Professional Documents
Culture Documents
KPPOD
Membangun Indonesia dari Daerah
www.kppod.org
embangunan ekonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal,
seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi. Yang disebut belakangan ini menuntut tiap
daerah untuk mampu bersaing di dalam dan luar negeri. Kesenjangan dan globalisasi berimplikasi
kepada propinsi dan kabupaten/kota, untuk melaksanakan percepatan pembangunan ekonomi daerah
secara terfokus melalui pengembangan kawasan dan produk andalannya. Dalam hal ini kemampuan
pemerintah Pemda dalam merumuskan strategi pembangunan menentukan kemajuan daerah.
Perlu diingat adanya Fenomena Kutukan Sumber Daya, yakni kebanyakan daerah kaya sumber
daya ternyata berkembang menjadi daerah terbelakang. Sebaliknya daerah miskin sumber daya
justru berkembang menjadi daerah maju. Keterbelakangan bukan karena kurangnya sumber
daya alam, tetapi karena kekurangmampuan atau ketidakberdayaan dalam pengelolaan oleh
pengusaha dan Pemda. Hal tersebut terjadi karena daerah tidak memiliki kemampuan yang cukup
untuk menyerap modal dan teknologi karena kurang ketrampilan dan sikap entrepreneurship yang
mendukung perubahan.
Seluruh stakeholders di daerah memiliki peran dalam mengisi pembangunan ekonomi dan harus
bekerjasama melalui bentuk pengelolaan keterkaitan antar sektor, antar program, antar pelaku,
dan antar daerah. Dengan kata lain pembangunan ekonomi daerah harus berbasis pada wilayah,
yang setidaknya didasarkan pada prinsip: (1) berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas
dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai
keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip
otonomi dan desentralisasi.
Pengembangan suatu wilayah harus melihat kondisi internal, dan mengantisipasi perkembangan
eksternal. Faktor internal meliputi pola-pola pengembangan SDM, informasi pasar, sumber
daya investasi, kebakan investasi, pengembangan infrastruktur, pengembangan kelembagaan
lokal, dan tata kelola pemerintahan, serta kerjasama dan kemitraan. Faktor eksternal meliputi
kesenjangan wilayah dan pengembangan kapasitas otonomi daerah, serta perdagangan bebas.
Intinya adalah meningkatkan daya saing kawasan dan produk unggulan. Idealnya pengelolaan
kawasan dimulai dengan menentukan visi dan misi pengembangan, kemudian disusun strategi
pengembangan, serta mengembangkan hubungan pemerintah dan dunia usaha.
Beberapa kebakan yang diperlukan meliputi: (1) kebakan investasi, yang terkait dengan produk
unggulan, insentif, dan promosi; (2) kebakan pengembangan kawasan, melalui identikasi
faktor penentu dan identikasi strategi pendukung yang sesuai; (3) kebakan perdagangan, yang
mengatur perdagangan antar daerah dan sektor, serta minimalisasi hambatannya; (4) kebakan
pengembangan infrastruktur sik dan non sik (SDM); (5) kebakan pengembangan kelembagaan,
mencakup mekanisme pengambilan keputusan di pemerintah, penciptaan regulasi, dan sosial
dan budaya masyarakat.
Fungsi pengembangan Pemda harus sesuai dengan kompetensi inti daerah yang dapat
menciptakan trickledown eect yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Perekonomian
daerah yang tangguh pada dasarnya mencakup pengembangan sektor/komoditas unggulan yang
memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimiliki baik dalam skala kabupaten maupun skala
perdesaan. Sektor/komoditas unggulan yang dikembangkan suatu daerah umumnya bergerak
di sektor pertanian, tetapi dapat juga sektor non pertanian, seperti industri, perdagangan dan
jasa serta pariwisata. Perlu diingat keterkaitan antar industri, baik antara industri hulu dan hilir
maupun jaminan pasokan bahan baku dengan jenis/varitas, jumlah produksi dan harga yang
stabil dan layak secara ekonomi.
