You are on page 1of 9

METODE SCREENING PADA MIKROBA PENGHASIL

ANTIBIOTIK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia disamping pangan,
pemukiman, dan pendidikan karena hanya dalam keadaan sehat manusia dapat hidup, tumbuh
dan berkarya lebih baik. Masalah kesehatan yang kerap muncul dan berkembang pada saat
sekarang ini salah satunya adalah penyakit infeksi. Menurut UNICEF penyakit infeksi
merupakan penyebab kematian utama. Dalam suatu negara, khususnya negara berkembang
seperti Indonesia, peranan antibiotik dalam menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit
infeksi masih sangat menonjol. Laporan dari berbagai Negara masih menyebutkan bahwa
anggaran yang diperlukan untuk pengobatan antibiotik lebih dari anggaran keseluruhan obat.
(Wulandari, 2009).
Kebutuhan antibiotik di indonesia sebagian besar dipenuhi dari import dari negara China
dan India. Ketergantungan terhadap import ini masih sangat besar sekitar 70-80% pada sepuluh
tehun terakhir(kompas.com, 2012). Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan
keaadaan bahan baku antibiotik melimpah di Indonesia. Antibiotik itu bisa berasal dari berbagai
sumber misalnya dari zat bioaktif dari mikroorganisme, hewan dan tumbuhan. Penggunaan
antibiotik dari mikroorganisme cenderung lebih baik untuk lingkungan karena tidak merusak
keanekaragaman hayati juga mikroorganisme merupakan makhlug hidup yang cepat dalam
perkembang biakannya. Teknik serta langkah langkah untuk mendapatkan antibiotik baru sangat
dibutuhkan dalam pengembangnya agar potensi ini tidak terlewatkan begitu saja.
Cara utama dalam menemukan antibiotika yaitu melalui screening. Dengan pendekatan
tersebut, sejumlah isolat yang kemungkinan mikroorganisme penghasil-antibiotika yang
diperoleh dari alam dalam kultur murni, selanjutnya isolat tersebut diuji untuk produksi
antibiotika dengan bahan yang diffusible , yang menghambat pertumbuhan bakteri uji. Bakteri
yang digunakan untuk pengujian, dipilih dari berbagai tipe, dan mewakili atau berhubungan
dengan bakteri patogen.
Dikarenakan banyaknya habitat dari bakteri penghasil antibiotik itu yang ditemukan di
alam seperti endofit daun, air laut, spons, dan lain lain maka akan berbeda pula bagaimana
langkah langkah mengetahui, mendeteksi dan mengisolasi mikroba potensial tersebut. Dalam
makaah ini akan dibahas metode metode dalam men-screening mikroba yang berpotensi
menghasilkan antibiotik.
1.2 Identifikasi Masalah
apa itu antibiotik
mikroorganisme apa saja yang bisa menghasilkan antibiotik
bagaimana penggolongan antibiotik menurut cara kerjanya
apa yang dimaksud dengan screening
bagaimana metode screening antibiotik berdasarkan asal ditemukanya mikroba
1.3 Maksud Dan Tujuan

Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui metode screening antibiotik
mikroba. Sedangkan tujuanya adalah
1. mengetahui apa itu antibiotik
2. mengetahui mikroorganisme apa saja yang bisa menghasilkan antibiotik
3. mengetahui bagaimana penggolongan antibiotik menurut cara kerjanya
4. mengetahui apa yang dimaksud dengan screening
5. mengetahui bagaimana metode screening antibiotik berdasarkan asal ditemukanya mikroba

