You are on page 1of 15

KISAH TAHAYUL DIBALIK MUNCULNYA SHALAWAT NARIYAH

Pembahasan Pertama : Asal usul Shalawat Nariyah


Siapa yang tak kenal dengan shalawat Nariyah? Mayoritas kita mungkin mengenalnya, atau bahkan telah
menghafalnya, atau setidaknya pernah mendengar nama tersebut. Tepat sekali, nama ini begitu masyhur di
kalangan masyarakat kita sehingga banyak orang yang mengetahuinya. Bahkan saya sendiri dulu pernah
menghafal dan sering membacanya dalam kehidupan sehari-hari. Namun sekarang saya meninggalkannya.
Alhamdulillah.
Konon kabarnya shalawat Nariyah ini adalah gubahan shalawat dari seorang sahabat Nabi shallallaahu
alaihi wasallam. Begitulah cerita yang saya dengar dari kaum Nahdhiyin. Untuk mengetahui kisah itu
selengkapnya, bacalah nukilan artikel yang saya dapatkan dari sebuah website berikut ini:
Shalawat Nariyah adalah sebuah shalawat yang disusun oleh Syaikh Nariyah. Syaikh yang satu ini hidup
pada zaman Nabi Muhammad shallallaahu alaihi wasallam sehingga termasuk salah satu sahabat nabi.
Beliau lebih menekuni bidang ketauhidan. Syaikh Nariyah selalu melihat kerja keras Nabi dalam
menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan tentang Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga Syaikh
selalu berdoa kepada Allah memohon keselamatan dan kesejahteraan untuk nabi. Doa-doa yang menyertakan
nabi biasa disebut shalawat dan Syaikh Nariyah adalah salah satu penyusun shalawat Nabi yang disebut
shalawat Nariyah.
Suatu malam Syaikh Nariyah membaca shalawatnya sebanyak 4444 kali. Setelah membacanya, beliau
mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu majelis beliau mendekati Nabi Muhammad shallallaahu
alaihi wasallam dan minta dimasukan surga pertama kali bersama nabi. Dan Nabi pun mengiyakan. Ada
seseorang sahabat yang cemburu dan lantas minta didoakan yang sama seperti Syaikh Nariyah. Namun Nabi
mengatakan tidak bisa karena Syaikh Nariyah sudah minta terlebih dahulu.
Mengapa sahabat itu ditolak Nabi shallallaahu alaihi wasallam? dan justru Syaikh Nariyah yang bisa? Para
sahabat itu tidak mengetahui mengenai amalan yang setiap malam diamalkan oleh Syaikh Nariyah yaitu
mendoakan keselamatan dan kesejahteraan nabinya. Orang yang mendoakan Nabi Muhammad shallallaahu
alaihi wasallam pada hakekatnya adalah mendoakan untuk dirinya sendiri karena Allah sudah menjamin
nabi-nabiNya sehingga doa itu akan berbalik kepada si pengamalnya dengan keberkahan yang sangat kuat.
Jadi Nabi berperan sebagai wasilah yang bisa melancarkan doa umat yang bershalawat kepadanya. Inilah
salah satu rahasia doa/shalawat yang tidak banyak orang tahu sehingga banyak yang bertanya kenapa nabi

malah didoakan umatnya? untuk itulah jika kita berdoa kepada Allah jangan lupa terlebih dahulu
bershalawat kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam karena doa kita akan lebih terkabul daripada tidak
berwasilah melalui bershalawat.
Inilah riwayat singkat shalawat Nariyah. Hingga kini banyak orang yang mengamalkan shalawat ini, tak lain
karena meniru yang dilakukan Syaikh Nariyah. Dan ada baiknya shalawat ini dibaca 4444 kali karena
Syaikh Nariyah memperoleh karomah setelah membaca 4444 kali. Jadi jumlah amalan itu tak lebih dari itba
(mengikuti) ajaran Syaikh.
Agar bermanfaat, membacanya harus disertai keyakinan yang kuat, sebab Allah itu berada dalam prasangka
hambanya. Inilah pentingnya punya pemikiran yang positif agar doa kita pun terkabul. Meski kita berdoa
tapi tidak yakin (pikiran negatif) maka bisa dipastikan doanya tertolak. (http://www.indospiritual.com)
Dari tulisan dalam website itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pengarang shalawat Nariyah adalah
Syaikh Nariyah yang merupakan sahabat Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang telah dijamin oleh
Allah dengan surga-Nya. Bagaimana tindakan kita dalam menyikapi cerita ini dan yang semisalnya? Apakah
kita langsung mempercayainya tanpa melakukan tabayyun?
Seorang muslim hendaknya tidak langsung percaya begitu saja dengan cerita atau kisah yang disampaikan
kepadanya tanpa meneliti terlebih dahulu kebenaran cerita atau kisah yang disampaikan kepadanya tersebut.
Inilah tabayyun, yakni meneliti kebenaran sebuah cerita yang didisampaikan kepada kita sebelum kita
menentukan benar tidaknya cerita tersebut. Terlebih lagi hal ini merupakan permasalahan agama, maka
hendaknya kita lebih waspada lagi dalam menerima cerita yang disampaikan kepada kita.
Janggal dan Tidak Lazim
Dari cerita tersebut di atas, ada beberapa hal yang hendaknya kita perhatikan dengan seksama, yang pertama
yakni: Benarkah ada sahabat Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam yang bernama Syaikh Nariyah?
Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang telah dimuliakan oleh Allah dan dipuji oleh Allah dan Rasul-Nya
dengan pujian Khairun Naas (Manusia Terbaik). Oleh karena itu, banyak diantara kalangan para ulama yang
menaruh perhatian yang sangat besar tentang biografi dan perjalanan hidup para sahabat Nabi. Oleh karena
itu begitu banyak kitab yang ditulis yang mengumpulkan biografi dan perjalanan hidup generasi terbaik ini
dan beberapa generasi yang hidup di zaman kemuliaan Islam tersebut. Sebut saja Hilyatul Awliyaa` yang
ditulis oleh Al-Hafizh Abu Nuaim Al-Asfahani. Ada lagi kitab Tahdzibul Kamal karya al-Hafizh Al-Mizzi,
Shifatush Shafwah karya Imam Ibnul Jauzi, Al-Ishabatu fi Tamyizish Shahabah karya al-Hafizh Ibn Hajar
al-Asqalani dan berbagai kitab sejarah lainnya yang intinya adalah para ulama memberikan perhatian yang
sangat besar terhadap biografi dan perjalanan hidup para sahabat Nabi.
Para dewan redaktur majalah As-Sunnah mengatakan, Setelah meneliti berbagai kitab di atas dan juga
referensi biografi lainnya, yang biasa diistilahkan para Ulama dengan kutubut tarajim wa ath-thabaqat,
ternyata tidak dijumpai seorang pun di antara Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, yang bernama
Nariyah. Bahkan sepengetahuan kami, tidak ada seorang pun Ulama klasik yang memiliki nama tersebut.
Lalu, dari manakah orang tersebut berasal ??
Sebenarnya ada sebuah kejanggalan pada nama orang yang disangka sebagai sahabat Nabi tersebut, yakni:
jika kita terbiasa berinteraksi dengan hadits-hadits Nabi dan biografi para sahabat, belum pernah kita jumpai
adanya nama sahabat Nabi yang mendapat gelar SYAIKH. Perhatikanlah nama di atas, Syaikh
Nariyah. Ini adalah sesuatu hal yang sangat tidak lazim terjadi di kalangan para ulama salaf, terlebih lagi
para sahabat Nabi. Cobalah seandainya seseorang sedikit saja membaca kitab para ulama yang menuliskan
biografi para sahabat, ketika mendengar atau membaca nama Syaikh Nariyah yang disangka sebagai sahabat
Nabi, maka ia akan merasakan sesuatu yang aneh, ganjil dan tidak lazim. Mungkin Allahualam- orang