Permasalahan yang juga dihadapi oleh daerah saat ini, karena konsep kompetensi inti (beserta
manfaat-manfaatnya) belum diterapkan secara benar dalam perencanaan perekonomian daerah
dan belum menjadi komitmen yang kuat dari pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota.
EDITORIAL
Potensi Daerah dan Dukungan Kebakan Pemda
DAFTAR ISI
Artikel ......................................... 3
Review Regulasi .......................... 8
Dari Daerah .............................. 11
Opini .......................................... 15
Laporan Diskusi Publik ........... 17
Seputar Otonomi ...................... 19
Agenda KPPOD........................ 21
Sekilas KPPOD ......................... 23
Susunan Redaksi
Pemimpin Redaksi:
Robert Endi Jaweng
Redaktur Pelaksana:
Ig. Sigit Murwito
Sta Redaksi:
Sri Mulyati
Boedi Rheza
Elizabeth Karlinda
Distribusi:
Regina Retno Budiastuti
Kurniawaty Septiani
Agus Salim
Design dan Layout:
Rizqiah D
Winantyo
Alamat Redaksi:
Permata Kuningan Building 10th Fl.
Jl. Kuningan Mulia Kav. 9C
Guntur Setiabudi
Jakarta Selatan 12980
Phone : +62 21 8378 0642/53
Fax : +62 21 8378 0643
www.kppod.org
http://perda.kppod.org
http://pustaka.kppod.org
Sejatinya tidak ada negara/daerah yang miskin. Yang ada adalah Negara/
daerah yang tidak dikelola secara baik. Ujaran terkenal dari guru manejemen,
Peter Drucker, ini menemukan relevansinya saat kita membincangkan
manajemen pembangunan lokal di era desentralisasi ini. Semua daerah,
tanpa kecuali, memiliki potensi dan modal ekonominya masing-masing:
entah berupa kekayaan alam, sumber daya manusia, lokasi strategis, dsb.
Tantangannya adalah: mampu tidak pemangku otoritas setempat, Pemda,
mengenal betul kekuatan potensial mereka dan pada gilirannya menjadikan
potensi tersebut sebagai titik ungkit membangun daerahnya? Bagaimana
kualitas tata kelola kebakan dan persiapan kapasitas implementasi yang
dimiliki agar potensi tersebut terkapaitalisasi secara produktif, tidak malah
menjadi dead-capital?
Dalam KPPODBrief ini, sejumlah rubrik utama berisikan aneka pandangan
peneliti KPPOD seputar masalah tersebut. Kerangka isu besarnya adalah
bagaimana daerah membangun perekonomiannya berbasis potensi
unggulan setempat. Kasus yang diangkat--berdasarkan hasil olahan atas
sebagian materi hasil projek bersama Ford Foundation--prihal keberadaan
(kontribusi?) komoditi kakao dalam pembangunan di Kabupaten SikkaNTT dan Kabupaten Majene-Sulbar.
Membaca tulisan-tulisan tersebut segera kita tahu bahwa kakao strategis
bagi kedua kabupaten tersebut. Strategis bagi rakyat, bagi lapangan kerja,
bagi sumber penghidupan petani, dll. Namun, ironisnya, semua itu berjalan
apa adanya, taken for granted, menjadi keseharian yang berjalan begitu saja.
Perhatian dan dukungan riil berupa program dari Pemda terasa minim.
Bahkan, sebuah gugatan layak diajukan, adakah Pemda menyadari bahwa
kakao memang unggulan di daerahnya?
