You are on page 1of 139

MOD

UL

EKSPLORASI
ELEKTROMAGN
ETIK
Disusun oleh:
Agung Mahesya Hakim
Alwi Karya Sasmita
Asri Wulandari
Bagus Hardiyansyah
Christian Sibuea
Fitri Wahyuningsih
Hardeka Pameramba
Lia Tri Khairum
Syamsul Maarif
Wilayan Pratama
Fernando Sialagan

Teknik Geofisika 2011


UniversiTas LampUnG

KATA PENGANTAR
Buku ini membahas tentang metoda-metoda yang mnggunakan sinyal
elektromagnetik dalam pengukurannya. Ekplorasi Elektromagnetik merupakan salah satu metoda ekplorasi yang banyak dimanfaatkan saat ini untuk
mencari berbagai bahan tambang yang dapat diekplorasi. Metoda eksplorasi
elektromagnetik ini terbagi dalam beberapa metoda yaitu seperti metoda
GPR, metoda VLF, metoda CSAMT dan juga metoda MT. Metoda
elektromagnetik ini selain digunakan untuk ekplorasi mineral dan bahan
tambang, juga dapat digunakan untuk ekplorasi panas bumi atau Geothermal.
Diharapkan buku ini dapat memberikan tambahan wawasan tentang metoda
ekplorasi elektromag- netik dan dapat memudahkan dalam memahami
metoda ekplorasi elektromagnetik. Buku ini dilengakapi dengan gambar dan grafik untuk lebih
memudahkan pembaca dalam memahami isi dari buku ini.
Kami menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Kami mengharapkan sumbangan pikiran dan saran bagi perbaikan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca.
Bandarlampung, 11 Juli 2014
Penyusun

DAFTAR
ISI
kaTa penGanTar
DafTar isi
BaB i. persamaan maXWeLL................................................... 4
BaB ii. meToDe GeoraDar
I.
Pendahuluan........................................................................ 29
II.
Peralatan GPR..................................................................... 37
III
Akuisisi GPR....................................................................... 39
.
Pengolahan dan Interpretasi Data GPR............................... 42
IV
Aplikasi Metode GPR......................................................... 46
.
V.
BaB iii. meToDe verY LoW freQUenCY (vLf)
I.
Pendahuluan........................................................................ 50
II.
Peralatan Metode VLF........................................................ 53
III
Akuisisi VLF....................................................................... 55
.
Pengolahan dan Interpretasi Data VLF............................... 56
IV
Aplikasi Metode VLF......................................................... 60
.
V.
BaB iv. meToDe maGneToTeLUrik
I.
Pendahuluan........................................................................ 63
II.
Peralatan Metode Magnetotelurik....................................... 72
III
Akuisisi Magnetotelurik...................................................... 73
.
Pengolahan dan Interpretasi Data MT................................. 76
IV
Aplikasi Metode Magnetotelurik........................................ 82
.
V.
BaB v. meToDe CsamT
I. II. III. IV. V.

Pendah
Peralatan Metode Magnetotelurik.......................................
uluan...
Akuisisi Magnetotelurik......................................................
............
Pengolahan dan Interpretasi Data MT.................................
............
Aplikasi Metode Magnetotelurik........................................
............
............
............
.........
85
DafTar pUsTaka

88
89
92
95

Ekplorasi Elektromagnetik

Persamaan Maxwell

PERSAMAAN MAxwELL

Persamaan Maxwell terdiri dari empat persamaan antara lain hukum


Gauss untuk listrik (persamaan nomor 1), hukum Gauss untuk magnet
(persamaan nomor 2), hokum Ampere dipermumum (persamaan nomor 3),
dan hokum Faraday (persamaan nomor 4) yang kesemuanya dapat dituliskan
sebagai berikut:

Maxwell mensintesis empat persamaan tersebut dan membuat sebuah


hipo- tesis yang cukup nyleneh pada masa itu yaitu bahwa medan listrik dan
medan magnet dapat merambat melalui ruang dalam bentuk gelombang.
Hipotesis Maxwell ini didasarkan pada sifat simetris alam dimana jika
peerubahan me- dan magnet dapat menghasilkan medan listrik, persamaan
nomor 4, maka hal sebaliknya juga seharusnya dapat terjadi yaitu perubahan
medan listrik da- pat menghasilkan medan magnet. Karena keterbatasan alat
eksperimen pada
saat itu, hipotesis Maxwell belum dapat diklarifikasi dengan
eksperimen. Hal
ini dikarenakan medan magnet yang dihasilkan oleh perubahan medan listrik
memiliki orde yang sangat kecil, seperti yang akan kita lihat nanti. Baru setelah tahun 1887, Heinrich Rudolf Hertz melakukan percobaan untuk mengklarifikasi
prediksi
Maxwell.
Hertz menggunakan rangkaian listrik LC seperti yang telah kita pelajari
pada Bab 11. Alat yang digunakan untuk melakukan percobaan terdiri dari
dua bagian yaitu pemancar dan penerima. Diagram skema percobaan Hertz
dapat dilihat pada Gambar 11.1.

Gambar 11.1 Skema percobaan Hertz yang digunakan untuk

memverifikasi
hipotesis Maxwell.
Bagian input merupakan sumber tegangan yang digunakan untuk mem-

bangkitkan tegangan pada rangkaian. Induktor terdiri dari solenoida dengan


jumlah lilitan yang sangat banyak. Pada kedua ujungnya, induktor dihubungkan dengan dua plat logam yang terpisah pada jarak yang sangat pendek,
membentuk kapasitor.
Ketika inductor dihubungkan dengan beda potensial maka arus listrik
yang mengalir pada induktor mengalami osilasi. Seperti yang telah kita
diskusikan pada Bab 4 bahwa proses ini merupakan proses pengisian muatan
pada kapa- sitor. Karena arus listrik yang mengalir berosilasi maka muatan
pada kapasitor juga mengalami osilasi. Osilasi muatan ini dapat kita
analogikan sebagai gera- kan muatan yang dipercepat, seperti halnya yang
terjadi pada pegas. Muatan yang dipercepat ini menghasilkan medan listrik
yang selanjutnya membang- kitkan medan magnet pada plat tersebut.
Sejatinya, dalam eksperimen yang dilakukan Hertz, pemancar dan penerima
terpisah pada jarak yang cukup jauh, beberapa meter.
Bagian (1) disebut sebagai pemancar karena bertindak sebagai penghasil
gelombang elektromagnetik. Pada bagian (2), sebagai penerima gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan oleh pemancar digunakan sebuah loop yang
terbuat dari kawat.
Pada kedua ujungnya, loop dipisahkan pada jarak yang sangat pendek.
Hertz menset sedemikian rupa sehingga frekuensi osilasi pada rangkaian (1)
sinkron dengan frekuensi osilasi pada rangkaian (2). Pada keadaan tersebut
berhasil diamati bahwa ketika beda potensial diberikan pada rangkaian (1),
sejumlah energi ditransmisikan ke rangkaian (2) dalam bentuk gelombang
ditandai dengan dihasilkannya percikan di antara ujung loop rangkaian (2).
Percikan tersebut muncul karena adanya beda potensial yang dihasilkan pada
rangkaian (2). Apa yang dilakukan Hertz ini merupakan
sebuah verifikasi
penting dari hipotesis Maxwell bahwa medan magnet dan medan listrik dapat
merambat melalui ruang dalam bentuk gelombang.
Namun sayang sekali, Maxwell tidak ikut merayakan kebenaran hipotesis