1.4 Metodologi
Penulisan makalah ini berdasarkan studi literatur baik jurnal maupun internet
BAB II
ISI
1.1 Antibiotik
1.1.1 Definisi Antibiotik
Antibiotik secara umum didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi oleh
mikroorganisme, hewan atau tumbuhan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.
Adanya metode sintetik, bagaimanapun dihasilkan pada modifikasi dari definisi ini dan antibiotic
saat ini mengarah pada bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme , atau bahan yang sama
(yang diproduksi keseluruhan atau sebagian oleh sintetis kimia), yang dimana ada konsentrasi
yang rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (Hugo, 2004).
Antibiotik adalah salah satu metabolit sekunder yang paling penting dieksploitasi secara
komersial dan digunakan dalam berbagai macam keperluan. Ilmuwan Inggris Alexander Fleming
menjadi yang orang pertama melihat aktivitas mikroorganisme yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada tahun 1928 . Saat itu Dia menyadari bahwa pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dapat dihambat oleh jamur ( jamur ) yang terkontaminasi cawan petrinya.
Jamur itu kemudian diidentifikasikan sebagai Penisilin notatum dan zat antibiotik yang
dihasilkanya diberi nama penisilin (Nester and N. Shewood, 2009)
1.1.2 Mikroorganisme Penghasil Antibiotik
Sumber mikroorganisme penghasil antibiotik antara lain berasal dari tanah, air
laut,lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan lain-lain. Namun
kebanyakan mikroba penghasil antibiotik diperoleh dari mikroba tanah terutama streptomises
dan jamur. Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes dan
fungi
a.
Bakteri
Salah satu contoh dari bakteri penghasil antibiotik adalah spesies Bacillus adalah gram
positif, membentuk endospora, batang chemotherotrophic yang biasanya motil dengan flagela
peritrichious, itu adalah aerobik dan katalase positif. Banyak spesies Bacillus yang cukup penting
karena mereka memproduksi antibiotik (Waites et al, 2008). Spesies Bacillus menghasilkan
berbagai jenis antibiotik yang berbagi berbagai aktivitas antimikroba seperti bacitracin yang
diproduksi oleh Bacillus licheniformis adalah campuran dari setidaknya 5 polipeptida. Antibiotik
ini terdiri dari 3 senyawa terpisah, bacitracin A, B dan C. Bacitracin A adalah kepala konstituen.

Hal ini aktif terhadap organisme Gram positif seperti Stapylococci, Streptococcus, kokus
anaerob, dan Cornyebacter
b.
Aktinomisetes
Aktinomisetes merupakan mikroorganisme uniseluler, menghasilkan miselium bercabang
dan biasanya mengalami fragmentasi atau pembelahan untuk membentuk spora. Mikroorganisme
ini tersebar luas tidak hanya di tanah tetapi juga di kompos, lumpur, dasar danau dan sungai.
Pada mulanya organisme ini diabaikan karena pertumbuhannya pada plate agar sangat lambat.
Sekarang
banyak
diteliti
dalam
hubungannya
dengan
antibiotik.

