Professional Documents
Culture Documents
Dibimbing Oleh :
dr. Shofia Agung Priyatno, SpB, MSi.Med
Disusun Oleh :
Asiah
(1320221137)
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus
Carsinoma Duktus Mammae Sinistra
Disusun oleh :
Asiah
1320.221.137
Pembimbing
Mengesahkan :
Koordinator Kepaniteraan Ilmu Bedah
KATA PENGANTAR
Ambarawa,
Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
COVER ...............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................
Anamnesa ..............................................................................................
Pemeriksaan Penunjang............................................................................... 9
Diagnosis ...............................................................................................
11
12
Follow Up .....................................................................................12
BAB III PEMBAHASAN
Pembahasan
...................................................................................................
14
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
Definisi ....................................................................................................
16
Epidemiologi..................................................................................................16
Etiologi..................................................................................................
16
Diagnosis...................................................................................................
16
Penatalaksanaan............................................................................................ 19
Penyembuhan Fraktur................................................................................... 25
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan ................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan meningkatnya mobilitas disektor lalu lintas dan faktor kelalaian
manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang dapat
menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan kerja, olah raga
dan rumah tangga.
Patah tulang antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya
disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan
hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh
di mana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya
jatuhnya atlit atau penerjun payung.(1)
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak
perubahan letak fragmen tulang. Menurut Lane and Cooper, fraktur atau patah tulang
adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete yang
berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan kontinuitasnya dengan atau
tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.(2)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. (3)
BAB II
LAPORAN KASUS
5
2.1. IDENTITAS
Nama : Tn. ABT
Umur : 18 thn
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Panjang Kidul 4/1 Ambarawa Kab. Semarang
Status: Belum Menikah
Kelompok pasien: Umum
Cara Masuk : IGD
Tanggal masuk/ Ruangan: 18 April 2015/ Melati
Nomor RM : 078406
2.2. ANAMENESA
Keluhan utama
Post kecelakaan lalu lintas 30 menit SMRS.
Riwayat penyakit Sekarang
Pasien post kecelakaan tunggal sepeda motor menghindari kucing,
pasien mengaku tidak menggunakan helm. Pasien tidak mengingat saat
terjadinya kecelakaan. Pasien merasakan adanya benturan pada kepala, dan
terdapat nyeri pada daerah wajah dan tangan kiri. Pada bibir terdapat luka
terbuka. Pusing (+), mual (+), muntah (-), pingsan (+) kurang lebih 5 menit,
keluar darah dari mulut, hidung maupun telinga disangkal.
Tangan kiri pasien merasa sangat sakit, terdapat luka lecet, jari-jari
dapat digerakkan, namun pergerakan siku minimal. Pada daerah luka juga
bengkak.
: TD : 121/61 mmHg
Nadi : 101 x/menit, reguler
RR
: 20 x/menit
Suhu : 36,3oC
Rambut: distribusi pertumbuhan rambut rata, berwarna hitam, benjolan (-), VL
dan VE (-)
Kepala dan wajah: bentuk kepala mesocephal, wajah simetris, luka (-), warna
kulit coklat, pucat (-)
Mata
+ +
wheezing
+ +
Abdomen :
Inspeksi
Look : Pemendekan (+), bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, Kulit
utuh (tidak terdapat luka robek)
Feel : Terdapat nyeri tekan (+), pulsasi distal (+), sensibilitas (+)
Movement : Nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+), ROM sulit dinilai
Pemeriksaan Neurologik
:
8
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
13.5
7.3
4.74
40.2
84.8
28.5
33.6
12.8
150
15.3
9.7
2.1
0.5
4.7
28.7
6.8
64.5
0.155
12.5-15.5
4-10
3.8-5.4
35-47
3.8-5.4
35-47
82-98
>= 27
32-36
10-18
7-11
1.0-4.5
0.2-1.0
2-4
25-40
2-8
50-80
0.2-0.5
O
g/dL
Ribu
Juta
%
Mikro m3
Pg
g/dL
%
Ribu
%
Mikro m3
103/mikro
103/mikro
103/mikro
%
%
%
%
109
19
17
24.8
0.76
70-100
0-35
0-35
10-50
0.45-0.75
mg/dL
IU/dL
IU/dL
mg/dL
mg/dL
Non reaktif
10
Lakukan
perdalam
Identifikasi fraktur pada ulna
lakukan reposisi
Fiksasi
dengan
dijahit interupted
Tutup luka dengan perban
insisi
diatas
fraktur,
melakukan
Post Operasi
Infus RL 20 tpm
Inj Ketorolac 3 x 30 mg
2.7. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: ad bonam
Quo ad Functionam
: ad bonam
Quo ad Sanationam
: ad bonam
S
Nyeri pada
antebrachii sinistra,
pusing (+), puasa
(+)
O
KU/Kes: TSS/
Composmentis
TTV: TD: 108/86 mmHg;
N. 80x/mnt; RR: 18x/mnt;
S: 36,20C
Status Generalis: dbn
11
A
Carsinoma
duktus mammae
sinistra
P
Pre OP ORIF
Inf. RL 20 tpm
Cefotaxim 1 gr IV
(Skin test)
Konsul SpAn
24/4/2015
25/4/2015
Nyeri pada
antebrachii sinistra,
pusing (+).