yang ia buat karena Maxwell telah meninggal satu tahun sebelum penemuan
Hertz. Maxwell meninggal dalam usia yang cukup muda, 47 tahun dengan
meninggalkan seorang istri, Kathrine Mary, dan seekor anjing kesayangannya.
Gelombang Elektromagnetik
Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Hertz telah memberikan bukti yang
kuat bahwa medan listrik dan medan magnet dapat merambat melalui ruang
dalambentuk gelombang. Dihasilkannya percikan pada rangkaian (2) juga
membuktikan bahwa medan listrik dan medan magnet tersebut mentrasmisikan sejumlah energi dan momentum. Dari persamaan Maxwell nomor (3) dan
(4), kita dapat menarik kesimpulan bahwa medan magnet dan medan listrik
kedua-duanya bergantung waktu dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Keadaan semacam itu disebut dengan medan listrik dan medan magnet terkopel.
Namun, bagaimana mekanisme terbentuknya gelombang elektromagnetik
tersebut? Apa logika yang mendasari sehingga Maxwell membuat hipotesis
bahwa medan listrik dan medan magnet merambat pada ruang dalam bentuk
gelombang? Ilustrasi sederhana berikut ini diharapkan dapat membantu
dalam memahami mekanisme terbentuknya gelombang elektromagnetik yang
di- hasilkan dari medan listrik dan medan magnet. Perhatikan sebuah kawat
lurus yang diberi arus listrik. Kawat diletakkan sejajar dengan sumbu x. Arus
listrik dialirkan pada kawat tersebut sehingga medan magnet B dihasilkan
pada ka- wat dimana arah medan magnet tersebut dapat ditentukan dengan
mengguna- kan aturan tangan kanan. Jika arus listrik yang diberikan pada
kawat berubah- ubah terhadap waktu maka medan magnet yang dihasilkan
juga berubah.
Berdasarkan konsep Faraday, perubahan medan magnet menghasilkan pe-

rubahan fluks magnet pada sembarang area, pada Gambar 11.2 dipilih area

A1. Pemilihan area ini sebenarnya bisa dimana saja dan bentuknya bisa bermacam-macam. Perubahan fluks magnet tersebut menginduksi
GGL induksi
pada luas area A1 dimana GGL tersebut berkaitan dengan medan listrik yang
dihasilkan pada luasan A1, lihat kembali pembahasan pada Bab 9. Dengan
menggunakan hukum Lenz, kita dapat mengetahu bahwa medan listrik yang
dihasilkan oleh perubahan fluks magnetik tersebut adalah sejajar
dengan arah
arus listrik.

Gambar 11.2a Medan listrik dan medan magnet terkopel yang dihasilkan
oleh kawat berarus listrik I.
Perhatikan sekali lagi bahwa jika arus listrik yang mengalir pada kawat
berubah-ubah maka medan magnet yang dihasilkan juga berubah. Jika arus
listrik semakin lama semakin besar maka medan magnet juga semakin lama
semakin besar. Akibatnya fluks magnetik yang menembus luasan A1 juga semakin besar. Perubahan fluks magnetik ini menghasilkan GGL induksi pada
loop A1 sehingga pada loop tersebut dihasilkkan medan listrik. Karena fluks

magnetik selalu berubah-ubah maka medan listrik yang dihasilkan juga


berubah-ubah. Perubahan medan listrik ini menghasilkan medan magnet

lainnya pada loop A1, perhatikan area yang ditandai dengan garis putusputus berwarna pada Gambar 11.2a.
Medan listrik pada area tersebut menghasilkan medan magnet seperti tampak pada Gambar 11.2b berikut ini:

Gambar 11.2b Medan magnet B yang dihasilkan oleh perubahan medan listrik E.

Perhatikan dengan seksama bahwa medan magnet lainnya dihasilkan


oleh perubahan medan listrik E. Karena medan listrik E selalu berubah-ubah
maka medan magnet yang dihasilkan juga berubah-ubah. Mengikuti logika
sebelumnya, perubahan medan magnet menghasilkan fluks magnetik
pada
luasan tertentu yang dikenai oleh medan magnet tersebut. Sekali lagi, kita
bebas membuat bentuk dan dimana letak luasan tersebut. Hal yang sama akan
kembali terjadi dimana fluks magnetik B akan menginduksi GGL pada, katakanlah, area A2. GGL induksi menghasilkan medan listrik E yang lain dan
seterusnya.
Dalam ilustrasi kita ini, medan listrik dan medan magnet tersebut menjalar
pada sumbu z. Sekarang, perhatikan segmen diagram pada Gambar 11.2b
yang ditandai dengan garis warna biru. Medan listrik yang dihasilkan pada
segmen tersebut berasal dari perubahan fluks magnetik. Pada mulanya,
medan

magnet dibangkitkan dari perubahan arus listrik yang mengalir pada kawat.
Namun pada segmen berikutnya, kita tidak membutuhkan hadirnya perubahan

arus listrik untuk menghasilkan medan listrik dan medan magnet.

