Professional Documents
Culture Documents
Skenario C Blok 18
I. Analisis Masalah
Template
a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
1. Anamnesis
Iritatif:
a. Frekwensi ( BAK > 8 kali per hari)
b. Urgensi (kebelet)
c. Disuria (nyeri saat BAK)
d. Tidak bisa menahan kencing
e. Inkontinesia (beser)
f. Nokturia ( terbangun kencing malam hari > 2 kali)
Obstruktif :
a. BAK tidak puas
b. Hesitensi (menunggu beberapa saat waktu BAK)
c. BAK menetes / terputus
d. Pancaran kencing lemah
e. Tidak bisa BAK sama sekali (retensi urine)
Keluhan lainnya:
a..Keluhan lain yang berhubungan dengan komplikasi BPH
b. Riwayat terapi dan operasi sebelumnya
c. Riwayat lain yang berhubungan dengan diagnosis banding
1. Pemeriksaan Fisik
Ginjal:
a. Bimanual
b. Nyeri ketok CVA
Kandung kencing
a. Palpasi
b. Perkusi
RT( rectal toucher)/Colok Dubur :
a. Tonus spinctyer ani
b. Bulbocavernosus refleks (BCR)
c. Besarnya
d. Konsitensi
e. Nyeri tekan
f. Permukaan
g. Nodul
2. Pemeriksaan Penunjang
Lab. Rutin
Lab Khusus:
a. PSA
b. Uroflowmetri
USG Transrektal atau transabdominam
Uretrosistoskopi
BPH
dengan Ca Prostat
Striktur uretra
batu buli
Faktor
usia
Stenosis
leher Prostatitis
buli-buli
lanjut
Disuria
BAK
tidak
tuntas
Pancaran
kencing
tidak
jauh
Hesitensi
Frekuensi
Nokturia
Hematuria
Inkontinensia
Retensi urin
Perut nyeri
Divertikel buli
BAK
meningkat
buli
Anemia
+
Pembesaran
+
+
prostat
c. Bagaimana WD pada kasus?
BPH ( Benign Prostate Hyperplasia) dengan Komplikasi batu dan divertikel buli
Yang ditandai dengan:
Gejala Iritatif:
1. Frekuensi BAK >8x/hari
2. Nokturia
3. Disuria
4. Inkotinensia
Gejala Obstruktif:
1. Pancaran kencing melemah
2. Hesistensi
3. Tidak bisa BAK sama sekali (retensi urin
Dimana komplikasi dari BPH, seperti batu dan divertikel timbul 3 bulan yang lalu, yang
ditandai dengan BAK hematuria dan hilang timbul.
d. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih,
dan secara umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50
tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih
rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60
tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5 juta, maka dapat dinyatakan kira-kira 2,5
juta pria Indonesia menderita penyakit. (Purnomo, 2009).
Insidensi: 50% (klinis) pria 60-69 tahun, 100% pada umur 80 tahun (mikroskopik
sejak umur 35 tahun)
e. Bagaimanapatofisiologi pada kasus?
4 teori yang membuat terjadinya BPH, yaitu:
1. Teori DHT
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
3. Interaksi Stroma-Epitel
4 faktor yang
4. Teori stem cell
didasari oleh
faktor usia lanjut
Berbagai
Komplikasi
Di dukung dengan
penyempitan
uretra
Urin terkumpul di
buli-buli
(konsentrasi
meninngkat)
Pecahnya
pembuluh darah
di leher buli
Terbentuknya
batu di buli
Akibat dari
kontraksi otot
detrusor terus
menerus
Terbentuknya
Divertikel di buli
BAK hematuria
dan hilang timbul
Timbul Gejala
Obstruktif
Dekompensasi
Pancaran kencing
melemah
Nokturia
Retensi Urin
Hesitensi
Disuria
Inkontinensia
BPH
A. DEFINISI
Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign prostatic
hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar
prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan
muskuler.
Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat yang
berakibat pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan
berkemih.
Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini
berlangsung di dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria
secara beragam. Sebagai akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun
berbeda untuk tiap kasus. Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat
bertumbuh, maka sering berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di berikan.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hiperplaasia belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan. Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya
keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998
etiologi dari BPH adalah:
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan
testosteron dan estrogen, Ketidakseimbangan endokrin, Faktor umur / usia lanjut, dan
Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya
gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling
dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran
adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula
sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan
adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran
urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih.
Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di
dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi
dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup
berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisa urin, maka terdapat peningkatan infeksi
dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan
hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema
hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat
terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan
obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan
diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan
ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan
dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahanlahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran
prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah
prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai
akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam
mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat
dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula
dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total
yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas
D. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hiperplasia selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak
selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, is.Adapun
gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia:
a) Retensi urin
b) Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing
c)
d)
e)
f)
g)
h)
1. Observasi :
I-PSS < 7
Qmax > 15 cc/det
2.
Obat-obatan:
I-PSS = 8-10
Qmax = 10-15 cc/det
Alpha blocker
Terazosin
Doxazosin
Prazosin
Tamsulosin, dll
Supresi Androgen
5 alfa-reduktase inhibitor
Fitoterapi
3.
Operasi
IPPS > 20
Q Max < 10 cc/det
Operasi
TURP
Laser ablasi
Microwave
Termoterapi
Radiofrequensi
Prostatektomi
Daftar Pustaka
JEF, GWK. Buku Saku Urologi. 2003. p. 59-66.
Macfarlane, M.T. Urology. 4th Edition. Kentucky: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 116122
Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 6985
NN. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.urologychannel.com.
McAninch, J.; Tanagho E. Smith's General Urology. 16th Edition. San Fransisco: McGrawHill/Appleton & Lange; 2007.