Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Infark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan
jantung adalah suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung
terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian. Infark miokard sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak tanpa ada keluhan
sebelumnya.
Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner.
Terjadinya trombus disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan trombus dan trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark
tergantung pada arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral. Oklusi arteri
koronaria bisa juga tidak sampai menimbulkan infark bila daerah yang diperdarahi
arteri yang oklusi tersebut mendapat pasokan oleh kolateral pembuluh arteri
lainnya. Namun demikian penderita dengan IMA hendaknya segera mendapat
pertolongan oleh karena angka kematian sangat tinggi, terutama dalam jam-jam
pertama serangan.
Faktor yang mempermudah terjadinya IMA antara lain:merokok,
hipertensi, obesitas. Di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir IMA lebih sering
ditemukan, apalagi dengan adanya fasilitas diagnostik dan unit-unit perawatan
penyakit jantung koroner yang semakin tersebar merata. Kemajuan dalam
pengobatan IMA di unit perawatan jantung koroner intensif berhasil menurunkan
angka kematian IMA.
Serangan infark miokard biasanya akut, dengan rasa sakit seperti
angina,tetapi tidak seperti angina dengan rasa penekanan yang luar biasa pada
dada atau perasaan akan datangnya kematian. Bila pasien sebelumnya pernah
mendapat serangan angina,maka ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari
serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Juga, kebalikan dengan angina
yang biasa, infark miokard akut terjadi sewaktu pasien dalam keadaan istirahat
,sering pada jam-jam awal dipagi hari. Infark miokard akut dapat menimbulkan
berbagai komplikasi antara lain gangguan irama dan konduksi jantung, syok
NAMA PASIEN
: Tn.R
JENIS KELAMIN
: Laki-laki
UMUR
: 73 tahun
ALAMAT
ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama
: Tn.R
Umur
: 73 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Rt.03 Lemba
Keluhan Utama :
Nyeri dada 5 hari yang lalu
RPS {Riwayat Penyakit Sekarang )
Sejak 5 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri dada. Nyeri dada terjadi secara
mendadak saat pasien sedang istirahat dikebunnya. Nyeri dirasakan di dada
sebelah kiri seperti rasa terbakar dan menjalar sampai ke punggung. Nyeri dada
berlansung lebih dari 2 jam. Nyeri dada ini membuat pasien mengalami kesakitan
hebat, sehingga pasien mengalami rasa lelah, pandangan menjadi kunang-kunang,
serta berkeringat hingga pasien pinsan di kebun tersebut. Setelah pinsan keluarga
lansung membawa pasien ke rumah bidan terdekat. Di tempat bidan tersebut
pasien sadar namun pasien masih merasa nyeri dada yang semakin hebat dan
disertai dengan rasa mual dan muntah. Dari tempat bidan pasien lansung dibawa
ke RS bangko dan mendapatkan perawatan di RS B selama 4 hari. Selama
perawatan di RS B pasien merasa nyeri hilang timbul, saat nyeri timbul pasien
merasakan cemas, dan mual.
Setelah 4 hari perawatan, pasien dirujuk ke RS Rd.Mattaher, disini pasien masih
mengalami nyeri dada, sesak nafas (+), mual (-), muntah (-), demam (-), nyeri ulu
hati (-).
Saat dilakukan pemeriksaan (2 hari SMRS Rd.Mattaher) pasien hanya mengeluh
batuk. Nyeri dada (-), sesak nafas (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), batuk
(+), BAK lancar, BAB lancar.