Gambar 11.2c Medan magnet B yang dihasilkan oleh perubahan medan


listrik E, insert dari Gambar 11.2b.
Medan listrik dihasilkan oleh induksi magnetik kemudian medan listrik
tersebut menghasilkan medan magnet lainnya. Pada segmen ini, medan magnet dihasilkan karena adanya perubahan medan listrik bukan oleh perubahan
arus listrik. Berdasarkan hukum Ampere yang diperumum, Maxwell menambahkan suku persamaan arus listrik perpindahan (displacement current) dimana arus perpindahan ini memang menghasilkan medan magnet. Inilah
salah satu lompatan intelektual brilian yang dibuat oleh Maxwell dalam
rangka pe- nyatuan teori listrikmagnet. Sifat dari arus perpindaha ini berbeda
dengan arus sumber yang mengalir pada kawat. Arus perpindahan cenderung
menyebar di ruang sekitar kawat sedangkan arus sumber terlokalisasi hanya
pada kawat saja.
Hal yang perku diperhatikan dalam ilustrasi ini adalah bahwa kita hanya
mengambil satu segmen arah rambatan saja yaitu pada arah z. Untuk orientasi
koordinat lainnya juga dimungkinkan karena medan magnet yang dihasilkan

10

oleh arus sumber berbentuk silinder dengan vektor normal permukaan sejajar
sumbu x. Jadi, dari sudut pandang persamaan Maxwell nomor (3), kita dapat menyatakan bahwa arus listrik perpindahan menghasilkan medan magnet
pada arah z dimana medan magnet tersebut akan menghasilkan GGL induksi
dan dengan demikian sama juga menghasilkan medan listrik, demikian seterusnya.
Pola rambatan yang terbentuk adalah silinder, menyerupai bentuk medan
magnet sumber yang dihasilkan oleh arus listrik pada kawat. Medan magnet
selalu tegak lurus terhadap arah rambat arus listrik sumber. Karena vector
bidang area A1 An selalu sejajar dengan arah rambat arus pada kawat
maka medan listrik pada bidang tersebut selalu tegak lurus terhadap medan
magnet. Walaupun pada
proses yang berlangsung pada area A1 An tidak dibutuhkan adanya perubahan arus listrik namun medan magnet yang dihasilkan mula-mula berasal
dari perubahan arus listrik pada kawat dan dengan demikian pola tersebut
bergantung pada arus sumber. Untuk menghasilkan perubahan arus listrik
diperlukan muatan pembawa arus yang bergerak dengan kecepatan berubahubah, dengan kata lain agar terjadi perubahan arus listrik maka muatan pembawa arus listrik tersebut harus mengalami percepatan. Demikianlah logika
sederhana yang dapat digunakan untuk merasionalkan hipotesis terbentuknya
gelombang elektromagnetik. Hipotesis Maxwell yang telah
dikonfirmasi oleh
Hertz melalui eksperimennya ternyata tidak melanggar asas ilmiah ketika diuji secara teoretik.
Pada sub bab berikutnya kita akan melanjutkan analisis terhadap gelombang eketromagnetik terkait pola rambatan, ekspresi matematis dan dinamika
energetiknya. 11 2 Gelombang Datar elektromagnetik Kita telah
memba- has mengenai gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh
kawat tung-

gal. Gelombang yang terbentuk memiliki konfigurasi silindris


yang secara
teknis
Ber- agak sulit untuk dibayangkan, apalagi dianalisis secara matematis.

ikut ini kita akan menggunakan model gelombang datar untuk menjelaskan
pola rambatan gelombang elektromagnetik. Untuk menghasilkan gelombang
elektromagnetik datar dibutuhkan arus listrik berbentuk bidang. Arus listrik
semacam ini dapat dibuat dengan cara menyusun banyak kawat dalam
formasi sejajar, seperti terlihat pada Gambar 11.3.

Gambar 11.3 Arus listrik bidang yang dibentuk dari kawatkawat yang disusun secara sejajar.Arus listrik mengalir sejajar dengan sumbu (x).
Medan magnet yang dihasilkan setiap kawat, dilihat pada bidang xy
daerah z (+), adalah sejajar dengan sumbu y (+). Jika kawat berada pada jarak
yang sangat dekat satu sama lain maka medan magnet yang dihasilkan akan
men- galami superposisi, lihat kembali pembahasan tentang medan magnet
pada kawat lurus Bab 1.
Seperti kita ketahui bahwa medan magnet yang dihasilkan kawat berbentuk silinder sehingga superposisi yang terjadi antara medan magnet yang satu
dengan yang lain adalah superposisi medan magnet yang berbentuk silinder.
Karena kawat berada pada jarak yang sangat dekat satu dengan yang lainnya
maka superposisi tersebut dapat dianggap sebagai bidang yang mengnadung
medan magnet dimana arah medan magnet tersebut adalah sejajar dengan
sumbu y (+), seperti terlihat pada Gambar 11.5.

12

Gambar 11.4 Superposisi medan magnet yang dihasilkan kawat membentuk


medan magnet bidang.
Perhatikan bahwa medan magnet bidang ini dihasilkan untuk dua permukaan yaitu pada bidang xy di daerah z (+) dan z (). Sekarang kita akan fokus
pada bidang xy daerah z (+). Pada daerah ini perubahan arus listrik
menyebabkan perubahan fluks magnetik yang menginduksi medan listrik E.
Medan listrik ini juga terletak pada bidang arus listrik yaitu xy dimana vektor arahnya
sejajar dengan arah arus listrik. Dengan menerapkan logika yang sama ketika
kita menganalisis medan listrik dan medan magnet pada kawat tunggal maka
kita dapat menyimpulkan bahwa pola medan magnet medan listrik medan
magnet dan seterusnya akan dihasilkan pada arah z.
Walaupun sama-sama terletak pada satu bidang namun vektor medan
mag- net dan medan listrik tidaklah sejajar melainkan saling tegak lurus satu
sama lain. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa medan magnet
memiliki ori- entasi pad asumbu y (+) sedangkan medan listrik memiliki
orientasi sejajar dengan arus listrik atau sejajar sumbu x (). Pola gelombang

elektromagnetik datar ini dihasilkan baik pada arah z (+) maupun z ().
Gelombang elektromag-

netik merambat sepanjang sumbu z, dengan kata lain sejajar dengan bidang
xy dimana arus listrik berada. Arus listrik dibuat sedemikian rupa sehingga
berosilasi dan menghasilkan perubahan arus listrik. Osilasi arus listrik terjadi
pada, tentu saja, sumbu x. Dalam ilustrasi yang lebih eksplisit, gelombang
datar ini dapat kita gambar sebagai berikut:

Gambar 11.5 Gelombang elektormagnetik yang dibentuk dari arus bidang.