yang membuat kisah ini adalah orang yang tidak terbiasa berinteraksi dengan nama para sahabat Nabi,
sehingga ia melakukan tindakan yang cukup fatal dan dianggap ganjil oleh orang-orang yang terbiasa
dengan biografi para sahabat Nabi. Dari sini saja kita sudah sangsi tentang keshahihan kisah tersebut
sehingga kita bisa menyimpulkan bahwa tidak ada sahabat Nabi yang bernama Syaikh Nariyah. Jadi,
penyandaran shalawat ini kepada sahabat Nabi yang bernama Syaikh Nariyah sangat diragukan
kebenarannya.
Kemudian yang kedua, kisah tersebut di atas dinukil dengan tanpa sanad sehingga bagi orang-orang yang
memahami betul pentingnya sanad dalam sebuah riwayat, mereka akan sangat sulit melacak keotentikan
cerita di atas. Jangankan sanad, artikel tersebut juga tidak mencantumkan referensi dari mana kisah itu
dinukil. Sepertinya, -Allahuaalam- orang yang membuat kisah di atas bukanlah orang yang memiliki
amanah ilmiah yang bisa dipertanggung jawabkan karena gelapnya asal-usul dan periwayatan kisah tersebut
di atas.
Imam Abdullah bin al-Mubarak pernah berkata, Isnad adalah bagian dari agama. Jika tidak ada isnad,
seseorang akan bebas mengatakan apa yang dikehendakinya. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim
rahimahullah dalam muqaddimah Shahihnya)
Fenomena Yang Sangat Memprihatinkan
Tersebarnya berbagai kisah yang gelap asal-usulnya di masyarakat luas merupakan sebuah fenomena yang
sangat memprihatinkan. Apalagi jika kisah tersebut membawa-bawa nama Rasulullah shallalaahu alaihi
wasallam dan para sahabatnya. Sungguh kita mengkhawatirkan mereka karena bisa terjatuh ke dalam
kedustaan yang diatasnamakan kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda,
Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya
di neraka (HR. Bukhari, Muslim dan lainnya)
Berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam tidaklah sama dengan berdusta atas nama selain
nama Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam. Jika berdusta kepada selain Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam saja merupakan sebuah dosa, tentu berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
dosanya jauh lebih besar ketimbang berdusta atas nama selain beliau dikarenakan kedudukan Rasulullah
yang mulia, dan dikarenakan kedustaan atas nama Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam akan
memunculkan suatu hukum tertentu dalam agama yang mana hukum tersebut tidak pernah ada yang pada
akhirnya menimbulkan kerusakan yang sangat besar.
Kita ambil saja contohnya dari kisah shalawat Nariyah di atas. Berapa banyak orang yang meyakini bahwa
shalawat tersebut berasal dari Syaikh Nariyah yang disangka sebagai sahabat Nabi? Berapa banyak orang
yang salah kaprah dalam amaliah mereka? Semua itu adalah akibat dari adanya kisah dusta di atas yang
diatasnamakan kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Inilah salah satu sebab
beredarnya hadits-hadits palsu di tengah umat, yakni adanya tukang-tukang cerita yang mengarang-ngarang
cerita, kemudian disandarkan kepada Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam.
Jika kisah asal usul dari shalawat Nariyah ini tidaklah shahih, merupakan kedustaan atas nama Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam dan merupakan kisah yang gelap asal-usulnya, maka masihkah kita
meyakininya dan mengamalkan shalawat ini? Kita katakan tidak. Hendaklah kita meninggalkan perkaraperkara yang tidak jelas asal-usulnya, terlebih lagi menyangkut persoalan agama dan ibadah. Tentu hal ini
akan menjadi suatu keharusan untuk meninggalkannya dan beralih kepada amaliah yang shahih yang
datangnya dari Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam dan para sahabatnya.

Bukan berarti orang yang meninggalkan shalawat Nariyah dan tidak mau mengamalkannya adalah orangorang yang tidak cinta kepada shalawat dan tidak mau bershalawat. Tidak demikian adanya. Hanya saja yang
kita kehendaki adalah hendaknya kita bershalawat sesuai dengan apa yang dituntunkan oleh Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam melalui hadits-hadits yang shahih.
Shalawat merupakan sebuah ibadah yang agung. Oleh karena itu, mustahil kalau Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam tidak mengajarkan kepada kita tatacara bershalawat yang benar. Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita dengan jelas tentang bagaimana kita bershalawat. Beliau
juga mengajarkan kepada kita lafazh-lafazh atau bacaan-bacaan shalawat yang benar. Semua itu telah beliau
ajarkan sehingga tidak perlu lagi menggubah atau mengarang-ngarang tatacara dan bacaan shalawat sendiri.
Bahkan parahnya lagi adalah jika kita mengiringinya dengan kisah dan cerita yang kita pun mengarangnya
sendiri kemudian kita sandarkan kisah dan cerita kita atasnama Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
sebagai upaya pembenaran terhadap sesuatu yang batil.
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda,Barangsiapa yang membuat-buat sesuatu yang baru yang
tidak kami perintahkan, maka hal tersebut tertolak (di sisi Allah) (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah
radhiyallaahu anhaa)
Dalam riwayat lain disebutkan, Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak pernah kami
contoh kan atas amalan tersebut, maka amalan tersebut tertolak (di sisi Allah). Allahualam bish-showab.
Referensi tulisan:
http://www.indospiritual.com
As-Sunnah edisi 06/Thn. XIV/Dzulqadah 1431H/Oktober 2010
Ditulis oleh Abu Shofiyah Aqil Azizi di: http://almadinahpekanbaru.wordpress.com/2011/05/26/menyoalasal-usul-shalawat-nariyah/