Pertanyaan retoris tersebut jelas serius. Kalau titik tolak menilai peran
dan program pemerintah itu adalah pada sisi kebakan, maka kita patutu
memeriksa wujud kebakan tersebut baik dalam instrumen regulasi
maupun instrumen skal. Faktanya, dari temuan di dua daeraah lokasi
projek tersebut, kedua instrument tersebut nyaris absen. Jika regulasinya
lemah, maka resonansinya jelas: alokasi skal (APBD) bagi kakao juga
lemah. Jika uang minim, bagaimana Pemda mengembangan program dan
kegiatan untuk mendukung peningkatan produktitas kakao di daerahnya?
Akhirnya, kami berharap, tulisan-tulisan yang dihadirkan dalam rubrik
utama mampu menggugah para pemangku otoritas di seantero negeri
ini, dengan variasi sektor potensial dan komoditi unggulan yang ada.
Bahwa, keberpihakan dan dukungan nyata Pemda itu harus terlihat
dalam membangun potensi dan modal yang dimiliki. Bahwa, mengingat
keterbatasan dalam hampir smeua lini, Pemda wajib memiliki manajemen
fokus untuk berkonsentrasi pada sejumlah potensi dan modal pilihan yang
memang strategis bagi pembangunan daerahnya.
Selamat membaca.
Artikel
Sri Mulyati *
2. Identikasi Tujuan
3. Alternatif Tindakan
4. Analisis Biaya & Manfaat
5. Pemilihan Tindakan
6. Strategi Implementasi
Artikel
Secara umum permasalahan utama yang dihadapi
petani di Sikka adalah rendahnya produktivitas kakao
yang disebabkan oleh tanaman kakao tua dan serangan
hama penyakit. Melalui pendekatan RIA, perumusan
masalah diidentikasi secara lebih menyeluruh sehingga
didapatkan akar masalah yang menjadi penyebab dan
perilaku siapa yang menyumbang terjadinya kondisi
tersebut.
Pohon kakao yang mengalami busuk buah & Pohon kakao yang tua
dan tidak terawat.
Artikel
Keterbatasan
bibit yang sesuai
kondisi daerah
Kurangnya
Pengetahuan
Tidak ada
insentif bagi
petani
Kurang
Pendampingan
Kurang
Keterlibatan
Lembaga
Keterbatasan
Program Pemerintah
Kurang
Keterlibatan
Swasta
Kurangnya
Jumlah PPL
Pemda
Kurangnya
Sosialisasi Bersama
Program/Produk
Jasa Keuangan
Kurangnya
Keterlibatan
Penyuluh Swasta
Kurangnya
Kapasitas
Penyuluh
Keterbatasan Modal
Produksi
Artikel
Melalui peningkatan kapasitas dan jumlah PPL
ini diharapkan akan mampu memberikan transfer
pengetahuan secara maksimal kepada petani,
sehingga pelaksanaan pembinaan dan pelatihan
petani dapat dilakukan secara maksimal.
Pelaksanaan alternatif ketiga ini akan membantu
kinerja Pemda dalam hal ini Distanbun dan BKP2
dalam hal melaksanakan pembinaan dan pelatihan
kepada petani. Meskipun akan berdampak pada
penambahan alokasi anggaran pemda, namun
melalui opsi ini target kerja dari pemda akan lebih
mudah tercapai. Adanya penguatan kapasitas
dan peningkatan jumlah PPL akan memperluas
jangkauan kerja dari petugas PPL. Semakin luas
jangkauan kerjanya, maka manfaatnya akan semakin
besar diterima oleh petani. Semakin banyak petani
mendapatkan pembinaan dan pelatihan, maka
akan semakin meningkat kapasitas petani dalam
pengembangan usaha kakao.
IV. Revitalisasi DKED melalui Perubahan Dasar
Hukum
Dewan Kerja sama Ekonomi Daerah (DKED)
merupakan wadah bersama bagi semua stakeholder
baik unsur Pemda maupun Non Pemda untuk
mendiskusikan berbagai hal terkait pengembangan
ekonomi daerah salah satunya forum kakao Sikka.
