Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 34 UUD 1945
terlantar
dipelihara
mengamanatkan
oleh
kepada
Ketentuan
untuk
pasal
tersebut
memperhatikan
dan
Jumlah
langsung
untuk
fakir-miskin.
Dalam
penanggulangan
lain seperti kesehatan dan ekonomi peran organisasi zakat tidak dapat
dipandang sebelah mata.
Sampai saat ini, terdapat keinginan masyarakat untuk merevisi
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Salah satu penyebabnya adalah belum maksimalnya peran pemerintah
dan belum maksimalnya kelembagaan zakat dalam mengumpulkan,
mengelola, dan mendistribusikan zakat, termasuk penentuan siapa
yang termasuk wajib zakat, barang-barang yang dizakati, ukuran nisab,
bahkan sampai batasan haul tetap menjadi khilafiyah di kalangan umat.
Disamping itu, zakat ternyata belum mampu memberikan output yang
signifikan bagi perbaikan ekonomi.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat (selanjutnya disingkat Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999) yang sudah berusia hampir 11 tahun belum mampu
mengatasi permasalahan mengenai zakat, bahkan pengelolaan zakat
bagai benang kusut yang tak terurai. Masyarakat menganggap
keruwetan ini antara lain terjadi karena, secara yuridis-formal UndangUndang ini hanya terbatas pada pengaturan pengelolaan zakat dan
tidak memiliki kekuatan memaksa muzaki dalam membayarkan zakat.
Dengan kata lain, supremasi pemerintah, selaku penguasa dan
penyelenggara negara yang memiliki daya paksa, tak terlihat dalam
Undang-Undang tersebut. Bahkan dalam Pasal 12 Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 disebutkan bahwa petugas hanya akan
mengambil zakat setelah diberitahu oleh muzaki. Ini berarti UndangUndang tersebut tidak memiliki kekuatan memaksa dalam mengambil
zakat dari muzaki.
Kelemahan ini tentu saja menciptakan peluang bagi kelompok
tertentu yang belum memiliki komitmen moral yang tinggi untuk tidak
berzakat.
Berbagai
perkembangan
persoalan
persoalan
terakhir
zakat
juga
profesi
tak
khilafiyah
bisa
(pengacara,
yang
ada
terselesaikan.
dokter,
dalam
Misalnya,
konsultan,
dan
perspektif
fiqh
al-siyasah
(fikih
politik),
tindakan
yang di atas kertas hanya bersifat normatif. Di sisi lain, ada juga yang
menganggap pengelolaan zakat tidak diperlukan, alasanya zakat
terkait dengan keimanan seorang hamba dengan Allah SWT, dengan
demikian pemerintah tak perlu campur tangan dan membiarkan
masyarakat sendiri saja yang mengatur pengelaolaan zakat tersebut.
Hal ini juga diperkuat dengan alasan Indonesia bukanlah negara Islam
karena itu kewajiban zakat tidak perlu diatur dengan sebuah undangundang.
Prinsip-prinsip zakat memang terdapat dalam Al-Qur'an, tapi
implementasinya di suatu negara perlu diatur dalam undang-undang
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diindentifikasikan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat selama ini?
2. Apa kekurangan dan kelemahan Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat?
3. Apakah perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat? Jika perlu, apa
saja materi muatan yang perlu diatur dalam perubahan undangundang tersebut?
D. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yuridis normatif,
yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder
1
untuk
menjelaskan
kebijakan,
pengaturan,
dan
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan (statue approach) 3 . Pendekatan tersebut melakukan
pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan pengelolaan zakat. Pengkajian juga dilakukan dengan cara
menghubungkan dan mencari persamaan dan perbedaan antara
zakat, infaq, dan shodaqoh, serta mencari persamaan dan
perbedaan anatara zakat dengan pajak.
Ibid.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1985), hal. 13.
4
4. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan secara deskriptif
analitis. Maksudnya, fakta-fakta yang ada didiskripsikan kemudian
dianalisis berdasarkan hukum positif maupun teori-teori yang ada.
