalah proses dimana darah dalam sistem sirkulasi tergantung dari kontribusi dan
interaksi dari 5 faktor, yaitu dinding pembuluh darah, trombosit, faktor koagulasi, sistem
fibrinolisis, dan inhibitor.
Hemostasis bertujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan vena,
mencegah kehilangan darah karena luka, memperbaiki aliran darah selama proses
penyembuhan luka. Hemostasis juga bertujuan untuk menghentikan dan mengontrol
perdarahan dari pembuluh darah yang terluka.

KLASIFIKASI

1. Hemostasis primer. Jika terjadi desquamasi dan luka kecil pada pembuluh darah, akan
terjadi hemostasis primer. Hemostasis primer ini melibatkan tunika intima pembuluh darah
dan trombosit. Luka akan menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan sumbat trombosit.
Hemostasis primer ini bersifat cepat dan tidak tahan lama. Karena itu, jika hemostasis primer
belum cukup untuk mengkompensasi luka, maka akan berlanjut menuju hemostasis sekunder.
2. Hemostasis Sekunder. Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau jaringan lain,
vasokonstriksi dan sumbat trombosit belum cukup untuk mengkompensasi luka ini. Maka,
terjadilah hemostasis sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor koagulasi. Hemostasis
sekunder ini mencakup pembentukan jaring-jaring fibrin. Hemostasis sekunder ini bersifat
delayed dan long-term response. Kalau proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka
proses berlanjut ke hemostasis tersier.
3. Hemostasis Tersier. Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar aktivitas
koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier melibatkan sistem fibrinolisis.
MEKANISME
1. Pembekuan agregat trombosit yang longgar dan sementara pada tempat luka. Trombosit
akan mengikat kolagen pada tempat luka pembuluh darah dan diaktifkan oleh thrombin yang
terbentuk dalam kaskade pristiwa koagulasi pada tempat yang sama, atau oleh ADP yang
dilepaskan trombosit aktif lainnya. Pada pengaktifan, trombosit akan berubah bentuk dan
dengan adanya fibrinogen, trombosit kemudian mengadakan agregasi terbentuk sumbat
hemostatik ataupun trombos.
2. Pembentukan jarring fibrin yang terikat dengan agregat trombosit sehingga terbentuk
sumbat hemostatik atau trombos yang lebih stabil.
3. Pelarutan parsial atau total agregat hemostatik atau trombos oleh plasmin
Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang
rusak itu menyebabkan dinding pembuluh berkontraksi sehingga dengan segera aliran darah
dari pembuluh darah yang pecah akan berkurang (terjadi vasokontriksi). Setelah itu, akan
diikuti oleh adhesi trombosit, yaitu penempelan trombosit pada kolagen. ADP (adenosin
difosfat) kemudian dilepaskan oleh trombosit kemudian ditambah dengan tromboksan A2
menyebabkan terjadinya agregasi (penempelan trombosit satu sama lain). Proses aktivasi
trombosit ini terus terjadi sampai terbentuk sumbat trombosit, disebut juga hemostasis primer.
Setelah itu dimulailah kaskade koagulasi (lihat gambar.1) yaitu hemostasis sekunder, diakhiri
dengan pembentukan fibrin. Produksi fibrin dimulai dengan perubahan faktor X menjadi
faktor Xa. Faktor X diaktifkan melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik.

