You are on page 1of 3

Asuransi Kesehatan bagi Warga Miskin

DALAM rangka program subsidi bagi masyarakat miskin, pemerintah mengalihkan


subsidi BBM untuk sektor kesehatan menjadi program asuransi kesehatan (askes)
bagi masyarakat miskin.

Setiap orang miskin akan menerima bantuan untuk membayar iuran asuransi
kesehatan, Rp 5.000. Jumlah mereka, diperkirakan sebanyak 36 juta. PT Askes
Indonesia bertugas menyelenggarakan program yang kemudian diperkenalkan
sebagai
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPK MM).

Pemberian subsidi langsung seperti itu diharapkan akan dapat dinikmati oleh
mereka yang berhak menerima. Semula, subsidi seperti itu disalurkan melalui
para Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK), yaitu RS/puskesmas dan lainnya.
Dengan
pemberian subsidi seperti itu, sering dilaporkan salah arah. Misalnya,
subsidi
justru dimanfaatkan oleh mereka yang sebenarnya mampu membayar pelayanan
kesehatan. Dengan pengalihan subsidi menjadi premi askes, penerima subsidi
telah ditetapkan sebelumnya. Penetapan didasarkan kriteria tertentu dan tidak
dilakukan pada saat sakit, seperti ketika tidak mampu membayar layanan
kesehatan dengan mencari "surat miskin".

Berbeda dengan program sebelumnya, dengan mengalihkan menjadi program JPK MM,
hak masyarakat miskin menjadi lebih terjamin karena hak/manfaat/benefitnya
telah dibayar melalui iuran/premi askes. Ada transparansi dan akuntabilitas
lebih jelas sehingga akan mendorong pengelolaan lebih profesional.

Meski demikian, tidak berarti semua pasti akan berjalan seperti diharapkan.
Banyak kendala harus diantisipasi agar program ini dapat berkelanjutan
sehingga
dapat menjadi awal dimulainya program jaminan sosial kesehatan, sesuai UU No
40/2004 (UU tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional/SJSN).

PENETAPAN orang miskin ternyata tidak mudah. Ada perbedaan angka. Angka 36
juta
yang sering disebut pemerintah, dengan demikian bisa lebih, bisa kurang.
Apabila kurang, tidak menjadi masalah. Kalau berlebih, dapat mengganggu
penyelenggaraan, mengingat anggaran yang tersedia (Rp 2.1 triliun) dengan
sendirinya menjadi kurang. Kalau benar program ini berdasar asuransi, tentu
jumlah kumulatif premium (anggaran) tergantung jumlah peserta askes. Jawaban
terhadap masalah ini mungkin dapat diperoleh sekitar Agustus nanti, saat
pendaftaran peserta diharapkan selesai.

Selanjutnya, yang sering menjadi pertanyaan adalah, mampukah semua tugas itu
diletakkan di pundak PT Askes Indonesia? Bukankah di berbagai daerah telah
berdiri Badan Penyelenggara JPKM (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat)
yang didirikan atas prakarsa pemerintah juga untuk mengembangkan program
jaminan kesehatan?

Satu hal yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan program asuransi kesehatan
adalah, aspek efisiensi, standar dan kualitas pelayanan kesehatan adalah amat
penting. Efisiensi diperlukan agar dana yang tersedia dapat memberi manfaat
maksimal (cost-effective). Hal ini diperlukan agar kenaikan biaya pelayanan
kesehatan dapat dikendalikan sehingga premi tidak meningkat tahun demi tahun,
yang akan memberatkan masyarakat.

Standar pelayanan diperlukan untuk menjamin bahwa tiap peserta akan menerima
manfaat sama, sesuai premi yang dibayar. Sedangkan kualitas pelayanan
diperlukan untuk melindungi peserta dari tindakan medik yang tidak sesuai
kebutuhan, mengingat peserta askes, sebenarnya tidak tahu (ignorance)
terhadap
pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Untuk bisa memenuhi "efisiensi, standar, dan kualitas" pelayanan yang harus
dipenuhi, ada prakondisi yang harus dipenuhi. Prinsip asuransi mengharuskan
kita memenuhi persyaratan hukum bilangan banyak (the law of large numbers/the
law of average). Semakin besar peserta program asuransi, semakin mudah
menghitung risiko yang akan dihadapi peserta. Perhitungan "risiko dan
manfaat"
akan mendekati ketepatan yang semakin sempurna sehingga kelangsungan hidup
program dapat lebih terjamin. Dari aspek ini dapat dipahami jika kita harus
mencegah terbukanya peluang penyelenggaraan program asuransi kesehatan yang
terpecah (fragmented), misalnya dengan membuka peluang banyak badan
penyelenggara asuransi kesehatan (multi -payor system). Pelajaran dari banyak
negara yang memperkenalkan multi - payor system, misalnya Jerman dan Jepang,
akhirnya badan-badan penyelenggara asuransi kesehatan itu melakukan
konfederasi/federasi atau bekerja sama dalam pengelolaan program asuransi
kesehatan (administrasi bersama/central administration). Bahkan di Korea
Selatan, seluruh Badan Penyelenggara Asuransi Kesehatan, yang semula
berjumlah
22 buah, menjadi satu Badan Penyelenggara Tunggal, menjadi Single-payor
system.

Dengan "wadah tunggal" Badan Penyelenggara Asuransi Kesehatan, aspek standar


dan kualitas pelayanan kesehatan kian terbuka peluang besar terselenggara
dengan baik. Hal ini disebabkan oleh karena Badan Penyelenggara Asuransi
Kesehatan itu akan memiliki posisi tawar yang amat tinggi terhadap PPK.

Dengan memberi tugas penyelenggaraan program asuransi kesehatan bagi


masyarakat
miskin hanya pada PT Askes Indonesia, dapat dikatakan, pemerintah telah
melakukan lompatan besar ke depan, mengantisipasi pelaksanaan UU N0 40/2004,
yang menetapkan PT Askes sebagai salah satu Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
(BPJS ) di Indonesia.

MESKI demikian, ada hal-hal yang harus mendapat perhatian agar JPK MM dapat
menjadi embrio SJSN. Pemerintah, selayaknya melengkapi perangkat hukum
sehingga
kelangsungan program dapat terjamin dan tidak terjadi kesalahpahaman dalam
pelaksanaan.

Amat diperlukan peraturan pemerintah yang menetapkan kriteria orang miskin,


guna mencegah timbulnya angka-angka berbeda tentang jumlah orang miskin,
berdasar kriteria berbeda. Dalam UU No 40/2004, jumlah orang miskin
ditetapkan
pemerintah daerah sesuai kriteria yang ditetapkan peraturan pemerintah.

Selanjutnya, sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, PT Askes Indonesia


juga perlu disiapkan sebagai BPJS. Status Persero yang profit-making harus
berubah menjadi lembaga BPJS yang bersifat not for profit, sebagaimana
dimaksud
dalam UU No 40/2004. Selain itu, kemampuan BPJS harus disiapkan agar
kelangsungan program dapat terjamin.

Sebaiknya ada pembagian peran, tugas antara pemerintah pusat dan daerah. Jika
program ini hanya menjadi program pemerintah pusat, tentu akan memberatkan
pemerintah pusat. Di AS, program seperti ini (medicaid) menjadi tanggungjawab
negara bagian. Di sini kita harus hati-hati agar kelangsungan program ini
dapat
berlanjut sehingga dapat memberi sumbangan besar lahirnya Sistem Jaminan
Sosial
Nasional.

You might also like