Analisis
deskriptif
tertuju
pada
pemecahan
masalah
dan
E. Sistematika Penulisan
Dalam naskah akademis ini digunakan sistematika sebagai berikut:
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta,1998, hal. 103-
104.
Bab I
Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, identifikasi masalah, tujuan dan
kegunaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Agama,
Indonesia
(KMA)
Keputusan
Nomor
373
Menteri
Tahun
Agama
Republik
2003
Tentang
dan
shodaqoh,
zakat
sebagai
landasan
sistem
10
Organisasi
Pendistribusian,
Pengelolaan
dan
Zakat
Pendayagunaan,
Pengumpulan,
Pelaporan,
Ketentuan Umum
Ketentuan pidana
BAB VI
Penutup
11
BAB II
INVENTARISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
12
pelaksanaan,
dan
pengawasan
terhadap
pengumpulan,
dalam
tubuh
BAZ
sendiri.
Dalam
hal
pengawasan,
13
pemerintahan
daerah
sesuai
dengan
amanat
menurut
asas
otonomi
dan
tugas
pembantuan,
serta
memperhatikan
peningkatan
prinsip
daya
demokrasi,
saing
daerah
pemerataan,
dengan
keadilan,
bertugas
dan
berwenang
memeriksa,
memutus,
dan
14
atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Adapun yang dimaksud dengan infaq adalah perbuatan
seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi
kebutuhan,
baik
berupa
makanan,
minuman,
mendermakan,
15
KMA Nomor 373 Tahun 2003 ini berisi tentang susunan organisasi
dan tata kerja badan amil zakat, tugas, wewenang, dan tanggung jawab,
pengukuhan lembaga amil zakat, kriteria dan syarat untuk pengukuhan
LAZ, penelitian persyaratan sebelum pengukuhan, keadaan yang
menyebabkan pengukuhan tidak disetujui, dibatalkan/dicabut, lingkup
kewenangan
pengumpulan
zakat,
persyaratan
dan
prosedur
zakat,
penghitungan
zakat
dan
zakat
yang
dapat
16
diterima oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk
dan dikukuhkan oleh pemerintah dan penerima zakat yang berhak tidak
termasuk sebagai obyek pajak penghasilan.
Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib
pajak (wajib pajak pribadi pemeluk agama Islam dan atau wajib pajak
badan dalam negeri yang dimilki oleh pemeluk agama Islam) kepada
Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk dan
disahkan oleh Pemerintah boleh dikurangkan dari penghasilan kena
pajak dari Pajak Pengahasilan wajib Pajak yang bersangkutan.
Pengurangan tersebut dibuktikan dengan bukti setoran yang sah.
Semua bukti setoran zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh
wajib
pajak
tersebut
dapat
diperhitungkan
sebagai
pengurang
17
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
A. Pengertian Zakat
Zakat (pajak dalam Islam) adalah item ketiga dari rukun Islam.
Secara harfiah zakat berarti "tumbuh", "berkembang", "menyucikan"
atau "membersihkan". Secara terminologi syari'ah, zakat merujuk
pada aktivitas memberikan sebagian kekayaan dalam jumlah dan
perhitungan
tertentu
untuk
orang-orang
tertentu
sebagaimana
B. Landasan Zakat
Zakat adalah rukun Islam ketiga yang diwajibkan di Madinah
pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya puasa
Ramadhan dan zakat Fitrah. Ayat-ayat zakat, shodaqah dan infaq
yang turun di Makkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya
menggunakan metodologi pujian bagi yang melaksanakannya dan
cacian atau teguran bagi yang meninggalkannya.
Zakat tidak diwajibkan kepada semua nabi dan rasul, karena
zakat berfungsi sebagai alat pembersih kotoran dan dosa, sedangkan
para nabi dan rasul terbebas dari dosa dan kemaksiatan karena
7
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 1994), hal. 224.
18
b.
c.