Riwayat Hipertensi (+) sejak 4 tahun yang lalu, pasien tidak rutin
kontrol dan minum obat tidak teratur
Riwayat DM (-)
B. Pemeriksaan Fisik
Nama
: Tn.R
Umur
: 73 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: Petani
Alamat
: Rt.03 Lemba
: 36,5 C
Nadi
: 58 x/i
B. Pernafasan
: reguler
frekuensi : 35 x/i
C. Tinggi Badan
: 160 cm
Berat badan : 55 kg
D. Keadaan umum :
Baik
E. Keadaan Sakit
Sedang
Ringan
Sedang
: (+)
: Thorako Abdominal
Buruk
Buruk
F. Sianosis
: Tidak ada
Dispenue
G. Edema Umum
: Tidak ada
H. Dugaan umur
: 73 tahun
I. Habitus
: Astenikus
J. Cara berjalan
: (Pasien berbaring)
KULIT
Warna
: sawo matang
Efioresensi
: Tidak ada
Pigmentasi
Jaringan parut
Keringat
: Sesuai
: Tidak ada
Turgor
: Normal
: Tidak ada
Ikterus
: Tidak ada
Suhu
: 36,5 C
Edema
Lain-lain
: (-)
: Tidak ada
KELENJAR
KEPALA
:(-)
Submental
:(-)
Jugularis Superior
:(-)
:(-)
Ekspresi muka
: sesuai
Deformitas
Simetri muka
: simetri
Rambut
: Tidak ada
Lensa
: Keruh
Fundus
:Tidak
: Normal
dilakukan
Kelopak
: Normal
Visus
: koreksi sama
dengan pemeriksa
Conjungtiva
: anemis(-/-)
Sklera
: ikterik (-/-)
TELINGA
Kornea
Pupil
Tophi
: Tidak ada
Lubang
: serumen (+)
Pendengaran
: Cukup baik
Cairan
: Tidak ada
Lain-lain
: (-)
HIDUNG
MULUT
Bagian luar
: Deformitas (-)
Septum
: deviasi (-)
Penyumbatan
: (-)
Ingus
: Tidak ada
Pendarahan
: (-)
Bibir
: sianosis (-)
Gigi geligi
: Caries (-)
Platum
Gusi
: Hiperemis (-)
Selaput Lendir
: stomatitis (-)
Lidah
: kotor (-)
: menutup
Atrofi (-)
Basah (+)
FARING
Tonsil
Lain-lain
: (-)
LEHER
Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: Tidak ada
Pembuluh darah
DADA
Bentuk
: Normal
Buah dada
: nodul ( - ), nyeri ( - )
PARU PARU
Inspeksi :
Dalam pernafasan
: Takipnea
Jenis pernafasan
: Thorako abdominal
Lain lain
Palpasi
: (-)
: ( Fremitus )
Kiri
Kanan
Perkusi
: Sonor
Kanan
Auskultasi
JANTUNG
Kiri
Kanan
Luas
: 2 cm
Lain lain
:(-)
Luas
: 2 cm
Kuat angkat
: kuat angkat
Lain lain
:(-)
Kanan
Atas
:(-)
Irama jantung
murmur (-)
Frekuensi
: 58 x/i
M1
A2 P2
: A2 sama dengan P2
Irama medua
: Tidak ada
M2
Bising :
Tempat
: tidak ada
Arah menjalar
: (-)
Terjelas pada
: (-)
pengaruh letak
: (-)
Saat
: (-)
Derajat
: (-)
Pengaruh pernafasan : ( - )
Pembuluh darah
A. Temportalis
: teraba
A. Femoralis
tidak
dilakukan
A.Carotis
: teraba
A. Poplitea
: teraba
A.Brachialis
: teraba
A.Radialis
: teraba
A, Dorsalis pedis
: teraba
PERUT
Inspeksi
Palpasi
Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
: Tidak teraba
Lain lain
: (-)
Perkusi
: BU (+) normal
PUNGGUNG
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor ka/ki
Gerakan
Lain-lain
:(-)
:(-)
ALAT KELAMIN :
Laki-laki
: Tidak dilakukan
TANGAN :
Warna
: sianosis (-)
Tremor
: tidak
ada
Ujung jari
: Normal
: Normal
Lain lain
:(-)
Luka
: tidak ada
Varices
: tidak ada
Otot
: Normal
Sendi
: nyeri (-)
Gerakan
: Normal
Kekuatan
: Normal 5/5
suhu raba
: afebris
Edema
: tidak ada
Lain-lain
Fisiologik
: Normal
Kiri : Normal
Kanan : Normal
Patologik
: tidak ada
kiri
Kuku
:(-)
REKLEKS URAT
: tidak ada
11
SENSIBILITAS :
Pemeriksaan halus
: Sensibilitas sakit ( + )
Sensibilitas Raba ( + )
Sensibilitas suhu : Tidak Dilakukan
HASIL
10,9
3,61
11,3
30,6
171
0.113
85
31,2
36,8
15,7
6.6
12.6
13,8
6,7
79,5
SATUAN
103/mm3
106/mm3
g/dl
