You are on page 1of 14

Analisis Masalah dan Learning Issue

Skenario C Blok 18

Nama : Monica Trifitriana


Nim : 04011381320042
Kelas : B
Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya

I. Analisis Masalah
Template
a. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?
1. Anamnesis
Iritatif:
a. Frekwensi ( BAK > 8 kali per hari)
b. Urgensi (kebelet)
c. Disuria (nyeri saat BAK)
d. Tidak bisa menahan kencing
e. Inkontinesia (beser)
f. Nokturia ( terbangun kencing malam hari > 2 kali)

Obstruktif :
a. BAK tidak puas
b. Hesitensi (menunggu beberapa saat waktu BAK)
c. BAK menetes / terputus
d. Pancaran kencing lemah
e. Tidak bisa BAK sama sekali (retensi urine)

Keluhan lainnya:
a..Keluhan lain yang berhubungan dengan komplikasi BPH
b. Riwayat terapi dan operasi sebelumnya
c. Riwayat lain yang berhubungan dengan diagnosis banding
1. Pemeriksaan Fisik
Ginjal:
a. Bimanual
b. Nyeri ketok CVA
Kandung kencing
a. Palpasi
b. Perkusi
RT( rectal toucher)/Colok Dubur :
a. Tonus spinctyer ani
b. Bulbocavernosus refleks (BCR)
c. Besarnya
d. Konsitensi
e. Nyeri tekan
f. Permukaan
g. Nodul
2. Pemeriksaan Penunjang
Lab. Rutin
Lab Khusus:
a. PSA

b. Uroflowmetri
USG Transrektal atau transabdominam
Uretrosistoskopi

TRUS (Trans Rectal Ultrasonogrphy

a. Mengukur besar prostat


b. Lesi hipoechoik curiga ganas
c. Biopsi

b. Bagaimana DD pada kasus?


Gejala

BPH

dengan Ca Prostat

Striktur uretra

batu buli
Faktor

usia

Stenosis

leher Prostatitis

buli-buli

lanjut
Disuria
BAK

tidak

tuntas
Pancaran
kencing

tidak

jauh
Hesitensi

Frekuensi

Nokturia

Hematuria

Inkontinensia

Retensi urin

Perut nyeri

Divertikel buli

Ada batu pada

BAK
meningkat

buli
Anemia
+
Pembesaran

+
+

prostat
c. Bagaimana WD pada kasus?
BPH ( Benign Prostate Hyperplasia) dengan Komplikasi batu dan divertikel buli
Yang ditandai dengan:
Gejala Iritatif:
1. Frekuensi BAK >8x/hari
2. Nokturia
3. Disuria
4. Inkotinensia
Gejala Obstruktif:
1. Pancaran kencing melemah
2. Hesistensi
3. Tidak bisa BAK sama sekali (retensi urin
Dimana komplikasi dari BPH, seperti batu dan divertikel timbul 3 bulan yang lalu, yang
ditandai dengan BAK hematuria dan hilang timbul.
d. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Di Indonesia, BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih,
dan secara umum diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50

tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih
rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yang berusia 60
tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5 juta, maka dapat dinyatakan kira-kira 2,5
juta pria Indonesia menderita penyakit. (Purnomo, 2009).
Insidensi: 50% (klinis) pria 60-69 tahun, 100% pada umur 80 tahun (mikroskopik
sejak umur 35 tahun)
e. Bagaimanapatofisiologi pada kasus?
4 teori yang membuat terjadinya BPH, yaitu:
1. Teori DHT
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
3. Interaksi Stroma-Epitel
4 faktor yang
4. Teori stem cell
didasari oleh
faktor usia lanjut

Hiperplasia pada epitel dan stroma


klenjar prostat (disertai
penambahan sel-sel prostat)
Penyempitan Uretra pars
prostatika
Peningkatan tekanan intravesikal
Peningkatan kontraksi otot-otot
detrusor buli-buli

Berbagai
Komplikasi
Di dukung dengan
penyempitan
uretra
Urin terkumpul di
buli-buli
(konsentrasi
meninngkat)

Pecahnya
pembuluh darah
di leher buli

Terbentuknya
batu di buli

Akibat dari
kontraksi otot
detrusor terus
menerus
Terbentuknya
Divertikel di buli

BAK hematuria
dan hilang timbul

Timbul Gejala Iritatif

Timbul Gejala
Obstruktif

Frekuensi BAK >


8x/ hari

Dekompensasi

Pancaran kencing
melemah

Nokturia

Retensi Urin

Hesitensi

Disuria

Perut nyeri dan


tegang

Inkontinensia

f. Bagaimana SKDI kasus?

Sumber: SKDI tahun 2013-2015


SKDI untuk kasus BPH adalah 2
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

g. Bagaimana pencegahan dan edukasi pasien pada kasus?