2. Sunnah
a. Rasulullah saw bersabda yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
dari Abdullah bin Umar: Artinya: "Islam dibangun atas lima
rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad saw
utusan
Allah,
menegakkan
shalat,
membayar
zakat,
19
3. Ijma
Ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah
sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya
berarti telah kafir dari Islam.
C. Objek Zakat
Pada umumnya ulama-ulama klasik mengkatagorikan bahwa
harta yang kena zakat adalah binatang ternak, emas dan perak,
barang dagangan, harta galian dan yang terakhir adalah hasil
pertanian. Dr. Yusuf Qordhowi, merinci model-model harta kekayaan
yang kena zakat, sebanyak model dan bentuk kekayaan yang lahir
dari semakin kompleknya kegiatan perekonomian. Terdapat sembilan
katagori; zakat binatang ternak, zakat emas dan perak yang juga
20
waktunya,
penghasilan
lainnya,
misalnya
maka
jasa
konsultan
pengeluaran
proyek
zakatnya
ataupun
pada
saat
menerimanya.
Hakekat nisab adalah kelebihan seseorang dari hajat asasiyah
(kebutuhan dasar) nya, namun kebutuhan dasar seseorang sangat
beragam, jika seseorang kecenderungan konsumtifnya besar, maka
angka kebutuhan dasarnya pun akan besar.
21
D. Macam Zakat
Zakat terbagi atas dua tipe yakni zakat fitrah, yaitu zakat yang
wajib dikeluarkan Muslim menjelang Idul Fitri pada bulan Ramadhan.
Besar Zakat ini setara dengan 2,176 kilogram makanan pokok yang
ada di daerah bersangkutan dan zakat Maal (zakat harta) yang
mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil
ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi).
Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri. 8
E. Penerima Zakat
Mereka yang menerima zakat yaitu:9
a. fakir, yaitu mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup;
b. miskin, yaitu mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup;
c. amil, yaitu mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat;
d. muallaf, yaitu mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan
bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya;
e. hamba sahaya yang ingin memerdekakan dirinya;
f. gharimin, yaitu mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal
dan tidak sanggup untuk memenuhinya;
22
23
Harta
harus
dikembangkan
dan
zakat
merupakan
24
spiritual.
Sementara
Islam,
merupakan
agama
yang
seperti
ini
tidak
mampu
lagi
menggugah
idealisme
ada
sesuatu
pelaksanaannya,
yang
sehingga
belum
melakukan
tepat
dalam
mekanisme
transformasi
konseptual
25
konteks
saat
ini,
perlu
penegasan
prospek
kemiskinan
yang
merupakan
kondisi
objektif
26
kepastian
hukum,
persamaan
perlakuan,
tidak
Lihat juga Erie Sudewo, Politik Ziswaf, (Tangerang: CID, 2008), hal. 69.
27
pemerintahan
yang
memberikan
berbagai
kemudahan,
Secara
praktis,
usaha
mewujudkan
penyelenggaraan
mengingat
sentuhan
langsung
kepada
masyarakat,
dalam
TAP
MPR
RI
No.
XI/MPR/1999
tentang
mewujudkan
penyelenggaraan
pemerintahan
yaitu
(1).
Asas
Kepastian
Hukum;
(2)
Asas
Tertib
28
dan
setelah
menjabat,
melaksanakan
tugas
tanpa
kaitan
pengumpulan
dan
pemberdayaan
zakat,
tentang
Pengelolaan
Zakat
(RUU
PZ)
ini,
ini
diperlukan
sebagai
bagian
dari
sistem
29
Sistem
penyelenggaraan
pemerintahan
negara
pengelolaan
masyarakat
zakat
terhadap
sangat
berkaitan
dengan
pengelola
zakat.
Masalah
30
I.
penyaluran
zakat
sangat
ditentukan
oleh
31
Seharusnya,
sebagai
badan
yang
dibentuk
dengan
2.
3.
