You are on page 1of 28

Page | 1

I.

PENGERTIAN AKIDAH
Akidah berasal dari kata aqada-yaqidu-aqdan yang berarti mengikatkan tali,
mengokohkan janji, dan menyatakan ikatan jual beli. Secara bahasa kata aqidah juga dapat
diartikan cara bicara terpatah-patah (gagap), terikat, hasil kesepakatan, berjanji setia, menyerahkan
urusan pada orang lain karena ia dipercaya, persetujuan, dalil, alasan, ikatan nikah, kalung leher,
sukar, sulit, dan teka-teki yang diambil dari kata aqida-yaqidu-aqadan.
Dalam Al-Quran kata aqidah berarti sumpah setia. Firma Allah:


Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat,
Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia
dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan
segala sesuatu (QS. An-Nisa, 4:33)


Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu (perjanjian). Dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya (QS. Al-Maidah, 5:1)



Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka
kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan
yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka
kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila
kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al-Maidah, 5:1)
Aqidah dalam Al-Quran juga dapat berarti ikatan nikah (QS. Al-baqarah 2:235&237),
kekakuan lidah (QS. Thaha, 20:27), dan ikatan tali (QS. Al-Falaq, 113:4). Firman Allah:




Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan
mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf.
Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. Dan
ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepadaNya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun (QS. Al-baqarah:
235)



Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal
sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang
telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu mema'afkan atau dima'afkan oleh orang
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 2
[151]

yang memegang ikatan nikah , dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan
janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat
segala apa yang kamu kerjakan (QS. Al-baqarah: 237)

Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku (QS. Thaha, 20:27)

Biasanya tukang-tukang sihir dalam melakukan sihirnya membikin buhul-buhul dari tali lalu
membacakan jampi-jampi dengan menghembus-hembuskan nafasnya ke buhul tersebut(QS. AlFalaq:04)
Kamus besar bahasa Indonesia memaknai akidah sebagai kepercayaan dasar atau keyakinan
pokok. Berdasarkan penjelasan diatas baik meurut Al-Quran atau kamus dapat diartikan bahwa
akidah merupakan perjanjian manusia dengan Tuhan yang berisi tentang kesediaan manusia untuk
tunduk dan patuh secara sukarela pada kehendak Allah.
II.
RUANG LINGKUP AKIDAH
a) IMAN KEPADA ALLAH
Kita mengimani keberadaan Allah sebagai Dzat pencipta dari segala yang ada. Tanpa adanya
Allah maka seluruh dunia dan segala isinya belum tentu adanya. Esensi dari iman kepada Allah
adalah mentauhidkan Allah baik mengesakan-Nya dalam dzat, afal, maupun asma wa shifat.
Kata tauhid sendiri berasal dari bahasa arab yang berasal dari kata
yang
berarti satu. Secara istilah tauhid merupakan suatu bentuk mengimani rububiyah Allah, artinya
bahwa Allah adalah Rabb (pencipta), Penguasa dan Pengatur segala yang ada di alam semesta ini.
Kita mengimani uluhiyah Allah, artinya Allah adalah Ilaah (Sembahan) Yang Haq, sedang segala
sembahan selain-Nya adalah batil. Kita mengimani nama-nama dan sifat-Nya, artinya bahwa
Allah memiliki nama-nama yang maha indah serta sifat-sifat yang maha sempurna dan maha
luhur. Dan kita mengimani keesaan Allah dalam hal itu semua, artinya bahwa Allah tiada sesuatu
pun yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam rububiyah, uluhiyah maupun dalam asma dan sifatNya. Sebagaimana firman Allah:


(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka
sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Adakah kamu mengetahui ada
sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)? (QS. Maryam: 65)
Ayat diatas memerintahkan kepada kita untuk hanya menyembah pada Allah SWT dan tidak
menyamakan Allah dengan apapun karena sejatinya semua selain Allah adalah makhluk. Dalam
ayat lain juga dijelaskan:




Allah, tiada sembahan (yang haq) selain Dia, yang Maha Hidup lagi Maha Menegakkan (segala
urusan makhluk-Nya), tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur. Hanya milik-Nya apa
yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberikan syafaat di sisi Allah
tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak dapat mengetahui sesuatu pun ilmu dari-Nya kecuali dengan kehendak-Nya. KursiNya meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidaklah merasa berat memelihara kedua-nya, dan
Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. Al-Baqarah: 255)
Adapaun penjelasan tentang esensi iman kepada Allah (tauhid) akan dijelaskan dibawah ini:
1. Tauhid Rububiyah

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 3

Tauhid rububiyah adalah sebuah keyakinan yang kuat bahwasannya Allah adalah rabb
dari segala sesuatu, dan tidak ada rabb selainNya. Mengesakan Allah dalam kemaha ciptaanNya, kekuasaan-Nya atas segala sesuatu dan pengetuyran-Nya atas segala susuatu. Atau
dengan kata lain Allah adalah subyek mutlak di alam semesta. Allah yang menciptakan,
mengatur, mengubah, menjalankan, menambah dan mengurangi, menghidupkan dan
mematikan. Rububiyah iniharus di pahami dan diyakini secara totalitas dan tidak parsial,
maka dalam tauhid ini kita harus senantiasa menghadurkan Allah dalam setiap musibah yang
menimpa, dalam perdagangan, pekerjaan, perjalanan, dan seluruh aktifitas kehiduan kita.
Tauhid ini menjadi dasar tauhid uluhiyah dan asma wa shiffa. Karenan keyakinan Ia
adalah yang menciptakan makhluk, mengaturnya, memberi rizki, menghidupkan dan
mematikannya, harus menjadi awal ibadah kita. Tidak ada Dzat yang mampu melakukannya
kecuali Allah SWT. Allah berfirman:




Katakanlah: "Apakah kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat
mendatangkan kemanfaatan kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan kemudharatan
kepada kita dan (apakah) kita akan kembali ke belakang [488], sesudah Allah memberi petunjuk
kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang
menakutkan; dalam keadaan bingung, dia mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya
kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan): "Marilah ikuti kami". Katakanlah:
"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk; dan kita disuruh agar
menyerahkan diri kepada Tuhan semesta alam (QS. Al-Anam: 71)

Maka bagi Allah-lah segala puji, Tuhan langit dan Tuhan bumi, Tuhan semesta alam (QS.
Al-Jatsiyah: 36)




Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah
hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. Berdoalah kepada Tuhanmu
dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang melampaui batas(QS. Al-Arof: 54-55)
2. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah merupakan sebuah keyakinan yang mendalam bahwasannya Allah adalah
Illah yang sebenar-benarnya. Sedangkan arti Illah adalah yang disembah (AlMaluh/AlMabud). Tauhid inilah yang membedakan dengan jelas antara yang mukmin dan
yang kafir. Karena, bisa jadi seorang kafir meyakini adanya allah SWT, tetapi dia dikendalikan
nafsunya yang enggan untuk menyembah-Nya. Tauhid ini memberi batas yanng jekas mana
yang kafir dan mana yang muslim.btauhid ini menjdadi dasar bagi paea rasul dalam
menyampaikan risalah yang dibawahnya. Firman Allah:



Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[826] itu", maka di antara umat itu ada orangorang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 4
[826]

pasti kesesatan baginya . Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul) (QS. An-Nahl: 36)


Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi,
dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Tuhan(QS. Al-Anam: 79)
Tauhid uluhiyah ini terdiri atas bangunan keikhlasan ibadah kepada Allah baik yang
nampak maupun yang tersembunyi. Ikhlas dalam cinta, takut, harapan, doa, tawakkal, dan
taat. Pilar utama dalamibadah adalah cinta, takut, dan harapan.
Beberapa yang menjadi perhatian pada tauhid uluhiyah ini adalah:
a. Kewajiban cinta kepada Allah sWT dan tidak menjadikan manusia sebagai sndingan
allah dalam cinta kita. Mencintai makhluk melebihi cinta kepada Allah atau bahkan
lebih mendahulukan makhluk dibandingkan Allah. Allah berfirman:



Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orangorang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orangorang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari
kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat
siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal) (QS. Al-Baqarah: 165)
Termasuk didalamnya kita tidak boleh berlebihan mencintai anak-anak, bangsa, harta,
dan istri. Kita boleh mencintai semua yang ada di dunia setelah cinta kita kepada Allah,
karena cinta kepada Allah harus berada di atas semua cinta. Cinte dengan apapun dan
siapapun tidak boleh melebihi cinta kepada Allah.
b. Wajib mengesakan Allah dalam doa, tawakkal, dan harapan. Allah berfirman:


Mereka tidak menunggu-nunggu kecuali (kejadian-kejadian) yang sama dengan
kejadian-kejadian (yang menimpa) orang-orang yang telah terdahulu sebelum mereka.
Katakanlah: "Maka tunggulah, sesungguhnya akupun termasuk orang-orang yang
menunggu bersama kamu" (QS. Yunus:102)

Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah
telah memberi nikmat atas keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang
(kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya
kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang
beriman" (QS. Al-Maidah: 23)


Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad
di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang (Al-Baqarah: 218)
Intinya tidak ada permohonan, permintaan, dan doa melainkan hanya kepada Allah.
c. Wajib mengesakan Allah dalam takut pada-Nya, namun perlu dibedakan antara takut
ibadah dengan takut fitrah. Allah berfirman:


AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 5

Allah berfirman: "Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya Dialah


Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut" (QS. An-Nahl:
51)
Takut ibadah adalah meyakini bahwa manusia dapat mendatangkan kemudlaratan
baginya. Sesungguhnya tidak ada satupun manusia yang mendatangkan kemudlaratan
kepada kita terkecuali atas izin Allah SWT. Biasanya criri takut ibadah ini adalah
perasaan dalam hati setiap kali disebut seseorang atau sesuatu yang ditakutinya.
Misalnya takut pada penguasa, dukun, hantu, dan lainnya. Takut seperti ini tidak
diperbolehkan oleh agama. Sedangkan takut fitrah seperti halnya ketakutan hewan akan
pemangsa. Ini diperbolehkan dan tidak berdampak pada tauhid karena hal itu
merupakakn fitrah manusiawi. Hal penting dalam mengelolah ketakutan adalah jika kita
takut pada Allah bukan berarti kita menjahui Allah seperti halnya jika kita takut pada
hewan buas semisal ular, namun dalam ketakutan terhadapa Allah wajib hukumnya bagi
kita untuk terus mendekati Allah.
d. Mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan badaniyah (perbuatan) seperti
shalat, ruku, sujud, shaum, kurban, dan thawaf. Begitu juga dengan seluruh peribadatan
qauliyah (perkataan) seperti nadzar istighfar, dan lainnya. Allah berfirman:


Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala
dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (QS. AnNisa: 48)
3. Tauhid Asma wa shiffat
Pengertiannya: memahaminya, menghafalnya, mengakuinya, menyembah kepada Allah
SWT dengannya, dan mengamalkan tuntutannya. Maka, mengenal sifat-sifat keagungan,
kebesaran, kemuliaan, dan keagungan Allah SWT akan mengisi hati semua hamba karena
membesarkan dan mengagungkan-Nya. Mengenal sifat kemuliaan, kemampuan, kekuasaan
mengisi hati sifat hina, tunduk, dan merendahkan diri di hadapan Rabb-nya. Mengenal sifatsifat kasih sayang, kebaikan, pemurah, dan pemberi mengisi hari rasa ingin dan berharap pada
karunia, kebaikan, dan kemurahan Allah SWT. Mengenal sifat ilmu dan meliputi,
mengharuskan bagi hamba sifat muraqabah kepada Rabb-nya dalam segala gerak geriknya.
Gabungan semua sifat ini mengharuskan seorang hamba untuk memiliki sifat mahabbah
(cinta), rindu, bahagia dekat dengan-Nya, tawakkal, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT
saja, tidak ada sekutu bagi-Nya
Tauhid asma wa shiffat meruapakan keyakinan yang mendalam bahwasannya Allah
SWT disifati dengan sifat-sifat yang sempurna, dan terhindar dari ketidak sempurnaan. Sifatsifat Allah yang sempurna itu tidak boleh disertai pengubahan (tahrif) baik lafadz maupun
maknanya (tathil), menanyakan bagaimana (takyiti), dan menyeripakan dengan sifat mahluk
(tasybih).
Kita menetapkan bagi Allah SWT asma` dan sifat (Nama-nama yang indah dan sifatsifat yang mulia) yang ditetapkan-Nya untuk diri-Nya atau yang ditetapkan oleh Rasulullah
SAW bagi-Nya. Kita beriman kepada-Nya dan kepada yang diindikasikan atasnya berupa
ma'na dan pengaruh. Maka, kita beriman bahwa Allah SWT (Maha Pengasih) dan
pengertiannya adalah bahwa Dia mempunyai sifat kasih sayang. Dan di antara pengaruh dari
nama ini: bahwa Dia memberikan kasih sayang kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan,
seperti inilah penjelasan pada nama-nama yang lain. Kita menetapkan hal itu berdasarkan atas
sifat dan asma` yang pantas bagi kebesaran Allah SWT tanpa ada tahrif (mengubah lafazh dan
membelokkan makna sebenarnya), ta'thil (pengingkaran seluruh atau sebagian asma` dan sifat
Allah SWT), takyif (menanyakan bagaimana Allah SWT), dan tamtsil (menyerupakan Allah
SWT dengan makhluk-Nya berdasarkan firman Allah SWT:

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 6

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat (QS. Asy-Syura:11)
Kita mengetahui dan meyakini bahwa hanya Allah SWT semata yang memiliki namanama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi dan kita berdoa kepada-Nya dengannya:
1. Firman Allah SWT:


Hanya milik Allah SWT asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut
asma-ul husna itu dan tinggalakanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan. (QS. Al-A'raaf :180)
2. Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Allah SWT bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT
mempunyai 99 nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya
ia masuk surga." Muttafqun 'alaih.
Sifat-sifat Allah termaktub dalam Al-Quran dan Ash-Sunnah terbagi menjadi dua,
pertama sifat Dzatiyah yaitu sifat yang melekat yang tidak bisa dipisahkan pada Dza-Nya.
Seperti ilmu, Maha Hidup, Berkuasa, Maha Tinggi, Maha Kaya dan Maha Penyayang.
Sedangkan yang kedua adalah sifat Filiah yaitu yang berkaitan dengan kehendak dan qadratNya, seperti istiwa (bersemayam), turun, datang, ridho, cinta, benci, murka, bahagia, marah,
dan makar.
Asma` Allah SWT mengindikasikan atas sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Ia (asma`)
diambil dari sifat. Maka, ia adalah asma` dan sifat, karena itulah ia menjadi indah. Dan,
mengetahui Allah SWT, asma dan sifat-Nya merupakan ilmu yang paling mulia, paling agung
dan paling wajib. Di antara asma` Allah SWT adalah:
1. Allah: yaitu yang disembah, dicintai, diagungkan oleh semua makhluk, tunduk bagi-Nya
dan kembali kepada-Nya dalam segala kebutuhan.
2. Ar-Rahman ar-Rahim: Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang: yang rahmatNya meliputi segala sesuatu.
3. Al-Malik:Dia Yang Maha Memiliki: yang memiliki semua makhluk.
4. Al-Maalik: Dia Raja: yang merajai semua pemilik, raja-raja dan hamba.
5. Al-Maliik: Pemilik Kerajaan: yang terlaksana perintah-Nya di dalam kerajaan-Nya. Di
Tangan-Nya kerajaan. Dia memberikan kerajaan kepada orang yang dikehendaki-Nya dan
mengambil kerajaan dari orang yang Dia kehendaki.
6. Al-Quddus (Yang Maha Suci): yang Maha Suci dari kekurangan dan cela, yang diberikan
sifat dengan sifat kesempurnaan.
7. As-Salaam (Yang Memberi Keselamatan, Yang Melimpahkan kesejahteraan, Yang
Terhindar dari segala kekurangan): yang terhindar dari segala cela, penyakit, dan
kekurangan.
8. Al-Mukmin (Yang Memberi Keamanan): yang makhluk-Nya aman dari perbuatan
zhalim-Nya. Dia menciptakan keamanan dan memberikan nikmat dengannya kepada
hamba-Nya yang dikehendaki-Nya.
9. Al-Muhaimin (Yang Maha Memelihara), Yang Maha Menyaksikan apa saja dari
makhluk-Nya, tiada suatu pun yang gaib dari-Nya.
10. Al-'Aziz (Yang Maha Perkasa): Yang milik-Nya semua keperkasaan. Dia-lah yang maha
perkasa yang tidak ada tandingannya. Yang Maha Perkasa yang tidak bisa dikalahkan,
Yang Maha Kuat lagi keras, yang semua makhluk tunduk kepada-Nya.
11. Al-Jabbar (Yang Maha Kuasa memaksakan semua kehendak-Nya kepada semua
makhluk-Nya): Yang Maha Tinggi di atas makhluk-Nya, yang berkuasa terhadap mereka
menurut yang Dia kehendaki, yang memiliki alam jagat raya dan kebesaran yang
memaksa hamba-Nya dan memperbaiki kondisi mereka.
12. Al-Mutakabbir (Yang Mempunyai segala kebesaran dan keagungan): yang mempunyai
kebesaran dari sifat, maka tidak ada sesuatu yang seumpama-Nya, yang mempunyai
keagungan dari setiap yang buruk dan zalim.
13. Al-Kabir (Yang Maha Besar): Yang segala sesuatu adalah kecil di bawah-Nya. Milik-Nya
kebesaran di langit dan bumi.
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 7

14. Al-Khaliq (Yang Maha Pencipta): Yang menciptakan makhluk tanpa ada contoh
sebelumnya.
15. Al-Khallaaq : Yang telah menciptakan dan terus menciptakan segala sesuatu dengan
kekuasaan-Nya.
16. Al-Baari` (Yang Mengadakan): Yang mengadakan makhluk, maka Dia mengadakan
mereka dengan kekuasaan, dan membedakan sebagian makhluk-Nya dari yang lain serta
menjadikan mereka bebas.
17. Al-Mushawwir (Yang Membentuk rupa): Yang memunculkan makhluk-Nya berdasarkan
rupa yang berbeda-beda, berupa panjang dan pendek, besar dan kecil.
18. Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi): Yang bermurah hati dengan pemberian dan nikmat
secara terus menerus.
19. Ar-Razzaq (Yang Maha Pemberi Rizqi): yang rizqi-Nya meluasi semua makhluk.
20. Ar-Raziiq (Yang Memberi Rizqi): Yang menciptakan segala rizqi dan menyampaikannya
kepada makhluk-Nya.
21. Al-Ghafur al-Ghaffar (Yang Maha pengampun): yang dikenal dengan pengampunan dan
maaf.
22. Al-Ghaafir : Yang menutupi dosa hamba-Nya.
23. Al-Qaahir (Yang mempunyai kekuasaan tertinggi): Yang maha tinggi, yang mempunyai
kekuasaan tertinggi di atas hamba-hamba-Nya. Yang tunduk bagi-Nya semua jiwa dan
menghinakan diri kepada-Nya orang-orang yang kuat.
24. Al-Qahhar (Yang Maha Mengalahkan): Yang mengalahkan semua makhluk menurut apa
yang dikehendaki-Nya. Dia-lah Yang Maha Mengalahkan dan apa yang selain-Nya
dikalahkan.
25. Al-Fattah (Yang Maha Pemberi Keputusan): Yang memutuskan di antara hamba-Nya
dengan benar dan adil, dan Dia membuka untuk mereka pintu-pintu rahmat dan rizqi,
Yang Maha Penolong bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, Yang menyendiri
mengetahui kunci-kunci yang gaib.
26. Al-'Aliim (Yang Maha Mengetahui): Yang tidak ada sesuatu yang samar atasnya. Yang
Maha Mengetahui rahasia dan yang samar, segala yang nampak dan yang tersembunyi,
ucapan dan perbuatan, yang gaib dan nyata, Dia Maha Mengetahui yang gaib.
27. Al-Majiid (Yang Maha Mulia/Yang Maha Terpuji): Yang dipuji dengan perbuatan-Nya.
Makhluk-Nya memuji-Nya karena keagungan-Nya. Dia-lah yang dipuji di atas
kemuliaan, keagungan, dan kebaikan-Nya.
28. Ar-Rabb: Yang Maha Memiliki lagi Mengatur (semua makhluk), Rabb segala yang
memiliki, Yang memiliki segala makhluk, yang mengatur makhluk-Nya dan mengatur
perkara mereka di dunia dan akhirat. Tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain-Nya.
Dan tidak ada Rabb selain-Nya.
29. Al-'Azhim (Yang Maha Agung): Yang memiliki keagungan dan kebesaran dalam kerajaan
dan kekuasaan-Nya.
30. Al-Waasi' (Yang Maha Luas karunia-Nya): Yang rahmat-Nya meluasi segala sesuatu,
rizqi-Nya meluasi semua makhluk, Maha luas keagungan, kerajaan, dan kekuasaan, Maha
luas karunia dan kebaikan.
31. Al-Karim (Yang Maha Pemurah/Mulia): Yang memiliki kemampuan yang besar, Yang
mempunyai kebaikan yang banyak secara terus menerus. Maha suci dari kekurangan dan
aib.
32. Al-Akram (Yang Paling Pemurah): Yang meliputi semua dengan pemberian dan karuniaNya.
33. Al-Waduud (Yang Maha Pengasih): Yang mencintai bagi orang yang taat dan kembali
kepada-Nya. Yang memuji mereka. Yang berbuat baik kepada mereka dan selain mereka.
34. Al-Muqit (Yang berkuasa memberi rizqi kepada setiap makhluk, Yang menjaga dan
melindungi): Yang menjaga segala sesuatu, Yang mengurus segala sesuatu, Yang
memberikan rizqi kepada semua makhluk.
35. As-Syakuur (Yang Maha Mensyukuri): Yang melipat gandakan segala kebaikan dan
menghapus segala kesalahan.