Vektor medan listrik selalu tegak lurus dengan vektor medan magnet.
Arah getar atau osilasi baik medan listrik dan medan magnet tegak lurus terhadap arah rambanya. Secara kualitatif kita telah memperoleh gambaran mengenai kebenaran hipotesis Maxwell bahwa medan listrik dan medan
magnet dapat merambat melalui ruang dalam bentuk gelombang. Hipotesis
tersebut didasarkan pada penyatuan persamaan dan hukum-hukum listrik
magnet yang telah dicetuskan sebelumnya. Karena dideduksi dari persamaan
dan hukum-hukum yang terangkum dalam persamaan Maxwell maka
perilaku gelombang elektromagnetik seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya harus koheren dengan tinjauan kuantitatif
dari persamaan Maxwell.
Gambar 11.6 Muatan yang berosilasi sepanjang sumbu x
menghasilkan medan listrik dan medan magnet.

14

Sebuah loop digunakan sebagai media untuk menerapkan persamaan Ampere dan Faraday. Persamaan nomor (3) dan (4) merupakan fundamen dari
gelombang elektromagnetik. Kita akan melihat bagaimana gelombang elektromagnetik dari sudut pandang persamaan Maxwell. Ambil satu segmen
muatan yang berosilasi sepanjang sumbu x. Keadaan tersebut dapat
diliustrasi- kan seperti tampak pada Gambar 11.6. Loop memiliki panjang
2b sedangkan lebar (tinggi) dz. Kontribusi pada arah z dapat diabaikan karena
dalam batas tertentu segmen dz ini dapat diabaikan. Dengan menerapkan
hukum Ampere kita peroleh:

Untuk memperoleh relasi berikutnya kita gunakan persamaan Faraday.


Perhatikan loop berikut ini: Dengan menerapkan persamaa Faraday, persamaan Maxwell nomor (4), kita peroleh:

Persamaan (117) kita turunkan terhadap waktu, t, sehingga diperoleh:

Sedangkan persamaan (118) juga kita turunkan terhadap z


sehingga: Ruas kiri pada persamaan (119) sama dengan ruas kiri pada
persamaan
(1110), urutan turunan tidak menjadi persoalan. Dari haril tersebut dapat kita
simpulkan bahwa:

Untuk komponen persamaan pada sumbu y dapat diturunkan dengan logika yang sama. Persamaan (1111) tidak lain adalah persamaan gelombang,
lihat kembali pembahasan Bab Gelombang mekanik. Solusi dari persamaan
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Yang mana k menyatakan bilangan gleombang, menyatakan frekuensi


sudut sedangkan sudut fase gelombang. Sementara itu, untuk komponen
medan magnet B kita dapat menurunkan persamaan gelombang dengan cara
yang mirip dengan penurunan persamaan (1111). Sebagai bahan latihan silahkan diturunkan sendiri. Di sini akan dituliskan hasil akhirnya saja yaitu:

16

Untuk komponen persamaan pada sumbu xdapat diturunkan dengan logika


yang sama. Persamaan (1111) tidak lain adalah persamaan gelombang, lihat kembali pembahasan Bab Gelombang mekanik. Solusi dari persamaan
tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Yang mana k menyatakan bilangan gleombang, menyatakan frekuensi


sudut sedangkan sudut fase gelombang. Untuk memperoleh hasil pada persamaan (11 14) kita juga dapat menggunakan hasil pada persamaan (1111).
Hal ini bisa dilakukan karena medan listrik dan medan magnet saling
terkopel satu sama lain. Perhatikan persamaan (117).

Dengan memasukkan persamaan (1112) ke persamaan (117), kita peorleh:

Dengan mendefinisikan

sebagai amplitude medan magnet B0 maka hasil akhirnya dari penurunan persamaan di atas dapat dituliskan sebagai:

Yang mana memiliki bentuk yang sama dengan persamaan (1114). Kita
telah mempelajari mengenai gelombang pada Bab Gelombang. Persamaan
gelombang secara umum dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dimana
v
menyatakan
cepat
rambat
gelombang.
Menilik pada persamaan (1111) dan (1114), kecepatan gelombang
baik untuk komponen medan listrk dan medan magnet adalah:

Dengan memasukkan nilai konstanta 0 = 1,25 x 10 6 T m/A dan 0 =


8,854 x 10 12 C2/Nm2 kita peroleh cepat rambat gelombang elektromagnetik adalah:

Ini tidak lain adalah kecepatan cahaya. Hal yang sangat mengejutkan pada

18

saat itu adalah bahwa ternyata fenomena cahaya dapat dijelaskan melalui
teori listrikmagnet. Hal ini benar-benar mencengangkan. Apa yang
berikutnya muncul adalah pertanyaan mengenai apa sebenarnya hakikat
cahaya. Namun sebelum kita beranjak ke pertanyaan tersebut, masih ada
sesuatu lagi yang perlu kita ketahui. Kecepatan cahaya c dapat diturunkan
dari konstanta permisivitas dan permeabilitas ruang hampa. Definisi kecepatan cahaya adalah:

Dari hasil penurunan persamaan (1114) melalui persamaan (117) kita


memperoleh relasi penting antara amplitudo medan magnet dan medan listrik
yaitu:

Secara umum dalam gelo mbang elektromagnetik, amplitude komponen


medan listrik dan medan magnet memenuhi persamaan:

Yang mana E adalah amplitude medan listrik, B menyatakan amplitude


meda magnet dan c adalah cepat rambat gelombang dimana c sama dengan
kecepatan cahaya, yaitu sebesar 3 x 108 m/s.

11 3 energi dan momentum Gelombang


elektromagnetik
Sepert yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumny bahwa energi
dapat disimpan dalam bentuk medan listrik dan medan magnet. Gelombang
elektromagnetik terdiri atas komponen medan listrik dan medan magnet sehingga dapat kita simpulkan bahwa gelombang elektromagnetik merupakan
suatu mekanisme transfer energi dari satu tempat ke tempat lain. Dengan demikian, gelombang electromagnet sendiri mengandung atau membawa
sejum- lah energi tertentu. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 9, energi
total per satuan volume dari suatu sistem yang mengandung medan listrik dan
medan magnet dapat dinyatakan dalam persamaan (1018), dituliskan ulang:

Dengan melakukan
sekelumit
modifikasi
dapat
menyatakan
persa- maan (1119)
dalam bentuk
yang lebihkita
sederhana:

Karena energi gelombang elektromagnetik terdiri dari dua komponen, medan listrik dan medan magnet, maka kita juga dapat menyatakan energi per
satuan volume dalam variabel medan magnet melalui relasi E = cB.

20

Dari persamaan (1120) dan (1121) kita dapat menentukan persamaan


untuk energi yang di bawa gelombang elektromagnetik dalam setiap keadaan,
koordinat ruang dan waktu, dengan memasukkan persamaan medan listrik
dan meda magnet.