Pengaturan
terhadap
pengumpulan,
penyaluran,
dan
32
4.
karakter
tersebut,
pengelolaan
zakat
tidak
akan
pengelolaan
zakat
antara
lain
adalah
mengenai
33
pengawas
memastikan
dan
koordinator
terlaksananya
dapat
ketentuan
yang
mendorong
terdapat
dan
dalam
LAZ
Nasional,
LAZ
Provinsi,
maupun
LAZ
UPZ
bertujuan
meningkatkan
efektifitas
kerja
34
mendayagunakan,
serta
mempertanggung-
pendistribusian,
dan
pendayagunaan
zakat
dalam
penghimpunan,
pendistribusian,
maupun
pendayagunaan.
2.
3.
35
kewajiban
seseorang
untuk
membayar
zakat.
2.
3.
4.
Bertujuan
untuk
menyelesaikan
problem
ekonomi
dan
Pajak
Keterangan
Nama/Arti
Dasar
Hukum
Nishab
Tarif
11
Zakat
Seseorang
yang
membayar
zakat
hartanya
menjadi
bersih dan berkah
tidak demikian dengan
pajak
36
Perbedaan
Zakat
Pajak
Keterangan
berubah-ubah sesuai
dengan
neraca
anggaran negara.
Sifat
Subyek
Muslim
Obyek
Alokasi
Penerima
Semua Harta
Syarat
Kabul
Tidak disyaratkan
Ijab Disyaratkan
dana
dan
Imbalan
Sanksi
Motivasi
Keimanan
Pembayaran ketakwaan
kepada
Ketaatan
ketakutan
negara
sanksinya.
Perhitungan
Dipercayakan
Selalu menggunakan
kepada
Muzaki jasa akuntan pajak
dan dapat juga
dengan bantuan
37
38
BAB IV
LANDASAN PEMBENTUKAN RUU TENTANG ZAKAT
A. Landasan Filosofis
Zakat adalah sebuah persoalan faridhah sulthaniyah, yaitu
suatu kewajiban yang terkait dengan kekuasaan. Oleh karena itu,
pelaksanaannya dilakukan oleh amilin 'alaiha (QS. 9: 60) sehingga
struktur kelembagaannya merupakan kelembagaan negara dari
pusat sampai ke daerah. Landasan kewajiban zakat disebutkan
dalam Al Qur'an, dalam Surat Al-Baqaraah ayat 43 yang artinya
"Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan ruku'lah bersama
dengan orang-orang yang ruku'". Juga dalam Surat At-Taubah ayat
103, yang artinya "Ambilah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
do'akanlah
mereka
karena
sesungguhnya
do'amu
dapat
B. Landasan Sosiologis
39
ada
institusi/lembaga
yang
membuat
kebijakan
provinsi,
kabupaten/kota,
dan kecamatan
yang
C. Landasan Yuridis
Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyatakan Fakir miskin dan
anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Kemudian dalam
40
menekankan empat
kegiatan
terhadap
pendayagunaan
zakat.
pengumpulan,
Institusi
pendistribusian,
yang
bertugas
serta
pokok
masyarakat,
dijalankan
oleh
masyarakat,
namun
41
anjuran atau himbauan saja bagi para wajib zakat. Sanksi hanya
terdapat pada pasal 21 yang menyebutkan setiap pengelola zakat
yang karena kelalaiannya tidak mencatat dan mencatat dengan
tidak benar harta zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris, dan
kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal
13 dalam undang-undang, diancam dengan hukuman kurungan
selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). Kemudian, diatur pula
pada Pasal 21 huruf c), setiap petugas badan amil zakat dan
petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana
kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Ketentuan ini jelas menyebutkan, bahwa sanksi tersebut
hanya dikenakan kepada pengelola zakat (amil), sama sekali tidak
menyebut sanksi bagi para pelanggar kewajiban membayar zakat
(muzaki). Hal ini diperparah lagi dengan masalah yurisdiksi, karena
Undang-Undang Pengelolaan Zakat tidak menyebutkan pengadilan
manakah yang berhak untuk mengadili, apakah pengadilan negeri
atau pengadilan agama. Meski diakui, akan sulit sekali untuk
menerapkan sanksi hukum bagi para pelanggar wajib zakat. Selain
Indonesia bukan negara Islam, masyarakat Indonesia juga terbiasa
untuk membayar zakatnya secara informal kepada orang yang
mereka percayai (kepada kyai mereka atau masjid sekitar). Jadi
42
tingkat Provinsi.