Nyeri pada
antebrachii sinistra,
pusing (+)
Status Lokalis:
orbita sinistra: edema
periorbita (+), hematoma
subkonjungtiva (+), VOS
> 3/60
facialis: luka post hecting
di labium superior
antebrachii sinistra:
deformitas (+), krepitasi
(+), edema (+), NT (+),
ROM digiti manus
sinistra (+)
KU/Kes: TSS/
Composmentis
TTV: TD: 108/86 mmHg;
N. 80x/mnt; RR: 18x/mnt;
S: 36,20C
Status Generalis: dbn
Status Lokalis:
orbita sinistra: edema
periorbita (+), hematoma
subkonjungtiva (+), VOS
> 3/60
facialis: luka post hecting
di labium superior
antebrachii sinistra:
deformitas (+), krepitasi
(+), edema (+), NT (+),
ROM digiti manus
sinistra (+)
KU/Kes: TSS/
Composmentis
TTV: TD: 108/86 mmHg;
N. 80x/mnt; RR: 18x/mnt;
S: 36,20C
Status Generalis: dbn
Status Lokalis:
orbita sinistra: edema
periorbita (+), hematoma
subkonjungtiva (+), VOS
> 3/60
facialis: luka post hecting
di labium superior
antebrachii sinistra:
deformitas (+), krepitasi
(+), edema (+), NT (+),
ROM digiti manus
sinistra (+)
12
Post ORIF H2
pada fr.os radius
1/3 medial dan
fr os ulna 1/3
proksimal dan
1/3 medial
Inf. RL 20tpm
Cefotaxim 3x1gr
IV
Ketorolac 3x30
mg IV
Post ORIF H2
pada fr.os radius
1/3 medial dan
fr os ulna 1/3
proksimal dan
1/3 medial
Inf. RL 20tpm
Cefotaxim 3x1gr
IV
Ketorolac 3x30
mg IV
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki usia 18 tahun datang dengan post kecelakaan tunggal sepeda
motor dengan keluhan adanya nyeri pada bagian lengan bawah kiri. Saat kejadian
pasien mengaku jatuh dan tidak mengingat jelas kejadian kecelakaan.
Dari anamnesis pasien mengaku pingsan selama kurang lebih 5 menit, terasa
pusing (+), mual (+), muntah (-). Pasien mengaku adanya bentruran pada kepala dan
saat kejadian pasien tidak menggunakan helm. Kemungkinan pada pasien terdapat
cedera kepala ringan. Pada anamnesis lanjut pasien mengeluh adanya nyeri pada
bagian lengan bawah kiri dan terasa sulit digerakkan. Hal itu dapat diakibatkan
adanya kerusakan jaringan sekitar karena terjadi diskontinuitas tulang.
Pada pemeriksaan fisik antebrachii sinistra didapatkan adanya pemendekan (+),
bengkak (+), deformitas (+) angulasi ke lateral, nyeri tekan (+), pulsasi distal (+),
13
sensibilitas (+), nyeri gerak aktif (+), nyeri gerak pasif (+). Dari pemeriksaan ini
sudah dapat disimpulkan adanya fraktur. Namun untuk memastikan frakturnya maka
dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen.