Lintasan intrinsic

Lintasan intinsik melibatkan factor XII, XI, IX, VIII dan X di samping prekalikrein,
kininogen dengan berat molekul tinggi, ion Ca2+ dan fosfolipid trombosit. Lintasan ini
membentuk factor Xa (aktif).
Lintasan ini dimulai dengan fase kontak dengan prekalikrein, kininogen dengan berat
molekul tinggi, factor XII dan XI terpajan pada permukaan pengaktif yang bermuatan
negative. Secara in vivo, kemungkinan protein tersebut teraktif pada permukaan sel endotel.
Kalau komponen dalam fase kontak terakit pada permukaan pengaktif, factor XII akan
diaktifkan menjadi factor XIIa pada saat proteolisis oleh kalikrein. Factor XIIa ini akan
menyerang prekalikrein untuk menghasilkan lebih banyak kalikrein lagi dengan
menimbulkan aktivasi timbale balik. Begitu terbentuk, factor xiia mengaktifkan factor XI
menjadi Xia, dan juga melepaskan bradikinin(vasodilator) dari kininogen dengan berat
molekul tinggi.
Factor Xia dengan adanya ion Ca2+ mengaktifkan factor IX, menjadi enzim serin protease,
yaitu factor IXa. Factor ini selanjutnya memutuskan ikatan Arg-Ile dalam factor X untuk
menghasilkan serin protease 2-rantai, yaitu factor Xa. Reaksi yang belakangan ini
memerlukan perakitan komponen, yang dinamakan kompleks tenase, pada permukaan
trombosit aktif, yakni: Ca2+ dan factor IXa dan factor X. Perlu kita perhatikan bahwa dalam
semua reaksi yang melibatkan zimogen yang mengandung Gla (factor II, VII, IX dan X),
residu Gla dalam region terminal amino pada molekul tersebut berfungsi sebagai tempat
pengikatan berafinitas tinggi untuk Ca2+. Bagi perakitan kompleks tenase, trombosit
pertama-tama harus diaktifkan untuk membuka fosfolipid asidik (anionic). Fosfatidil serin
dan fosfatoidil inositol yang normalnya terdapat pada sisi keadaan tidak bekerja. Factor VIII,
suatu glikoprotein, bukan merupakan precursor protease, tetapi kofaktor yang berfungsi
sebagai resepto untuk factor IXa dan X pada permukaan trombosit. Factor VIII diaktifkan
oleh thrombin dengan jumlah yang sangat kecil hingga terbentuk factor VIIIa, yang
selanjutnya diinaktifkan oleh thrombin dalam proses pemecahan lebih lanjut.
Lintasan Ekstrinsik
Lintasan ekstrinsik melibatkan factor jaringan, factor VII,X serta Ca2+ dan menghasilkan
factor Xa. Produksi factor Xa dimulai pada tempat cedera jaringan dengan ekspresi factor
jaringan pada sel endotel. Factor jaringan berinteraksi dengan factor VII dan
mengaktifkannya; factor VII merupakan glikoprotein yang mengandung Gla, beredar dalam
darah dan disintesis di hati. Factor jaringan bekerja sebagai kofaktor untuk factor VIIa
dengan menggalakkan aktivitas enzimatik untuk mengaktifkan factor X. factor VII
memutuskan ikatan Arg-Ile yang sama dalam factor X yang dipotong oleh kompleks tenase
pada lintasan intrinsic. Aktivasi factor X menciptakan hubungan yang penting antara lintasan
intrinsic dan ekstrinsik.
Interaksi yang penting lainnya antara lintasan ekstrinsik dan intrinsic adalah bahwa kompleks
factor jaringan dengan factor VIIa juga mengaktifkan factor IX dalam lintasan intrinsic.
Sebenarna, pembentukan kompleks antara factor jaringan dan factor VIIa kini dipandang
sebagai proses penting yang terlibat dalam memulai pembekuan darah secara in vivo. Makna
fisiologik tahap awal lintasan intrinsic, yang turut melibatkan factor XII, prekalikrein dan
5

kininogen dengan berat molekul besar. Sebenarnya lintasan intrinsik bisa lebih penting dari
fibrinolisis dibandingkan dalam koagulasi, karena kalikrein, factor XIIa dan Xia dapat
memotong plasminogen, dan kalikrein dapat mengaktifkanurokinase rantai-tunggal.
Inhibitor lintasan factor jaringan (TFPI: tissue factor fatway inhibitior) merupakan inhibitor
fisiologik utama yang menghambat koagulasi. Inhibitor ini berupa protein yang beredar
didalam darah dan terikat lipoprotein. TFPI menghambat langsung factor Xa dengan terikat
pada enzim tersebut didekat tapak aktifnya. Kemudian kompleks factor Xa-TFPI ini
manghambat kompleks factor VIIa-faktor jaringan.
Lintasan Terakhir
Pada lintasan terakhir yang sama, factor Xa yang dihasilkan oleh lintasan intrinsik dan
ekstrinsik, akan mengaktifkan protrombin(II) menjadi thrombin (IIa) yang kemudian
mengubah fibrinogen menjadi fibrin.
Pengaktifan protrombin terjadi pada permukaan trombosit aktif dan memerlukan perakitan
kompelks protrombinase yang terdiri atas fosfolipid anionic platelet, Ca2+, factor Va, factor
Xa dan protrombin.
Factor V yang disintesis dihati, limpa serta ginjal dan ditemukan didalam trombosit serta
plasma berfungsi sebagai kofaktor dng kerja mirip factor VIII dalam kompleks tenase. Ketika
aktif menjadi Va oleh sejumlah kecil thrombin, unsure ini terikat dengan reseptor spesifik
pada membrane trombosit dan membentuk suatu kompleks dengan factor Xa serta
protrombin. Selanjutnya kompleks ini di inaktifkan oleh kerja thrombin lebih lanjut, dengan
demikian akan menghasilkan sarana untuk membatasi pengaktifan protrombin menjadi
thrombin. Protrombin (72 kDa) merupakan glikoprotein rantai-tunggal yang disintesis di hati.
Region terminal-amino pada protrombin mengandung sepeuluh residu Gla, dan tempat
protease aktif yang bergantung pada serin berada dalam region-terminalkarboksil molekul
tersebut. Setelah terikat dengan kompleks factor Va serta Xa pada membrane trombosit,
protrombin dipecah oleh factor Xa pada dua tapak aktif untuk menghasilkan molekul
thrombin dua rantai yang aktif, yang kemudian dilepas dari permukaan trombosit. Rantai A
dan B pada thrombin disatukan oleh ikatan disulfide.
Konversi Fibrinogen menjadi Fibrin
Fibrinogen (factor 1, 340 kDa) merupakan glikoprotein plasma yang bersifat dapat larut dan
terdiri atas 3 pasang rantai polipeptida nonidentik (A,B)2 yang dihubungkan secara
kovalen oleh ikatan disulfda. Rantai B dan y mengandung oligosakarida kompleks yang
terikat dengan asparagin. Ketiga rantai tersebut keseluruhannya disintesis dihati: tiga
structural yang terlibat berada pada kromosom yang sama dan ekspresinya diatur secara
terkoordinasi dalam tubuh manusia. Region terminal amino pada keenam rantai
dipertahankan dengan jarak yang rapat oleh sejumlah ikatan disulfide, sementara region
terminal karboksil tampak terpisah sehingga menghasilkan molekol memanjang yang sangat
asimetrik. Bagian A dan B pada rantai Aa dan B, diberi nama difibrinopeptida A (FPA) dan
B (FPB), mempunyai ujung terminal amino pada rantainya masing-masing yang mengandung
6