Atau

Berangkat dari persamaan (1119), kita juga dapat menyatakan persamaan


energi per satuan volume dalam variabel B dan E sebagai berikut:

Persamaan (1124) adalah persamaan untuk energi per satuan volume


pada gelombang elektromagnetik. Karena bersifat sinusoidal, dalam
prakteknya kadang lebih mudah untuk menyatakan besar energi rata-rata dari
gelombang tersebut. Nilai rata-rata dari persamaan (1124) adalah:

Gelombang elektromagnetik mentrasmisikan energi dalam bentuk rambatan medan listrik dan medan magnet. Rambatan energi ini bergantung pada
koordinat spasial dan waktu. Variabel z pada persamaan (1124) menunjukkan arah rambat gelombang elektromagnetik sedangkan menyatakan frekuensi sudutnya. Ketika gelombang telah bergerak selama waktu dt
maka gelombang tersebut telah menempuh jarak sejauh cdt dan menyapu
luasan sebesar A. Energi total yang dibawa oleh gelombang tersebut, setelah bergerak selama dt tadi, dengan demikian dapat dinyatakan sebagai:

Kita dapat menurunkan berbagai besaran yang terkait energi dari persamaan
tersebut. Energi total yang dijalarkan per detik, atau daya, dapat kita tentukan
sebagai berikut:

Yang mana, p adalah daya (watt), uT adalah eergi persatuan volume


selama waktu dt (J/m3), A menyatakan luas bidang yang disapu oleh
gelombang elek- tormagnetik (m2) dan c adalah cepat rambat cahaya (m/s).
Jika medan magnet
yang
mengenai
suatu
luasan
kita
sebagi
fluks
magnet
maka
besarnya
daya
yang
mengenai
tertentu
kita
sebut
sebagai
fluks
energi
atau
fluks
daya. Fluks
energi
disimbolkan
dengan
huruf sebut
S: luasan

22

Perhatikan bahwa fluks energi ini memiliki arah kerja yaitu terhadap
suatu
bidang tertentu. Jika normal bidang tegak lurus dengan arah kerja daya maka
pada permukaan tersebut, fluks energi akan nol. Dengan
demikian S didefinisikan
disebut sebagai besaran vektor dan dalam bentuk vektornya besaram S
sebagai pointing vector s.

Karena medan magnet selalu tegak lurus terhadap medan listrik maka
hasil dari persamaan di atas dapat ditulis dengan:

Yang menghasilkan persamaan yang persis sama dengan persamaan (11


26). Momentum Gelombang Elektromagnetik Perhatikan sebuah sistem yang
terdiri dari gelombang elektromagnetik dan sebuah partikel bermuatan, katakanlah Q. Kita telah mempelajari pada Bab 1 bahwa jika sebuah partikel bermuatan dikenai medan listrik maka akan dihasilkan gaya listrik pada muatan
tersebut sehingga muatan Q mengalami percepatan, lihat persamaan (123).
Gelombang elektromagnetik mengandung medan listrik dan medan magnet.

Ketika partikel Q mendapat percepatan maka partikel akan bergerak. Komponen medan magnet hanya dapat bekerja pada muatan yang bergerak seh-

ingga setelah partikel bergerak dengan kecepatan tertentu maka partikel akan
dipengaruhi oleh medan magnet dan geraknya akan dibelokkan sesuai dengan
persamaan (61). Gaya total yang bekerja pada muatan Q dengan demikian
adalah penjumlahan dari gaya oleh medan listrik dan medan magnet, lihat
persamaan (64), dituliskan ulang:

FL adalah gaya Lorentz dan v kecepatan gerak partikel Q. Perhatikan bahwa pada gelombang elektromagnetik medan listrik mengalai osilasi pada nilai
positif dan negative sehingga gaya total yang bekerja pada partikel Q adalh
nol. Namun demikian, gaya yang dikerjakan oleh medan
magnet selalu ada. Jadi, partikel tetap mengalami percepatan gerak. Berdasarkan hukum II Newton, partikel bermuatan yang diberi gaya eksternal
akan mengalami perubahan momentum, lihat kembali pembahasan hokum
Newton. Karena perubahan momentum partikel Q disebabkan oleh gelombang elektromagentik maka gelombang itu sendiri tentu saja memiliki momentum. Mengacu pada konsep fluks energi S, ketika partikel telah
bergerak
selama dt maka momentum gelombang elektromagnetik dapat dinyatakan sebagai berikut:

Dari persamaan (1128), kita dapat menurunkan besaran lainnya yaitu tekanan radiasi. Gaya berkaitan dengan perubahan momentum dan berdasarkan
persamaan (1128) perubahan momentum dapat kita nyatakan sebagai:

24

Karena dp/dt adalah F maka tekanan radiasi dapat dituliskan sebagai P =


dp/Adt.

11 4 radiasi Dipol
Partikel yang mengalami percepatan dapat menghasilkan gelombang elektromagnetik. Pada sub bab sebelumnya kita telah menggunakan model
partikel bermuatan pembawa arus listrik yang berosilasi menghasilkan
gelombang bidang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik banyak
dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Transmisi gambar dan suara pada
televisi, juga handphone, menggunakan gelombang elektromagnetik. Pada
percobaan yang dilakukan Hertz, digunakan dua alat yang berfungsi sebagai
pemancar dan penerima. Tentu saja yang dipancarkan dan diterima adalah
gelombang elek- tromagnetik.
Pada stasiun televisi transmisi gambar dan suara dilakukan denganalat
yang disebut antenna pemancar. Televisi di rumah kita menangkap sinyal
tersebut juga dengan menggunakan antena namun antenna yang digunakan
adalah antena penerima. Gelombang elektromagnetik dipancarkan secara radiasi. Gelombang elektromagnetik tidak membutuhkan kehadiran medium
agar dapat merambat. Pada prakteknya, proses pemancaran dan penerimaan
gelombang elektromagnetik cukup rumit. Pada sub bab ini kita akan membagas radiasi elektromagnetik tersebut dalam bentuknya yang paling sederhana
yaitu pada sistem yang disebut sebagai radiasi dipol. Lihat Gambar 11.8,
sumber tegangan AC digunakan untuk menghasilkan osilasi muatan pada ka-

wat sehingga menghasilkan fluks magnetik yang tersu menerus berubah.