DKED ini disahkan melalui SK Bupati No. 245/
HK/2012 tentang Pembentukan Dewan Kerja sama
Ekonomi Daerah (DKED). Tugas utama dari DKED
ini adalah mengkoordinasikan stakeholder baik dari
unsur pemda, swasta, petani, LSM dan sebagainya
dalam rangka pembangunan ekonomi.
Dengan pemilihan opsi ini manfaat yang diterima
jangkauannya akan lebih besar diterima oleh semua
stakeholder kakao. Bagi petani, manfaat yang
diterima akan lebih komprehensif dari hilir sampai
hulu. Dari mulai pembinaan budidaya kakao,
akses kepada lembaga keuangan hingga aspek
pemasaran, semuanya berada dalam ruang lingkup
DKED. Manfaat lain juga diterima oleh stakeholder
lainnya, melalui optimalisasi peran DKED ini akan
dapat menggerakkan semua stakeholder untuk
bersinergi dan bekerjasama dalam mengembangkan
sektor usaha kakao di Kabupaten Sikka. Dengan
adanya sinergi program antar stakeholder terkait,
diharapkan program pengembangan kakao dapat
berjalan secara terpadu, tidak tumpang tindih dan
dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
Analisis Manfaat-Biaya Dilakukan untuk Menentukan
Pilihan Kebakan Terbaik
Tahapan ini merupakan tahapan penting untuk
menentukan alternatif tindakan mana yang dipilih.
Penentuan tersebut dilakukan melalui analisis biaya
dan manfaat atas masing-masing alternatif tindakan
yang sudah ditentukan sebelumnya. Analisis manfaat
ditujukan untuk melihat berbagai keuntungan/kebaikan
2)
Peningkatan
produktivitas
kakao
akan
meningkatkan nilai dan volume perdagangan
sehingga akan terjadi peningkatan PDRB
Kabupaten Sikka;
Akivitas ekonomi yang meningkat sehingga
menciptakan multiplier eect tehadap aktivitas
sosial ekonomi;
Artikel
3)
4)
5)
Pelibatan
Saat ini KPPOD memiliki koleksi sekitar 20.000 Perda dalam versi elektronik
menyangkut topik ekonomi/investasi di daerah (Pajak, Retribusi, Perijinan, dll). Untuk melihat
daftar koleksi tersebut, silahkan akses http://perda.kppod.org.
Bagi individu/korporasi/organisasi yang akan memesan koleksi kami, dapat menelusuri
prosedur dan syarat pemesanan yang tertera pada menu layanan submenu pemesanan perda.
Terima kasih
Bagian Keperpustakaan
Review Regulasi
Boedi Rheza*
b.
c.
Ringkasan Isi
Seperti yang telah disebutkan diatas, maksud dari
penerbitan perda ini adalah untuk mengamankan
dan menjamin pelaksanaan kemitraan menjadi tertib,
* Peneliti KPPOD
c.
Review Regulasi
d.
sumber: http://wisataindonesia.biz
4.
5.
6.
7.
Penetapan
harga
jual
atas
produksi
Review Regulasi
perkebunan yang dilakukan oleh gubernur
sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan
juga dapat menimbulkan permasalahan.
Potensi permasalahan yang terjadi ketika
penetapan harga ini adalah terdapatnya
ketimpangan harga antara pasar dengan
yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, tidak
delaskan mekanisme yang dilakukan untuk
mengantisipasi uktuasi harga komoditas
perkebunan. Karena ada komoditas, seperti
kakao, yang memiliki tingkat harga beruktuasi
setiap harinya, karena mengacu pada pasar di
luar negeri.
8.