%
103/mm3
%
m3
Pg
g/dl
%
m3
%
%
%
%
NILAI NORMAL
3.5-10.0
3.80-5.80
11.0-16.5
35.0-50.0
150-390
0.100-0.500
80-97
26.5-33.5
31.5-35
10-15
6.5-11
10-18
17-48
4.0-10.0
43.0-76.0
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
3.7
215
111
g/dl
U/L
U/L
3.5-5.5
<40
<41
9.2
60.7
1.4
mg/dl
mg/dl
mg/dl
3.5-7.2
15-39
0.9-1.3
12
Faal Lemak
Kolesterol
Trigliserida
HDL
LDL
161
105
56
84
mg/dl
mg/dl
mg/dl
mg/dl
<200
<150
>34
<120
Gula Darah
Gula Darah
Sewaktu
Troponin I
114
(+) Positif
mg/dl
<200
Negatif
SATUAN
mmol/L
mmol/L
mmol/L
mmol/L
NILAI NORMAL
135-148
3.5-5.3
98-110
1.12-1.23
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
803
UI/L
24-167
75
UI/L
2-24
HASIL
133.39
4.06
94.54
1.27
13
Interpretasi :
Irama
: Sinus
HR
: 42 x/menit
Axis
: Normoaxis
Gel P
: 0,08 detik, positif di sadapan II
PR interval : tidak ada
QRS kompleks : 0,08 detik
ST segmen
: Elevasi di lead II, III, aVF. Depresi di lead V2, V3 dan aVL
Kesan
E. Rontgen Thorak
14
F. Diagnosa kerja
-
Primer
: :
Angina pectoris
Perikarditis akut
Aspilet 1x80 mg
Laxadin 2x 2 Cth
Clopidogrel 1x75 mg
Alprazolam 1x0,5
Allupurinol 3x100 mg
I. Rencana Pemeriksaan Penunjang lainnya:
15
Echocardiografi
J. Prognosis
Quo at vitam
: Dubia ad malam
16
Ruangan : ICCU
Bangsal : -
Keluhan tambahan
Sejak 5 hari yang lalu pasien mengeluh nyeri dada. Nyeri dada terjadi
secara mendadak saat pasien sedang istirahat dikebunnya. Nyeri dirasakan di
dada sebelah kiri seperti rasa terbakar dan menjalar sampai ke punggung.
Nyeri dada berlansung lebih dari 2 jam. Nyeri dada ini membuat pasien
mengalami kesakitan hebat, sehingga pasien mengalami rasa lelah,
pandangan menjadi kunang-kunang, serta berkeringat hingga pasien pinsan di
kebun tersebut. Setelah pinsan keluarga lansung membawa pasien ke rumah
bidan terdekat. Di tempat bidan tersebut pasien sadar namun pasien masih
merasa nyeri dada yang semakin hebat dan disertai dengan rasa mual dan
muntah. Dari tempat bidan pasien lansung dibawa ke RS bangko dan
mendapatkan perawatan di RS B selama 4 hari. Selama perawatan di RS B
pasien merasa nyeri hilang timbul, saat nyeri timbul pasien merasakan cemas,
dan mual.
Setelah 4 hari perawatan, pasien dirujuk ke RS Rd.Mattaher, disini
pasien masih mengalami nyeri dada, sesak nafas (+), mual (-), muntah (-),
demam (-), nyeri ulu hati (-).
17
Riwayat Hipertensi (+) sejak 4 tahun yang lalu, pasien tidak rutin
kontrol dan minum obat tidak teratur
Riwayat DM (-)
18
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
803
UI/L
24-167
75
UI/L
2-24
19
20
HASIL
SATUAN
NILAI NORMAL
803
UI/L
24-167
75
UI/L
2-24
d. EKG
Sinus bradikardi, STEMI Inferior dan AV block derajat III
9. Diagnosis berdasarkan nomor 8 diatas :
Diagnosa kerja
-
Primer
:-
Diagnosa Differensial
Aspilet 1x80 mg
Laxadin 2x 2 Cth
Clopidogrel 1x75 mg
Alprazolam 1x0,5
Allupurinol 3x100 mg
21
11.
Prognosis :
Quo at vitam
: Dubia ad malam
22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus
atau embolus.1 Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena
trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh
embolus, trombus atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat
disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan
oleh aterosklerosis dan vaskulitis.