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 8

36. Asy-Syaakir (Yang Mensyukuri amal kebaikan hamba-Nya): Yang mensyukuri perbuatan
taat yang sedikit, lalu Dia memberikan pahala yang besar, memberikan nikmat yang
banyak, ridha terhadap syukur yang sedikit.
37. Al-Lathiif (Yang Maha Halus, Yang Maha lembut terhadap hamba-Nya): Yang tidak ada
sesuatu yang samar atas-Nya, Yang berbuat kebaikan kepada hamba-Nya, Yang bersikap
lembut kepada mereka dari tempat yang tidak mereka ketahui, Maha Halus yang tidak
ditemukan penglihatan.
38. Al-Halim (Yang Maha penyantun): Yang tidak segera menyiksa hamba-hamba-Nya
karena perbuatan dosa mereka, bahkan Dia memberikan tempo agar mereka bertaubat.
39. Al-Khabiir (Yang Maha Mengenal, Yang Maha Mengetahui): Yang tidak ada sesuatu yang
samar atas-Nya dari urusan makhluk-Nya, dari yang bergerak dan berdiam diri, berbicara
dan membisu, dan yang kecil dan besar.
40. Al-Hafiizh (Yang Maha Pemelihara): Yang memelihara apa yang telah Dia ciptakan.
Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.
41. Al-Haafizh: Yang memelihara amal perbuatan hamba dan menjaga kekasih-kekasih-Nya
dari terjatuh di dalam dosa.
42. Ar-Raqiib (Yang Maha Mengawasi): Yang mengawasi hamba-Nya di dalam semua
kondisi mereka. Yang Maha Memelihara, Yang tidak pernah gaib dari apa yang
dipeliharanya.
43. As-Samii' (Yang Maha Mendengar): Yang mendengar semua suara. Pendengaran-Nya
meluasi segala suara. Mendengar sesuatu tidak mengganggu-Nya dari mendengar yang
lain, kendati berbeda lisan, bahasa, dan kebutuhan. Tidak ada perbedaan di sisi-Nya yang
rahasia dan terang-terangan, yang dekat dan yang jauh.
44. Al-Bashir (Yang Maha Melihat): Yang melihat segala sesuatu. Yang Maha Mengetahui
segala kebutuhan dan perbuatan hamba. Siapa yang berhak mendapat petunjuk dan siapa
yang berhak mendapat kesesatan. Tidak ada sesuatu yang terlupakan/hilang dari-Nya.
Tidak ada sesuatu yang gaib dari-Nya.
45. Al-'Ali, al-A'la, al-Muta'aal (Yang Maha Tinggi, Yang Paling Tinggi) : Yang memiliki
ketinggian dan terangkat. Yang segala sesuatu berada di bawah kekuasaan-Nya. Dia Yang
Maha Agung, Yang tidak ada yang lebih agung dari-Nya. Yang Maha Tinggi, tidak ada
yang lebih tinggi dari-Nya. Yang Maha Besar, tidak ada yang lebih besar dari-Nya.
46. Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana): Yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya
dengan hikmah dan keadilan-Nya. Yang Maha Bijaksana dalam perkataan dan perbuatanNya.
47. Al-Hakam al-Hakim: Yang diserahkan hukum kepada-Nya, maka Dia tidak berbuat
aniaya dan tidak berbuat zalim kepada seseorang.
48. Al-Qayyum (Yang Tegak dan terus menerus mengurus makhluk-Nya): Yang berdiri
dengan diri-Nya sendiri, maka Dia tidak membutuhkan seseorang. Yang
menegakkan/mengurus selain-Nya. Yang tegak mengurus semua makhluk, tidak pernah
mengantuk dan tidak pula tidur.
49. Al-Wahid, al-Ahad (Yang Satu, Yang Tunggal): Yang menyendiri dengan segala
kesempurnaan, tidak ada sesuatupun yang menyekutui-Nya padanya.
50. Al-Hayy (Yang Maha Hidup): Yang Kekal, tidak akan pernah mati dan tidak pula binasa.
51. Al-Haasib, al-Hasiib (Yang memberi kecukupan dengan kadar yang tepat): Yang
memberi kecukupan kepada hamba-Nya yang selalu mereka butuhkan darinya, yang
menghisab hamba-Nya.
52. Asy-Syahid (Yang Maha Menyaksikan): Yang menyaksikan segala sesuatu. Yang ilmuNya meliputi segala sesuatu. Yang menyaksikan untuk dan atas hamba-Nya dengan apa
yang mereka perbuat.
53. Al-Qawiyy, al-Matiin (Yang Maha Kuat, Yang Maha Kokoh): Yang Memiliki kekuatan
sempurna. Tidak ada yang bisa mengalahkan-Nya. Yang lari tidak bisa lepas dari-Nya.
Yang Maha Kuat yang tidak terputus kekuatan-Nya.
54. Al-Waliyy (Yang Melindungi): Yang memiliki pengaturan.
55. Al-Maula: Yang mencintai, menolong, membantu hamba-hamba-Nya yang beriman.

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

Page | 9

56. Al-Hamid (Yang Maha Terpuji): Yang berhak mendapat pujian. Yang dipuji atas asma`
dan sifat-Nya, perbuatan dan ucapan-Nya, kebaikan-Nya, syari'at dan kekuasaan-Nya.
57. As-Shamad (Yang Maha Sempurna, Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu): Yang
mencapai kesempurnaan dalam kepemimpinan-Nya, keagungan, dan kemurahan-Nya,
yang digantungkan kepada-Nya dalam segala kebutuhan.
58. Al-Qadiir, al-Qaadir, al-Muqtadir (Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berkuasa): Yang
sempurna kekuasaan. Tidak ada sesuatu yang melemahkan-Nya. Tidak ada sesuatu yang
luput darinya. Yang memiliki kekuasaan yang sempurna, kekal dan mencakup/meliputi.
59. Al-Wakiil (Pemelihara, Pelindung): Yang melaksanakan semua urusan hamba.
60. Al-Kafiil: Yang memelihara segala sesuatu, Yang tegak di atas semua jiwa, Yang
menjamin rizqi semua hamba, dan memelihara kemashlahatan mereka.
61. Al-Ghaniyy (Yang Maha Kaya): Yang Maha Kaya dari makhluk, Dia tidak membutuhkan
pada seseorang secara absolut.
62. Al-Haqq, al-Mubiin (Yang Benar): Yang tidak ada keraguan akan keberadaan-Nya, Yang
tidak samar atas makhluk-Nya.
63. Al-Mubiin (Yang menjelaskan segala sesuatu menurut hakikat sebenarnya): Yang
menjelaskan kepada makhluk-Nya jalan-jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
64. An-Nuur (Pemberi Cahaya):Yang menerangi langit dan bumi. Menerangi hati orangorang yang beriman dengan mengenal dan beriman kepada-Nya.
65. Dzul Jalaali wal Ikraam (Yang memiliki kebesaran dan karunia): Yang berhak ditakuti
dan dipuji atasnya sendirian-Nya. Yang memiliki keagungan dan kebesaran. Yang
memiliki rahmat dan kebaikan.
66. Al-Barr (Yang Melimpahkan kebaikan): Yang Maha Penyayang terhadap hamba-Nya,
Yang Mengasihi mereka, Yang Melimpahkan kebaikan kepada mereka.
67. At-Tawwab (Yang Maha Penerima taubat): Yang menerima taubat orang-orang yang
bertaubat, mengampuni dosa orang-orang yang kembali, menciptakan taubat dan
menerimanya dari hamba-hamba-Nya.
68. Al-'Afuww (Yang Maha Pemaaf): Yang maaf-Nya meluasi semua dosa yang berasal dari
hamba-hamba-Nya, terutama bila disertai taubat dan istighfar.
69. Ar-Rau`uf: Yang memiliki belas kasih. Ar-Ra`fah: kasih sayang yang tertinggi.
70. Al-Awwaal: Yang telah ada sebelum segala sesuatu.
71. Al-Akhir: Yang tidak ada sesuatu sesudah-Nya.
72. Azh-Zhahir: Yang tidak ada sesuatupun di atas-Nya.
73. Al-Bathin: Yang tidak ada sesuatupun di bawah-Nya.
74. Al-Warits: Yang tetap ada setelah punahnya semua makhluk-Nya. Kepada-Nya kembali
segala sesuatu, Yang hidup tidak pernah mati.
75. Al-Muhith (Yang meliputi terhadap segala sesuatu): Yang kekuasaan-Nya mencakup
semua makhluk-Nya, mereka tidak pernah mampu melepaskan diri atau lari dari-Nya.
Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Menghitung segala sesuatu.
76. Al-Qariib (Yang Maha Dekat): dari setiap orang. Yang dekat dari yang berdoa dan yang
mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagai macam perbuatan taat dan kebaikan.
77. Al-Haadi (Yang Maha Pemberi petunjuk): Yang memberi petunjuk kepada semua
makhluk menuju kebaikan mereka. Yang memberi hidayah kepada hamba-hamba-Nya.
Yang menjelaskan kepada mereka jalan yang haq dari yang batil.
78. Al-Badii' (Yang Maha Pencipta): Yang tidak ada yang serupa dan sebanding bagi-Nya.
Yang menciptakan semua makhluk tanpa contoh sebelumnya.
79. Al-Faathir: Yang menciptakan semua makhluk. Menciptakan langit dan bumi yang
sebelumnya tidak ada.
80. Al-Kaafi (Yang Melindungi hamba-hamba-Nya): Yang memberi kecukupan kepada
semua hamba-Nya apa yang mereka perlukan dan butuhkan.
81. Al-Ghalib: Yang mengalahkan selamanya. Yang mengalahkan semua yang meminta.
Tidak ada seseorang yang bisa menolak keputusan-Nya, atau menghalangi apa yang telah
berlalu. Tidak ada yang menolak qadha-Nya. Tidak ada yang mengkritik hukum-Nya.
82. An-Naashir, an-Nashir: Yang menolong para rasul dan para pengikut mereka atas
musuh-musuh mereka. Di Tangan-Nya pertolongan, tidak ada sekutu bagi-Nya.

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 10

83. Al-Musta'aan (Yang diminta pertolongan): Yang tidak meminta pertolongan, bahkan
dimohon pertolongan dari-Nya. Kekasih-kekasih dan musuh-musuh-Nya meminta
pertolongan kepada-Nya. Dia SWT memberi pertolongan kepada mereka dan mereka?.
84. Dzul Ma'arij: Yang naik kepada-Nya para malaikat dan ar-Ruh (Jibril a.s), dan naik
kepada-Nya segala amal perbuatan dan ucapan yang Shaleh dan baik.
85. Dzuth-Thaul: Yang menguraikan karunia, nikmat, dan pemberian kepada hamba-Nya.
86. Dzul Fadhl: Yang memiliki segala sesuatu, memberi karunia kepada hamba-hamba-Nya
dengan berbagai macam ni'mat.
87. Ar-Rafiiq (Yang Maha Lembut, Maha Halus): Yang menyukai kelembutan dan
pelakunya. Maha belas kasih kepada hamba-hamba-Nya lagi Maha Penyayang kepada
mereka.
88. Al-Jamiil (Yang Maha Indah): pada dzat, asma`, sifat, dan perbuatan-Nya.
89. Ath-Thayyib: Yang Maha Suci dari kekurangan dan cacat.
90. Asy-Syafi (Yang Menyembuhkan): bagi setiap penyakit sendirian-Nya, tidak ada sekutu
bagi-Nya.
91. As-Subbuh: Yang Maha Suci dari cacat dan kekurangan, Yang bertasbih bagi-Nya tujuh
lapis langit dan bumi serta yang ada di atasnya, bertasbih dengan pujian-Nya segala
sesuatu.
92. Al-Witr (Yang Maha Esa, Tunggal, Ganjil): Yang tidak ada sekutu baginya, tidak ada yang
serupa dan sebanding. Ganjil yang menyukai ganjil dari amal dan taat.
93. Ad-Dayyan (Yang Maha Kuasa): Yang menghisab hamba dan membalas mereka, dan
memutuskan di antara mereka pada hari pembalasan.
94. Al-Muqaddim, al-Mu`akhkhir (Yang Mendahulukan, Yang Mengakhirkan):
mendahulukan dan mengakhirkan siapa dikehendakinya, mengangkat dan merendahkan
siapa dikehendaki-Nya.
95. Al-Hannan: Yang Maha Penyayang terhadap hamba-Nya, memuliakan orang-orang yang
berbuat baik dan mengampuni yang bersalah.
96. Al-Mannan (Yang Maha Pemberi, Yang Maha Pemurah): Yang memulai pemberian
sebelum diminta, banyak memberi, memberi nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan
berbagai macam kebaikan, nikmat, rizqi dan pemberian.
97. Al-Qaabidh (Yang Menyempitkan rizqi): Yang menyempitkan kebaktian dan ma'rufnya
dari siapa yang dikehendaki-Nya.
98. Al-Baasith (Yang Melapangkan rizqi): Yang menyebarkan karunia-Nya dan meluaskan
riqzi-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya.
99. Al-Hayii, as-Sittiir: Yang menyukai orang yang pemalu dan menutupi (aib, cela) dari
hamba-hamba-Nya. Menutupi atas hamba-Nya kebanyakan dari dosa dan cela.
100. As-Sayyid: Yang sempurna dalam kepemimpinan, keagungan, kekuatan, dan semua
sifat-Nya.
101. Al-Muhsin: Yang meliputi semua makhluk dengan kebaikan dan karunia-Nya.
Namun dalam berinteraksi dengan Tauhid Asma wa shiffat ini, kita tidak boleh
sedikitpun mempersamakan Allah dengan makhluk-Nya. Meskipun ada beberapa aktivitas
manusia yang sama dalam bahasa dengan faal Allah. Cinta, benci, sertamurka manusia
berbeda dengan Cinta, Benci, serta Murka Allah.
Menyamakan Allah dengan makhluk adalah perbuatan dosa yang tidak akan diampuni
sampai kapanpun (kufur). Seperti umat Nasrani yang mempersamakan Allah dengan Al-masih
ibnu Maryam,orang yahudi mempersamakan uzair dengan allah, dan kaum-kaum musyrik
yang lain yang menyamakan Allah dengan berhala atau benda-benda alam lainnya.
b) IMAN KEPADA PARA MALAIKAT ALLAH
Kita mengimani kebenaran adanya para malaikat Allah.Dan para malaikat itu, sebagaimana
firman-Nya:

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 11

Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, tidak pernah mereka
itu mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. (QS. AlAnbiya: 26-27)
Mereka diciptakan Allah, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi segala perintahNya. Firman
Allah:



Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tiada bersikap angkuh untuk beribadah
kepada-Nya
dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.
(QS. Al-Anbiya: 19-20)
Mereka tidak ditampakkan Allah kepada kita, sehingga kita tidak dapat melihat mereka. Tetapi
kadangkala Allah memperlihatkan mereka kepada sebagian hamba-hamba- Nya. Seperti halnya
Nabi, pernah melihat Jibril menurut wujudnya yang sebenarnya memiliki enam ratus sayap dan
menutupi ufuk.1) Jibril telah datang kepada Maryam dan berbicara dengannya.2) Demikian juga,
Jibril telah datang kepada Nabi Muhammad SAW. ketika para sahabat berada di sisi beliau, dengan
menyerupai seorang laki-laki yang berpakaian serba putih dan sangat hitam rambutnya, tak tampak
pada dirinyatanda-tanda bekas bepergian jauh, namun tak seorang sahabat pun mengenalinya. Lalu
duduklah ia di hadapan Nabi dengan menyandarkan kedua lututnya kepada kedua lutut beliau dan
meletakkan kedua telapak tangannya ke atas kedua paha beliau, kemudian menanyakan beberapa
hal kepada Nabi dan beliau pun menjawabnya. Setelah ia pergi dan menghilang, Nabi
memberitahu para sahabat bahwa orang laki-laki tersebut adalah Jibril.
Kita mengimani bahwa para malaikat mempunyai tugast-ugas yang dilimpahkan kepada
mereka. Di antara beribu-ribu malaikat Allah, ada sepuluh malaikat yang wajib diketahui oleh
semua umat islam. Yakni:
1.
Jibril, bertugas menyampaikan wahyu yang datang dari Allah kepada para nabi dan rasul
yang dikehendaki-Nya.
2.
Mikail, dilimpahkan tugas tentang hujan dan tanaman atau membagi rizeki.
3.
Israfil, dilimpahkan tugas meniup sangkakala pada saat seluruh makhluk hendak dimatikan
dan pada hari mereka dibangkitkan.
4.
Izrail, bertugas mencabut nyawa makhluk yang akan mati.
5.
Munkar, bertugas memberi pertanyakan sekaligus penanya pada manusia yang telah mati
di alam kubur.
6.
Nakir, bertugas memberi pertanyakan sekaligus penanya pada manusia yang telah mati di
alam kubur.


(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk (mengintai)
di sebelah kanan dan yang lain duduk (mengintai) di sebelah kiri. Tiada suatu perkataan yang
diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. Qaf: 17-18)
Malaikat yang dilimpahi tugas untuk menanyai orang yang meninggal. Setelah orang itu
dikuburkan, maka akan didatangi dua malaikat yang akan menanyakan kepadanya: siapa
Tuhannya, apa agamanya dan siapa nabinya. Adapun orang yang beriman dia akan diteguhkan
Allah dengan ucapan yang teguh (kalimat tauhid); sedangkan orang yang zhalim dia akan
disesatkan-Nya. Firman-Nya:


AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 12

Allah meneguhkan oerang-orang yang beriman


dengan ucapan yang teguh di dalam kehidupan dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zhalim, dan Allah memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim: 27)
7.
8.
9.
10.

Raqib, bertugas mencatat semua amal perbuatan manusia yang baik (khasanah) selama
hidup di dunia
Atid, bertugas mencatat semua amal perbuatan manusia yang buruk (sayyiah) selama hidup
di dunia
Malik, malaikat yang bertugas menjaga neraka
Ridlwan, bertugas menjaga syurga Allah



dan para malaikat masuk (mengunjungi) mereka dari semua pintu (Surga) seraya
mengucapkan: Keselamatan atasmu, berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat
kesudahan itu. (QS. Ar-Rad: 23-24)
Selain sepuluh malaikat yang wajib diketahui, masih banyak malaikat-malaikat yang lain
yang mempunyai tugas dan peranan yang berbeda sesuai tugas yang diterima dari Allah. Selain itu,
Nabi telah memberitakan bahwa Al-Bait Al-Mamur yang ada di atas langit dimasuki (dalam
riwayat lain, bershalat di dalamnya) setiap harinya tujuh puluh ribu malaikat, setelah mereka
keluar darinya tidak kembali lagi.
c) IMAN KEPADA KITAB-KITAB ALLAH
Kita mengimani bahwa Allah SWT telah menurunkan kepada rasul-Nya kitab-kitab sebagai
hujjah buat umat manusia pada masa dan rasul tertentu yang sesuai. Sebagai pedoman hidup bagi
orang-orang yang mengamalkannya, dengan kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada
umatnya kebenaran dan membersihkan jiwa mereka dari kemusyrikan. Kita mengimani bahwa
Allah SWT telah menurunkan kitab kepada para rasul, karena Allah SWT telah berfirman:



Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan
telah Kami turunkan kepada mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia melaksanakan
keadilan. (QS. Al-Hadid: 25)
Kitab-kitab Allah yang wajib diyakini oleh umat islam yang diturunkan kepada para rasulnya
berjumlah empat. Dari kitab-kitab yang kita kenal adalah:
1. Taurat, yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa AS merupakan kitab terpenting bagi Bani
Israil. Firman Allah:



Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat yang berisi tentang petunjuk dan nur,
dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang berserah diri
(kepada Allah), oleh orang-orang alim dan pendeta-pendeta meraka, disebabkan mereka
telah diperintahkan untuk memelihara kitab Allah dan mereka menjadi saksi atasnya
(QS. Al-Maidah: 44)
2. Injil, diturunkan Allah kepada Nabi Isa AS sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. firman
Allah:



AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 13

Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) Injil yang berisi petunjuk dan nur, dan
sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan
pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-Maidah: 46)

Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk
menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan bagimu (QS. Al-Imran: 50)
3. Zabur, kitab yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Daud AS
4. Al-Quran Al-Azhim, kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad, penutup para
nabi. firman Allah:


Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi
umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang
haq dan yang batil (QS. Al Baqarah: 185)


Dan Kami telah turunkan kepadamu kitab (Al-Quran) ini dengan membawa kebenaran,
membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi saksiatasnya.. (QS. Al-Maidah:
48)
Maka dengan diturunkannya Al-Quran, Allah mencabut keberlakuan hukum kitab-kitab
yang sebelumnya dan menjamin untuk memeliharanya dari tindakan jahat orang-orang yang mau
merusaknya serta orang-orang yang ingin merubahnya, karena Al-Quran akan tetap lestari
menjadi bukti yang nyata bagi seluruh makhluk sampai datang hari Kiamat nanti. Firman Allah:

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz-Dzikir (Al-Quran) dan sesungguhnya Kami benarbenar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Adapun kitab-kitab yang terdahulu sifatnya adalah sementara, berakhir dengan turunnya
kitab lain yang menghapuskan masa keberlakuan hukumnya serta menerangkan penyelewengan
dan perubahan yang telah terjadi padanya. Untuk itu maka kitab-kitab tersebut tidak mendapatkan
jaminan perlindungan dari Allah sehingga mengalami perubahan, penambahan dan pengurangan,
sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:

Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah kalimat-kalimat (Allah dalam Taurat) dari
tempat-tempat yang sebenarnya (QS. An-Nisa: 46)



Maka amat celakalah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab (Taurat) dengan tangan
mereka sendiri, kemudian mereka berkata: Ini berasal dari Allah (dengan maksud) untuk
mendapatkan keuntungan yang sedikit dari perbuatan itu. Maka amat celakalah bagi
mereka, karena apa yang ditulis oleh tangan mereka, dan amat celaka pula bagi mereka,
akibat apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah: 79)
5. Shuhuf (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.
d) IMAN KEPADA RASUL-RASUL
Seorang Muslim beriman dan percaya bahwa Allah SWT telah memilih di antara umat
manusia sejumlah nabi dan rasul sebagai utusan-Nya kepada ummat manusia. Allah SWT
mengutus para nabi dan rasul untuk membawa kabar gembira kepada ummat manusia tentang
kenikmatan abadi yang disediakan bagi mereka yang beriman, dan memperingatkan mereka
tentang akibat kekufuran (syirik). Merekapun memberi teladan tingkah laku yang baik dan mulia
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 14

bagi manusia, antara lain dalam bentuk ibadah yang benar, akhlaq yang terpuji dan istiqomah.
Sebagaiman firman Allah:


(Kami telah mengutus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan, supaya tiada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah (diutusnya) rasul-rasul
itu. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa:165)
Walaupun tugas Nabi dan Rasul adalah sama dari segi tugas penyampaian wahyu, tetapi
kedua istilah ini maknanya berbeda. Sebagian kaum Muslimin berpendapat bahwa nabi atau rasul
adalah orang yang menerima wahyu Allah untuk dilaksanakan terutama untuk dirinya sendiri; lalu
jika ia diperintahkan Allah untuk menyampaikan wahyu itu kepada manusia, maka ia disebut
Rasul. Tetapi jika tidak demikian, maka ia disebut Nabi. Pendapat ini terasa ganjil terdengar.
Sebab, mungkinkah seorang Nabi tidak diberikan tugas untuk menyampaikan wahyu kepada umat
manusia? Apakah Nabi hanya diutus Allah untuk melaksanakan agama Allah untuk dirinya
sendiri?
Sesungguhnya, arti Nabi adalah orang yang dipilih Allah yang diwahyukan kepadanya
syari'at Rasul sebelumnya dan diperintahkan untuk menyampaikan syari'at itu kepada suatu kaum
tertentu. Contohnya adalah Nabi-nabi Bani Israil seperti nabi Musa dan Isa. Sedangkan Rasul
adalah orang yang diwahyukan kepadanya suatu syaria't baru untuk disampaikan kepada kaumnya
sendiri atau suatu kaum. Singkatnya rasul adalah orang yang diperintahkan untuk menyampaikan
syari'atnya sendiri, sedangkan nabi diperintahkan untuk menyampaikan syari'at rasul yang lain
(rasul sebelumnya). Firman Allah:

"(Dan) Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak pula seorang nabi.." (QS
Al Hajj 52)
Imam Baidlawi menafsirkan ayat itu sebagai berikut: "Rasul adalah orang yang diutus Allah
dengan syari'at yang baru untuk menyeru manusia kepada-Nya. Sedangkan Nabi adalah orang
yang diutus Allah untuk menetapkan (menjalankan) syari'at rasul-rasul sebelumnya". Dengan
batasan yang jelas ini, dapat dikatakan bahwa Nabi Musa adalah Nabi sekaligus Rasul. Tetapi Nabi
Harun hanyalah Nabi. Sebab ia tidak diberikan syari'at yang baru. Sayyidina Muhammad SAW
adalah Nabi dan Rasul. Namun yang paling istimewa pada diri beliau adalah kenabian dan
kerasulannya diutus untuk seluruh umat manusia, bukan hanya untuk satu kaum tertentu.
Seorang muslim wajib meyakini semua nabi dan rasul sebagaimana firman Allah SWT:



Katakanlah (kepada orang-orang mukmin): 'Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya'kub dan
anak cucunya, dan apa yang diturunkan kepada Musa dan Isa, serta apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Rabbnya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami
hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS.Al-Baqarah 136).
Seorang Muslim wajib beriman bahwa Allah telah mengutus sejumlah nabi dan rasul
sebelum Nabi Muhammad SAW. meski tidak perlu mengetahui berapa jumlah mereka seluruhnya,
siapa nama-nama mereka dan di mana mereka bertugas. Memang dalam suatu hadits riwayat
Imam Ahmad bin Hambal dalam kitab musnadnya, dikatakan bahwa jumlah nabi ada lebih kurang
124.000 orang dan jumlah rasul ada 315 orang.Tetapi riwayat tersebut bukan hadits mutawatir,
karenanya tidak bisa dijadikan pegangan dalam bidang aqidah. Sebab aqidah tidak boleh
berlandaskan dalil-dalil yang dzonni (yang belum pasti kebenarannya, seperti hadits ahad). Tetapi
ia harus berdasarkan dalil-dalil yang qothi.
Allah berfirman:

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 15

(Dan) sesungguhnya telah Kami utus beberapa rasul sebelum kamu. Diantara mereka ada yang
Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu"
(QS. Al Mukmin 78).
Ayat ini menyatakan dengan jelas bahwa Allah hanya memperkenalkan sebagian dari para
nabi dan rasul-Nya. Al-Qur'an hanya menerangkan (menceritakan) sebanyak 25 nabi dan rasul
saja, yang wajib dipercayai kenabian dan kerasulannya. Semua nabi dan rasul sebelum Nabi
Muhammad SAW diutus Allah untuk suatu bangsa tertentu (baik satu atau beberapa ge-nerasi dari
suatu bangsa) dan untuk suatu periode tertentu. Masa berlaku syariat dan daerah dakwah para nabi
terbatas di daerah dan waktu tertentu sampai datang rasul penggantinya. Kecuali risalah dakwah
Nabi Muhammad SAW yang bersifat universal, sebagaimana firman Allah SWT:

"Dan Kami tidak mengutus engkau melainkan bagi ummat manusia seluruhnya, sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan. Tetapi kebanyakan manusia tidak (mau) mengetahui."
(QS. Saba' 28)
Dan yang paling mulia di antara para Rasul itu ialah Nabi Muhammad, kemudian Nabi
Ibrahim, kemudian Nabi Musa, kemudian Nabi Nuh, kemudian Nabi Isa putera Maryam. Mereka
itulah yang telah disebutkan secara khusus dalam firman Allah:


Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu sendiri
(Muhammad), dan dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putera Maryam.Dan Kami telah mengambil
dari mereka perjanjian yang teguh. (QS. Al-Ahzab: 7)
Berbeda dengan para nabi dan rasul lainnya, kenabian Muhammad SAW, dapat dibuktikan
secara aqli dengan mukjizatnya yang abadi, yaitu Al Qur'an. Al-Quran adalah wahyu Allah
sekaligus mukjizat abadi bagi kenabian Muhammad SAW. Al-Qur'an telah membungkam orangorang kafir, terdiam tak mampu menandingi atau mendatangkan satu surat saja semisal dalam Al
Qur'an. Inilah dalil yang meyakinkan bahwa
Muhammad SAW adalah seorang nabi dan rasul. Sebab, suatu mukjizat hanya diberikan
Allah kepada para nabi dan rasul. Allah SWT berfirman :
"(Dan) jika kalian (tetap) meragukan Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami
(Muhammad SAW), maka buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Qur'an dan ajaklah para
penolong selain Allah, jika kalian orang-orang yang benar' (QS Al Baqarah 23).
Kita berkeyakinan bahwa syariat yang dibawa Nabi dan Rasul adalah benar apalagi syariat
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang mencakup semua keutamaan syariat-syariat yang
dibawa para rasul yang dimuliakan secara khusus itu, berdasarkan firman-Nya:


Dia telah mensyariatkan kepada kamu dari agama ini apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) serta apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah-pecah di dalamnya (QS. Asy-Syura: 13)
Selain beriman kepada kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, seorang muslim wajib
pula meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin (penutup para nabi).
Tidak ada lagi nabi dan rasul sesudahnya sampai hari kiamat. Hal ini berdasarkan :
1) Firman Allah SWT :

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 16



"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan Allah Mahatahu segala sesuatu" (QS.Al Ahzab
40)
(2). Hadits Mutawatir :
(a). Hadits mutawatir yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hambal dari Anas bin Malik:
"Sesunggguhnya risalah kenabian itu telah habis. Maka tidak ada Nabi dan Rasul sesudahku".
(b). Hadits shohih riwayat Imam Bukhari, Ahmad Ibnu Hibban dari Abi Hurairah:
"Sesungguhnya perumpamaan diriku dengan nabi-nabi sebelumku adalah sama dengan
seseorang yang membuat sebuah rumah; diperindah dan diperbagusnya (serta diselesaikan
segala sesuatunya) kecuali tempat (yang disiapkan) untuk sebuah batu bata di sudut rumah itu.
Orang-orang yang mengelilingi rumah itu mengaguminya, tetapi bertanya : "mengapa engkau
belum memasang batu bata itu?' Nabipun berkata ; ' Sayalah batu bata (terakhir) sebagai
penyempurna--itu, dan sayalah penutup para nabi"
Dengan nash-nash tersebut faham Ahmadiyah Qadiyani yakni sesudah Rasulullah SAW
masih ada nabi; adalah keliru (sesat) dan tidak berdasarkan pengertian bahasa Arab dan syara'.
Pemahaman Qadiyani tentang kalimat "Khatamun-nabiyyin" adalah cap (stempel) untuk nabi-nabi
sebelumnya, jelas sangat keliru. Sebab, pengertian kalimat ini menurut bahasa Arab adalah "Nabi
peghabisan (terakhir)".
Selanjutnya, Kita mengimani bahwa semua rasul adalah manusia biasa yang diciptakan
Allah, mereka tidak memiliki apa pun yang merupakan hak-hak khusus Allah. Firman Allah:

Aku tidak mengatakan kepadamu bahwa ada padaku perbendaharaan Allah dan tidak (pula) aku
mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan bahwa aku seorang malaikat (QS.
Hud: 31)



aku tidak berkuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku sendiri dan tidak pula (berkuasa)
menolak kemadharatan, melainkan apa yang dikehendaki Allah (QS. Al-Araf: 188)


Katakanlah (Muhammad): Sesungguhnya aku tidak berkuasa menolakkan suatu kemudharatan
bagimu dan tidak pula (berkuasa) mendatangkan suatu kemanfaatan. Katakanlah: Sesungguhnya
aku sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari Allah dan sekali-kali tiada akan
memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya. (QS. Al-Jinn: 21-22)
Kita mengimani bahwa para rasul adalah hamba-hamba Allah, dimuliakan Allah dengan
diutus sebagai rasul dan disifati Allah sebagai hamba yang paling tinggi kedudukannya,
sebagaimana dalam sanjungan dan pujian yang disampaikan Allah untuk mereka, seperti:

(Hai) anak-cucu dari orang-orang yang telah Kami bawa bersama Nuh, sesungguhnya dia
adalah seorang hamba yang banyak bersyukur. (QS. Al-Isra:3)
Kita mengimani bahwa syariat yang dibawa Rasulullah SAW. adalah agama Islam, yang
telah diridhai Allah sebagai agama untuk para hamba-Nya, dan mengimani bahwa Allah tidak akan
menerima dari siapa pun suatu agama selain Islam. Firman Allah:

Sesungguhnya agama (yang haq) menurut Allah, hanyalah Islam (QS. Al Imran: 19)

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 17

Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu
nimat-Ku serta telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu (QS. Al-Maidah: 3)
e) IMAN KEPADA HARI AKHIR
Kita mengimani kebenaran adanya hari Akhirat, yaitu hari Kiamat, yang tiada kehidupan lain
sesudah hari tersebut, ialah ketika umat manusia dibangkitkan kembali untuk kehidupan yang
kekal dengan masuk Surga, tempat kebahagiaan yang hakiki; atau masuk Neraka, tempat siksaan
yang pedih.
Untuk itu, kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupkannya semua makhluk yang sudah mati
oleh Allah di saat malaikat Israfil meniup sangkakala untuk kedua kalinya. Allah befirman:


Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi
kecuali yang dikehendaki Allah, Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba
mereka bangkit menung-gu (putusan masing-masing). (QS. Az-Zumar: 68)
Maka bangkitlah umat manusia dari kuburnya untuk, menghadap kepada Allah, Tuhan alam
semesta, dalam keadaan tidak beralas kaki, tak berpakaian, dan tidak berkhitan. Firman Allah:


Sebagaimana Kami memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah
janji yang pasti Kami tepati, sesungguhnya Kami pasti melaksanakannya. (QS. Al-Anbiya: 104)
Kita mengimani adanya catatan-catatan amal yang akan diberikan kepada setiap manusia.
Ada yang mengambilnya dengan tangan kanan dan ada yang mengambilnya dari belakang
punggungnya dengan tangan kiri. Firman Allah:



Adapun orang yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, maka dia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama
beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya,
maka dia akan berteriak Celakalah aku, dan dia akan masuk Neraka yang menyalanyala.
(QS. Al-Insyiqaq: 7-12)


Dan setiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung)
pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari Kiamat sebuah kitab yang dijumpainya
terbuka. Bacalah kitabmu! cukuplah dirimu sendiri (pada saat ini) sebagai penghisab
terhadapmu. (QS. Al-Isra: 13-14)
Kita mengimani bahwa pada hari Kiamat akan dipasang timbangan-timbangan, maka
ditimbanglah ketika itu amal perbuatan manusia. Dan tiada seorang pun yang diperlakukan zhalim
terhadap dirinya. Firman Allah:
Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil- kecilnya niscaya dia akan melihat
(balasan)nya, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan yang sekecil-kecilnya niscaya dia
akan melihat (balasan)-nya pula. (Surah Az-Zalzalah: 7-8)