muatan negative berlebihan sebagai akibat adanya residu aspartat serta glutamate disamping
tirosin O-sulfat yang tidak lazim dalam FPB. Muatannegatif ini turut memberikan sifat dapat
larut pada fibrinogen dalam plasma dan juga berfungsi untuk mencegah agregasi dengan
menimbulkan repulse elektrostatik antara molekul-molekul fibrinogen.
Thrombin (34kDa), yaitu protease serin yang dibentuk oleh kompleks protrobinase,
menghidrolisis 4 ikatan Arg-Gly diantara molekul-molekul fibrinopeptida dan bagian serta
pada rantai Aa dan B fibrinogen. Pelepasan molekul fibrinopeptida oleh thrombin
menghasilkan monomer fibrin yang memiliki struktur subunit ()2. Karena FPA dan FPB
masing-masing hanya mengandung 16 dab 14 residu, molwkul fibrin akan mempertahankan
98% residu yang terdapat dalam fibrinogen. Pengeluaran molekul fibrinopeptida akan
memajankan tapak pengikatan yang memungkinkan molekul monomer fibrin mengadakan
agregasi spontan dengan susunan bergiliran secara teratur hingga terbentuk bekuan fibrin
yang tidak larut. Pembentukan polimer fibrin inilah yang menangkap trombosit, sel darah
merah dan komponen lainnya sehingga terbentuk trombos merah atau putih. Bekuan fibrin ini
mula-mula bersifat agak lemah dan disatukan hanya melalui ikatan nonkovalen antara
molekul-molekul monomer fibrin.
Selain mengubah fibrinogen menjadi fibrin, thrombin juga mengubah factor XIII menjadi
XIIIa yang merupakan transglutaminase yang sangat spesifik dan membentuk ikatan silan
secara kovalen anatr molekul fibrin dengan membentuk ikatan peptide antar gugus amida
residu glutamine dan gugus -amino residu lisin, sehingga menghasilkan bekuan fibrin yang
lebih stabil dengan peningkatan resistensi terhadap proteolisis.

Regulasi Trombin
Begitu thrombin aktif terbentuk dalam proses hemostasis atau thrombosis, konsentrasinya
harus dikontrol secara cermat untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut atau
pengaktifan trombosit. Pengontrolan ini dilakukan melalui 2 cara yaitu:
1. Thrombin beredar dalam darah sebagai prekorsor inaktif, yaitu protrombin. Pada setiap
reaksinya, terdapat mekanisme umpan balik yang akan menghasilkan keseimbangan antara
aktivasi dan inhibisi.
8

2. Inaktivasi setiap thrombin yang terbentuk oleh zat inhibitor dalam darah.

KELAINAN HEMOSTATIS
Gangguan hemostasis bisa disebabkan:
a.Gangguan pada tingkat pembuluh darah
Dinding pembuluh darah terdiri dari serat-serat protein kolagen yang mengandung asam
amino hidroksiprolin. Hidroksiprolin dibentuk dari prolin dengan bantuan vitamin C,
sehingga defisiensi vitamin C dalam waktu lama dapat menyebabkan kerapuhan pembuluh
darah(perifer) sehingga menyebabkan suatu perdarahan.
b.Gangguan pada tingkat trombosit
Terjadinya penurunan jumlah trombosit:
-Gangguan pembentukan trombosit
-Penyakit virus (demam berdarah dengue)
-Penyakit pembuluh darah
c.Gangguan pada faktor pembekuan darah
-Genetik (misal:hemofilia)
-Kerusakan organ pembuatnya (hepar)
-Proses sintesis (kekurangan vitamin K)

Gangguan Pembekuan Darah


Gangguan dapat terjadi karena jumlah pembeku darah jenis tertentu kurang dari jumlah
normal, bahkan hampir tidak ada
proses pembekuan darah yang normal :
10

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh


darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu
darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku da-rah bekerja membuat anyaman (benang benang fibrin) yang akan menutup luka sehingga darah berhenti
mengalir keluar pembuluh.

penderita hemofilia :
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran
tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan anyaman penutup luka
tidak terbentuk sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh.