Pembahasan Kedua: Letak Kesyirikan Shalawat Nariyah


Shalawat nariyah telah dikenal oleh banyak orang. Mereka beranggapan, barangsiapa membacanya sebanyak
4444 kali dengan niat agar kesusahan dihilangkan, atau hajat dikabulkan, niscaya akan ter-penuhi.
Ini adalah anggapan batil yang tidak berdasar sama sekali. Apalagi jika kita mengetahui lafazh bacaannya,
serta kandungan syirik yang ada di dalamnya. Secara lengkap, lafazh shalawat nariyah itu adalah sebagai
berikut,
Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan
dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengan beliau terurai segala
ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang
baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap
keluarga, dan sahabat-nya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.
Aqidah tauhid yang kepadanya Al-Quranul Karim menyeru, dan yang dengannya Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Salam mengajarkan kita, menegaskan kepada setiap muslim agar meyakini bahwa hanya Allah
semata yang kuasa menguraikan segala ikatan. Yang menghilangkan segala kesedihan. Yang memenuhi
segala kebutuhan dan memberi apa yang diminta oleh manusia ketika ia berdoa.Setiap muslim tidak boleh
berdoa dan memohon kepada selain Allah untuk menghilangkan kesedihan atau menyembuhkan penyakitnya, bahkan meski yang dimintanya adalah seorang malaikat yang diutus atau nabi yang dekat (kepada
Allah).

Al-Quran mengingkari berdoa kepada selain Allah, baik kepada para rasul atau wali. Allah berfirman,
Katakanlah, Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan
mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orangorang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang
lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan siksaNya; sesungguhnya siksa
Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti. (Al-lsra: 56-57)
Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan sekelompok orang yang berdoa dan
meminta kepada Isa Al-Masih, malaikat dan hamba-hamba Allah yang shalih dan jenis makhluk jin.
Bagaimana mungkin Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam akan rela, jika dikatakan bahwa beliau kuasa
menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Quran menyeru kepada beliau
untuk memaklumkan,Katakanlah, Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula)
menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya
aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain
hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (Al-Araaf:
188)
Seorang laki-laki datang kepada Rasululllah Shallallaahu alaihi wa Salam lalu ia berkata kepada beliau,
Atas kehendak Allah dan kehendakmu. Maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, Apakah
engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah? Katakanlah, Hanya atas kehendak Allah
semata. (HR. Nasaai, dengan sanad shahih)
Di samping itu, di akhir lafazh shalawat nariyah tersebut, terdapat pembatasan dalam masalah ilmu-ilmu
Allah. Ini adalah suatu kesalahan besar.
Seandainya kita membuang kata Bihi (dengan Muhammad), lalu kita ganti dengan kata BiHaa (dengan
shalawat untuk Nabi), niscaya makna lafazh shalawat itu akan menjadi benar. Sehingga bacaannya akan
menjadi seperti berikut ini:
Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan
dengan keselamatan yang sempurna untuk Muhammad, yang dengan shalawat itu diuraikan segala ikatan
Hal itu dibenarkan, karena shalawat untuk Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam adalah ibadah, sehingga
kita boleh ber-tawassul dengannya, agar dihilangkan segala kesedihan dan kesusahan.
Kenapa kita membaca shalawat-shalawat bidah yang meru-pakan perkataan manusia, kemudian kita
meninggalkan shalawat lbrahimiyah yang merupakan ajaran AI-Masum ?
sumber: http://ibnujafar86.wordpress.com/2009/02/25/seputar-shalawat-nariyah/

Pembahasan Ketiga: Seputar permasalahan shalawat nariyah


Salah Seorang kiyai Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta menulis sebuah artikel tentang
sholawat Nariyah, yang mana jika seorang muslim tidak memiliki pemahaman Ilmu yang benar, maka bisa
jadi ia akan terpengaruh oleh syubhat yang dilontarkannya, dimana ia mengatakan bahwa shalawat
Nariyah, adalah salah satu bacaan yang sangat popular di kalangan kaum muslimin, baik di desa maupun di
kota, Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan, maka tidak ada jalan lain selain
mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan Shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu
kepada-Nya.

Berikut ini adalah bacaan shalawat Nariyah:




yang artinya adalah, Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan
yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat
terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang
didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga
terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak
bilangan semua yang diketahui oleh Engkau.
Dalam kitab Khozinatul Asror halaman 179 dijelaskan, bahwa Salah satu shalawat yang mustajab ialah
Shalawat Tafrijiyah Qurthubiyah, yang disebut orang Maroko dengan Shalawat Nariyah, karena jika umat
Islam mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak yang tidak disukai, maka mereka
berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali, kemudian
tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat bi idznillah.
Selain itu, imam Dainuri mengatakan bahwa : Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat Fardhu sebanyak
11 kali, serta digunakan sebagai wiridan maka rizekinya tidak akan putus, di samping itu, ia akan
mendapatkan pangkat kedudukan dan tingkatan orang kaya.
Demikianlah apa yang difahami oleh sebagian besar kaum muslimin di negri ini, dan mungkin diantara kita
pun ada yang pernah membaca shoalwat ini. Dan sebenarnya membaca sholawat adalah hal yang sangat
disunnahkan oleh Rasulullah, akan tetapi kita sebagai kaum muslimin hendaknya tidak begitu saja seta merta
meyakini apa yang diucapkan oleh seseorang, sekalipun yang berkata adalah seorang Kiyai. Kita harus
mencari tahu mengenai kebenaran perkataan tersebut.
Nah untuk mengetahui apakah benar Shalawat Nariyah yang dibaca sebanyak 4444 kali itu dapat
mendatangkan rizki dan solusi atas problem hidup yang sulit dipecahkan?
Berikut ini akan kami ulas secara tuntas.
Menurut Kiyai Mahrus Ali, ternyata sumber dan asal-usul shalawat Nariyah ini tidak diketahui, padahal
beliau telah menelaah buku dan kitab hadits, fiqih, dan tasawuf. Dengan demikian maka jelaslah bahwa
sholawat Nariyah adalah sholawat bidah yang jika dilakukan maka pelakunya akan diancam dengan Nar
alias
neraka.
Selain itu, jika kita perhatikan Dari segi isi shalawat, maka akan kita temukan banyak sekali kekeliruannya,
terutama pada lafadz-lafadz yang artinya: .. Yang dengannya, maksudnya dengan (Rasulullah Muhammad
Shalallahu Alaihi Wassalam) maka segala ikatan menjadi lepas, dengannya segala kesulitan akan lenyap,
dan dengannya segala keinginan akan tercapai, dengannya pula segala kebutuhan akan terpenuhi..
Dengan demikian jelaslah bahwa Menurut shalawat tersebut, yang melepaskan ikatan, kesulitan dan
mengabulkan segala keinginan adalah Rasulullah, bukan Allah.
Hal ini jelas mengandung kesyirikan dan bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran. Dimana Allah
subhanahu Wataala berfirman dalam surat Yunus ayat 31, yang artinya: Katakanlah: Siapakah yang
memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan menjawab: Allah. Maka
katakanlah Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?