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 18

Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya,


maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya,
maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam Neraka
Jahanam; muka mereka dibakar api neraka dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan yang
mengerikan. (QS. Al-Muminin: 102-104)
Barangsiapa membawa satu kebaikan maka baginya balasan sepuluh kali lipat kebaikannya;
dan barang-siapa membawa satu kejahatan maka dia tidak diberi balasan kecuali yang seimbang
dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dirugikan. (QS. Al-Anam: 160)
Kita mengimani adanya Syafaat Uzhma (syafaat agung) yang khusus bagi Rasulullah SAW.
Di saat manusia tertimpa kesusahan dan penderitaan yang tidak ertanggungkan oleh Adam,
kemudian kepada Nabi Nuh, kemudian Nabi Ibrahim, kemudian Nabi Musa, kemudian Nabi Isa,
terakhirkepada Rasulullah _. Maka Rasulullah, dengan seizin Allah, memberikan syafaat kepada
umat manusia yang sedang dalam keadaan demikian itu agar mereka diberi keputusan-Nya.
Kita mengimani adanya syafaat terhadap kaum muminin yang masuk neraka bahwa
mereka akan dikeluarkan dari neraka itu. Syafaat ini adalah bagi Nabi Muhammad SAW. para
nabi lainnya, para malaikat dan orang-orang mumin.4) Dan kita mengimani bahwa Allah SWT
akan mengeluarkan dari neraka orang-orang dari kalangan kaum muminin tanpa melalui syafaat,
tetapi berkat karunia dan rahmat-Nya.
Kita mengimani adanya haudh (telaga) bagi Rasulullah SAW. Airnya lebih putih daripada
susu, lebih manis daripada madu dan lebih harum daripada aroma kesturi. Panjangnya sejauh
perjalanan sebulan dan lebarnya pun sejauh perjalanan sebulan. Bejana-bejananya seindah dan
sebanyak bintang-bintang di langit. Kaum muminin dari umat beliau akan meminum dari haudh
tersebut. Siapa yang meminum seteguk air dari haudh ini tidak akan merasa haus lagi sesudah itu.
Kita mengimani adanya jembatan yang direntangkan di atas Neraka Jahanam, yang akan dilewati
umat manusia sesuai dengan amal perbuatan mereka. Yang pertama kali melewatinya seperti kilat,
kemudian seperti angin, kemudian seperti burung terbang dan seperti orang yang lari. Mereka
dibawa oleh amal perbuatan mereka. Ketika itu, Nabi berdiri di atas jembatan dengan berdoa: Ya
Allah! Selamatkanlah, selamatkanlah! Sampai datanglah manusia yang lemah amal perbuatannya,
sehingga mereka tidak dapat berjalan kecuali dengan merangkak. Pada kedua sisi jembatan
tersebut ada kait-kait yang digantungkan, diperintahkan untuk mengait siapa yang telah
diperintahkan kepadanya, maka ada yang terkoyak tetapi selamat dan ada pula yang tercampakkan
ke dalam api neraka.7)
Kita mengimani setiap berita yang disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah yang berkenaan
dengan hari Akhirat ini beserta segala peristiwanya yang mengerikan. Semoga Allah memberikan
pertolongan-Nya kepada kita untuk menghadapinya.
Kita mengimani adanya syafaat Nabi bagi para ahli surga untuk memasukinya. Dan
syafaat ini khusus buat Nabi.
Kita mengimani adanya surga dan neraka. Surga adalah tempat kebahagiaan yang hakiki,
disediakan oleh Allah
untuk kaum muminin yang muttaqin. Di dalamnya terdapat segala
kenimatan yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga dan belum
pernah terbesit oleh hati manusia. Firman Allah:

Maka tiada seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu
bermacam-macam nikmat yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa
yang mereka kerjakan. (QS. As-Sajdah: 17)
Sedang neraka adalah tempat segala siksaan, disediakan Allah SWT untuk orang-orang kafir
dan zhalim. Di dalamnya terdapat segala macam adzab dan siksaan yang tak terbayangkan. Firman
Allah:


Sesungguhnya Kami telah menyediakan bagi orang-orang zhalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. Jika mereka meminta minum, diberilah mereka minum dengan air seperti besi
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 19

yang mendidih, yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
tinggal yang paling jelek. (QS. Al-Kahfi: 29)
Surga dan neraka ini telah ada sekarang, dan keduanya kekal, tidak akan binasa selamalamanya. Firman Allah:



Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan beramal shalih, niscaya Allah akan
memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. Sungguh, Allah telah memberikan rizki yang baik kepadanya. (QS.
At-Thalaq: 11)




Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api neraka
yang menyala-nyala. Mereka kekal di dalamnya selamalamanya; mereka tidak memperoleh
seorang pelindung dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolakbalikkan di dalam neraka, mereka berkata: Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah
dan taat (pula) kepada Rasul. (QS. Al-Ahzab: 64-66)
Kita mengakui bahwa akan masuk surga orang-orang yang telah dinyatakan demikian dalam
Al-Quran dan Sunnah, dengan ditentukan pribadinya atau disebutkan sifatnya.
Adapun yang ditentukan pribadinya, seperti: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan selain mereka
yang sudah ditentukan Nabi Muhammad Sedang yang disebutkan sifatnya adalah orang yang
beriman atau orang yang taqwa. Kita pun mengakui bahwa akan masuk neraka orang-orang yang
telah dinyatakan demikian dalam Al-Quran dan Sunnah, dengan ditentukan pribadinya atau
disebutkan sifatnya.
Adapun yang ditentukan pribadinya, seperti: Abu Lahab, Amr bin Luhay Al-Khuzai dan
selain mereka. Sedang yang disebutkan sifatnya adalah setiap orang yang kafir, atau musyrik yang
melakukan syirik akbar, atau munafik. Pada orang yang telah mati di dalam kuburnya tentang
siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa nabinya? Allah akan meneguhkan orang-orang yang
beriman di dalam ucapan yang teguh di dalam kehidupan dunia dan akhirat, maka orang yang
beriman akan menjawab: Tuhanku Allah, agamaku Islam, Nabiku Muhammad.
Adapun orang kafir dan orang munafik dia akan menjawab: Aku tidak tahu, aku telah
mendengar orang-orang mengatakan sesuatu maka aku pun mengatakannya
Kita mengimani pula adanya kenimatan bagi kaum muminin di alam kubur. Firman Allah:


(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan
mengatakan (kepada mereka): Selamat sejahtera bagimu, masuklah kamu ke dalam surga itu
karena apa yang telah kamu kerjakan. (QS. An-Nahl: 32)
Dan kita mengimani adanya siksa kubur untuk orang-orang zhalim dan kafir. Firman Allah:



Alangkah dahsyatnya, seandainya kamu melihat ketika orang-orang yang zhalim berada
dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang malaikat memukul dengan tangannya (sambil
berkata): Keluarlah nyawamu! Pada hari ini, kamu akan diberi balasan siksa kehinaan karena
kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu
menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. Al-Anam: 93)
Hadits-hadits yang berkenaan dengan hal ini pun banyak dan sudah dikenal. Maka wajib
bagi orang mumin untuk mengimani semua perkara-perkara ghaib ini yang telah disebutkan oleh
Al-Quran dan Sunnah; janganlah menolaknya berdasarkan apa yang disaksikannya di dunia,
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 20

sebab masalahmasalah akhirat tidak dapat dikiaskan dengan masalah-masalah dunia, dikarenakan
adanya perbedaan besar yang amat menyolok di antara keduanya. Hanya kepada Allah jua kita
memohon pertolongan.
f) IMAN KEPADA QADLA DAN QADAR ALLAH
Qadar: yaitu ilmu Allah SWT terhadap segala sesuatu, dan tentang apa saja yang
dikehendakiNya ada atau dikehendaki terjadi dari setiap makhluk, alam semesta, segala sesuatu,
dan Allah mentakdirkan hal itu, serta menulisnya di Lauhul Mahfudz. Al-Qadar adalah rahasia
Allah terpadap makhluk-Nya, yang tidak diketahui oleh malaikat yang dekat dan tidak pula nabi
yang diutus.
Iman kepada qadar:
Yaitu meyakini dengan keyakinan yang pasti bahwa segala kebaikan, keburukan segala
sesuatu yang terjadi, adalah dengan qadha dan qadar Allah, sebagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (QS. Al-Qamar: 49)
Beriman kepada qadar mencakup Empat perkara:
1.
Percaya bahwa Allah SWT mengetahui segala sesuatu secara umum dan terperinci. Baik
yang berhubungan dengan perbuatan-Nya, seperti menciptakan, mengatur, menghidupkan,
mematikan, dan semisal dengan yang demikian itu. Atau mengetahui perkara yang berhubungan
dengan perbuatan makhluk, seperti semua ucapan, perbuatan dan keadaan manusia dan keadaan
seluruh hewan, tumbuhan dan benda-benda padat serta segala sesuatu. Allah SWT
mengetahuinya, seperti firman Allah:


Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah berlaku
padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan
Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu" (QS. Ath-Thalaq: 12)
2. Percaya bahwa Allah SWT telah menulis takdir (ketentuan) segala sesuatu di Lauhul Mahfuzh,
yaitu ketentuan segala makhluk, keadaan, rizqi. Allah SWT menulis jumlahnya, tata caranya,
waktunya dan tempatnya. Maka ketentuan itu tidak berubah dan tidak berganti. Tidak bertambah
dan tidak berkurang, kecuali dengan perintah-Nya.
a.
Firman Allah:


"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di
langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah Kitab (Lauh
mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah". (QS. Al-Hajj: 70)
Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Amr berkata: aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

.
: .

"Allah SWT telah menetapkan ketentuan-ketentuan makhluk limapuluh ribu tahun sebelum
menciptakan langit dan bumi" Rasulullah bersabda: Dan arsy-Nya berada di atas air."
2.
Ketiga: Percaya bahwa semua makhluk tidak ada kecuali dengan kehendak dan keinginan
Allah SWT. Maka semua itu terjadi dengan kehendak Allah, apapun yang dikehendaki oleh Allah
pasti terjadi, dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terjadi., baik yang berhubungan
dengan perbuatan-Nya, seperti menciptakan, mengatur, menghidupkan, mematikan dan semisal
yang demikian itu, atau yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan makhluk berupa tingakh
lakunnya, ucapan, dan keadaannya.
a.
Firman Allah:

Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya (QS. Al-Qashash: 68)
b.

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 21

b. Firman Allah:

"..dan memperbuat apa yang dia kehendaki" (QS. Ibrahim: 27)
c. Firman Allah:



"Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka
dan apa yang mereka ada-adakan" (QS. Al-An'aam: 112)
d. Firman Allah:

"(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. 29. Dan kamu tidak dapat
menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam" (QS. AtTakwiir: 28-29)
3. Percaya bahwa Allah menciptakan segala sesuatu, menciptakan semua alam dengan zat, sifat, dan
geraknya. Tidak ada pencipta dan Rabb selain-Nya.
a. Firman Allah:

"Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu" (QS. Az-Zumar: 62)
b. Firman Allah:

"Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran". (QS. Al-Qamar: 49)
c. Firman Allah :

"Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu" (QS. Ash-Shaaffat: 96)

Berhujjah (beralasan) dengan qadar


Apa yang telah ditentukan oleh Allah bagi manusia terbagi menjdi dua:
Pertama: Sesuatu yang ditakdirkan dan ditentukan oleh Allah berupa perbuatan dan keadaan yang
keluar dari kehendak manusia: baik seperti tinggi dan pendeknya seseorang, baik dan buruknya
(dalam penampilan lahiriyahnya), hidup dan matinya, atau apa saja yang terjadi atas dirinya di luar
kehendaknya, seperti terjadinya musibah, penyakit, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan, dan
musibah-musibah lainnya yang terkadang sebagai hukuman terhadap hamba, dan terkadang sebagai
cobaan baginya, dan terkadang pula untuk mengangkat derajatnya.
Perbuatan-perbuatan ini atau yang terjadi atas dirinya tanpa kehendaknya, maka seseorang tidak akan
ditanya dan dihisab atasnya. Ia harus beriman kepadanya bahwa semua itu terjadi dengan ketentuan
dan takdir Allah. Ia harus sabar, ridha, dan berserah diri. Tidak ada satu peristiwa apapun yang terjadi
di alam semesta melainkan ada hikmah yang telah ditentukan oleh Yang Maha Mengetahui padanya.
a. Firman Allah:


Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan
Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah (QS. Al-Hadid: 22)
b. Dari Ibnu Abbas, ia berkata, 'Aku berada di belakang Rasulullah pada suatu hari, maka beliau
bersabda:
.


. .


.

. .