Dorland, W.A. Newman, alih bahasa, Hartanto, Huriawati, 2006, Kamus Kedokteran Dorland,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Guyton dan Hall. 2007. Buku ajar fisiologi kedokteran .J akarta : EGC

11

Pemeriksaan penyaring dan pemeriksaan khusus


1. Pemeriksaan penyaring pada kelainan hemostasis
Pemeriksaan hemostasis dapat di golongkan atas pemerikasaan penyaring
dan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan penyaring terdiri dari :
1. Percobaan pembendungan
2. Masa perdarahan
3. Hitung trombosit
4. Masa protrombin plasma
5. Masa tromboplastin partial teraktivasi
6. Masa trombin
Penguraian
1. Percobaan pembendungan
Tujuan untuk menguji ketahanan dinding kapiler dengan cara mengenakan
pembendungan kepada vena, sehingga tekanan darah kapiler meningkat. Dinding
kapiler yang kurang kuat akan menyebabkan darah keluar dan merembes ke
dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak titik merah kecil pada permukaan
kulit, titik itu di sebut ptekie.
Pada orang normal, tidak atau sedikit sekali didapatkan ptekie. Hasil positif
bila terdapat lebih dari 10 ptekie. Seandainya didaerah tersebut tidak ada ptekie
tetapi jauh di distal ada, hasil percobaan ini positif.
2. Masa perdarahan
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kemampuan vaskular dan
trombosit untuk menghentikan perdarahan. Terdapat dua macam cara, yaitu cara
ivy dan duke.
Pemeriksaan masa perdarhan merupakan suatu tes yang kurang memuaskan
karena tidak dapat dilakukan standarisasi tusukan, baik mengenai dalamnya,
panjangnya lokalisasinya maupun arahnya sehingga korelasi antara hasil tes ini
dan keadaan klinik tidak begitu baik. Perbedaan suhu kulit juga dapat
mempengaruhi hasil tes. Untuk pemeriksaan, cara ivy lebih dapat dipercaya
daripada cara duke, karena pada cara duuke tidak diadakan pembendungan
sehingga mekanisme hemostasis kurang dapat dinilai.
3. Hitung trombosit
Hitung trombosit dapat dilakukan dengan cara langsung dan tak langsung.
Cara langsung dapat dilakukan dengan cara normal, semiotomatik dan otomatik.
4. Masa protrombin plasma
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur
ekstrinsik dan jalir bersama yaitu, faktor pembekuan VII, X, V, protrombin dan
fibrinogen. Selain itu juga, dapat dipakai untuk memantau efek antikoagulan oral
karena golongan obat tersebut menghambat pembentukan faktor pembekuan
protrombin, VII, IX, dan X.
5. Masa tromboplastin parsial teraktivasi
12

Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji pembekuan darah melalui jalur


intrinsik dan jalur bersama yaitu faktor pembekuan XII, prekalikrein, kininogen,
XI, IX, VIII, X, V, protrombin, dan fibrinogen.
6. Masa trombin
Pemeriksaan ini digunakan untuk menguji perubahan fibrinogen menjadi
fibrin. Prinsip pemeriksaan ini adalah mengukur lamanya terbentuk bekuan pada
suhu 37C bila ke dalam plasma ditambahkan reagen trombin.
2. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus hemostasis :


Waktu Lisis Euglobulin (ELT)
o Untuk menilai fibrinolisis
o ELT memanjang : terjadi kenaikan plasminogen, kenaikan aktivator, atau
ekstrem kadar fibrinogen

LI. 2. Memahami dan menjelaskan trombosis


Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal di dalam sistem
peredaran darah makhluk hidup yang berasal dari komponen-komponen darah.
Masssa abnormal itu disebut trombuss dan bila terlepas dari dinding pembukuh darah
disebut embolus.
Berdasarkan komposisinya trombus dibedakan atas 3 jenis yaitu, white
thrombus yang biasanya terdapat di arteri dan terutama terdiri dari trombosit, red
thrombus yang ditemukan di vena terutama terdiri dari fibrin dan eritrosit, serta mixed
thrombus yang komposisinya merupakan gabungan dari white thrombus dan red
thrombus. Komposisi suatu trombus dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah di
tempat trombus itu terbentuk. Pada umumnya trombus yang banyak mengandung
trombosit terbentuk di daerah dengan aliran yang cepat, sedangkan trombus yang
banyak mengandung eritrosit dan fibrin terbentuk di daerah stasis.