10
Rekomendasi
Upaya Pemprop Kaltim dalam memayungi program
kemitraan melalui sebuah peraturan daerah layak untuk
dihargai. Beberapa tujuan dari perda ini adalah untuk
mengamankan program kemitraan dan mengantisipasi
pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan program
kemitraan antara petani dan pengusaha. Namun dari
hasil analisis yang dilakukan, masih terdapat beberapa
potensi permasalahan yang timbul dari perda ini, antara
lain adanya aturan tentang calon peserta yang masih
multitafsir, hak perusahaan yang belum disebutkan
secara jelas dalam hal apa, maupun peran pemda yang
belum begitu nampak dalam program kemitraan yang
diatur melalui perda ini.
--o0o--
Dari Daerah
akao merupakan komoditas strategis minimalnya karena dua hal. Pertama, Indonesia
merupakan produsen kakao nomor dua di dunia setelah Pantai Gading, dengan produksi
809.586 tahun 2012. Dengan produksi sebesar itu, komoditas ini telah menyumbang devisa
sebesar US $ 1,1 Milyar pada tahun 2012 yang merupakan perolehan devisa ketiga terbesar setelah
kelapa sawit dan karet. Kedua, kegiatan usaha ini melibatkan petani kecil dengan tingkat kepemilikan
lahan 0,5 -2 ha. Dengan demikian, perkembangan usaha kakao secara langsung maupun tidak langsung
akan berpengaruh terhadap ekonomi kerakyatan.
Elizabeth Karlinda*
garis kemiskinan.
11
Dari Daerah
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
10.289 KK (2011)
Total Produksi
12.412 ha (2011)
TBM : 1.700 ha
TM: 10.254 ha
TTM/TR : 458 ha
Produktivitas
Modal Sosial
Kepemilikan lahan
1 ha/KK
Tidak ada kebakan
dari pemerintah untuk
mempertahankan luas
usaha kakao, atau
menyediakan lahan untuk
pengembanan usaha kakao
Ket:
TBM: Tanaman Belum Menghasilkan
TM: Tanaman Menghasilkan
TTM/TR: Tanaman Tidak Menghasilkan/Tanaman Rusak
masih rendah
Maju tidaknya usaha ini dipengaruhi oleh beberapa hal,
misi
Kabupaten Majene yakni Meningkatkan
Kesejahteraan dan Taraf Hidup Masyarakat, dimana
Dilihat dari
perdagangan kakao.
12
Dari Daerah
sumber: KPPOD
penyuluh
kurang
optimal
budidaya.
13
Dari Daerah
mengakses dana revitalisasi tersebut adalah tidak
adanya petugas bank yang secara khusus untuk
dapat
dan
peremajaan)
sehingga
terjadi
keterlambatan
14
meningkatkan
perekonomian
masyarakat
Opini
engapa diperlukan Kebakan? Jawaban atas pertanyaan itu dapat didekati dari berbagai
cara. Diantaranya dengan melihat efek kebakan, bahwa ketidakpuasan atas kebakan yang
dinilai keliru dapat menimbulkan sinisme masyarakat. Misal: cibiran negara auto-pilot
yang merujuk banyak hal, diantaranya soal kinerja perekonomian dengan pertumbuhan yang tidak
memuaskan yang dinilai akibat buruknya kualitas kebakan dan implementasinya sehingga seolah
Negara berjalan dengan sendirinya. Contoh lain, kebakan desentralisasi dalam kerangka otonomi
daerah dinilai telah membawa perubahan mendasar tata kelola pemerintahan dalam berbagai hal,
diantaranya dalam hal keuangan negara karena desentralisasi menyebabkan lebih dari 30% APBN
berada dalam kontrol Pemerintah Daerah.
Agung Pambudhi*
15
Opini
POHON MASALAH
PERIZINAN/
PENDAFTARAN
KEMITRAAN STRATEGIS
Opsi 1.
Kondisi Saat ini
Jenis
Perinan
Prosedur
Perinan
Opsi 2.
Menyatukan
menjadi in khusus
orikultura
Opsi 1.
Kondisi Saat ini
Opsi 2.
Ijin Florikultura
masuk dalam
UPTSP
PENETAPAN LOKASI
Opsi 1.