"Wahai gulam, sesungguhnya aku mengajarkanmu beberapa kalimah: jagalah Allah niscaya Allah
menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau mendapatkan-Nya di hadapanmu. Apabila engkau
meminta maka memintalah kepada Allah, dan apabila engkau memohon pertolongan maka mintalah

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 22

pertolongan kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya jika seluruh umat berkumpul untuk memberikan
manfaat kepadamu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak bisa memberi manfaat kepadamu kecuali
dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah untukmu. Dan jika mereka berkumpul untuk
membahayakanmu dengan sesuatu, niscaya mereka tidak bisa membahayakanmu kecuali dengan
sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah bagimu. Pena telah diangkat dan lembaran telah kering
HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.1
c. Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:
, : .
,
"Allah berfirman: Manusia menyakiti-Ku, ia mencela masa, padahal Akulah masa itu. Ditangan-Ku
semua perkara, Aku membalikkan malam dan siang" Muttafaqun 'alaih.2
2. Kedua: Sesuatu yang ditentukan dan takdirkan oleh Allah berupa segala perbuatan yang mampu
dan bisa dilakukan oleh manusia, dengan bekal yang telah diberikan oleh Allah berupa akal,
kemampuan dan kebebasan memilih, seperti memilih antara iman dan kafir, antara taat dan maksiat,
juaga memilih antara perbuatan baik dan perbuatan buruk.
Maka hal ini dan semisalnya manusia dihisab atasnya, dan dengan hisab itulah diadakannya pahala
dan hukuman, karena Allah telah mengutus para rasul, menurunkan kitab-kitab untuk menjelaskan
kebenaran dari kebatilan, mendorong kepada iman dan ketaatan dan memperingatkan dari perbuatan
kafir dan maksiat. Allah telah membekali manusia dengan akal dan memberikannya kemampuan
untuk memilih dengannya. Maka ia sebenarnya menempuh jalan yang dikehendaki menurut
pilihannya. Namun, pilihan apapun yang diambilnya, ia termasuk dalam kehendak dan takdir Allah,
karena tidak ada sesuatu yang terjadi di dalam kerajaan Allah tanpa pengetahuan dan kehendak Allah.
a. Firman Allah:



Dan Katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir (QS. Al-Kahfi:
29)
b. Firman Allah:






Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan
barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali
tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya" (QS. Fushshilat: 46)
c. Firman Allah:

Barangsiapa yang kafir Maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan
barangsiapa yang beramal saleh Maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat
yang menyenangkan) (QS. Ar-Ruum: 44)
d. Firman Allah:


Al Qur'aan itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta Alam, 28. (yaitu) bagi siapa di antara
kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. 29. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh
jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam. (QS. At-Takwiir: 27-29)
Kapan boleh berhujjah dengan qadar:
1. Manusia boleh berhujjah dengan qadar pada musibah (yang menimpanya), seperti yang dijelaskan
pada bagian pertama. Apabila seseorang sakit, atau meninggal dunia, atau mendapat musibah di luar
kehendaknya, maka ia boleh berhujjah dengan takdir Allah, Hendaklah dia mengucapkan:
1
2

Shahih/ HR. Ahmad no 2669, dan at-Tirmidzi no. 2516, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no 2043.
HR. al-Bukhari no. 4826, dan Muslim no. 2246.
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 23


"Allah telah menentukannya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi" Maka dia harus bersabar
dan ridha jika ia mampu, demi untuk mendapatkan pahala. Seperti firman Allah:




"... Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. 156. (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"[101]. 157.
Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan
mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. Al-Baqarah: 155-157)
2.
Manusia tidak boleh beralasan dengan takdir atas kemaksiatan yang dilakukannya, sebab
mengakibatkan seseorang meninggalkan kewajiban, atau melakukan apa yang diharamkan, karena
Allah menyuruh berbuat taat dan meninggalkan maksiat, menyuruh bekerja dan melarang
berpegang kepada takdir. Jika takdir boleh menjadi hujjah bagi seseorang, tentu Allah tidak
menyiksa orang-orang yang mendustakan para rasul, seperti kaum nabi Nuh, kaum 'Aad, kaum
Tsamud, dan semisal mereka, dan tentu Allah tidak memerintahkan untuk menegakkan hukum
kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran.
Dan barangsiapa yang menganggap takdir sebagai hujjah bagi pelaku maksiat, maka hal itu berarti
akan menghapuskan kebolehan mencela dan menghukum manusia (yang berbuat buruk). Sehingga
seseorang tidak boleh mencela dan menghukum orang yang melakukan aniaya terhadap dirinya,
dan tidak pula boleh membedakan di antara orang yang melakukan perbuatan baik atau perbuatan
jahat. Dan ini jelas merupakan pendapat yang batil.
Sesuatu yang telah ditakdirkan oleh Allah bagi para hamba, berupa kebaikan atau keburukan,
tergantung pada sebab-sebabnya. Suatu kebaikan memiliki sebab-sebabnya yaitu keimanan dan
ketaatan, dan bagi keburukan ada sebab-sebabnya, yaitu kufur dan maksiat. Dan manusia beramal
menurut kehendak yang telah ditentukan Allah baginya, dan berhak memilih apa yang telah
diberikan Allah untuknya. Dan seorang hamba tidak bisa mencapai ketentuan Allah yang telah
ditakdirkan baginya, baik berupa keberuntungan atau kecelakaan, kecuali setelah menjalani sebabsebab yang telah dilakukannya dengan ikhtiar yang telah diberikan Allah kepadanya. Oleh
karenanya, untuk memasuki surga ada sebab-sebabnya dan untuk memasuki neraka ada sebabsebabnya.
1. Firman Allah :



"Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: "Jika Allah menghendaki,
niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami
mengharamkan barang sesuatu apapun." demikian pulalah orang-orang sebelum mereka Telah
mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan kami. Katakanlah: "Adakah kamu
mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada kami?" kamu
tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta". QS. AlAn'aam:148
2. Firman Allah:

"Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat" (QS. Ali 'Imraan: 132)
3. Dari Ali bin Abi Thalib, sesungguhnya Rasulullah bersabda:
"Tidak ada satu jiwapun darimu kecuali telah diketahui tempatnya, surga atau neraka.' Mereka
bertanya: "Wahai Rasulullah, kenapa kita mesti beramal?". Tidakkah kita berserah diri tanpa
beramal?. Beliau menjawab: 'Tidak, beramallah, sebab setiap orang dimudahkan untuk sesuatu yang
ia diciptakan untuknya Kemudian Rasulullah membaca:


"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, 6. Dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik (syurga), 7. Maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 24

mudah. 8. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, 9. Serta mendustakan
pahala terbaik, 10. Maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar" (QS. Al-Lail: 510)

Disyari'atkan menolak takdir dengan takdir:


1. Menolak takdir yang sungguh tersimpul sebab-sebabnya dan belum terjadi dengan sebab-sebab
lain dari takdir yang berlawanan, seperti menolak musuh dengan memeranginya, menolak panas
dan dingin serta semisal yang demikian itu.
2. Menolak takdir yang telah terjadi dengan sesuatu yang ditakdirkan bisa mengangkat dan
menghilangkannya, seperti menolak takdir sakit dengan takdir berobat, menolak takdir dosa
dengan takdir bertaubat, menolak takdir berbuat jahat dengan takdir berbuat baik dan seterusnya.
3. Perbuatan baik dan buruk yang muncul dari hamba tidak menafikan penyandarannya kepada Allah
dalam menciptakan dan mengadakan. Allah menciptakan segala sesuatu, yaitu menciptakan
manusia dan perbuatannya. Namun, adanya kehendak Allah (pada sesuatu) bukan sebagai bukti
atas keridhaan-Nya.
4. Kekafiran, perbuatan maksiat, dan kerusakan terjadi dengan kehendak Allah, akan tetapi Allah
tidak menyukainya, tidak meridhainya, dan tidak pula memerintahkannya. Bahkan, Dia membenci
dan melarangnya. Keadaan bahwa sesuatu hal dibenci dan tidak diredhai tidak mengeluarkannya
dari kehendak Allah yang meliputi penciptaan semua makhluk. Segala sesuatu yang diciptakan
oleh Allah mengadung hikmah sesuai dengan apa yang diatur-Nya pada kerajaan dan ciptaan-Nya.

Manusia yang paling sempurna dan paling utama adalah manusia yang mencintai apa-apa yang
dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya , membenci apa saja yang dibenci Allah dan Rasul-Nya.
Mereka tidak mempunyai rasa cinta dan benci kepada selainnya.
Mereka menyuruh kepada apa
yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak memerintahkan kepada selain itu, begitulah
seterusnya. Setiap saat, hamba selalu membutuhkan perintah Allah yang mesti dijunjungnya dan
larangan yang dijauhinya, serta takdir yang diridhainya.

Ridha terhadap takdir terbagi menjadi tiga:


1. Ridha dalam melaksanakan ketaatan. Hal ini diperintahkan.
2. Ridha dengan musibah yang menimpa. Perkara dianjurkan.
3. Kekafiran, kefasikan dan maksiat. Hal ini tidak diperintahkan untuk meridhainya. Bahkan
diperintahkan membencinya, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai dan tidak meridhainya.
Sekalipun Allah telah menciptakannya dan tidak menyukainya, namun sesungguhnya hal itu
membawa kepada sesuatu yang Dia cintai, sebagaimana Dia telah menciptakan syetan. Maka kita
redha dengan apa yang telah diciptakan oleh Allah. Adapun terhadap perbuatan yang tercela dan
orang yang melakukannya, maka kita tidak ridha dan tidak menyukainya.
Oleh karenanya, suatu perkara, disukai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang lain, seperti obat
yang tidak disukai, dia zat yang dibenci, akan tetapi membawa kepada hal yang disukai. Dan jalan
kepada Allah adalah dengan membuat Allah redha (kepada kita), dengan melaksanakan apa yang
disukai dan diridhai, bukan ridha dengan segala yang terjadi dan terwujud. Kita tidak diperintahkan
untuk meridhai setiap apa yang ditentukan dan ditakdirkanNya. Akan tetapi kita diperintahkan untuk
meridhai apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya untuk meridhainya.

Ketentuan Allah yang baik dan buruk mempunyai dua sisi:


1. Salah satunya: Hubungan dan penisbatannya kepada Allah. Dari sisi ini seorang hamba mesti
ridha dengannya, sebab semua qadha Allah adalah baik, adil, dan bijaksana.
2. Kedua: Hubungan dan penisbatannya kepada hamba. Dalam hal ini, ada yang diridhai, seperti
keimanan dan ketaatan, dan di antaranya ada yang tidak diridhai seperti kekafiran dan kemaksiatan.
Demikian pula Allah tidak meridhai, tidak menyukai, dan tidak pula memerintahkannya.
a. Firman Allah:

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 25

Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dia kehendaki dan memilihnya. sekali-kali tidak ada
pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan
(dengan Dia). (QS. Al-Qashash: 68)
b. Firman Allah:



Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan dia tidak meridhai
kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya dia meridhai bagimu kesyukuranmu
itu. (QS. Az-Zumar: 7)
c. Firman Allah:

Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS. Ash-Shaaffat:
96)
III.