Jenis organisme ini merupakan penghasil antibiotik yang paling besar di antara
kelompok penghasil antibiotik. Di samping itu,antibiotik juga dihasilkan dari aktinomisetes jenis
Mikromonospora (Gentamisin, Fortimisin, Sisomisin); Nocardia (Rifamisin, Mikomisin) dan
lain-lain. Di alam, aktinomisetes dapat ditemui sebagai konidia atau bentuk vegetatif. Populasi di
alam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan organik, pH, kelembaban, tempe- ratur,
musim, kedalaman dan sebagainya. Di daerah iklim panas populasinya lebih besar dari pada
daerah dingin. Mikroorganisme ini tidak toleran terhadap pH rendah.
Contoh dari aktinomycetes yang bisa menghasilkan antibiotik salah satunya adalah
streptomycetes. Streptomycetes secara morfologi merupakan mikroba gram positif yang banyak
ditemukan pada tanah yang alami (Paustian,1999). Streptomyces termasuk ke dalam
golongan Actinomyces yaitu bakteri yang memiliki struktur hifa bercabang menyerupai fungi dan
dapat menghasilkan spora. (Di Salvo, 2002), serta struktur dinding selnya yang mengandung
peptidoglikan (Paustian 1999). Streptomycetes menghasilkan streptomicin.
c.
Fungi
Kebanyakan spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang lebih lebar, dari sangat
asam sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya mendominasi daerah asam, karena
mikroba lain seperti bakteri dan aktinomisetes tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan,
bahkan fungi dapat tumbuh pada pH 2 -- 3 dan beberapa strain masih aktif pada
pH 9 atau lebih. Sebagai salah satu organisme penghasil anti-biotik yang terkenal yaitu :
Penicilium (penisilin, griseoful- vin), Cephalosporium (sefalosporin) serta beberapa fungi
lain seperti Aspergillus (fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin), Trichoderma
(gliotoxin) dan lain-lain. Isolasi fungi sering menggunakan plate count. Pada prinsip nya,
suspensi contoh tanah dalam air steril, diinokulasikan pada medium agar spesifik. Untuk
menekan pertumbuhan bakteri dan aktinomisetes yaitu dapat dengan mengasamkanmedia sampai
pH 4,0. Ini bukan berarti fungi mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi asam, tetapi
untuk mengurangi kompetitor. Selain itu juga dapat menggunakanbakteriostatik seperti penisilin,
novobiosin dan sebagainya. Sedangkan pada isolasi yeast, untuk menekan pertumbuhan bakteri
dan jamur dapat digunakan sodium propionat. Populasifungi dipengaruhi banyak faktor antara
lain oleh zat organik, anorganik, pH, kelembaban, aerasi, temperatur, musim dan komposisi
vegetasi. Komposisi vegetasi sangat mempengaruhipopulasi misalnya di daerah yang ditanami
gandum (oat) fungi yang menonjol adalah aspergillus, sedangkan penisilium paling banyak di
daerah yang ditanami jagung (corn).
1.1.3 Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :

a.

Spektrum luas (aktivitas luas) :


Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram
negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol,
tetrasiklin, dan rifampisin.
b.
Spektrum sempit (aktivitas sempit) :

Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri
gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin, kanamisin, hanya
bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap
kuman gram-negatif.

2.2 Screening Mikroba


2.2.1 Definisi Screening
Screening adalah sejenis tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik
atau mikroorganisme dalam sejumlah besar spesimen. Tes skrining relatif mudah dan tidak mahal
(peralatan yang dibutuhkan tidak terlalu rumit). Beberapa tes skrining masih dapat dilanjutkan
dengan tes lain yang lebih spesifik. (Singleton, 2001).
2.2.2 Metode Screening Untuk Berbagai Macam Asal Mikroba Penghasil Antibiotik
2.2.2.1 Screening Metabolit Sekunder (Antibiotik) Oleh Isolat Jamur Endofit
(Margino,2008)
a. Tahap Persiapan
Ranting tanaman dipotong sepanjang 1 cm. Untuk mensterilkan permukaan, potongan
ranting direndam di dalam larutan Byclean atau Chlorox 5 % selama 5 menit, diikuti dengan
perendaman dalam air steril selama 2 menit, entanol 70% selama 1 menit, dan air steril selama 2
menit. Potongan yang telah disterilkan dihilangkan ekses airnya dan selanjutnya dibelah
menbujur menjadi 2 bagian. Inokulasi dilakukan dengan cara meletakkan permukaan belahan
pada permukaan medium CMM (corn meal malt extract) agar untuk isolasi fungi atau Nutrien
agar untuk isolasi bakteri. Inkubasi dilakukan selama 4-7 hari. Koloni mikrobia diisolasi dengan
ose, selanjutnya isolat fungi dipelihara pada medium PDA miring dan isolat bakteri dipelihara
pada Nutrien agar miring sebagai kultur stok murni (Bacon, 1988; Margino, 1997).
b. Tahap Screening
Langkah pertama seleksi dilakukan dengan teknik paper disc diffusion technique,
yakni dengan jalan mencelupkan paper disc ke dalam supernatan dan hindarkan ekses air. Paper
disc yang sudah bebas ekses air diletakan pada medium yang mengandung mikrobia
indikator Bacillus subtilis, Candida albicans, dan Fusarium oxysporum f.sp. licopersicae dan
diinkubasi pada suhu kamar, selama 2 hari. Terbentuknya zona jernih di sekitar paper
disc menggambarkan adanya aktivitas penghambatan oleh senyawa antimikrobia (antibiotik)
terhadap mikroba indikator. Seleksi isolat dilakukan dengan mengkompilasi hasil uji ini. Isolat
yang memiliki nilai rasio lebih besar 4 menjadi kandidat isolat unggul.
2.2.2.2 Isolasi Dan Penapisan Aktinomisetes Laut Penghasil Antimikroba(antibiotik)
a. Tahap Persiapan