Perubahan fluks magnet menghasilkna medan listrik dan keduanya


bergabung
Radiasi membentuk gelombang elektromagnetik yang ditransmisikan.
elektromagnetik memancarkan sejumlah energi tertentu. Pada sub bab 113
telah dibahas mengenai energi yang diradiasikan oleh gelombang
elektromag- netik. Radiasi dipol berbentuk merupakan radiasi yang
berbentuk bola, mel- ingkupi antena pemancar dan penerima. Daya radiasi
yang dipancarakan oleh gelombang elektromagnetik dipol dibedakan menjadi
dua yaitu daya radiasi magnetik dan elektrik.

Daya radiasi dipol listrik


Daya radiasi dipol listrik dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini:

26

Yang mana p0 adalah momen dipol listrik maksimum, p0 = Qd dengan d


menyatakan jarak pisah antar muatan yang mengalami osilasi. Daya radiasi
dipol magnetic Daya radiasi dipol magnetik dapat ditentukan dengan persamaan berikut ini:

Yang mana m0 adalah momen dipol magnet maksimum, m0 = b2I0 dengan b menyatakan radius loop medan magnet dan I0 menyatakan arus listrik maksimum yang digunakan untuk membangkitkan medan magnet. 11
5 polarisasi Gelombang elektromagnetik dapat dikarakterisasi berdasarkan
komponen medan listrik dan medan magnet yang menyusunnya. Hal tersebut
menjadi lebih mudah lagi dilakukan karena medan listrik dan medan magnet
terkopel satu sama lain artinya jika kita mengetahui salah satu komponen, katakanlah medan listrik, maka kita dapat menentukan komponen lainnya, yaitu
medan magnet. Untuk memahami apa itu polarisasi, kita akan fokus pada
medan listrik dan sebagai simplifikasi maka diasumsikan bahwa
gleombang
merambat pada arah z. Persamaan gelombang untuk komponen medan listrik
dapat dituliskan sebagai berikut:

Dengan sedikit aljabar kita peroleh persamaan berikut:

Hal ini berarti bahwa amplitude gelombang pada komponen sumbu x dan y
adalah sama, demikian juga dengan fasenya. Kedua amplitude mencapai nilai
maksimum dan minimum dalam waktu yang sama pula. Keadaan semacam
itu disebut sebagai gelombang terpolarisasi linier. Perhatikan diagram
sederhana pada Gambar 11.9.

28

Ekplorasi Elektromagnetik

Ekplorasi Georadar

METODE GEORADAR

i. pendahuluan
Geofisika
adalah
bagian
dari
ilmu
bumi yang
mempelajari
bumi
menggunakan
kaidah
atau
prinsip-prinsip
fisika.
Di dan
dalamnya
termasuk
juga
rologi,
elektrisitas
atmosferis
fisika
ionosfer.
Penelitian
untuk
mengetahui
kondisimeteodi geofisika
bawah
permukaan
bumi melibatkan
pengukuran
di
atas
permukaan bumi dari parameter-parameter fisika yang dimiliki oleh
batuan di
dalam bumi. Dari pengukuran ini dapat ditafsirkan bagaimana sifat-sifat dan
kondisi di bawah permukaan bumi baik itu secara vertikal maupun horisontal. Secara umum, metode geofisika dibagi menjadi dua
kategori yaitu metode pasif dan aktif. Metode pasif dilakukan dengan mengukur medan alami
yang dipancarkan oleh bumi. Metode aktif dilakukan dengan membuat
medan gangguan kemudian mengukur respons yang dilakukan oleh bumi.
Sedangkan sumber-sumber yang digunakan dalam pengukuran tersebut
diantaranya ada- lah gelombang elektromagnetik, getaran, sifat kelistrikan,
sifat kemagnetan, dan lain-lain.
Penggunaan sinyal elektromagnetik saat ini sudah banyak digunakan,
salah satu metode yang menggunakan sumber ini yaitu metode Ground
Penetrating

Ekplorasi
Elektromagnetik
GPR dapat disebut juga dengan Ekplorasi
metode Georadar
refleksi
Radar (GPR).

elektromagnetik karena memanfaatkan sifat radiasi elektromagnetik yang memperlihatkan


refleksi separti pada metode gelombang
seismik.
Dalam
makalah akan dibahas mengenai Ground Penetrating Radar (GPR).

a. pengertian
GPR adalah salah satu metode geofisika yang mempelajari

kondisi bawah
permukaan berdasarkan sifat elektromagnetik yang mempunyai rentang
frekuensi antara 1-1000 MHz dan dapat mendeteksi parameter permitivitas
listrik
(),
konduktivitas
()
danradiasi
permeabilitas
magnetik (). yang
GPR
dapat
disebut refleksi
jugadigunakan
dengan
metode
refleksi
karena
memanfaatkan
sifat
elektromagnetik
memperlihatkan
separti
pada
metode
gelombang
seismik.
GPR
dalam
berbagai
aplikasi,elektromagnetik
termasuk stratigrafi tanah, studi air tanah, pemetaan fracture bedrock dan penentuan
kedalaman dari permukaan air tanah (Annan dan Davis, 1989). Seperti pada sistem
radar pada umumnya, sistem GPR terdiri atas pengirim (trasmiter), antena
yang terhubung ke sumber pulsa, dan penerima (receiver), antena yang terhubung ke unit pengolahan sinyal dan citra. Adapun dalam menentukan tipe
antena yang digunakan, sinyal yang ditransmisikan dan metode pengolahan
sinyal tergantung pada beberapa hal, yaitu:
Jenis objek yang akan dideteksi
Kedalaman Objek, dan
Karakteristik elektrik medium tanah

Dari proses pendeteksian seperti di atas, maka akan didapatkan suatu citra
dari letak dan bentuk objek yang terletak di bawah tanah atau dipermukaan
tanah. Untuk menghasilkan pendeteksian yang baik, suatu sistem GPR harus
memenuhi empat persyaratan sebagai berikut:
1. Kopling radiasi yang efisien ke dalam tanah
2. Penetrasi gelombang elektromagnetik yang efisien
3. Menghasilkan sinyal dengan amplitudo yang besar dari objek yang
dideteksi.
4. Bandwidth yang cukup untuk menghasilkan resolusi yang baik.