Dari pemeriksaan foto rontgen didapatkan fraktur komplit pada Os Radius 1/3
medial, Os ulna 1/3 proksimal dan 1/3 distal.
Pada orang dewasa, fraktur ditangani secara konservatif dengan traksi skelet,
baik pada tuberositas tibia maupun suprakondiler. Cara ini biasanya berhasil
mempertautkan fraktur femur. Yang penting ialah latihan otot dan gerakan sendi,
terutama m. quadriceps otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki. Akan tetapi,
cara traksi skelet memerlukan waktu istirahat di tempat tidur yang lama sehingga
untuk mempercepat mobilisasi dan memperpendek masa istirahat di tempat tidur,
dapat dianjurkan untuk melakukan reposisi terbuka dan pemasangan fiksasi interna
yang kokoh. Fiksasi interna biasanya berupa pin Kuntscher intramedular. Untuk
fraktur yang tidak stabil, misalnya fraktur batang femur yang kominutif atau fraktur
batang femur bagian distal, pin intramedular ini dapat dikombinasi dengan pelat
untuk neutralisasi rotasi.
Penatalaksanaan fraktur selain reposisi, diberikan medikamentosa untuk
mencegah adanya infeksi sekunder pasca pembedahan serta pemberian anti nyeri
untuk memperingan rasa nyeri. Antibiotik yang diberikan pada pasien yaitu
14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifise, baik yang bersifat total maupun parsial. (1) Tulang lengan bawah terdiri dari
radius dan ulna. Umumnya fraktur pada radius ulna terjadi pada bagian tengah, jarang
terjadi fraktur pada salah satu tulang tapi tidak menyebabkan dislokasi pada tulang
lainnya.
B. Epidemiologi
Pada tahun 2005 jumlah pasien yang mengalami fraktur terutama daerah
lengan bawah bagian distal yaitu laki laki 12.357 dan wanita 19.319 pasien,
sedangkan insidennya pada laki laki yaitu 152 per 100.000 pasien laki-laki dan 157
per 100.000 pasien perempuan. Insiden tertinggi dan faktor resiko yaitu pada usia 10-
15
14 tahun pada pasien laki-laki dan diaatas 85 tahun pada wanita. Insiden fraktur
diperkirakan pada usia 50 tahun keatas akan meningkat 81%, dibandingkan dengan
11% untuk usia dibawah 50 tahun.
C. Etiologi
Trauma dengan kekuatan besar, contohnya kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh dari tempat yang tinggi, crushing injury, Tangkisan pukulan (nigt stick
fracture) . pada kasusu ini penderita mengalami trauma akibat kekuatan besar yang
disebabkan oleh tangkisan pukulan. Trauma dengan kekuatan kecil, contohnya jatuh.
D. Diagnosis
Foto polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama
pada sistem skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi.
Foto polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan
kecurigaan trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun
beberapa diantaranya sangat rentan.Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah
Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada
frakturminor.
Pembengkakan jaringan lunak : biasanya terjadi setelah terjadi
fraktur.
Iregularis kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga padakorteks.
Fraktur Distal Radius Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
1. Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi
radio-ulna distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi kearah
dorsal. Dislokasi mengenai ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur iniakibat
terjatuh dengan tangan terentang dan lengan bawah dalam keadaanpronasi,
atau
terjadi karena
pukulan
langsung
pada
pergelangan
tangan
16
Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yangmencolok.
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.
2. Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadidi
korpus distal, biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmendistal
bergeser ke arah dorsal dan proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas..
Kemungkinan dapat disertaidengan fraktur pada prosesus styloideus ulna.
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) denganangulasi
ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal keradial. Dapat
bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna.
3. Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) denganangulasi
ke posterior, dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal keradial. Dapat
bersifat kominutiva. Dapat disertai fraktur prosesus stiloid ulna.Fraktur collees
dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga dapat menyebabkanfraktur pada ujung
bawah radius dengan pergeseran posterior dari fragmendistal
4. Fraktur Smith
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara
langsung
pada
pergelangantangan,
punggung
tetapi
tangan.
tidak
Pasien
mengalami
terdapat deformitas.