Patofisiologi Trombosis
Berdasarkan triad of Virchows terdapat tiga faktor yang berperan dalam
patofisiologi trombosis, yaitu kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran
darah, dan perubahan daya beku darah. Pada trombosis arteri faktor yang paling
penting adalah kelainan dinding pembuluh darah, sedangkan pada trombosis vena
yang rterpenting adalah adanya stasis dan hiperkoagulabilitas.

13

Perubahan Aliran Darah


Pembuluh darah merupakan saluran tunggal yang lurus, tetapi bercabangcabang. Adanya pola percabangan ini menyebabkan aliran darah di dalamnya juga
mengikuti pola percabangan. Trombosis arteri sering dimulai pada orifisium dan
daerah percabangan karena di tempat tersebut terjadi perubahan aliran darah. Daya
hemodinamik sendiri dapat menyebabkan kerusakan endotel dan akumulasi zat-zat
yang dapat merusak dinding pembuluh darah.
Pada vena, aliran darah cenderung lambat, bahkan dapat terjadi stasis pada
vena di tungkai yang mengalami imobilisasi. Stasis ini mengakibatkan gangguan
mekanisme pembersih sehingga menimbulkan akumulasi faktor-faktor pembekuan
yang aktif. Trombosis vena biasanya mulai di tempat yang mengalami stasis.
Kecepatan aliran darag dipengaruhi oleh viskositas darah. Faktor-faktor yang
menentukan viskositas darah adalah nilai hematokrit, kemampuan eritrosit untuk
berubah bentuk serta kadar fibrinogen dan protein-protein lain yang bermolekul besar.

Peranan Pembuluh Darah


Semua pembuluh darah dilapisi oleh endotel pada permukaan yang menghadap
ke lumen. PGI2 adalah metabolit prostaglandin yang merupakan penghambat agregasi
trombosit yang kuat. Pembentukan PGI2 oleh endotel dirangsang antara lain oleh
trombin dan trauma mekanik. Pada bercak aterosklerotik pembentukan PGI2
berkurang. Demikian juga pada diabetes melitus, haemolytic uremic syndrome,
thrombotic thrombocytopenic purpura, pre-eklamsia, perokok, dan adanya
antikoagulan lupus. Menurut Mustard dan kawan-kawan, dinding pembuluh darah
mengandung beberapa proteoglikan yaitu dermatan sulfat, heparan sulfat, chondroitin
4 sulfat, chondroitin 6 sulfat, dan asam hialuronat. Di antara zat-zat ini ada yang dapat
menghambat agregasi trombosit. Heparan sulfat dan dermatan sulfat dapat berperan
sebagai heparin dalam meningkatkan inaktivasi trombin oleh antitrombin. Adanya
enzim ADPase pada dinding pembuluh darah ikut mencegah pembentukan trombus
dengan menghilangkan efek proagregasi ADP. Endotel dapat melepaskan aktivator
plasminogen yang akan mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin. Pelepasan ini
dirangsang oleh stimulus yang bersifat vasoaktif baik lokal maupun sistemik.
Kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan aktivator plasminogen berkurang.
Endotel kapiler mengandung paling banyak aktivator plasminogen, kemudian endotel
vena, dan yang paling sedikit adalah endotel arteri. Vena pada tungkai mengandung
lebih sedikit aktivator plasminogen daripada vena pada lengan, karena itu trombosis
vena lebih sering pada tungkai daripada lengan.
Trombosis arteri sering terjadi pada plak arterosklerotik yang mengalami
ruptur sehingga di sebut aterotrombosis. Menurut teori response to injury
aterogenesis dimulai oleh cedera minimal yang kronis pada endotel vaskuler dan
14

diikuti dengan interaksi antara lipid, sel endotel, monosit, trombosit, limfosit, dan sel
otot polos. Apabila plak mengalami ruptur dan endotel terkelupas maka proses
trombosis arteri akan dipicu karena trombosit dan faktor koagulasi dalam plasma
terpapar dengan jaringan subendotel yang sangat trombogenik.
Pada trombosis vena, kerusakan endotel tidak memegang peranan penting,
kecuali pada trombosis vena femoralis yang terjadi setelah operasi panggul.
Penurunan tonus vena yang terjadi pada kehamilan dan pemakaian pil kontrasepsi
akan menimbulkan stasis sehingga memudahkan terjadinya trombosis.

