You are on page 1of 2

Sumber:

Adams, G. L., Boies, L. R., & Higler, P. A. (2006). BOIES: Buku Ajar Penyakit THT (6 ed.). Jakarta: EGC.

Polip hidung yang secara khas berasal dari meatus media dapat pula berpangkal langsung
dari konka, septum, atau meatus superior. Polip mukoid jinak pada hidung sering kali
dihubungkan dengan alergi hidung. Dapat terjadi pada anak-anak namun lebih sering ditemukan
pada orang dewasa. Karena menyumrbat jalan napas, polip sering kali dirasakan sangat
mengganggu.
Setelah lesi penyumbat diidentifikasi sebagai polip jinak, maka lesi tersebut dapat
diangkat. Pasien harus diperingatkan, bahwa polip dapat kembali kambuh bilamana ada alergi,
sehingga polip perlu berkali-kali diangkat selama hidup. Namun, dengan memberi perhatian
pada gangguan alergi mendasari, maka laju rekurensi cenderung lebih lambat. Polip umumnya
berasal dari penonjolan keluar dari mukosa yang menutup sinus maksilaris atau etmoidalis.
Pembesaran mukosa yang makin bertambah tersebut, membentuk massa yang bundar, lunak,
basah, seringkali gelatinosa dan terkadang seperti berdaging, atau terkadang berbentuk kantung
yang terisi serum, yang melekat pada suatu pedikel sempit yang semakin lama semakin panjang,
menjulur mulai dari sinus, melalui ostium, sampai ke rongga hidung. Polip umumnya berwarna
kekuningan atau biru keabuan, namun kadang-kadang menjadi merah akibat iritasi lokal atau
infeksi sekunder. Namun apa yang tampaknya seperti polip, tidak selalu polip. Bila polip hanya
ditemukan pada satu sisi, maka perlu dipertirnbangkan suatu infeksi unilateral setempat pada
hidung atau sinus atau bahkan benda asing dalam hidung. Pada anak balita dan usia sekolah,
mukovisidosis dengan perubahan-perubahan pada hidung harus diikutkan dalam diagnosis
banding. Polip hidung, yaitu suatu pseudotumor, harus dibedakan dari neoplasma jinak ataupun
ganas; meskipun jarang, tumor-tumor ini jangan terluputkan. Ahli bedah yang menggunakan
pengait hidung untuk mengangkat suatu angiofibroma juvenil dari nasofaring yang tampaknya
seperti polip, dapat mencetuskan suatu perdarahan hebat. Lesi yang paling sulit dibedakan
dengan polip hidung jinak sejati adalah daerah-daerah degenerasi polipoid pada mukosa, paling
sering ditemukan pada bagian anterior konka inferior dan media yang membengkak. Diferensiasi
dan identifikasi dipermudah dengan menggunakan semprot hidung dekongestan, seperti larutan
efedrin 1 persen atau Neo-Synephrine 0,25 persen. Yang lebih baik adalah larutan kokain 4
persen, karena selain bekerja sebagai dekongestan, juga mempunyai efek anestesia. Selanjutnya
gunakan suatu penyedot hidung, tidak hanya untuk menyedot sekret guna mempermudah

inspeksi, namun juga digunakan untuk palpasi lesi jaringan lunak. Meskipun dapat sedikit
bergerak, mukosa polipoid mempunyai perlekatan sesil pada konka dengan tulang yang relatif
keras pada pusatnya, sedangkan polip sejati dapat bergerak bebas pada pedikelnya.
Sebelum polipektomi hidung dilakukan, perlu diberikan premedikasi dan anestesia topikal
memadai. Kawat pengait kemudian dilingkarkan pada tangkai polip tanpa perlu diikatkan eraterat, kemudian polip dengan tangkai dan dasar pedikel seluruhnya ditarik bersamaan (Gambar 1).
Infeksi sinus akibat tangkai polip yang menyumbat ostium, biasanya mereda lebih cepat setelah
polipektomi. Jika polip kembali kambuh dan disertai sinusitis rekurens, mungkin terdapat
indikasi koreksi bedah terhadap penyakit sinus. Konka yang hipertrofi mungkin memerlukan
kauterisasi, bedah beku (cryosurgery), atau reseksi panial guna menciptakan jalan napas yang
memadai. Pembedahan demikian harus secara konservatif gunaa mencegah rinitis atrofik.
(Adams, Boies, & Higler, 2006)

Gambar 1. Polipektomi hidung. Suatu pengait digunakan untuk menjerat dan menarik polip.

You might also like