Selain itu, permasalahan zakat juga diatur dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dimana
disebutkan bidang kewenangan pengadilan agama diperluas,
sehingga meliputi juga zakat, infaq dan ekonomi syariah. Dalam
penjelasan undang-undang perubahan tersebut, zakat didefinisikan
sebagai harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan
ketentuan
syariah
untuk
diberikan
kepada
yang
berhak
menerimanya.
Dengan demikian keberadaan landasan yuridis dalam RUU
perubahan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat digunakan sebagai acuan dan
diharapkan
43
BAB V
MATERI MUATAN DAN SISTEMATIKA RUU TENTANG ZAKAT
A. Materi Muatan
1. Pengertian
Beberapa pengertian yang bersifat pokok dan penting dalam
Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat, antara
lain:
a. Pengelolaan
zakat
pengumpulan,
adalah
kegiatan
perencanaan,
pengawasannya.
b. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam
atau badan usaha yang mayoritas dimiliki oleh orang Islam
sesuai dengan ketentuan syariat Islam untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.
c. Wajib zakat atau muzakki adalah orang yang beragama Islam
atau badan usaha yang dimiliki oleh orang yang beragama
Islam yang dinyatakan mampu berdasarkan syariat Islam untuk
menunaikan zakat.
d. Penerima zakat atau mustahik adalah orang atau badan yang
berhak menerima zakat.
e. Syariat Islam adalah ketentuan yang wajib dilaksanakan oleh
umat Islam berdasarkan Al- Quran dan Al-Hadits.
f. Badan Pengelola Zakat (BPZ) adalah badan yang melakukan
koordinasi dan pengawasan atas pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat dan harta selain zakat yang
dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat.
g. Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah badan hukum yang
melakukan penerimaan, pengumpulan,
pendayagunaan zakat.
pendistribusian, dan
44
j. Menteri
adalah
menteri
yang
menyelenggarakan
urusan
arti
bahwa
pelaksanaan
atas
pengumpulan,
2) keadilan
Pengelolaan zakat berlandaskan asas keadilan memiliki
arti
bahwa
pelaksanaan
atas
pendistribusian
dan
3) kepastian hukum
Pengelolaan zakat berlandaskan asas kepastian hukum
memiliki
arti
bahwa
pelaksanaan
atas
pengumpulan,
45
4) keterbukaan
Pengelolaan
memiliki
arti
zakat berlandaskan
bahwa
pelaksanaan
asas
atas
keterbukaan
pengumpulan,
5) akuntabilitas
Pengelolaan zakat berlandaskan asas akuntabilitas
memiliki
arti
bahwa
pelaksanaan
atas
pengumpulan,
b. Tujuan
Tujuan pengelolan zakat diarahkan untuk:
1) meningkatkan
pelayanan
bagi
masyarakat
dalam
menunaikan zakat;
2) meningkatkan efektivitas pengelolaan
46
c. Ruang Lingkup
Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Zakat, zakat
dikelola adalah zakat mal yang meliputi:
1) emas,perak, dan uang;
2) perniagaan;
3) hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
4) hasil pertambangan;
5) hasil peternakan;
6) hasil pendapatan dan jasa; dan
7) rikaz atau harta terpendam.
Zakat mal tersebut dihitung menurut nishab, kadar, dan
waktunya berdasarkan syariat Islam.