Fraktur
cedera
radius
c. Tipe III
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan fraktur intra-artikuler.
Garisfraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis
kemudiansepanjang garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat
intra-artikulerdan biasanya ditemukan pada epifisis tibia distal.
d. Tipe IV
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang
melaluipermukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan
epifisis danberlanjut pada sebagian metafisis.
e. Tipe V
Fraktur tipe V merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang
diteruskan pada lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi
penopang badan yaitu sendi pergelangan kaki dan sendi lutut.
6. Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakansaat
jatuh atau pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertigaproksimal
dengan angulasi anterior yang disertai dengan dislokasi anteriorkaput radius.
CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks
dan menentukan apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi,burst
fraktur atau fraktur dislokasi. Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akanlebih
jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak, kerusakan ligament dan adanya
pendarahan.
E. Penatalaksanaan
Terapi fraktur diperlukan konsep empat R yaitu : rekognisi,
reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
Prinsip penanganan kasus fraktur adalah mereduksi fraktur dan menstabilkan
reduksi
fraktur
menggunakan
fiksasi.
Tekhnik
fiksasi
fraktur
biasanya
aktivitas dari persendian dan otot pada bagian fraktur. Hal ini dapat menyebabkan
rasa nyeri akibat tekanan terus menerus dan seringkali menyebabkan komplikasi pada
jaringan disekitar area fraktur. Selain itu, karena kurang stabilnya fiksasi yang
diberikan, pembentukan kalus menjadi lambat sehingga kesembuhan fraktur juga
menjadi lebih lambat (Harasen, 2003a).
Fiksasi internal adalah fiksasi fraktur dimana pada tulang yang mengalami
fraktur difiksasi menggunakan pin, plat, screw, dan wire. Salah satu bentuk dari
internal fixation adalah intramedullary pin atau Steinman pin (Slatter, 2002).
Terapi pada fraktur tertutup
Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi fraktur untuk memperbaiki
posisi fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankannya bersamasama sebelum fragmen-fragmen itu menyatu; sementara itu gerakan sendi dan fungsi
harus di pertahankan.
1. Reduksi
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu di dahulukan, tidak boleh
ada keterlambatan dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak
selama 12 jam pertama akan mempersukar reduksi. Tetapi terapat beberapa
situasi yang tak memerlukan reduksi;
bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada;
bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur clavicula); dan
bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi
pada vertebra).
Fraktur yang melibatkan permukaan sendi; ini harus di reduksi sempurna
mungkin karna setiap ketidakberesan akan memudahkan timbulnya arthritis
degenerative. Terdapat dua metode reduksi; tertutup dan terbuka.
(1) Reduksi tertutup
Dengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat direduksi dengan
manuver tiga tahap:
bagian distal tungkai di tarik ke garis tulang;
sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan
membalikkan arah kekuatan asal kalau ini dapat di perkirakan); dan
19
fragmen itu;
bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu di tempatkan secara
tepat; atau
bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Namun biasanya
reduksi terbuka hanya merupakan langkah pertama untuk fiksasi
internal.
(3) Mempertahankan Reduksi
Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah:
a.
Traksi terus menerus
Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan
suatu tarikan yang terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini
sangat berguna untuk fraktur batang yang bersifat oblik atau spiral yang
mudah bergeser dengan kontraksi otot.
20
b.
Pembelatan dengan gips
Mempertahankan reduksi biasanya tak ada masalah dan pasien dengan
fraktur tibia dapat menahan berat pada pembalut gips. Tetapi, sendi-sendi
yang terbungkus dalam gips tidak dapat bergerak dan cenderung kaku,
kekakuan yang mendapat julukan penyakit fraktur merupakan masalah
dalam penggunaan gips konvensional.
c.Bracing fungsional
Bracing fungsional menggunakan gips salah satu dari bahan yang ringan
merupakan salah satu cara mencegah kekakuan pada sendi sambil masih
memungkinkan pembebatan fraktur. Segmen dari gips hanya dipasang pada
batang tulang itu, membiarkan sendi-sendi bebas, segmen gips itu
dihubungkan dengan engsel dari logam atau plastic yang memungkinkan
gerakan pada suatu bidang. Bebat bersifat fungsional dalam arti bahwa
gerakan sendi tidak banyak terbatas dibandingkan gips konvensional.
d.