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis
sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria
35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan.
23
kiri. Arteri
desendens
anterior
kiri
berjalan
pada
sulkus
24
25
Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah,
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner
meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum
usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik.1-3 Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial,
konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik.1
Wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih
lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan
dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki
ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai
menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga
karena adanya efek perlindungan estrogen. 2
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit
jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan
bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140
mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi,
maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen
yang tersedia.1,4,5
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar
50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di
26
dan
anti-proliferasi.
Sebaliknya,
disfungsi
endotel
justru
27
28
menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark
miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena
dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan
kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner .2
Infark
miokard
dapat
bersifat
transmural
dan
subendokardial
29
tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin.4
Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit
meningkat.Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang
dipompa jantung. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark
miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering
dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari.
Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal. 4
Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang
melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar
pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung.
Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi
ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction
rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI.4
3.5. Diagnosis
Diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu :1,2,5
1. Adanya nyeri dada
2. Perubahan elektrokardiografi (EKG)
3. Peningkatan petanda biokimia.
Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner
menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi
segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang
menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka
tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi
segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI.1,2,5
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang
interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran
30
limfatik. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan
protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut
antara lain aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine
kinase isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III),
myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard.4
EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard
Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard
ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik.
Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada
daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan
abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus
infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal.
Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau
tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya 0,04 detik. Namun
hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena
normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam.1,2
Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara
sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada
akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial
yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda
diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam
potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga
terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury
oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan
gambaran ST depresi.1,2
Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi
lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T
bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik
31
32
33
troponin pada otot skeletal dalam hal komposisi imunologis, sedangkan struktur
troponin C pada otot jantung dan skeletal identik..2,4,5
Cardiac troponin T (cTnT) berada dalam miosit dengan konsentrasi yang
tinggi pada sitosol dan secara struktur berikatan dengan protein. Sitosol, yang
merupakan prekursor tempat pembentukan miofibril, memiliki 6% dari total
massa troponin dalam bentuk bebas. Sisanya (94%), cTnT berikatan dalam
miofibril. Dalam keadaan normal, kadar cTnT tidak terdeteksi dalam darah
(Rottbauer, 1996). Keberadaan cTnT dalam dara h diawali dengan keluarnya
cTnT bebas bersamaan dengan sitosol yang keluar dari sel yang rusak.
Selanjutnya cTnT yang berikatan dengan miofibril terlepas, namun hal ini
membutukan waktu lebih lama.1,4
Karena pelepasan cTnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar
cTnT pada infark miokard memiliki 2 puncak (bifasik). Puncak pertama
disebabkan oleh keluarnya cTnT bebas dari sitosol. Puncak kedua terjadi karena
pelepasan cTnT yang terikat pada miofibril. Oleh sebab itu, pelepasan cTnT
secara sempurna berlangsung lebih lama, sehingga jendela diagnostiknya lebih
besar dibanding pertanda jantung lainnya. 1,4
Berat dan lamanya iskemia miokard menentukan perubahan miokard yang
reversible atau irreversible. Pada iskemia miokard, glikolisis anaerob dapat
mencukupi kebutuhan fosfat energi tinggi dalam waktu relatif singkat.
Penghambatan proses transportasi yang dipengaruhi ATP dalam membran sel
menimbulkan pergeseran elektrolit, edema sel dan hilangnya integritas membran
sel. Dalam hal kerusakan sel ini, mula-mula akan terjadi pelepasan protein yang
terurai bebas dalam sitosol melalui transpor vesikular. Setelah itu terjadi difusi
bebas dari isi sel ke dalam interstisium yang mungkin disebabkan rusaknya
seluruh membran sel. Peningkatan kadar laktat intrasel disebabkan proses
glikolisis. pH intrasel menurun dan kemudian diikuti oleh pelepasan dan aktifasi
enzim-enzim proteolitik lisosom. Perubahan pH dan aktifasi enzim proteolitik
menyebabkan disintegrasi struktur intraseluler dan degradasi protein terikat.