Mewajibkan Investor
untuk Bermitra
Opsi 1.
Dalam Kawasan
Peruntukan
Opsi 2.
Memberikan Insentif
kepada Investor yang
Bermitra
Opsi 2. Di
Luar Kawasan
Peruntukan
PERLINDUNGAN
LINGKUNGAN
Perlindungan
Tanaman
Opsi 1.
Pengaturan
Opsi 2. Do
Nothing
Opsi 1.
Pengaturan
Budidaya
Tanaman
Opsi 2.
Do Nothing
Opsi 3.
Memberikan Subsidi
kepada UKM dan
Koperasi
Opsi 3.Ijin
Florikultura di
Dinas Tabunakan
Kecenderungan
pemerintahan
negara-negara
berkembang seperti Indonesia adalah membuat regulasi
untuk mendukung pengembangan sektor ekonomi
tertentu, yang dapat berbentuk insentif skal, proteksi,
dan lain sebagainya. Namun adakalanya justru suatu
kebakan menghasilkan kinerja sebaliknya dari tujuan
kebakan tersebut. Banyak contoh dalam hal ini,
diantaranya tata niaga cengkeh, mobil-nasional, dan
lain-lain.
Pengambil kebakan sering lupa akan prinsip as long as
it is not proven guilty, maka regulasi tidak diperlukan.
Bahkan, adakalanya yang diperlukan justru deregulasi
sebagaimana disampaikan Jusuf Kalla-mantan Presiden
RI Indonesia terlalu banyak regulasi, yang dibutuhkan justru
deregulasi .. kita perbaiki komponen pokok yang membuat
industri tidak esien. Dalam hal ini, kajian KPPOD
atas ribuan peraturan daerah (perda) tentang pajak
dan retribusi daerah yang menunjukkan banyaknya
perda-perda distortif terhadap aktivitas perekonomian
(pungutan lalu-lintas barang antar daerah, pungutan
ganda, pungutan terhadap komoditi, tidak ada manfaat
langsung atas pembayaran retribusi, sumbangan
wajib, dll.), menunjukkan bahwa regulasi justru dapat
merugikan perekonomian.
Pengaturan oleh negara/pemerintah melalui penerbitan
sebuah regulasi harus memiliki alasan kuat dengan
menimbang apakah ada alternatif lain selain regulasi.
Regulasi harus merupakan best alternative dimana
manfaatnya melebihi biaya. Lebih lanjut, dalam
pendekatan RIA (regulatory impact assessment) selain
pertimbangan cost and benet, penyusunan suatu
regulasi harus terlebih dahulu melakukan konsultasi
16
Seminar Nasional:
Pemilu Kepala Daerah dalam Konteks Otonomi Daerah
emilihan Kepala daerah dan wakilnya yang secara langsung dipilih rakyat telah menjadi bagian
dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Pemilihan kepala daerah adalah pintu masuk
untuk rekrutmen pemimpin daerah, yang akan menentukan warna dan arah pembangunan
daerah paling tidak dalam lima tahun periode kepemimpinan. Dengan demikian proses pemilihan
kepala daerah adalah hal yang krusial bagi kemajuan demokrasi dan desentralisasi ke depan. Dalam
rangka mendiskusikan rancangan undang-undang pemilian kepala daerah, KPPOD berkerjasama
dengan POKJA mengadakan Seminar Pemilu Kepala Daerah dalam Konteks Otonomi Daerah pada
tanggal 8 November 2013 yang diselenggarakan di Hotel Ibis Tamarin.