Lima gram tiap sediment laut diambil pada kedalaman rata-rata 20-50cm. Masing-masing
sampel ditempatkan pada falcon tube 15mL dan ditutup rapat. Sampel disimpan dalam ruang
dingin sebelum dilakukan proses isolasi.
Sebanyak 1 gram padatan sampel dipisahkan air lautnya dengan cara didekantir. Empat
mililiter air steril ditambahkan ke dalam sampel tersebut dan diaduk selama 10 menit dan
didiamkan sampai suspensi mengendap. Sebanyak 1 ml cairan sampel diambil dan diencerkan
dengan air steril sebanyak 4 mL. Proses pretreatment dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
cara asam dan pemanasan. Pretreatment dengan cara asam dilakukan dengan penambahan asam
klorida sampai pH 2 dan didiamkan selama 2 jam. Pretreatment dengan cara panas dilakukan
mengacu pada metode Pisano et al. (1986) yang dimodifikasi, yaitu dengan memanaskan cairan
sampel pada suhu 650C selama 60 menit.
Cairan sampel yang telah ditreatment selanjutnya diencerkan secara seri dari 10 -1 sampai
dengan 10-5. Selanjutnya 0.1 ml sampel yang telah diencerkan, di-sebarkan pada permukaan agar
media isolasi. Komposisi media agar untuk isolasi adalah sebagai berikut; 10 gr soluble starch, 2
gr pepton, 4 gr yeast ekstrak, 16 gr agar dalam 1000 mL air laut. Medium tersebut ditambahkan
juga beberapa antibiotik 100 gr/ml cy-cloheximide, 25 gr/ml nistatin, 100 gr/ml nalidic acid,
dan 5 gr/ml rifampin. Antibiotik ditambahkan setelah medium agar disterilisasi.
Inkubasi dilakukan pada suhu 300 C dalam inkubator. Koloni aktinomisetes yang tumbuh
dipisahkan dan dipindahkan ke dalam medium agar yang baru dengan menggunakan marine
agar. Pemindahan dilakukan sampai diperoleh koloni tunggal
Koloni aktinomycetes yang telah dimurnikan lalu ditumbuhkan pada medium broth
YEME selama 2 hari, dan ditransfer ke medium fermentasi dengan komposisi medium Bacto
peptone 15 gr/L, yeast extract 3 gr/L, Fe citrate n H 2O 0,3 gr/L, demin water 250mL, dan air laut
750mL. Fermentasi dilakukan selama 5 hari dengan inkubasi pada suhu 30 0C. Broth fermentasi
dikeringkan dengan freeze drying dan diekstraksi dengan metanol. Ekstrak dalam metanol siap
diuji aktivitasnya.
b.
Tahap Screening
Tahapan penapisan(screening) aktinomisetes penghasil anti-mikroba dilakukan dengan uji
antibakteri dan antijamur dengan metode kertas cakram. Mikroba uji yang biasa digunakan untuk
mengetahui
keefektifitasan
actinomycetes
adalah Eschereschia
coli, Streptococcus aereus, Pseudomonas aeroginosa, Bacillus subtilis, Aspergillus niger,
dan Candida albican. Eschereschia coli, Streptococcus aereus, Pseudomonas aeroginosa,
Bacillus subtilis ditumbuhkan pada media nutrien agar dan Aspergillus niger, dan Candida
albicanditumbuhkan pada Potato Dextrose Agar. Keduanya dilakukan dengan metode pour plate
methods.
Setelah itu, Sebanyak 15 L ekstrak sampel diteteskan dalam kertas cakram berukuran 6
mm, kemudian dikeringkan. Selanjutnya diletakkan pada permukaan agar yang telah
diinokulasikan mikroba uji. Inkubasi dilakukan pada suhu 300 C selama 24 jam. Zona bening
yang terbentuk yang menunjukkan aktivitas antimikroba yang mampu menghambat pertumbuhan
mikroba uji diukur diameternya.
Setelah terbentuknya zona bening lalu ditentukan Minimum Inhibition Concentration.
Minimum Inhibition Concentration (MIC) ditentukan dengan cara melarutkan ekstrak broth pada
berbagai konsentrasi yaitu dari konsentrasi 10.000 g/ml sampai dengan 100 g/ml. Masing-