Manifestasinya adalah jika terjadi kerusakan miokard akibat iskemia, cTnT dari
sitoplasma dilepaskan ke dalam aliran darah. Keadaaan ini berlangsung terus
34
menerus selama 30 jam sampai persediaan cTnT sitoplasma habis. Bila terjadi
iskemia yang persisten, maka sel mengalami asidosis intraseluler dan terjadilah
proteolisis yang melepaskan sejumlah besar cTnT terikat ke dalam darah. Masa
pelepasan cTnT ini berlangsung 30-90 jam, lalu perlahan-lahan kadarnya turun.
Peningkatan kadar cTnT terdeteksi 3-4 jam setelah jejas miokard. Kadar
cTnT mencapai puncak 12-24 jam setelah jejas (Samsu, 2007).Peningkatan terus
terjadi selama 7-14 hari (Ramrakha, 2006).cTnT tetap meningkat kira-kira 4-5
kali lebih lama daripada CKMB. cTnT membutuhkan waktu 5-15 hari untuk
kembali normal. Diagnosis infark miokard ditegakkan bila ditemukan kadar cTnT
dalam 12 jam sebesar 0.03 g/L, dengan atau tanpa disertai gambaran iskemi
atau infark pada lembaran EKG dan nyeri dada.4
3.6 Tatalaksana IMA
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST mengacu pada data-data dari evidence
based berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembang
ataupun konsensus dari para ahli sesuai pedoman (guideline).2
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat,
menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi
yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat
penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana IMA
dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi
perlu disesuaikan dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan
kemampuan ahli yang ada.2
3.6.1 Tatalaksana awal
3.6.1.1 Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan
adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset
gejala dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama
tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain: 2,6
a. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
35
2.
3.
4.
Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
36
Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <
0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50
mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam. 2,6
pasien
memerlukan
sedasi
selama
perawatan
untuk
narkotik
untuk
menghilangkan
rasa
nyeri
sering
37
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi
fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI
dapat dicapai dalam 90 menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting
terhadap luas infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolitik dalam
menghancurkan trombus tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan
dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam pertama) dapat menghentikan infark
miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.
Jika terapi reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi
risiko perdarahan dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk
memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus
mempertimbangkan manfaat dan risiko. Adanya fasilitas kardiologi intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan.
Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan
perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut.
PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang
tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang
yang lebih baik.2,6 PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik
(terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah
ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan kurang
mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih mahal dalam hal
personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana,
hanya di beberapa rumah sakit.2,6
Fibrinolitik
38
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door
to needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi. Tujuan utamanya
adalah merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam
obat fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,
tenekteplase (TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi
plasminogen menjadi plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin. 2,6
Aliran di dalam arteri koroner yang terlibat digambarkan dengan skala kualitatif
sederhana dengan angiografi, disebut thrombolysis in myocardial infarction
(TIMI) grading system :
1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vaskular distal.
3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke arah distal
tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan aliran arteri normal.
4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark
dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 karena perfusi penuh pada
arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri, dan menurunkan
laju mortalitas. Selain itu, waktu merupakan faktor yang menentukan dalam
reperfusi, fungsi ventrikel kiri, dan prognosis penderita. Keuntungan ini lebih
nyata bila streptokinase diberikan dalam 6 jam pertama setelah timbulnya gejala,
dengan anjuran pemberian streptokinase sedini mungkin untuk mendapatkan hasil
yang semaksimal mungkin.7
Indikasi terapi fibrinolitik :2
Kelas I :
1. Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolitik harus dilakukan pada
pasien STEMI dengan onset gejala < 12 jam dan elevasi ST > 0,1 mV pada
minimal 2 sandapan prekordial atau 2 sandapan ekstremitas
39
40
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar
(<3 minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya
atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko
perdarahan.
Obat Fibrinolitik
1)
2)
3)
4)
41
Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya
sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan. Perdarahan
diklasifikasikan oleh American College of Surgeons' Advanced Trauma Life
Support (ATLS) menjadi: 10
-
Kelas I : melibatkan hingga 15% dari volume darah, tidak ada perubahan
dalam tanda-tanda vital dan tidak diperlukan resusitasi cairan.
Kelas III : melibatkan hilangnya 30-40% dari volume sirkulasi darah yang
ditandai penurunan tekanan darah pasien, peningkatan denyut jantung,
hipoperfusi perifer (syok). Resusitasi cairan dengan kristaloid dan
transfusi darah biasanya diperlukan.
42
U/jam).