30

B. Gelombang elektromagnetik
Sifat elektromagnetik suatu material bergantung pada komposisi dan
kand- ungan air didalamnya, dimana keduanya merupakan pengaruh utama
pada perambatan kecepatan gelombang radar dan atenuasi gelombang
elektromag- netik dalam material. Penggunaan gelombang elektromagnetik
dalam ground penetrating radar didasarkan atas persamaan maxwell yang
merupakan peru- musan matematis untuk hukum-hukum alam yang
melandasi semua fenomena elektromagnetik. Perumusan tersebut dirumuskan
dalam persamaan sebagai berikut :

dimana: E = Kuat medan listrik


H = Fluks medan magnet
B = Permeabilitas magnetik
J = Rapat arus listrik
= Dielektrik
= Konduktifitas
= Tahanan jenis

Dari persamaan Maxwell di atas dapat diperoleh nilai kecepatan gelombang EM pada berbagai medium, kecepatan ini tergantung kepada kecepa-

tan cahaya (c), konstanta relatif dielektrik (r) dan permeabilitas


magnetic
(r = 1 untuk material non magnetik). Persamaan kecepatan gelombang
EM
dalam suatu medium adalah:

dimana:

c = kecepatan cahaya dalam ruang hampa (3 x 108 m/s)


r = konstanta dielektrik relatif
r = permeabilitas magnetik relative
P = loss factor, dimana P = / , adalah konduktifitas
= 2f, f adalah frekuensi
= permitifitas dielektrik

f = frekuensi gelombang EM
o = permitifitas ruang bebas (8,854 x 10-12 F/m)
Loss factor menunjukkan sejumlah energi yang hilang penjalaran (propagasi) muatan atau sinyal karena terjadi penyerpan oleh medium yang dilewati. Energi tersebut sebenarnya tidak lenyap tetapi bertransformasi menjadi
suatu bantuk yang berbeda, misalnya dari energi EM menjadi energi termal
(panas) sama halnya seperti yang berlaku pada alat masak oven microwave.
Tetapi terkadang energi tersebut tidak berubah bentuk melainkan mengalami
multiphating. Penyebaran geometrik dan penghamburan (scattering) yang
berlebihan, sehingga tidak dapat lagi diobservasi oleh antena.

C. Koefisien Refleksi
Suatu gelombang aan mengalami efek snellius. Dari efek snellius itu da-

pat dicari suatu koefisien refleksi. Koefesien refleksi (R) didefinisikan


sebagai

32

perbandingan energi yang dipantulkan dan energi yang datang , persamaan


untuk koefesien refleksi adalah sebagai berikut :
dimana V1 dan V2 secara berturut-turut adalah kecepatan gelombang pada

lapisan 1 dan 2, sedangkan 1 dan 2 adalah konstanta dielektrik relatif

(r)
lapisan 2. didefinisikan sebagai kapasitas dari suatu material dalam
melewatkan muatan saat medan elektromagnetik melaluinya.

D. prinsip kerja Gpr


Prinsip kerja alat GPR yaitu dengan mentransmisikan gelombang radar
(Radio Detection and Ranging) ke dalam medium target dan selanjutnya
gelombang tersebut dipantulkan kembali ke permukaan dan diterima oleh alat
penerima radar (receiver), dari hasil refleksi itulah barbagai macam objek
dapat terdeteksi dan terekam dalam radargram. Mekanisme kerja GPR dan contoh
rekaman radargram ditunjukan oleh gambar berikut.

Gambar 1.1 Mekanisme Kerja GPR dan contoh rekamannya

Semua sistem GPR pasti memiliki rangkaian pemancar (transmitter),


yaitu system antena yang terhubung ke sumber pulsa, dan rangkaian
penerima (re- ceiver), yaitu sistem antena yang terhubung ke unit pengolahan
sinyal. Rang- kaian pemancar akan menghasilkan pulsa listrik dengan bentuk,
prf (pulse repetition frequency), energi, dan durasi tertentu. Pulsa ini akan
dipancarkan oleh antena ke dalam tanah. Pulsa ini akan mengalami atenuasi
dan cacat siny- al lainnya selama perambatannya di tanah. Jika tanah bersifat
homogen, maka sinyal yang dipantulkan akan sangat kecil. Jika pulsa
menabrak suatu inho- mogenitas di dalam tanah, maka akan ada sinyal yang
dipantulkan ke antena penerima. Sinyal ini kemudian diproses oleh rangkaian
penerima. Kedalaman objek dapat diketahui dengan mengukur selang waktu
antara pemancaran dan penerimaan pulsa. Dalam selang waktu ini, pulsa
akan bolak balik dari antena ke objek dan kembali lagi ke antena.
Untuk mendeteksi suatu objek diperlukan perbedaan parameter kelistrikan
dari medium yang dilewati gelombang radar. Perbedaan parameter kelistrikan
itu antara lain permitivitas listrik, konduktivitas dan permeabilitas magnetik.
Sifat elektromagnetik suatu material bergantung pada komposisi dan
kand- ungan air didalamnya, dimana keduanya merupakan pengaruh utama
pada perambatan kecepatan gelombang radar dan atenuasi gelombang
elektromag- netik dalam material.
Keberhasilan metode GPR bergantung pada variasi bawah permukaan
yang
dapat
radar
dan
refleksikan.
refleksi
yang
ditimbulkan
oleh tertransmisikan
radiasi
gelombang
elektromagnetik
timbul
akibat
adanya menyebabkan
perbedaan
antaragelombang
konstanta dielektrik
relatif antara
lapisan
yang berbatasan. Perbandingan energi yang direfeleksikan disebut koefesien
refeleksi (R).

34

e. atenuasi Gelombang
Dalam perambatannya, amplitudo sinyal akan mengalami pelemahan karena adanya energi yang hilang, sebagai akibat terjadinya
refleksi / trasmisi
di tiap batas medium dan terjadi setiap kali gelombang radar melewati batas
antar medium. Faktor kehilangan energi disebabkan oleh perubahan energi
elektromagnetik menjadi panas. Penyebab dasar terjadinya atenuasi merupakan fungsi kompleks dari sifat dielektrik dan sifat listrik medium yang dilewati
oleh sinyal radar. Faktor atenuasi tergantung pada konduktivitas,
permitivitas, dan permeabilitas magnetic medium, dimana sinyal tersebut
menjalar, serta
frekuensi sinyal itu sendiri. Koefisien Atenuasi ditentukan dengan
persamaan
berikut :

e m
r

a
r

s
1

ew

f. Skin Depth
Skin depth adalah kedalaman dimana sinyal telah berkurang menjadi 1/e.
Kedalaman penetrasi dibatasi oleh konduktifitas tanah yang rendah (atau
resisitivitas yang tinggi). Untuk material geologi, berada pada range 1-30, sehingga range jarak cepat rambat gelombang menjadi besar yaitu sekitar 0.03
sampai 0.175 m/ns. Skin depth dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