Kemudian dalam ayat yang lainnya, Allah subhanahu Wataala berfirman dalam Al-Quran surat Ar-Rad
ayat14, yang artinya:
Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain
Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan
kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke
mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.
Demikianlah ayat-ayat yang sangat jelas, bahwasanya hanya Allah subhanahu Wataala lah yang berhak dan
mampu melepaskan berbagai kesulitan dan mengabulkan permohonan, bukan Rasulullah shalallahualaihi
wa sallam, sebab beliau shalallahualaihi wa sallam hanyalah manusia biasa yang diberi kelebihan oleh Allah
subhanahu Wataala dibanding manusia lainnya.Namun bukan berarti kita anti-shalawat. Kita tetap harus
bershalawat pada Rasulullah shalallahualaihi wa sallam, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat AlAhzab ayat 56, yang artinya: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan
kepadanyaSelain itu, di dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi dan Nasai, Rasulullah shalallahualaihi wa
sallam bersabda, yang artinya:
Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.
Inilah dalil-dalil yang sangat kuat, yang menunjukan bahwa kita diperintahkan untuk bersholawat kepada
Rasulullah shalallahualaihi wa sallam, Akan tetapi hendaknya kitapun mengilmui bagaimana Cara bershalawat yang benar kepada Rasulullah, yakni harus sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah kepada para
sahabatnya. Dan salah satu bentuk bacaan sholawat yang paling singkat adalah dengan mengucapkan
Shalallahu
Alaihi
Wassalam
Oleh:
Yusuf
SupriadiSumber
Referensi:
1.
http://muza36.wordpress.com/2008/09/10/shalawat-nariyah/
2. http://majelismunajat.com/2009/10/amalan-sholawat-nariyah/
Sumber: http://yusuf-istiqomah.blogspot.com/2010/01/bolehkan-mengamalkan-sholawat-nariyah.html

SHALAWAT NARIYYAH DALAM TIMBANGAN


Di kalangan kaum Muslimin Indonesia, amat banyak teks shalawat yang tersebar. Seperti, shalawat Fatih,
shalawat Munjiyat, shalawat Thibbul Qulub, shalawat Wahidiyyah, dan tidak lupa sorotan kita shalawat
Nariyyah. Tidak hanya mencukupkan diri dengan teks shalawat yang dikarang kalangan klasik, mereka juga
mengandalkan redaksi-redaksi yang diciptakan kalangan kontemporer. Contohnya, shalawat Wahidiyyah
yang dibuat pada tahun 1963 oleh salah satu penduduk Kedunglo Bandar Lor Kediri, KH. Abdul Majid
Maruf.[6]
Selain itu, mereka juga sangat kreatif dalam membuat aturan-aturan baca berbagai jenis shalawat tersebut,
dari sisi jumlah bacaan, waktu pembacaan, hingga fadhilah (keutamaan) yang akan diraih oleh pembacanya.
Seakan-akan itu semua ada landasannya dari syariat.
Shalawat Nariyyah merupakan salah satu shalawat yang paling masyhur di antara shalawat-shalawat
bentukan manusia. Orang-orang berlomba untuk mengamalkannya, baik dengan mengetahui maknanya,
maupun tidak memahami kandungannya. Bahkan justru barangkali orang jenis kedua ini yang lebih
dominan. Banyak orang serta merta mengamalkannya hanya karena diperintah tokoh panutannya, kerabat
dan teman, atau tergiur dengan fadhilah tanpa merasa perlu untuk meneliti keabsahan shalawat tersebut,
juga kandungan makna yang terkandung di dalamnya.
Sebelum mengupas lebih jauh tentang shalawat ini, yang juga terkadang dinamakan dengan Shalawat
Tafrijiyah Qurthubiyah, ada baiknya dibawakan dahulu teks lengkapnya : [7]

Ya Alldh, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada
junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua
kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul
khatimah dapat diraih, serta berkat dirinya yang mulia hujan pun turun. Semoga terlimpahkan kepada
keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang
diketahui oleh Engkau
SIAPAKAH PENCIPTA SHALAWAT NARIYYAH?
Berdasarkan referensi yang ada, kami baru bisa menemukan isyarat yang menunjukkan bahwa pencipta
shalawat ini adalah seorang yang bernama as-Sanusy.[8] Namun hingga saat ini kami belum bisa
memastikan siapakah nama lengkapnya, sebab yang menggunakan julukan ini amat banyak dan kami belum
mendapatkan keterangan yang menunjukkan as-Sanusi manakah yang menciptakan shalawat tersebut. Hanya
saja, yang pasti sebutan as-Sanusi ini merupakan bentuk penisbattan kepada tarekat sufi yang banyak
tersebar di daerah Maroko, tarekat as-Sanusiyyah.
BENARKAH PENGARANGNYA ADALAH SAHABAT NABI
Di sebuah situs Internet tertulis:
Sholawat Nariyah adalah sebuah sholawat yang disusun oleh Syekh Nariyah. Syekh yang satu ini hidup
pada jaman Nabi Muhammad sehingga termasuk salah satu sahabat Nabi. Beliau lebih menekuni bidang
ketauhidan. Syekh Nariyah selalu melihat kerja keras Nabi dalam menyampaikan wahyu Allah, mengajarkan
tentang Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga Syekh selalu berdoa kepada Allah memohon
keselamatan dan kesejahteraan untuk Nabi. Doa-doa yang menyertakan nabi biasa disebut sholawat dan
Syekh Nariyah adalah salah satu penyusun sholawat nabi yang disebut Sholawat Nariyah.
Suatu malam, Syekh Nariyah membaca sholawatnya sebanyak 4444 kali. Setelah membacanya, beliau
mendapat karomah dari Allah. Maka dalam suatu majelis beliau mendekati Nabi Muhammad dan minta
dimasukan surga pertama kali bersama Nabi. Dan Nabi pun mengiyakan. Ada seseorang sahabat yang
cemburu dan lantas minta didoakan yang sama seperti Syekh Nariyah. Namun Nabi mengatakan tidak bisa
karena Syekh Nariyah sudah minta terlebih dahulu.
Mengapa Sahabat itu ditolak Nabi? Dan justru. Syekh Nariyah yang bisa? Para sahabat itu tidak mengetahui
mengenai amalan yang setiap malam diamalkan oleh Syekh Nariyah yaitu mendoakan keselamatan dan
kesejahteraan Nabinya. Orang yang mendoakan Nabi Muhammad pada hakekatnya adalah mendoakan untuk
dirinya sendiri karena Allah sudah menjamin nabi-nabi-Nya sehingga doa itu akan berbalik kepada si
pengamalnya dengan keberkahan yang sangat kuat.[9]
Kesimpulan, pengarang Shalawat Nariyah konon seorang bernama Syekh Nariyah, dan dia. termasuk
Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang telah dijamin masuk surga oleh beliau.
Sebagai seorang Muslim mestinya tidak begitu saja menerima apa yang disampaikan padanya, tanpa
klarifikasi dan penelitian, apalagi jika berkenaan dengan permasalahan agama.
Sekurang-kurangnya ada dua poin yang perlu dicermati dari cerita di atas :
1. Benarkah ada Sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang bernama Syekh
Nariyah ?