Perubahan Daya Beku Darah


Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah
dan sistem fibrinolisis maupun antara kedua sistem tersebut. Kecenderungan
trombosis timbul bila aktivitas sistem fibrinolisis menurun.
Menurut beberapa peneliti, darah penderita trombosis lebih cepat membeku
dibandingkan orang normal. Keadaan tersebut disebut hiperkoagulabilitas. Menurut
Thomas timbulnya trombosis vena dapat diinduksi dengan menyuntikkan serum ke
dalam vena yang stasis, sedangkan stasis saja tidak cukup untuk menimbukan
trombosis. Hal ini menunjukkan adanya aktivasi ringan sistem pembekuan darah lenih
penting daripada peningkatan kadar faktor pembekuan darah. Gabungan antara stasis
dan aktivasi ringan sistem pembekuan darah merupakan faktor utama pada
patofisiologi trombosis vena. Aktivasi sistem pembekuan darah dapat terjadi karena
masuknya tromboplastin jaringan ke dalam darah. Menurut Schafer, penyebab lain
yang dapat menimbulkan kecenderungan trombosis vena adalah defisiensi AT,
defisiensi protein C, defisiensi protein S, disfibrinogenemia kongenitall, defisiensi F
XII, dan kelainan struktur plasminogen.
Faktor-faktor Risiko Untuk Trombosis
Trombosis arteri
Hipertensi
Hiperkoleseterolemia
Hiperlipoproteinemia
Kebiasaan merokok
Diabetes melitus
Antiphospholipid syndrome (APS)
Hiperhomosisteinemia
Lipoprotein a (Lp a)
Trombositosis
Polisitemia

Trombosis vena
Immobilisasi
Operasi
Trauma jaringan luas
Keganasan
Kehamilan
Pil kontrasepsi
Antiphospholipid syndrome (APS)
Activated protein C resistance
Defisiensi antitrombin
Defisiensi protein C
Defisiensi F XII
Struktur molekul plasminogen abnormal
Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

15

LI. 3. Memahami dan menjelaskan hemofilia


3.1. DEFINISI
Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah akibat defisiensi salah satu
protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah. Protein ini disebut faktor
pembekuan darah.
Gangguan pembekuan darah akibat kekurangan faktor pembekuan darah yang disebabkan
oleh kerusakan kromosom X. Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat tak seperti mereka
yang normal
3.2. Epidemiologi
Penyakit ini bermanisfestasi klinik pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A sekitar
1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000. Di Indonesia, diperkirakan sekitar
20.000 kasus dari 200 juta penduduk.
Kasus hemofilia A lebih sering dijumpai dibandingkan hemofilia B, yaitu berturut-turut
mencapai 80-85% dan 10-15% tanpa memandng ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi.
Mutasi gen secara spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada apsien tanpa
riwayat keluarga
(Linda W.A. Rotty, 2006)
3.3. Klasifikasi
Legg mengklasifikasi hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor pembekuan (F VIII
dan F IX) dalam plasma. Kadar faktor pembekuan normal adalah 0,5-1,5 U/dL (50-150%).
Pada hemofilia berat kadar faktor pembekuan <1%, pada hemofilia sedang 1-5%, sedangkan
pada yang ringan 5-30%.
Pada hemofilia berat dapat terjadinya perdarahan spontan akibat trauma ringan. Pada
hemofilia sedang perdarahan terjadi akibat trauma yang cukup kuat. Sedangkan hemofilia
ringan jarang terdeteksi, kecuali pasien itu mengalami trauma yang culup berat, seperti :
ekstraksi gigi, sirkumsisi, luka iris.

16

Tabel 2.1. Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis perdarahan
Berat

Sedang

Ringan

Aktivitas F VIII / F <0,01 (<1)


IX- U/mL (%)

0,01-0,5 (1-5)

>0,05 (>5)

Frekuensi hemofilia 70
A (%)

15

15

Frekuensi hemofilia 50
B (%)

30

20

Usia awitan

1 tahun

1-2 tahun

>2 tahun

Gejala neonatus

Sering PCB
Kejadian ICH

Sering PCB
Jarang ICB

Tak pernah PCB


Jarang sekali ICB

Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma

Trauma ringan

Trauma cukup kuat

Perdarahan SSP

Risiko sedang

Jarang

Butuh bebat

Pada operasi besar

Dapat terjadi

Kadang terjadi

Perdarahan
operasi

Risiko tinggi
post Sering dan fatal

Perdarahan oral / Sering terjadi


9trauma,cabut gigi)

Keterangan : PCB: post circumcisional bleeding, ICH: intaracranial hemorrhage


Tabel 2.2 Klasifikasi klinis Hemofilia A
Klasifikasi

Kadar F VIII

Gambaran klinis

Berat

< 1 % ( < 0,01 U/ml)

Hemarthrosis &
perdarahan spontan
sering dan berat sejak
muda, umumnya
disertai deformitas
sendi dan kecacatan

Sedang

1-5 % (0,01 0,05


U/ml)

Perdarahan spontan
jarang, perdarahan
berat setelah luka
kecil.