masing konsentrasi diuji aktivitas antibakterinya menggunakan metode difusi agar. Diameter
kertas cakram yang digunakan adalah 6 mm. Zona bening yang terbentuk diukur diameternya.
Selanjutnya dibuat kurva Log [C] (kon-sentrasi) sebagai sumbu Y melawan X 2 (diameter zona
bening) sebagai sumbu X. Titik potong sumbu Y pada X=0 merupakan nilai Log MIC. Metode
penentuan MIC ini mengikuti Bonev et al., 2008 yang dimodifikasi.
2.2.2.3 Metode Screening Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Spons Jenis Aplysina sp (Devin
et al, 2012)
a.
Tahap persiapan
Spons dimasukan kedalam kantong plastik steril kemudian disimpan di dalam ice box dan
dibawa ke laboratorium. Bakteri yang terdapat pada sampel spons diinokulasi pada media NA
dengan metode agar tuang (Lay,1994). Sampel spons dihaluskan dengan menggunakan blender,
kemudian diambil sebanyak 1 gr dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml air
laut. Dilakukan pengenceran hingga konsentrasi menjadi 10 -6, Kemudian sampel diinokulasi
dengan metode agar tuang, diambil sebanyak 1 ml untuk diinokulasi pada media NA dalam
cawan petri 15 ml secara aseptik kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C di dalam inkubator
selama 2 x 24 jam. Setelah itu isolat dimurnikan yang bertujuan untuk memisahkan hasil
inokulasi yang terdiri dari banyak koloni bakteri yang berlainan jenis sehingga didapat koloni
bakteri murni pada setiap biakan bakteri. Koloni bakteri yang diambil untuk dimurnikan adalah
koloni yang dominan. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan metode streak. Setelah itu
dilakukan inokulasi bakteri uji dan bakteri yang akan diuji pada media NB sehingga diperoleh
suspensi bakteri uji dan suspensi bakteri yang akan diuji (Nofiani et al. 2009).
b.
Tahap screening
Bakteri uji yang digunakan harus mewakili bakteri gram positif dan gram negatif.
Suspensi bakteri uji diambil sebanyak 200 l dan dimasukan kedalam 15 ml NA yang mulai
mendingin namun masih cair kemudian dikocok hingga merata dan dituangkan ke cawan petri
kemudian dibiarkan hingga membeku. Setelah membeku letakkan kertas cakram yang telah
dibasahi dengan suspensi bakteri spons yang akan diuji kemudian diinkubasi selama 24 jam,
setelah diinkubasi dilihat apakah terdapat zona bening disekitar koloni bakteri yang diuji yang
tumbuh disekitar kertas cakram. Jika terdapat zona bening maka bakteri tersebut menghasilkan
senyawa bioaktif sebagai antibakteri (Nofiani et al. 2009).
2.2.2.4. Metode Screening Kapang Endofit Dari Tumbuhan Berkasiat Obat Yang
Berpotensi Sebagai Antibiotik Untuk E.Coli Dan Staphylococcus aureus(Melliawati dan
Harni, 2009)
Kapang endofit yang digunakan berasal dari tumbuhan berkhasiat obat Seleksi kapang
endofit penghasil senyawa antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar padat (Diffusion
Agar Plate Method). Bakteri uji sebanyak 1 mL diinokulasikan ke dalam cawan Petri dan
tambahkan medium Nutrient agar cair yang tidak terlalu panas sebanyak 15 ml kemudian
dihomogenkan dengan cara digoyang dan dibiarkan sampai dingin. Setelah medium padat,
potongan kapang endofit (berdiameter 6 mm) yang akan diseleksi ditempelkan diatas permukaan
medium, selanjutnya diinkubasikan selama 2-3 hari pada suhu kamar (28- 300C). Pengamatan

dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat di sekitar kapang endofit . Luas zona hambat
dihitung dengan rumus dalam Sukara et al., (1992).
2.2.2.5 Metode Skrining Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Sebagai
Penghasil Senyawa Antimikroba(Abubakar et al, 2011)
a.
Tahap Persiapan
Spons Jaspis sp. diambil menggunakan pisau steril dengan ukuran panjang sampel 510
cm Sampel kemudian dimasukkan ke dalam plastik sampel (Whirl-Pak, Nasco, USA) yang telah
diisi oksigen murni, selanjutnya ditempatkan dalam cool box untuk analisis di Laboratorium.
Setelah itu dilakukan Isolasi bakteri dari sampel spons tersebut. Permukaan sampel spons
disemprot air laut steril dengan perbandingan ukuran spons 1 cm2 : 5 ml air laut steril, sehingga
hanya bakteri dengan daya gabung yang kuat saja yang akan tersampling. Bagian mesohil
diambil dengan ukuran + 1x1 cm, digerus dan diencerkan dengan Phospat Buffer Saline (PBS)
steril dengan perbandingan 1:1 (Kim et al., 2006). Isolasi bakteri dari permukaan luar
menggunakan swab steril (Wahl et al., 1994), yang diusapkan dengan satu arah pada permukaan
luar spons.Swab steril yang telah diusapkan pada permukaan sampel dimasukkan ke dalam
tabung pengenceran yang berisi PBS steril dan divorteks . Hasil pengenceran disebar ke dalam
cawan petri yang telah berisi media Sea Water Complit (SWC) dengan komposisi 1 liter media
terdiri dari 5 gr/l bacto pepton, 1 gr/l yeast extractdan 3 ml/l glycerol, dan diinkubasi pada suhu
26oC selama 24-36 jam dan diamati pertumbuhan koloni bakterinya. Setiap koloni bakteri yang
tumbuh dipisahkan berdasarkan warna, ukuran dan bentuk koloni, serta dimurnikan dengan
menggunakan media yang sama.
b.
Tahap Screening
Screening dilaksanakan dengan pengujian aktivitas antagonis terhadap bakteri dan
khamir patogen dilakukan secara kualitatif modifikasi Marinho et al., 2009, dengan menggores
Isolat pada permukaan media yang telah disebar dengan bakteri uji. Bakteri uji yang digunakan
terdiri dari bakteri gram negatif yaitu Escherichia coli, Pseudomonas aerogenosa patogen
manusia serta bakteri Gram positif yaituStaphylococcus aureus patogen dan S. aureus .
Penguiian aktivitas antikhamir menggunakan khamir ujiCandida albicans yang ditumbuhkan
pada media Potato Dextrose Agar (PDA). Aktivitas antagonis terhadap bakteri dan khamir
diindikasikan dengan terbentuknya zona jernih disekitar koloni isolat murni.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Antibiotik secara umum didefinisikan sebagai bahan yang diproduksi oleh mikroorganisme,
hewan atau tumbuhan yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain.
2. Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes dan fungi
3. Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya yaitu ada spektrum luas dan spektrum
sempit
4. Screening merupakan sejenis tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik atau
mikroorganisme dalam sejumlah besar spesimen

5. Metode screening tiap tiap sampel mikroba penghasil antibiotik berbeda beda seperti
penggoresan isolt dan metode yang menggunakan kertas cakram
3.2 Saran
Perhatikan tahap tahap sebelum screening mikroba karena pada ini juga menentukan
berhasil atau tidaknya dari screening mikroba. Selain itu isolat bakteri uji harus dalam keadaan
baik sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pembacaan zona hambat.