2. Dimanakah sumber kisah tentang Sahabat tersebut ? Dan adakah sanad (mata rantai
periwayatan) nya ?

Adapun berkenaan dengan poin pertama, perlu diketahui bahwa biografi para Sahabat Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam telah mendapatkan perhatian ekstra dari para Ulama Islam. Begitu banyak kitab yang
mereka tulis untuk mengupas biografi para sahabat. Ada referensi yang ditulis untuk memaparkan biografi
para sahabat beserta para Ulama sesudah mereka hingga zaman penulis, adapula referensi yang ditulis

khusus untuk menceritakan biografi para sahabat saja. Diantara contoh model pertama : Hilyatul Auliya
karya al-Hafizh Abu Nuaim al-Asfahani (336-430 H) dan Tahdzibul Kamal karya al-Hafizh Abul Hajjaj alMizzi (654-742 H). Adapun contoh model kedua, seperti : a1-Istiab fi Marifati1 Ash-hab karya al-Hafizh
Ibn Abdil Bar (368-463 H) dan al-Ishabatu fi Tamyizish Shahabah karya al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani
(773-852 H).
Setelah meneliti berbagai kitab di atas dan juga referensi biografi lainnya, yang biasa diistilahkan para
Ulama dengan kutubut tarajim wa ath-thabaqat, ternyata tidak dijumpai seorang pun di antara Sahabat Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam, yang bernama Nariyah. Bahkan sepengetahuan kami, tidak ada seorang pun
Ulama klasik yang memiliki nama tersebut. Lalu, dari manakah orang tersebut berasal ??
Sebenarnya, orang yang sedikit terbiasa membaca kitab Ulama, hanya dengan melihat nama tersebut beserta
gelar syaikh di depannya, akan langsung ragu bahwa orang tersebut benar-benar Sahabat Nabi. Karena
penyematan gelar syaikh di depan nama Sahabat -sepengetahuan kami- bukanlah kebiasaan para Ulama
dan juga bukan istilah yang lazim mereka pakai, sehingga terasa begitu janggal di telinga.
Kesimpulannya : berdasarkan penelaahan kami, tidak ada sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, yang
bernama Syekh Nariyah. Jadi penisbatan shalawat tersebut terhadap, Sahabat sangat perlu untuk
dipertanyakan dan amat diragukan keabsahannya.
Adapun poin kedua, amat disayangkan penulis makalah di internet tersebut tidak menyebutkan sanad
(mata rantai periwayatan) kisah yang ia bawakan, atau minimal mengisyaratkan rujukannya dalam menukil
kisah tersebut. Andaikan ia mau menyebutkan salah satu dari dua hal di atas niscaya kita akan berusaha
melacak keabsahan kisah tersebut, dengan meneliti para perawinya, atau merujuk kepada kitab aslinya. Atau
barangkali kisah di atas merupakan dongeng buah pena penulis tersebut ? Jika, ya, maka kisah tersebut tidak
ada nilainya; karena kisah fiksi, alias kisah yang tidak pernah terjadi !
Amat disayangkan, dalam hal yang berkaitan dengan agama, tidak sedikit kaum Muslimin sering menelan
mentah-mentah suatu kisah yang ia temukan di sembarang buku dan internet, atau kisah yang diceritakan
oleh tetangga, teman, guru dan kenalan, tanpa merasa perlu untuk mengcrosscek keabsahannya. Seakan-akan
kisah itu mutlak benar terjadi! Padahal kenyataannya seringkali tidak demikian.
Untuk memfilter kisah-kisah palsu dan yang lainnya, Islam memiliki sebuah keistimewaan yang tidak
dimiliki agama lain, yaitu : Islam memiliki sanad (mata rantai periwayatan). Demikian keterangan yang
disampaikan Ibn Hazm (384-456 H)[10] dalam al-Fishal dan Ibnu Taimiyyah (661-728 H).[11]
Imam Abdullah bin al-Mubarak (118-181 H) pernah berkata, Isnad adalah bagian dari agama. Jika tidak
ada isnad, seseorang akan bebas mengatakan apa yang dikehendakinya.[12]
KANDUNGAN MAKNA SHALAWAT NARIYYAH
Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh
kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan,
semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua hajat yang
didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, serta berkat dirinya yang mulia hujanpun turun.
Semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para Sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas
sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau.
Bagian dari Shalawat Nariyyah yang kami cetak tebal itulah yang akan dicermati dalam tulisan singkat ini.
Kalimat-kalimat tersebut mengandung penisbatan terpecahkannya semua kesulitan, dilenyapkannya segala
kesusahan, ditunaikannya segala macam hajat, tercapainya segala keinginan dan husnul khatimah, kepada
selain Allah Taala. Dalam hal ini yang mereka maksudkan yang melakukan itu semua adalah Rasalullah
Shallallahu alaihi wa sallam. Penisbatan ini merupakan sebuah kekeliruan fatal, sebab bertolak-belakang
dengan al-Quran dan Sunnah, serta bisa mengantarkan pelakunya kepada kekufuran. Pasalnya, semua
perbuatan tersebut, hanya Allah Taala yang berkuasa melakukannya.