KEDUDUKAN AKIDAH (Fungsi dan Peranan)


Akidah dalam kehidupan mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan arah
hidup manusia. Makna kehidupan manusia ditentukan olehnya terhadap bagaimana caranya untuk
mengimplementasikan keyakinan akidah yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Di antara fungsi
dan peranan akidah dalam kehidupan sehari-hari dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir.
Manusia merupakan satu diantara berjuta-juta makhluk dibumi ini yang tercipta dengan
dikaruniahi akal. Oleh karenanya, dalam kehidupan manusia tidak bisa lepas dari berfikir
tentang segala sesuatu yang dihadapainya, termasuk masalah dari mana manusia berasal?
Untuk apa manusia diciptakan? Kemana nantinya manusia berakhir? Untuk menjawab
pertanyaan tersebut manusia dituntut untuk melakukan pendekatan-pendekatan secara khusus
dalam hal akidah. Sejak lahir manusia diciptakan dengan keberagaman (fitrah), sehingga
sepanjang hidupnya diperlukan agama dalam rangka mencari keyakinan terhadap tuhan.
Akidah islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia pada keyakinan yang benar
tentang tuhan tidak menduga-duga atau mengira-ngira, melainkan menunjukkan Tuhan yang
sebenarnya.
b. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa.
Fitrah manusia diciptakan sebagai makhluk berketuhanan dan beragama. Dengan akidah
manuisa akan senantiasa menuntutdam mendorong manusia untuk terus mencarinya. Akidah
menjawab semua pertanyaan tentang dari mana manusia berasal? Mengapa manusia
diciptakan? dan kemana manusia akan tinggal? serta semua pertanyaan yang berhubungan
dengan kerohanian akan dijawab dengan jelas.
c. Memberikan pedoman hidup yang pasti.
Arah kehidupan manusia dtentukan oleh keyakinan yang dimiliknya. Keyakinan akan
takdir Tuhan akan memberikan arahan dan pedoman yang pasti, sebab akidah memberikan
pengetahuan asal dan tujuan hidup manusia. Sehingga, kehidupan manusia akan lebih jelas
dan bermakna.akidah Islamsebagai keyakinan akan membentukperilaku, bahkan
mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu Ala al-Maududi menyebutkan pengaruh
akidah tauhid sebagai berikut:
Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik.
Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahuharga diri.
Membentuk manusia menjadi jujur dan adil
Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan
situasi.
Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.
Menanamkan sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapai resiko, bahkan
tidak takut kepada mati.
Menciptakan sikap hidup damai dan ridlo
Membentuk manusia menjdai patuh, taat dan disiplin menjalankanperaturan Ilahi.
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 26

IV.

TINGKATAN AKIDAH
Manusia fitrahnya diciptakan dengan berbagai keberagaman kemampuan. Diantara semua
manusia yang pernah hidup didunia tidak akan pernah ditemukan manusia yang mempunyai
kemampuan yang sama dalam segi apapun. Itulah salah satu keagungan Allah yang tiada
tandingannya. Manusia yang diciptakan oleh Allah dengan bentuk yang paling sempurna diantara
makhluk yang ada. Oleh karenanya banyak manusia yang merasa bahwa dirinya sudah perfect
dalam segi apapun. Hal ini mengakibatkan arah hidup manusia yang arogan dan lupa akan tujuan
asal diciptakannya manusia. Bila seseorang ragu akan keagungan Allah, namun lebih yakin pada
kemampuan dirinya dengan pertolongan makhluk, maka jangan salahkan siapapun kalau dalam
hidupnya ia akan menemukan banyak kekecewaan.
Barang siapa yang ingin hidupnya selalu dilindungi, dibela, dimudahkan urusannya oleh
Allah, dikabulkan doa-doanya, tetapi tidak pernah bersungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu
akidah (keyakinannya) kepada Allah, maka keinginannya hanya akan menjadi sebuah anganangan. Apalagi bila tanpa usaha nyata untuk mewujudkannya. Ketahuilah hanya Allah-lah yang
seharusnya cukup menjadi penolong baginya, yang menjamin segala urusannya. Tidak ada satupun
penghalang jaminan Allah, kecuali buruk sangka dari makhluk itu sendiri.
Akidah atau keimanan yang dimiliki seseorang itu tidak selalu sama dengan orang lain iua
memiliki tingkatan-tingkatan tertentu tergantuyng pada upaya orang itu. Iman yang tidak
terpelihara niscaya akan berkurang, mengecilatau hilangsama sekali. Untuk itu perlu diketahui
sekaligus difahami akan tingkatan-tingkatan akidah yang selanjutnya akan dikemukakan dibawah
ini:
a. Taqlid, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas pendapat orang lain yang diikutinya
tanpa dipikirkan. Sebagai contoh manusia yang berada ditingkatan ini adalah masyarakat
awam yang belum begitu tahu tentang agama sehingga mengikuti pendapat orang lain yang
telah diyakininya benar namun tanpa mengetahi dasar-dasarnya. Contoh lain adalah orang
non islam yang baru masuk islam beberapa waktu dan belum begitu tahu mengenahi islam.
Anak-anakyang masih mengikuti keislaman orang tua juga dapat dikategorikan pada
tingkatan taklid ini, namun jika masih belum balig maka tidak ada kewajiban baginya untuk
mengikuti atau tidak pada oarng tuanya.
b. Yaqin, yaitu tingkatan keyakinan yang didasarkan atas bukti dan dalil yang jelas, tetapi
belum menemukan dalil yang kuat antara obyek keyakinan dengan dalil yang diperolehnya.
Dalam hal ini, misalnya ada orang yang meyakini segala sesuatu berdasarkan ilmu, bahwa
dimakkah itu ada Kabah. Kita percaya, karena menurut teorinya begitu, ilmunya begitu.
Apapun yang terjadi pada Kabah kita percaya, karena belum tahu yang sebenarnya.
c. Ainul Yaqin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil rasional, ilmiah dan
mendalam. Sehingga mampu membuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalildalil serta mampu memberikan argumentasi yang rasioanl terhadap sanggahan-sanggahan
yang datang. Hal demikian ditunjukkanorang uakin karena telah melihat dengan mata kepala
sendiri. Orang yang telah pergi haji ke Makkah bisa melihat Kabah. Keyakinanya akan
berbeda dengan orang yang yakin bedasarkan teori atau ilmu. Orang yang mengatakan
Kabah itu ujungnya bulat, kalau hanya dengan ilmu bisa jadi kita percaya. Tapi bagi orang
yang telah melihatnya akan berkata sesuai dengan apa yang dilihat.
d. Haqqul Yaqin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping didasarkan atas dali-dalil rasional,
ilmiah, mendalam, jga mampumembuktikan hubungan antara obyek keyakinan dengan dalildalil serta mampu menemukan dan merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman
agamanya. Orang yang merasakanlezatnya thawaf, berdoa di Multazam, merasakan
diijabahnya doa, dan mengatakan Kabah itu luar biasa sekali, berbeda keyakinannya dengan
orang yang hanya yakin berdasarkan ilmu saja tanpa merasakan bukti kebenarannya.

V.

PEDEKATAN AKIDAH
Akidah merupakan suatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Kebenaran akidah yang
dianut menentukan bagaimana perilaku beraganya. Benar atau salah ditentukan dengan apa yang
diyakini dandilakukannya. Untuk itu mutlak diperlukan suatu studi atau pendekatan khusus yang
digunakan untuk dasar menentukana akidah setiapa manusia. Dalam berakidah dikenan dua

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 27

macam pendekatan yang dapat dilakukan. Yakni melalui dalil-dalil yang diambil dari Al-Quran
dan Hadist mutawatir dan melalui dalil-dali aqli yang ditertapkan berdasarkan rasio
(mengqiyaskan suatu perkara).
Akidah berkaitan erat dengan keyakinan terhadap Allah dan pokok-pokok keimanan yang
harus disepakati oleh semua orang. Maka dalil-dalil naqli yang diterapkan untuk menetapkan
masalah-masalah akidah haruslah dalil- dalil yang bersifat qathi (pasti) dan tidak mengandung
kemungkinan munculnya penafsiran dan takwil yang berbeda. Karena itu, para ulama sepakat
bahwa dalil-dalil naqli untuk masalah akidah harus bersumber dari Al-Quran dan hadis yang
mutawatir. Sedangkan penggunaan dalil aqli harus dilakukan dengan cara mengamati kejadian
alam dan bisa dilakukan juga dengan menggunakan metodologi ilmu pengetahuan modern yang
ditetapkan atas dasar pengalaman (empiri) dan eksperimen
Dalam perkembangan awal sejarah Islam, kehidupan beragama dikalangan para sahabat
Rasulullah SAW. terlihat sangat sederhana dan tidak rumit. Apa yang diajarkan oleh nabi kepada
mereka, langsung mereka laksanaka, dan apa yang beliau perintahkan untuk ditinggalkan, tanpa
banyak tanya meninggalakn pula. Setia p datang ayat yang mengandung perintah atau larangan,
selalu mereka laksanakan, dan mereka belum akan beranjak dari satu ayat ke ayat lain sepanjang
ayat pertama belum bisa mereka amalkan dengan baik. Bila menghadapi suatu kesulitan, mereka
langsung menanyakan kepada Nabi, lalu petunjuk yag diberikan nabi tersebut mereka ingat baikbaik untuk kelak mereka terapkan pada kasus yang sama yang muncul di lain waktu. Sementara
itu, dalam masalah perubadatan, mereka selalu mengamati apa yang dilakukan oleh nabi
Muhammad SAW. serta berusaha keras untu selamanya beribadah sesuai dengan yang beliau
laksanakan.
Dengan demikan urgensi tuhid dalam ajran Islam dapat dijelaskan antara lain sebagai
berikut:
a. Sejarah perjuangan Rasulullah SAW., dimana hampir selama periode Mekah rasulullah SAW.,
mengerahkan usahanya untuk membina tauhid umat Islam. Rasul selalu menekankan tauhid
dalam setiap ajarannya, sebelum seseorang diberi pelajaran lain, maka tauhid ditanamkan
terlebih dahulu kepada mereka.
b. Setiap ajaran yang menyangkut ibadah mahdlah umpamanya senantiasa mencerminkan jiwa
tauhid, yakni dilaksanakan secara langsung tanpa perantara.
c. Setiap perbuatan yang bertentangan dengan jiwa dan sikap tauhid yaitu perbuatan syirirk
dinilai oelh Alquran sebagai dosa yang paling besar, kesesatan yang paling fatal, sebab
diharmkannya masuk surga, dan dosa yang tidak akan diampuni selamanya.
Demikianlah uraian singkat mengenai pendekatan dalam berakidah untuk memperjelas
pembahsan berikutnya. Selanjutnya akan di bahas garis besar ajaran islam.
VI.

MANIFESTASI AKIDAH TAUHID


Keyakinan pada akidah tauhid mempunyai konsekuensi, yaitu bersikap tauhid dan berfikir tauhid.
Manifestasi akidah tauhid ini selanjutnya kan mewarnai pada perilaku di dalam kegidupannya,
diantaranya:
a. Tauhid dalam ibadah dan doa (hanya kepada Allah)
b. Tauhid dalam mencari nafkah dan ekonomi, yaitu tiada Dzat pemberi rezeki selain Allah
c. Tauhid dalam melaksanakan pendidikan dan dakwah, yaitu yang menjadikan orang baik
atau buruk hanyalah Allah semata
d. Tauhid dalam menjalankan hukum, yaitu hukum yang paling benar adalah hukum yag
datang dari Allah.
e. Tauhid dalam sikap hidup secara keseluruhan, yaitu tiada yang patut ditakuti kecuali Allah.
f. Tauhid dalam ucapan sehari-hari yang dikembalika pada Allah,
Mengawalai segala kegiatan dengan Bismillahirrahmaanirrahiim
Mengakhiri segala kegiatan dengan Alhamdulillah
Berjanji dengan kata Insya Allah (bila allah menghendaki)
Menghadapi kegagalan dengan kalimat Masya Allah
Mendengar musibah dengan mengucapkan Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun
Mengagumi sesuatu dengan kalimat Subhanallah
AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

P a g e | 28

Terlanjur berbuat khilaf denagn mengucapkan Astaghfirullah

AQIDAH_ISLAM_TUGAS_AKHIR_KEL.I_PAI_UNY_2012

You might also like