DAFTAR PUSTAKA
Abu bakar et al, 2011. Skrining Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons Jaspis sp. Sebagai Penghasil
Senyawa Antimikroba. ILMU KELAUTAN. Vol. 16 (1) 35-40

Anonim.2012. 95 Persen Bahan Baku Obat


Diimpor.http://health.kompas.com/read/2012/03/10/07462576/95.Persen.Bahan.Baku.Obat.
Diimpor. Diakses tanggal 15 mei 2014
Defin et al, 2012. Penapisan Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons Jenis Aplysina sp sebagai
Penghasil Antibakteri dari Perairan Pulau Tegal Lampung. Sumatera selatan. Universitas
sriwijaya, Palembang
DiSalvo R. 2002 . Salicylic Acid. The Chemistry And Manufacture Of Cosmetics. Volume III .Edited
by M.L. Schlossman . Washington : Making Cosmetic Inc.
Hugo.2004. Pharmaceutical Microbiology seventh edition. Blackwell science: UK
Kim, T.K., Hewavitharana, A.K., Shaw, P.N., & Fuerst, J.A. 2006.Discovery of a new source of
rifamycin antibiotics in marine sponge actinobacteria by phylogenetic prediction. Appl. Environ.
Microbiol., 72: 21182125
Lay. B. W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 167 hlm.
Margino, S., 1997. "Tropical bioresources consevation for production useful materials". Training
report. November 2-14 1997. Lab. Of Bioscience and Biochemistry, Faculty of Agriculture,
Hokkaido University, Sapporo, Japan Bacon, F. W., 1988. Procedur of Isolating the Endophytes
from Tall Fescue and Screening Isolates for Ergot Alkaloids. Appl. Environ. Microbiol., 54:26152618

Margino, Sebastian. 2008. Produksi metabolit sekunder (antibiotik) oleh isolat jamur endofit
Indonesia.Majalah Farmasi Indonesia, 19(2), 86 94, 2008
Marinho, P.R., Paula, A., Moreira, B., Lcia, F., Costa,P., & Muricy, G. 2009. Marine Pseudomonas
putida: a potential source of antimicrobialsubstances against antibiotic-resistant bacteria.Mem.
Inst. Oswaldo Cruz., 104: 678-682
Nofiani. R, Nurbetty. S, Sapar. A. 2009. Aktifitas Antimikroba Ekstrak Metanol Bakteri Berasosiasi
Spons Dari Pulau Lemukutan Kalimantan Barat. Universitas Tanjung Pura: Pontianak.
Paustian T. 1999. Microbiology and bacteriologi. The World of microbes Streptomyces.
Available at : http://www.bact.wisc.edu / Microtextbook / index.php.
Pisano. M. A., Michael. J.S., & Madelyn. M.L., 1986. Application of pretreatments for the isolation of
bioactive actinomycetes from marine sediments. Appl Microbiol. Biotechnol 25:285-288
Sukara E, Melliawati, R., & Saono,.S. 1992. Amylases production from Cassava by an indigenous
yeast. J. Sci. Tech. Develop 9: 157-168.
Sunaryanto et al. 2009. Isolasi Dan Penapisan Aktinomisetes Laut Penghasil Antimikroba. vol. 14 (2) :
98-101 Wahl, M., Jensen, P.R., Fenical, W.1994. Chemical control of bacterial epibiosis on
Ascidians. Mar. Ecol. Prog. Ser., 110: 4557.
Waites,M.J., Neil,M, John,S.R.,dan Gary,H. 2008.Industrial Microbiology : A Introduction.
Science.London,UK.

Blacwell

You might also like