Activated
partial
thromboplastin
time
selama
terapi
43
44
45
3. TIMI risk score adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI
yang mendapat terapi fibrinolitik.
46
BAB IV
ANALISA KASUS
47
Pada kasus ini, seorang pasien laki-laki berusia 73 tahun dengan keluhan
nyeri dada. Nyeri dada terjadi secara mendadak saat pasien sedang istirahat
dikebunnya. Nyeri dirasakan di dada sebelah kiri seperti rasa terbakar dan
menjalar sampai ke punggung. Nyeri tidak dapat ditunjuk dengan satu jari. Nyeri
dada berlansung lebih dari 2 jam. Nyeri dada ini membuat pasien mengalami
kesakitan hebat, sehingga pasien mengalami rasa lelah, pandangan menjadi
kunang-kunang, serta berkeringat hingga pasien pinsan di kebun tersebut. Setelah
pinsan keluarga lansung membawa pasien ke rumah bidan terdekat. Di tempat
bidan tersebut pasien sadar namun pasien masih merasa nyeri dada yang semakin
hebat dan disertai dengan rasa mual dan muntah. Dari tempat bidan pasien
lansung dibawa ke RS bangko. Pasien dirawat di RS bangko selama 4 hari
kemudian dirujuk ke RS Rd.Mattaher Jambi.
Penyakit pada usia lanjut berbeda tampilan dan perjalanan alamiahnya
dibanding penyakit pada golongan populasi muda. Pada populasi muda setiap
penyakit pada satu organ yang disebabkan oleh agen tertentu akan memberikan
gejala dan tanda yang khas bagi penyakit dan organ yang bersangkutan. Pada
populasi usia lanjut hal tersebut tidak bisa dilakukan, karena gejala dan tanda yang
timbul adalah tidak khas dan menyelinap, karena merupakan akibat dari berbagai
keadaan penurunan fisiologik dan berbagai keadaan patologik yang bercampur
menjadi satu ditambah lagi dengan adanya pengaruh lingkungan dan sosialekonomi serta gangguan psikis. Oleh karena itu untuk mendiagnosis kelainan atau
penyakit yang ada perlu diadakan analisis multidimensional, yang mencakup
bukan saja keadaan fisik, tetapi juga keadaan psikis, sosial, dan lingkungan dari
penderita.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak lemah,
terpasang nasal kanul oksigen 4 L/menit, infus RL. TD: 110/70 mmHg, RR:35
x/menit (takipnea) , N: 58 x/menit (bradikardi), regular, isi dan tegangan cukup, T:
36,5oC (aksiler).
Dari hasil anamnesis keluhan nyeri dada sebelah kiri yang tidak berkurang
dengan beristirahat serta pemeriksaan EKG didapatkan ST Elevasi di lead II, III,
dan aVF, serta interval PR yang tidak ada. Dari pemeriksaan laboratorium disertai
48
peningkatan CK: 803 dan CKMB : 78, troponin : positif. Pasien didiagnosis
mengalami STEMI inferior dan AV Block derajat I
STEMI (ST-elevation Myocardial Infarct) terjadi ketika aliran darah menurun
tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner. Perkembangan perlahan dari
stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut
dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi
jika arteri koroner tersumbat cepat dan mendadak. Nyeri dada penderita infark
miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama
serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin.
Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat
menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus
yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang
sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan
kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang
beristirahat. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat
dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal
ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun
tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya
terasa dingin.
Pada pasien ini terdapat nyeri dada sebelah kiri (+) yang terasa seperti
terbakar, dijalarkan ke bahu kiri dan punggung, tidak membaik bila
beristirahat.Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu, control
dan berobat tidak teratur.
Penatalaksanaan awal pasien ini saat tiba di IGD adalah memberikan
penanganan terhadap kegawatdaruratan STEMI yaitu dengan memberikan
oksigenasi nasal kanul 4 lpm,Infus RL 20 tetes/menit, injeksi ranitidine 2x1
ampul, injeksi arixtra 1x1. Dan terapi peroral: ISDN 3x5 mg, Clopidogrel 1x75
mg, Aspilet 1x80 mg, Mucogard Syr 3x1C, Laxadin Syr 2x2 Cth, dan Alprazolam
1x0,5 mg. Pasien selanjutnya dirawat diruang ICCU.
49
DAFTAR PUSTAKA
50
51