Ringan

5-25 % (0,05 0,25


U/ml)

Perdarahan spontan
jarang, perdarahan
setelah trauma atau
setelah operasi.
(Linda W.A. Rotty, 2006)

17

3.4. Etiologi
. Etiologi Hemofilia
Riwayat keluarga
Skema Keluarga Hemofilia

XXXYXhY

XhX

XY

XhY

XhX

XY

XY

XX

Keterangan :
XhX = perempuan carier
XX = perempuan normal
XhY = laki-laki hemofilia
XY = laki-laki normal

(Linda W.A. Rotty, 2006)


Kerusakan/mutasi gen
Faktor epigenik defisiensi F VIII dan F IX

3.5. Patogenesis
Patogenesis Hemofilia
i. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIII C) dapat karena
sintesis menurun atau pembentukan F VIII C dengan struktur abnormal.
ii. Hemofilia B disebabkan oleh defisiensi F IX. F VIII diperlukan dalam pembentukan tenase
complex yang akan mengaktifkan F X. Defisiensi F VIII mengganggu jalur intrinsik,
sehingga menyebabkan berkurangnya pembentukan fibrin.Akibatnya terjadilah kelainan
koagulasi.
(I Made Bekta, 2006)
3.6. Gejala klinis
. Gejala dan Tanda Klinis Hemofilia
18

a. Mudah memar walaupun traumanya ringan saja


b. Perdarahan, merupakan gejala khas.
c. Hemartrosis : di sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan
lainnya.
d. Hematom subkutan/intramuskular : sering terjadi pada otot-otot fleksor, sering
menyebabkan kehilangan darah yang nyata, sindrom kompartemen, kompresi saraf,
dan kontraktur otot. Otot terasa nyeri, bengkak.
e. Perdarahan mukosa mulut,
f. Perdarahan intrakranial : penyabab utama kematian, dapat terjadi spontan atau trauma
status mental turun, tanda nurologik
g. Epistaksis
h. hematuria : dapat menyebabkan kolik jantung
i. Perdarahan retroperitoneal/ retrofaringeal : membahayakan jalan nafas.
j. Perdarahan bawah kulit (ekimosis)
k. Perdarahan gastrointestinal
(Linda W.A. Rotty, 2006)
3.7. Pemeriksaan dan diagnosis
Pemeriksaan - Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik di temukan:
-

Riwayat keluarga, yang merupakan cara terbaik untuk melakukan tapisan pertama
khusus hemofilia, meskipun ada 20-30% kasus hemofilia terjadi akibat mutasi
spontan kromosom X
Seorang anak laki-laki yang diduga hemofilia didapati riwayat perdarahan berulang
(hemartrosis, hematom) atau dengan riwayat perdarahan memanjang setelah trauma
atau tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Percobaan pembendungan
Hitung trombosit
Masa protrombin plasma (PT)
Masa trombin (TT)
Masa Pembekuan (CT)
Masa protrombin parsial teraktivasi
Pemeriksaan kadar faktor VIII dan IX

Normal
Normal
Normal
Normal
Memanjang
Memanjang
Salah satu mengalami defisiensi

Diagnosis Definitif
Ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas F VIII atau F IX. Nilai normalnya 0,5-1,5 U/ml
atau 50-150%. Yang perlu diingat adalah membedakan Hemofilia A dengan penyakit von
19

Willebrand, dengan melihat rasio F VIIIc : F VIII antigen dan aktivasi F vW (uji rosetin)
rendah.
Diagnosis antenatal
Dilakukan pada ibu hamil dengan resiko. Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen F
VIII dalam darah janin pada trimester kedua untuk menentukan kerentanan janin pada
hemofilia A.
Deteksi hemofilia A karier dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas F VIIIc dengan
antigen F VIII vW, kalau nilai <1 memiliki ketepatan karier sekitar 90%.

3.8. Diagnosis Banding


1. Hemofilia A & B dengan defisiensi faktor XI dan XII
2. Hemofilia A dengan penyakit von Willebrand
3. Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K, sangat
jarang inhibitor F IX yang di dapat.
3.9. Penatalaksanaan
A. Terapi Suportif
1. Menghindari luka/benturan
2. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan
3. Mengatasi perdarahan akut dengan tindakan pertama RICE (Rest, Ice,
Compressio, Elevation) pada lokasi perdarahan
4. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitas
akut setelah serangan akut hemarthrosis, contoh:prednison menghilangkan gejala
kaku sendi.
5. Pemberian analgetika pada hemarthrosis dengan nyeri berat, tapi tidak
mengganggu agregasi trombosit (yang mengganggu: aspirin, antikoagulan)
6. Rehabilitasi medik sedini mungkin; latihan pasif/aktif, terapi dingin dan panas
(hati-hati!), penggunaan ortosis, terapi psikososial, dan terapi rekreasi serta
edukasi.
B. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
- Dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi),
namun dibutuhkan juga AHF (Anti Haemophili Factor) yang cukup banyak,
namun harganya mahal
- Diberikan dalam rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang cukup
banyak mengandung faktor pembekuan. Pemberian dilakukan sampai luka atau
bengkakan membaik, khususnya selama fisioterapi.
C. Konsentrat faktor VIII/ IX
- Faktor IX tersedia dua bentuk yaitu; Prothrombin Complex Concentrate (PCC)
dan Purified F IX Concentrate. PCC berisi F II, F IX, F X dan dapat menyebabkan
trombosis paradoksikal dan koagulasi intravena pada pemberian berulang,
sehingga Purified F IX Concentrate lebih diinginkan.
20

D.