3. Materi Pengaturan
a. Kelembagaan/Organisasi Pengelola Zakat
Dalam
rangka
meningkatkan
efektifitas
dan
47
BPZ Pusat
Wewenang
a. menetapkan
Tugas
kebijakan a. melakukan
penelitian,
tingkatan;
untuk
b. mengangkat
dan
memberhentikan
anggota
BPZ Provinsi;
dan
menyusun
database
pendistribusian,
dan
BPZ Kabupaten/Kota,
dan
LAZ daerah;
muzaki.
pemetaan
b. menyusun
tentang
pendataan,
pengawasan
dan LAZ
Nasional;
e. melakukan
pembinaan
dan
LAZ
Nasional; dan
f. menyampaikan
laporan
Presiden
ke
Perwakilan Rakyat.
dengan
Dewan
48
BPZ Provinsi
Wewenang
a)
b)
menyusun
Tugas
program
melakukan
penelitian,
provinsi;
untuk
mengangkat
dan
memberhentikan
c)
dan a)
pendataan,
dan
pemetaan
menyusun
database
anggota b)
melaksanakan
pengawasan
BPZ Kabupaten/Kota;
c)
d)
mengoordinasi
BPZ
Kabupaten/Kota;
e)
melakukan
pembinaan
menyampaikan
laporan
BPZ
Pusat
dan
Perwakilan
Rakyat
Daerah provinsi.
BPZ Kabupaten/Kota
Wewenang
a) menyusun
kebijakan
program
pengelolaan
Tugas
dan a)
zakat
kabupaten/kota;
b) memberikan dan mencabut izin
melakukan
penelitian,
untuk
Muzakki
pendataan,
dan
menyusun
dan
pemetaan
database
Mustahik
49
atau
kabupaten;
mencabut b)
c)
melaksanakan
pengawasan
terhadap
LAZ
Kabupaten/Kota;
d)
melakukan
pembinaan
menyampaikan
laporan
BPZ
Provinsi
bupati/walikota
dan
dengan
tembusan
ke
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
kabupaten/kota.
BPZ
terdiri atas
50
Masa tugas anggota BPZ selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota BPZ Pusat diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden. Anggota BPZ Provinsi diangkat dan
diberhentikan oleh BPZ Pusat. Anggota BPZ Kabupaten/Kota diangkat
dan diberhentikan oleh BPZ Provinsi. Khusus pada Anggota BPZ Pusat,
dipilih melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Anggota BPZ berhenti dari jabatannya karena:
a.
b.
c.
meninggal dunia.
b.
c.
Anggaran
operasional
BPZ
dibebankan
kepada
Anggaran
51
52
zakat
yang
terkumpul
berpedoman
kepada
53
c. Pelaporan
Pelaporan dalam hal pengelolaan zakat merupakan salah satu
upaya untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas LAZ maupun
BPZ. LAZ dikenakan kewajiban untuk mencatat pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat dan harta selain zakat.
LAZ selanjutnya menyampaikan laporan pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat kepada BPZ sesuai
tingkatannya. Pelaporan tersebut dilakukan secara berlaka per tahun
yang diaudit oleh akuntan publik. Laporan tersbut dipublikasikan di
media cetak dan media elektronik.
BPZ Pusat memberikan laporan pengelolaan zakat tahunan
kepada Presiden dengan tembusan Dewan Perwakilan Rakyat. BPZ
Provinsi memberikan laporan pengelolaan zakat tahunan kepada BPZ
Pusat dan gubernur dengan tembusan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah provinsi. BPZ Kabupaten/Kota memberikan laporan
pengelolaan zakat tahunan kepada BPZ Provinsi dan bupati/walikota
dengan
tembusan
kepada
Dwan
Perwakilan
Rakyat
Daerah
kabupaten/kota.
d. Pengawasan
Pengawasan terhadap pengelolaan zakat memegang peranan
yang sangat penting agar penerimaan, pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat oleh LAZ berjalan sesuai aturan.
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas LAZ dilakukan oleh BPZ
sesuai tingkatannya. Dalam tahapan pengawasan, BPZ akan
memeriksa
laporan
pengumpulan,
pendistribusian,
dan
54
e.
b.
c.
meningkatan
kesadaran
umat
Islam
untuk
melakukan
serta
Majelis
kemasyarakatan
Islam
Ulama
pada
Indonesia
khususnya
dan/atau
dalam
organisasi
meningkatkan
55
f.