Fiksasi internal
Fragmen tulang dapat di ikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat
logam yang di ikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang
(dengan atau tanpa sekrup pengunci), circumferential bands, atau
kombinasi dari metode ini. Bila di pasang dengan semestinya, fiksasi
internal menahan fraktur secara aman sehingga gerakandapat segera di
21
mulai; dengan gerakan lebih awal penyakit fraktur (kekakuan dan edema)
dapat di hilangkan.
22
8. Fraktur ulang tidak boleh melepas logam terlalu cepat, atau tulang
akan patah lagi. Paling cepat satu tahun dan 18 atau 24 bulan lebih
aman; beberapa minggu setelah pelepasan, tulang itu lemah, dan di
perlukan perawatan atau perlindungan.
e.Fiksasi luar
Fraktur dapat di pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan
melalui tulang di atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada suatu
kerangka luar. Cara ini dapat di terapkan terutama pada tibia dan pelvis,
tetapi metode ini juga digunakan untuk fraktur pada femur, humerus, radius
bagian bawah dan bahkan tulang-tulang pada tangan.
23
Malunion
Kompartemen sindrom
Cross union
Atropi sudeck
Trauma N. Medianus
F. PENYEMBUHAN FRAKTUR
FRAKTUR HEALING
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menajubkan. Tidak
seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan
parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada
penyembuhan fraktur merupakan dasar untuk mengobati fragmen fraktur. Proses
penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan
apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai tejadi konsolidasi. Factor
mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting
dalam penyembuhan, selain factor biologis yang juga merupakan suatu factor yang
sangat essential dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda
pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang
panjang atau tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan tulang ini harus
dibedakan.
24
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak
perubahan letak fragmen tulang. Menurut Lane and Cooper, fraktur atau patah tulang
adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplet maupun inkomplete yang
25
DAFTAR PUSTAKA
1.
26
2.
Weblog
Heris.
Fraktur
dan
Fraktur
Radius
Ulna.
Diunduh
dari:http://heriblog.wordpress.com/page/2/.
3.
Carter Michel A., Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, Wilson
Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal 1365-1371.
4.
5.
Lecture Notes
Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 221-230.
6.
7.
8.
9.
Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia
Sobotta. Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. Hal
158, 166, 167, dan 169.
10.
Carter Michel A., Anatomi dan Fisiologi Tulang dan Sendi dalam: Price
Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hal
1357-1359.
27
11.
Lecture Notes
Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 191-194.
12.
Begg James D., The Upper Limb in : Accident and Emergency X-Rays
Made Easy. Publisher Churchill Livingstone. UK. 2005. Page 162-167.
13.
Eiff et. al., Radius and Ulna Fractures in : Fracture Management For
Primary Care. Second Edition. Publisher Saunders. UK. 2004. Page 116-119.
14.
Kune Wong Siew, Peh Wilfred C. G., Trauma Ekstremitas dalam : Corr Peter.
Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2011. Hal 97-107.
15.
Malang
Unmuh.
Fraktur
Radius
Ulna.
Diunduh
dari
http://bedahunhum.wordpress.com/2010/05//fraktur-radius-ulna/.
16.
Helmes Erakinc. J and Misra Rakesh.R. in: A-Z Emergency Radiology. from
GMM. Cambridge. Page 94-101.
17.
18.
Sjamsuhidayat R., dan de Jong Wim. Patah Tuland dan Dislokasi dalam:
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2005. Hal 840-854.
19.
http://www.wrongdiagnosis.com/f/fracture/prognosis.htm
20.
21.
22.
Fraktur
Radius
Ulna.
Diunduh
dari:
http://www.artikelkedokteran.com/838/fraktur-radius-ulna.html
23.
24.
Lecture Notes
Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta. 2005. Hal 218-219.
29