E.

F.

G.

Waktu paruh F VIII 8-12 jam, dan F IX 24 jam


Volume distribusi F IX kira-kira dua kali dari F VIII
Kebutuhan F VIII/ F IX yang diinginkan (U):
vp x (kadar diinginkan kadar sekarang )
1.
100

Volume plasma/vp= 40 ml / kgBB x BB (kg)


2. F VIII yang diinginkan (U)
BB (kg) x kadar diinginkan (%) /2
F IX yang diinginkan (U)
BB (kg) x kadar diinginkan (%)
Krioprespitat AHF
Merupakan komponen darah non selular yang merupakan konsentrat plasma tertentu
yang mengandung F VIII, fibrinogen, F Von Willebrand. Dapat diberikan jika
konsentrat FVIII tidak ditemukan. Satu kantong yang mengandung 100 U F VIII
dapat meningkatkan faktor 35%. Efek samping: alergi dan demam.
1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP)/ Desmopresin
Hormon sintetik anti diuretik yang merangsang peningkatan kadar aktivitas F VIII
dalam plasma sampai 4 kali. Sediaan berupa intravena dan intranasal. Pemberian
untuk pencegahansebaiknya setiap 12-24 jam. Efek samping berupa takikardi,
flushing, trombosis (sangat jarang), hiponatremian, pada pasien PJK dapat angina.
Antifibrinolitik
Untuk pasien hemofilia B, untuk menstabilkan bekuan fibrin dengan cara
menghambat proses fibrinolisis. Contoh; Epsilon Aminocaproic Acid (EACA), dan
asam treksenamat.
Terapi Gen
Menggunakan vektor retrovirus, adenovirus, dan adeno associated virus. Sekarang
sedang diteliti invivo dengan memindahkan adenovirus pembawa gen hemofilia ke
hati.
Penyulit Pengobatan
Adanya inhibitor faktor pembekuan sehingga terbentuknya antibodi poliklonal
terhadap F VIII/ F IX, sehingga tidak ada respon klinis terhadap terapi. Bersifat
Asimptomatik.

3.10. Komplikasi

Timbulnya inhibitor, kekebalan tubuh melihat konsentrat F VIII / F IX sebagai benda


asing, dan menghancurkannya
Kerusakan sendi akibat perdarahan berulang
Infeksi yang ditularkan melalui darah (HIV, Hepatitis B, Hepatitis C)

3.11. Pencegahan
Belum banyak yang dapat dilakukan dalam program pencegahan penurunan secara genetik
dari hemofilia ini baik di Indonesia maupun di luar negeri, dua hal yang perlu dipikirkan saat
ini dan bila mungkin dapat dilaksanakan agar tidak mendapat keturunan yang menderita
hemofilia yaitu: 1). Menentukan apakah seorang wanita sebagai carier hemofilia atau tidak,
21

dengan pemeriksaan DNA probe untuk menentukan kemungkinan adanya mutasi pada
kromosom X, cara ini yang paling baik. Atau dari wawancara riwayat keluarga namun cara
ini kurang akurat yaitu: a). seorang wanita diduga carier bila dia merupakan anak perempuan
dari seorang laki-laki penderita hemofilia, b). bila dia merupakan ibu dari seorang anak
lakilakinya penderita hemofilia, c) wanita di mana saudara laki-lakinya penderita hemofilia
atau dia merupakan nenek dari seorang cucu laki-laki hemofilia, 2). Antenatal diagnosis
hemofilia yaitu dengan menentukan langsung F VIII dan F IX sampel darah yang diambil
dari vena tali pusat bayi di dalam kandungan dengan kehamilan 16 20 minggu
Hindari trauma
Hindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang
berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat, obat
antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin.
Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia
menderita hemofilia.Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan atau
kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan khusus
3.12. Prognosis
Kemajuan dalam perawatan preventif, terapi fisik dan mengajari kebiasaan kesehatan
yang baik serta pemberian sendiri konsentrat faktor yang dilakukan di rumah sangat
memajukan kualitas hidup pada populasi pasien ini.

22

Daftar pustaka

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC

Setiabudy, Rahajuningsih D. 2007. Hemostasis dan Trombosis edisi 3. Jakarta :


FKUI

Bakti, Made.2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC

Sudoyo, W. Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Publishing, Jakarta.

onlymyhealth.com
http://www.hemofilia.or.id/hemofilia.php
http://www.scribd.com/doc/19791232/Hem-of-Ilia
http://www.hemofilia.or.id/komplikasi.php

23

You might also like