Larangan
Norma hukum berupa larangan bertujuan agar setiap individu
anggota masyarakat tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
merusak
tatanan
keseimbangan
keadilan.
harmoni
tercederainya keadilan.
Jika
suatu
masyarakat
13
akan
larangan
dilanggar,
terganggu
karena
memiliki,
menjaminkan,
menghibahkan,
menjual,
dan/atau
mengalihkan harta zakat dan harta selain zakat yang ada dalam
pengelolaannya;
b.
4.
Ketentuan Sanksi
Untuk mengembalikan tertib kehidupan bermasyarakat, keadilan
harus ditegakkan. Setiap pelanggaran akan mendapatkan sanksi
sesuai dengan tingkat pelanggaran itu sendiri. Sanksi terdiri atas
berbagai macam bentuk yang bertujuan memberikan keadilan,
kepastian hukum, dan kemanfaatan. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan, dalam undang-undang dapat diatur mengenai sanksi
administratif, sanksi keperdataan, dan sanksi pidana. Khusus
mengenai sanksi pidana yang akan diatur dalam RUU tentang
Pengelolaan Zakat, yakni sebagai berikut:
a. sanksi kepada setiap pengelola zakat yang dengan sengaja tidak
mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat dan harta
selain zakat. Pemidannnnya berupa pidana kurungan paling lama 1
13
56
(satu)
tahun
dan/atau
pidana
denda
paling
banyak
melakukan
tindakan
pemilikan,
menjaminkan,
kepada
setiap
orang
yang
menggunakan
dan/atau
mengambil manfaat atas harta zakat dan harta selain zakat yang
ada dalam pengelolaannya melebihi jumlah yang ditentukan
berdasarkan syariat Islam. Peminadanannya berupa pidana penjara
paling lama
banyak
5. Ketentuan Peralihan
Ketentuan
keberlakuan
peralihan
peraturan
diperlukan
untuk
memuat
perundang-undangan
status
mengenai
itu,
dimuat
kewajiban
penyesuaian
organisasi
57
6.
Ketentuan Penutup
Ketentuan penutup diperlukan untuk memuat pencabutan dan
pernyataan tidak berlakunya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat, serta memuat mulai berlakunya undangundang yang baru ini pada saat diundangkan.
B. SISTEMATIKA RUU
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II ASAS. TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
BAB III BADAN PENGELOLA ZAKAT
BAB IV LEMBAGA AMIL ZAKAT
BAB V PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN
PENDAYAGUNAAN
BAB VI PELAPORAN
BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB VII PENGAWASAN
BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB VIII LARANGAN
BAB VIII KETENTUAN PIDANA
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
BAB X KETENTUAN PENUTUP
58
BAB VI
PENUTUP
59
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ashshofa,Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta,1998.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru
van Hoeve, 1994.
Gaffar, Janedri M.. Penegakan Hukum dan Keadilan, Seputar Indonesia
28 Desember 2009.
Hamid, Syamsul Rijal. Buku Pintar Agama Islam. Jakarta: Penebar Salam,
2000.
J.L.K., Valerine. Modul Metode Penelitian Hukum Edisi Revisi,. Jakarta:
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009.
Kartodihardjo, Harijadi. Di Bawah Satu Payung Pengelolaan Sumber Daya
Alam. Jakarta: Suara Bebas, 2005.
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1985.
Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983.
Sudewo, Erie. Politik Ziswaf. Tangerang: CID, 2008.
Tim Modul Perancangan Undang-Undang. Modul Perancangan UndangUndang. Jakarta: Sekretariat Jenderal DPR, 2008.
Peraturan
Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
_______. Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat. UU No. 38 Tahun
1999. LN No. 16 Tahun 1999, TLN No. 3885.
_______. Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan. UU No. 17 Tahun
2000. LN No. Tahun 2000, TLN No.
60