Mari kits cermati nash-nash berikut :


Allah Taala berfirman :
Siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang
melenyapkan kesusahan serta yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi? Adakah tuhan
selain Alldh ? Amat sedikit kalian mengingat-Nya (QS. an-Naml/27:62).
Dalam ayat ini, Allah Taala mengingatkan bahwa hanya Dia-lah yang diseru saat terjadi kesusahan, dan Dia
pula yang diharapkan pertolongan-Nya saat musibah melanda. Demikian keterangan yang disampaikan
Imam Ibnu Katsir rahimahullah [13]
Karena itulah, setelahnya Allah Taala melontarkan pertanyaan dalam konteks pengingkaran, Adakah
tuhan selain Allah?. Hal ini mengisyaratkan, wallahu alam, bahwa orang yang tertimpa kesulitan dan
kesusahan lalu memohon pertolongan kepada selain Allah Taala, seakan ia telah menjadikan dzat yang
diserunya itu sebagai tuhan saingan Allah Taala. Sebab tidak ada yang sanggup mengabulkan permohonan
tersebut melainkan hanya Allah Taala.
Senada dengan ayat di atas, firman Allah Taala berikut :

Katakanlah, Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari bencana di darat dan di laut, yang kalian
berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dan suara yang lembut (dengan mengatakan), Sesungguhnya jika
Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami akan menjadi orang-orang yang bersyukur.
Katakan, Allahlah yang menyelamatkan kalian dari bencana itu dan dari segala macam kesusahan.
Lantas mengapa kalian kembali mempersekutukan-Nya?!. (QS. al-An,kn/6: 63-64)
Apapun nikmat yang ada dalam diri kalian, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kalian ditimpa
marabahaya, maka hanya kepada-Nyalah (seharusnya) kalian meminta pertolongan (QS. anNahl/16:53)
Dan masih banyak lagi firman Allah yang semakna dengan ayat-ayat di atas, yang menegaskan bahwa segala
bentuk kebaikan di dunia maupun akhirat, hanya Allah TAala sajalah yang mendatangkannya. Sebagaimana
pula segala bentuk keburukan di dunia ataupun akhirat, hanyalah Allah Taala yang menghindarkannya dari
diri kita.
Karena itulah, kita dapatkan qudwah kita, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, pun mencontohkan
untuk selalu kembali kepada Allah Taala dalam segala urusan.
Mari kita cermati sebagian dari doa yang beliau baca :
Ya Alldh, jadikanlah akhir dari seluruh urusan kami baik, dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia
dan siksaan akhirat (HR. Ibnu Hibban 3/230 no. 949)
Wahai Yang Maha hidup dan Yang terus menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu-lah aku
memohon pertolongan. Perbaikilah seluruh keadaanku, dan janganlah Engkau jadikanku bergantung
kepada diriku sendiri, walaupun itu hanya sekejap mata (HR. al-Hakim 1/739 no. 2051).

Ya Alldh, rahmat-Mu-lah yang kuharapkan. Maka janganlah Engkau jadikan aku bergantung kepada
diriku sendiri, walaupun itu hanya sekejap mata. Dan perbaikilah seluruh keadaanku. Tidak ada yang
berhak diibadahi melainkan Engkau (HR. Abu Dawud, 5/204 no. 5090 dari Abu Bakrah, dan dinilai sahib
oleh Ibn Hibban (III/250 no. 970).
Lihatlah bagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menisbatkan seluruh urusan kepada Allah
Taala dan memberi kita teladan agar senantiasa mengembalikan segala sesuatu hanya kepada Allah Taala !.
Pernahkah beliau -walaupun hanya sekali- mengajarkan kepada umatnya agar bergantung kepada beliau?!

Mustahil beliau mengarahkan demikian, sebab beliau sendirilah yang berkata, Janganlah Engkau (Ya
Allah) jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun itu hanya sekejap mata. Beliau Shallallahu
alaihi wa sallam mencontohkan praktek tawakkal yang begitu tinggi, dimana beliau Shallallahu alaihi wa
sallam tidak ingin bergantung pada diri sendiri, walaupun itu hanya sesaat, sekedipan mata! Mengapa kita
tidak meneladaninya dalam hal ini dan yang lainnya?
Cermati pula doa terakhir!. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menutup doanya dengan kalimat thayyibah
LAILAHAILLALLAH yang menunjukkan -wallahualam- bahwa seluruh permintaan di atas adalah bentuk
ibadah yang hanya boleh dipersembahkan kepada Allah Taala.
Berdasarkan keterangan di atas yang menyebutkan adanya kesalahan akidah dalam shalawat Nariyah, maka
tidak sepantasnya shalawat ini diamalkan oleh umat, baik dengan membaca dan menghafalkannya, apalagi
sampai meyakini dan mengharapkan keutamaan darinya.
MEMBACA SHALAWAT NARIYAH
SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM

BERARTI

MENGAGUNGKAN

RASULULLAH

Barangkali inilah argumen terakhir mereka untuk melegalkan pembacaan shalawat Nariyah dan shalawat
semisal lainnya. Dengan dalih pengagungan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, mereka
mempertahankan shalawat yang menyimpang dari ajaran Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut.
Bahkan yang lebih parah, ada sebagian mereka yang berusaha mengesankan pada orang awam, bahwa pihak
yang mengkritisi shalawat Nariyah tidak mengagungkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam! Ini
merupakan tindak pemutarbalikan fakta dan harus diluruskan.
Masalah pokok yang perlu diketahui pertama kali yaitu mengagungkan Rasulullah hukumnya wajib. Dan ini
merupakan salah satu cabang keimanan yang besar. Cabang keimanan ini berbeda dengan cabang keimanan
cinta kepada beliau[14], bahkan pengagungan lebih tinggi derajatnya dibanding cinta. Sebab tidak setiap,
yang mencintai sesuatu ia pasti mengagungkannya. Contohnya, orang tua mencintai anaknya, namun
kecintaannya hanya akan mengantarkan untuk memuliakannya dan tidak mengantarkan untuk
mengagungkannya. Beda dengan kecintaan anak kepada orang tuanya, yang akan mengantarkan untuk
memuliakan dan mengagungkan mereka berdua.[15]
Diantara hak Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang harus ditunaikan oleh umatnya adalah
pemuliaan, pengagungan dan penghormatan terhadap beliau Shallallahu alaihi wa sallam. Pengagungan,
pemuliaan dan penghormatan harus melebihi pemuliaan, pengagungan dan penghormatan seorang anak
terhadap orang tuanya atau budak terhadap majikannya. Allah Taala berfirman :
Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya terang yang
diturunkan kepadanya (al-Quran); mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS. al-Araf/7:157)
Tidak ada perbedaan pendapat di antara para Ulama, bahwa yang dimaksud dengan pemuliaan dalam ayat
di atas adalah pengagungan.[16]
PENGAGUNGAN TERHADAP RASULULLAH SHALLALLAHU
BERTEMPAT DI HATI, LISAN DAN ANGGOTA TUBUH[17]