Rizqiah Darmawiasih*
* Peneliti KPPOD
17
sumber: KPPOD
sumber: http://inspirasibangsa.com
18
Seputar Otonomi
19
Seputar Otonomi
Problem pelik lain datang dari sisi belanja. Secara
umum, tata kelola anggaran daerah pada TA 2013 ini
masih problematik: proporsi alokasi untuk Belanja
Pegawai masih dominan dan terus meingkat etiap
tahun (2009-2013). Sementara pada sisi lain, meski juga
mengalami peningkatan, nominal alokasi untuk Belanja
Modal (sumber investasi, stimulasi ekonomi dan
layanan publik) tetap jauh lebih kecil dan dinilai amat
kecil untuk membiayai pembangunan daerah.
20
Agenda KPPOD
Winantyo*
1.
*Staff Dokumentasi
2.
21
Agenda KPPOD
pemerintah bahwa pilkada provinsi dipilih secara
langsung dan pilkada kota/kabupaten melalui
DPRD. Isu kedua yang juga menjadi pertimbangan
adalah tentang pengaturan dinasti politik dalam
RUU Pilkada, apakah perlu ada jeda waktu atau
diperberat syarat-syaratnya.
3.
22
SEKILAS KPPOD
Sebagai tindak lanjut hasil Seminar Nasional Menyelamatkan Otonomi Daerah
yang diselenggarakan KPEN (Komite Pemulihan Ekonomi Nasional), CSIS (Center for
Strategic and International Studies) dan LPEM-FEUI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi
dan Masyarakat-Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) pada tanggal 7 Desember
2000, para penyelenggara secara intensif membahas dan menyepakati pembentukan
suatu lembaga independen pemantauan pelaksanaan otonomi daerah yang di
kemudian hari bernama Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).
Dalam perkembangannya, sejumlah institusi lain ikut bergabung melalui
kesertaan para gur pimpinannya sebagai unsur pendiri: Sekolah Tinggi Manajemen
Prasetiya Mulya, The Jakarta Post, Bisnis Indonesia, dan Suara Pembaruan. Melihat
latar belakang institusi pendiri tersebut, dapat dikatakan kelahiran KPPOD
merupakan hasil eksperimentasi kerjasama dunia bisnis, akademik, dan media
massa sebagai tiga pilar penting dalam formasi sosial di Indonesia dewasa ini.
Sebagai dasar pemikiran yang menyemangati kerja-kerja profesionalnya,
KPPOD memaknai desentralisasi dan otonomi daerah sebagai kebakan yang
bertujuan mengubah struktur tata kelola pemerintahan dari sentralisme menjadi
terdesentralisasi, sekaligus menggeser pola pembangunan yang didominasi negara
menuju kesempatan yang lebih terbuka bagi masyarakat dan dunia usaha. Maka
pada setiap kebakan pemerintah haruslah tercermin suatu komitmen nyata untuk
mendorong keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan daerah.
Mengalir pada pilihan wilayah isu, KPPOD menaruh fokus sentral pemantauannya
pada segala hal terkait kebakan dan pelayanan publik di bidang ekonomi dan
kebakan desentralisasi/otonomi daerah secara umum. Dengan menggunakan
pendekatan multi-perspektif (ekonomi, politik, hukum dan administrasi publik),
KPPOD melakukan studi, advokasi, dan asistensi teknis bagi peningkatan mutu tata
kelola ekonomi dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis di daerah.
--o0o--
TATA KELOLA
EKONOMI DAERAH
1.
TATA KELOLA
KEUANGAN DAERAH
Mendorong deregulasi melalui upaya rasionalisasi jumlah dan atau jenis Perijinan usaha maupun pungutan (pajak/retribusi) di
daerah.
2.
Mendorong debirokratisasi melalui upaya efisiensi business process (pengurusan) perijinan lewat kelembagaan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) di daerah.
3.
Studi dan advokasi kebijakan desentralisasi fiskal yang mendukung kemandirian daerah dan perbaikan kualitas tata kelola
keuangan di daerah (APBD) yang pro-prtumbuhan ekonomi dan kesejahteraan publik.
4.
Pemekaran daerah, kerja sama antar-daerah, rencana pembangunan daerah, pemilihan kepala daerah, dsb.
23