Ada beberapa pencegahan dan edukasi pada BPH, yaitu:
1. Ejakulasi secara teratur
Pria mengalami gangguan pada prostat akibat jarang ejakulasi. Saat usia muda,
ejakulasi biasa terjadi dengan sendirinya mealui mimpi basah, tetapi saat usia
dewasa ejakulasi melalui hubungan seks.
2. Menurunkan kolestrol
Kolestrol akan diubah jadi testosterone yang nantinya mengakibatkan peningktan
DHT yang bisa menyebabkan BPH. Maka perlunya menurunkan kadar kolestrol
(<200mg/dl dalam darah)
3. Perbanyak makan sayuran
Kadar hormone pria tidak begitu tinggi pada mereka yang banyak makan sayuran.
4. Jangan minum alcohol
Alkolhol nerfungsi menekan sarafpusat yang membuat otot-otot di seluruh tubuh
menjadi lemas, termasuk otot-otot kandung kemih, akibatnya urin tertahan.
5. Rajin olahraga
6. Jangan duduk terlalu lama
Apabila duduk terlalu lama dapat mengakibatkan penekanan pada prostat sehingga
mempermudah terjadinya BPH
7. Jangan menahan kencing
Bisa memperparah terjadinya BPH
8. Berendam di air panas
Berendam diair panas dapat mengurangi ketegangan otot-otot sehingga menurunkan
resiko terjadinya BPH

II. Learning Issue

BPH
A. DEFINISI

Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign prostatic
hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar
prostat. Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan
muskuler.
Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat yang
berakibat pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan
berkemih.
Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini
berlangsung di dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria
secara beragam. Sebagai akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun
berbeda untuk tiap kasus. Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat
bertumbuh, maka sering berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di berikan.
B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hiperplaasia belum diketahui secara pasti.
Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap
undangan. Oleh karena itu yang dianggap etiologi adalah karena tidak adanya
keseimbangan endokrin. Namun menurut Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998
etiologi dari BPH adalah:
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan
testosteron dan estrogen, Ketidakseimbangan endokrin, Faktor umur / usia lanjut, dan
Unknown / tidak diketahui secara pasti.
C. PATOFISIOLOGI

Menurut syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 adalah Umumnya
gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling
dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran
adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula
sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan
adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran
urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih.
Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di
dalam kandung kemih.Pada beberapa kasus jika obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi
dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup
berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisa urin, maka terdapat peningkatan infeksi
dan batu kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan
hidronefrosis.Retensi progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema
hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat
terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan
obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solutlainya meningkatkan
diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa merusakkan kemampuan
ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan
dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia.
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahanlahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran
prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah
prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.Sebagai
akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam
mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat
dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula
dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total
yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas

D. MANIFESTASI KLINIS
Walaupun Benigna Prostat Hiperplasia selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak
selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih, is.Adapun
gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia:
a) Retensi urin
b) Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing

c)
d)
e)
f)
g)
h)

Miksi yang tidak puas


Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)
Pada malam hari miksi harus mengejan
Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)
Massa pada abdomen bagian bawah
Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk
mengeluarkan urin)
i) Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksik. Kolik renall. Berat badan turunm.
AnemiaKadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, pasien sama sekali tidak dapat
berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi
dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya merusak
ginjal.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada pasien Benigna Prostat Hipertropi umumnya dilakukan pemeriksaan:
1. Laboratorium Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan
urin
2. Radiologis Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning,
cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila
fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans
rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran
prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine
dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim
De Jong, 1997).
3. Prostatektomi Retro PubisPembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung
kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui
insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi ParinealYaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui
perineum.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi prostat adalaha. Retensi kronik dapat
menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.b. Proses
kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksic. Hernia / hemoroidd.
Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batue. Hematuriaf.
Sistitis dan Pielonefritis
G. TATALAKSANA

1. Observasi :
I-PSS < 7
Qmax > 15 cc/det
2.

Obat-obatan:
I-PSS = 8-10
Qmax = 10-15 cc/det
Alpha blocker

Terazosin
Doxazosin

Prazosin
Tamsulosin, dll

Supresi Androgen

5 alfa-reduktase inhibitor

Fitoterapi

3.

Serenoa repen, pygeum africanum

Operasi
IPPS > 20
Q Max < 10 cc/det
Operasi
TURP
Laser ablasi
Microwave
Termoterapi
Radiofrequensi
Prostatektomi

Daftar Pustaka
JEF, GWK. Buku Saku Urologi. 2003. p. 59-66.
Macfarlane, M.T. Urology. 4th Edition. Kentucky: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 116122
Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 6985
NN. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.urologychannel.com.
McAninch, J.; Tanagho E. Smith's General Urology. 16th Edition. San Fransisco: McGrawHill/Appleton & Lange; 2007.

You might also like