ALAIHI

WA SALLAM,

Pengagungan terhadap beliau dengan hati maksudnya adalah meyakini bahwa beliau adalah hamba dan
utusan Allah. Keyakinan ini menyebabkan seseorang mengedepanan kecintaannya kepada Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam daripada kecintaannya terhadap diri sendiri, anak, orang tua dan seluruh
manusia.
Keyakinan ini juga menumbuhkan rasa betapa agung dan wibawa beliau Shallallahu alaihi wa sallam serta
meresapi kemuliaannya, kedudukannya dan derajatnya yang tinggi.
Hati merupakan raja dari tubuh, manakala pengagungan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
menghujam kuat dalam hati, niscaya dampaknya secara lahiriah akan nampak jelas. Lisan akan senantiasa

basah dengan pujian kepada beliau Shallallahu alaihi wa sallam dan menyebutkan kemuliaankemuliaannya. Begitu pula anggota tubuh akan tunduk menjalankan segala tuntunan beliau Shallallahu
alaihi wa sallam taat kepada syariat dan ajaran beliau Shallallahu alaihi wa sallam serta menunaikan
segala haknya.
Adapun pengagungan terhadap beliau dengan lisan, maksudnya adalah memuji beliau , dengan pujian
yang berhak untuk dimilikinya, yaitu pujian yang Allah dan Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam
lantunkan untuk beliau, tanpa mengandung unsur berlebihan atau sebaliknya. Dan di antara pujian yang
paling agung adalah membaca shalawat untuk beliau.[18]
Kata al-Halimy (338-403 H), shalawat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, berarti
pengagungan terhadap beliau di dunia, dengan mengangkat namanya, menampakkan agamanya dan
mengabadikan syariatnya. Sedangkan di akhirat, maksudnya adalah permohonan agar limpahan pahala
mengalir padanya, syafaat beliau tercurah untuk umatnya dan kemuliaan beliau dengan al-maqam almahmud terlihat jelas.[19]
Termasuk bentuk pengagungan dengan lisan yaitu beradab saat menyebut beliau dengan lisan kita. Caranya
adalah dengan menggandengkan nama beliau dengan sebutan Nabi atau Rasulullah, lalu diakhiri dengan
shalawat kepada beliau. Allah Taala berfirman :

Janganlah engkau jadikan panggilan Rasulullah di antara kalian seperti panggilan sebagian kalian
kepada sebagian yang lain (QS. an-Nur/24:63)
Karena itulah para sahabat selalu memanggil Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dengan panggilan, Wahai
Rasulullah! atau Wahai Nabiyullahl.
Juga hendaknya penyebutan nama beliau Shallallahu alaihi wa sallam ditutup dengan shalawat ;
shallallahualaihiwasallam bukan hanya dengan singkatan SAW atau yang semisal. Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Orang yang pelit adalah orang yang tatkala namaku disebut di
hadapannya, ia tidak bershalawat padaku. (HR. Tirmidzi, no. 3546 dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
anhu At-Tirmidzi rahimahullah menyatakan hadits ini Hasan shahih gharib).
Termasuk bentuk pengagungan dengan lisan pula yaitu menyebutkan keutamaan-keutamaan beliau
keistimewaan dan mukjizatnya Shallallahu alaihi wa sallam. Mengenalkan sunnah beliau
kepada
masyarakat, mengingatkan mereka terhadap kedudukan serta hak beliau mengajarkan pada mereka akhlak
dan sifat mulia beliau Shallallahu alaihi wa sallam Menceritakan sejarah hidup beliau serta menjadikannya
sebagai pujian, baik dengan bait-bait syair maupun bukan, namun dengan syarat tidak melampaui batas
ketentuan syariat, semisal pengagungan yang berlebihan dan yang semisal.
Sedangkan pengagungan dengan anggota tubuh, berarti mengamalkan syariat beliau
meneladani sunnahnya, mengikuti perintahnya secara lahir maupun batin dan berpegang kuat dengannya.
Ridha dan ikhlas dengan aturan yang beliau Shallallahu alaihi wa sallam bawa, berusaha menebarkan
tuntunannya, membela sunnahnya, melawan mereka yang menentangnya serta membangun kecintaan dan
kebencian di atasnya.
Menjauhi segala yang dilarang beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak menyelisihi perintahnya dan
bertaubat serta beristighfar manakala terjerumus ke dalam penyimpangan.
Taat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam merupakan konsekwensi keimanan kepada beliau dan
keyakinan akan kebenaran yang dibawanya dari Allah. Sebab beliau tidaklah memerintahkan atau melarang
dari sesuatu, melainkan dengan seizin dari Allah.
Sebagaimana dalam firman-Nya :

Kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah (QS. an-Nisa/4:64).
Dan makna ketaatan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah menjalankan perintahperintahnya serta menjauhi larangan-larangannya.[20]
Kesimpulannya adalah pengagungan yang hakiki terhadap Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
tersimpulkan dalam empat kalimat yaitu mempercayai berita yang bersumber dari beliau, mentaati
perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah dengan tata cara yang disyariatkannya.[21]

RASOLULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA


BERLEBIHAN DALAM MENGAGUNGKANNYA

SALLAM

MELARANG

KITA

UNTUK

Secara garis besar, Allah Taala telah melarang kita dari sikap berlebihan dalam beragama, baik itu dalam
keyakinan, ucapan maupun amalan. Sebagaimana dalam QS. an-Nisa/4:171.
Dan Nabi kita Shallallahu alaihi wa sallam telah melarang secara khusus dari sikap berlebihan dalam
memujinya. Sebagaimana dalam sabdanya,
Janganlah kalian berlebihan dalam, memujiku Sebagaimana kaum Nasrani berlebihan dalam memuji Isa
bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, (Muhammad adalah) hamba
Allah dan Rasul-Nya (HR. Bukhari (6/478 no. 3445 al-Fath) dari Umar bin Khatthab radhiyallahu
anhu).
Dan Nabi kita Shallallahu alaihi wa sallam juga mengingkari para sahabatnya yang berlebihan dalam
memuji beliau Shallallahu alaihi wa sallam karena khawatir mereka akan melampaui batas, sehingga
terjerumus dalam hal yang terlarang. Juga demi menjaga kemurnian tauhid, agar tidak ternodai dengan
kotoran syirik dan bidah. Beliau Shallallahu alaihi wa sallam sangat berhati-hati dalam mengantisipasi hal
tersebut, bahkan sampaipun dari hal-hal yang barangkali tidak dikategorikan syirik atau bidah.
Anas bin Malik radhiyallahu anhu bercerita,
(Suatu hari) ada seseorang yang berkata, Wahai Muhammad, wahai sayyiduna (pemimpin kami), putra
sayyidina, wahai orang yang terbaik di antara kami, putra orang terbaik di antara kami!.
Rasalullah Shallallahu alaihi wa sallam pun menjawab, Wahai para manusia, bertakwalah kalian! Jangan
biarkan setan menyesatkan kalian. Aku adalah Muhammad bin Abdullah; hamba Allah dan Rasul-Nya.
Demi Allah, aku tidak suka kalian mengangkatku melebihi kedudukan yang telah Allah tentukan untukku.
(HR. Ahmad (20/23 no. 12551) dan dinilai shahih oleh adh-Dhiya al-Maqdisy (5/25 no. 1627) dan Ibn Hibb
in (14/133 no. 6240).
Dengan keterangan di atas, insyaA11ah telah terlihat jelas, mana bentuk pengagungan yang terpuji dan mana
bentuk pengagungan yang tercela.
Penulis tutup makalah ini dengan nasehat yang disampaikan Ibn Hajar al-Haitamy rahimahullah (909-974
H), manakala beliau menjelaskan bahwa pengagungan terhadap Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
hendaknya dengan sesuatu yang ada dalilnya dan yang diperbolehkan, jangan sampai melampaui batas
tersebut.
Beliau berkata, Wajib bagi setiap orang untuk tidak mengagungkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
kecuali dengan sesuatu yang Allah izinkan bagi umatnya, yaitu sesuatu yang layak untuk jenis manusia.
Sesungguhnya melampaui batas tersebut akan menjerumuskan kepada kekafiran, naudzubillahi min dzalik.
Bahkan melampaui batas sesuatu yang telah disyariatkan, pada asalnya akan mengakibatkan penyimpangan.
Maka hendaknya kita mencukupkan diri dengan sesuatu yang ada dalilnya.[22]
Beliau rahimahullah menambahkan, Ada dua kewajiban yang harus dipenuhi :
Pertama, kewajiban untuk mengagungkan Nabi dan mengangkat derajatnya di atas seluruh makhluk.

Kedua, mentauhidkan Allah dan meyakini bahwa Allah Maha Esa dalam dzat dan perbuatan-Nya atas
seluruh makhluk-Nya. Barang siapa meyakini bahwa sesosok makhluk menyertai Allah dalam hal tersebut;
maka ia telah berbuat syirik. Dan barang siapa merendahkan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam di
bawah derajat (yang seharus)nya maka ia telah berbuat maksiat atau kafir.
Namun barang siapa yang mengagungkan beliau dengan berbagai jenis pengagungan dan tidak sampai
menyamai sesuatu yang merupakan kekhususan Allah,.maka ia telah menggapai kebenaran, dan berhasil
menjaga dimensi ketuhanan serta kerasulan. Inilah ideologi yang tidak mengandung unsur ekstrim atau
sebaliknya.[23] Wallahu alam.
Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 06/ Dzulqadah 1431 H Oktober 2010 M
Artikel: ibnuabbaskendari.wordpress.com
Catatan Kaki:

[1] Tafsir al-Quranil Azhim, 6/457


[2] Judul buku-buku lainnya bisa dilihat, antara lain di mukadimah Syaikh Masyhur bin Hasan Salman
hafizhahullah dalam tahqiq julaul Afham hlm. 8-29.
[3] Tafsir ar-Rdzy (20/180). Setelah menyebutkan dua syarat di atas, ar-Razy rahimahullah menyebutkan
syarat ketiga, yaitu iman. Sebab iman merupakan syarat utama agar amalan membuahkan pahala. Selain
Mukmin tidak akan diterima amalannya, baik dia ikhlas maupun tidak, entah sesuai syariat maupun tidak.
Karena ia belum mau memeluk agama, yang segala amalan tidak akan diterima melainkan dari pemeluk
agama tersebut. Sebagaimana firman Allah Taala yang artinya, Barangsiapa mencari agama selain Islam;
maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi. (QS. Ali Imran/3:85). Karena begitu gamblangnya permasalahan ini, banyak di antara para ulama
yang tidak menyebutkan syarat iman ini, sebab hal itu sudah sangat jelas dan tidak Samar.
[4] Tafsir Ibn Katsir (1/385).
[5] Dalam kitabnya Jalaul Afham (hlm. 380-520), Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada empat
puluh satu momen disyariatkannya membaca shalawat kepada Rasul Shallallahu alaihi wa sallam.
[6] Lihat : Atsar ash-shalawat al-Wdhidiyyah fi AkhlaqThullabMahad at-Tahdib Ngoro Jombang Am:
2004, skripsi Institut Studi Islam Darussalam Gontor, yang disusun oleh Ahmad Luthfi Ridha (hlm. a).
[7] Tuntunan Ziarah Wali Songo karya Abdul Muhaimin (hlm. 144).
[8] Rahasia Keutamaan dan Keistimewaan Sholawat karya Nur Muhammad Khadafi, dinukil dari Atsdr ashShalawat al-Wdhidiyyah hlm. 21
[9] www.indospritual.com
[10] Lihat, al-Fishal fi Al-Milal wa al-Ahwa wa an-Nihal (2/221).
[11] Lihat, Majmu al-Fatawal (1/9).
[12] Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam mukadimah Shahihnya (1/15).
[13] Lihat Tafsir ibn Katsir (6/203)
[14] Lihat, al-Minhdjfl Syuab al-Iman karya al-Halimy (11/124) dan al-jfimili Syuab al-Imdn karya alBaihaqy (111/95).
[15] Lihat, al-Minhaj fi Syuab al-Iman (II/124).
[16] Lihat, Ibid (11/125).

[17] Diringkas dari Huqaqun Nabi shallallahualaihiwasallam aid Uin-matihfl Dhaui al-Kitfib wa asSunnah, karya Dr. Muhammad bin Khalifah at-Tamimy (11/466-478).
[18] Di awal tulisan ini, kami telah bawakan beberapa dalil dari al-Quran dan Sunnah tentang
disyariatkannya membaca shalawat.
[19] Lihat, al-Minhdjfl Syuab al-Imfin (2/134).
[20] An-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin karya KH. Muhammad Hasyim Asyari (hlm. 5-6).
[21] Lihat: Ar-Radd ald al-Akhndiy karya Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah (hlm. 18) clan alUsHl ats-Tsaldtsah wa Adillatuhd Karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (hlm. 23).
[22] A1-Jauhar al-Munazham fi Ziarah Qabr an-Nabi shallallahualaihiwasallam wa Karram (hlm. 64)
dinukil dari Ara Ibn Hajar al-Haitami al-Ftiqadiyyah Ardh wa TaqwFm ft DhauI Aqfdah as-Salaf karya
Muhammad bin Abdul Aziz asy-Syayi rahimahullah (hlm. 450).
[23] A1-jauhar al-Miinazham (hlm. 13) dinukil dari Ara Ibn Hajar al-Haitami al-Ftiqfidiyyah.

You might also like