1
a

c
2

mr e r
2

s
1

ew

-1

dimana:
= Skin Depth (m)
r = konstanta dielektrik relatif
= konduktifitas tanah/material
r = permeabilitas magnetik relative
= 2f, f adalah frekuensi
Tabel 2.1. permitivitas relatif, konduktivitas,kecepatan, dan atenuasi media geologi (annan, 1992)
material

permitivitas
relatif

konduktivitas
(ms/m)

kecepatan
(m/ns)

koef.
Atenuasi
(dB/m)

Udara

0.3

Air terdistilasi

80

0.01

0.033

2x10-3

Air segar

80

0.5

0.033

0.1

Air laut

80

3x10

0.01

103

Pasir kering

3-5

0.01

0.15

0.01

Pasir jenuh

20-30

0.1-1

0.08

0.03-0.3

Batugamping

4-8

0.5-2

0.12

0.4-1

Serpih

5-15

1-100

0.09

1-100

Lanau

5-30

1-100

0.07

1-100

Lempung

5-40

2-1000

0.06

1-300

Granit

4-6

0.01-1

0.13

0.01-1

Garam kering

5-6

0.01-1

0.13

0.01-1

Es

3-4

0.01

0.16

0.01

36

ii. peralatan Gpr


Secara garis besar, peralatan yang digunakan dalam penyelidikan

geofisika
menggunakan metode ground penetrating radar kurang lebih sama saja dengan metode-metode penyelidikan lainnya yaitu :
a. GPR
b. Perangkat komputer
c. Control unit
d. Graphic recorder
Alat utama yang digunakan adalah Ground Penetrating Radar sendiri
yang terdiri dari beberapa komponen yang penting.
Ground penetrating radar (Gpr)

Gambar 2.1. Ground Penetrating Radar (GPR)

Sistem GPR terdiri atas pengirim (transmitter), yaitu antena yang terhubung ke sumber pulsa (generator pulsa) dengan adanya pengaturan timing
circuit, dan bagian penerima (receiver), yaitu antena yang terhubung ke LNA
dan ADC yang kemudian terhubung ke unit pengolahan (data processing)
ser- ta display sebagai tampilan outputnya.
Sistem GPR yang digunakan untuk mengukur keadaan di bawah permukaan tanah terdiri dari unit kontrol, antenna pengirim dan antena penerima,
penyimpanan data yang sesuai dan peralatan display. Unit kontrol radar
meng- hasilkan pulsa trigger tersinkronasi ke pengirim dan penerima
elektronik di antena. Pulsa ini mengendalikan pengirim dan penerima
elektronik untuk menghasilkan sample gelombang dari pulsa radar yang
dipantulkan.
Antena merupakan tranduser yang mengkonversikan arus elektrik pada
elemen-elemen antena logam (biasanya antenna bowtie-dipole sederhana) untuk mengirimkan gelombang elektromagnetik yang akan dipropagasikan ke
dalam material. Antena memancarkan energy elektromagnetik ketika terjadi
perubahan percepatan arus pada antena. Radiasi terjadi sepanjang garis, dan
radisi terjadi sepanjang waktu ketika terjadi perubahan arah arus (misalnya
pada ujung elemen antena). Mengendalikan dan mengarahkan energy elektromagnetik dari antena merupakan tujuan dari perancangan antena. Antena
juga mengubah gelombang elektromagnetik ke arus pada suatu elemen antena, bertindak sebagai suatu penerima energy elektromagnetik dengan cara
menangkap bagian gelombang elektromagnetik.
Sistem GPR dikendalikan secara digital, dan data selalu direkam secara
digital untuk kebutuhan pemrosesan survey akhir dan display. Kendali digital
dan display bagian dari sistem GPR secara umum terdiri dari sebuah mikroprosesor, memori, dan mass storage yaitu medium untuk menyimpan bidang
pengukuran.
Sebuah mikrokomputer yang kecil dan operating sistem standard kerapkali
digunakan untuk mengendalikan proses pengukuran, menyimpan data, dan

38

bertindak sebagai penghubung dengan pengguna. Data kemungkinan akan


mengalami proses penyaringan pada bidang untuk menghilangkan noise,
atau data kasar mungkin direkam terlebih dahulu dan pemrosesan data untuk menghilangkan noise dilakukan dikemudian waktu. Penyaringan medan
untuk
menghilangkan
noise
yang
terdiri dariterlebih
pemfilteran
elektronik
dan/atau
digital
dilakukan
dahulu
untuk
merekam
data
medium
Bidang
pemfilteran
secarapada
normal
harus
diperkecil
kecuali
pada pemfilteran
kasus-kasus
tertentu
ketika
datapenyimpanan
harus ditafsirkandata.
segera setelah
direkam.

iii. akuisisi Gpr


Ada beberapa metode berbeda untuk memperoleh data GPR, salah
satunya yang paling umum digunakan adalah mendorong suatu unit GPR
sepanjang lintasan atau menyeret suatu GPR unit di belakang suatu
kendaraan, seperti ditunjukkan gambar berikut :

Gambar 3.1. Pengambilan Data GPR dengan Mendorong

Gambar 4.2. Pengambilan Data GPR dengan Menyeret di Belakang ATV


Ketika unit GPR bergerak di sepanjang garis survey, pulsa energi dipancarkan dari antena pemancar dan pantulannya diterima oleh antena penerima.
Antena penerima mengirimkan sinyal ke recorder. Komponen utama untuk
di pertimbangkan dalam memperoleh data GPR adalah jenis transmisi dan
antena penerima yang menggunakan cakupan frekuensi yang tersedia untuk
pulsa elektromagnetik. Sinyal atau gelombang yang dipancarkan akan segera
dipantulkan kembali setelah menempuh two-way traval time tertentu, hasilnya
akan terekam
pada
alat
grafik
recorder
radargram
yang
berbentuk
yang
menerus,
konfigurasi
inilah
merupakan
cerminan
perbedaan
litologi
dari yaitu
reflektor
di bawah
permukaan.
Terdapatpenampang
tiga
model untuk
memperoleh
data penyelidikan
GPR
yakni
:yang
a. Reflection Profiling (antena monostatik maupun bistatik),
Cara ini dilakukan dengan membawa antena bergerak secara simultan
di atas permukaan tanah dimana nantinya hasil tampilan pada
radargram akan merupakan kumpulan dari tiap-tiap pengamatan. Cara
ini serupa dengan cara countinous seismik reflection profiling pada
metode seismik. Kedalaman target atau reflektor dapat diketahui jika
cepat rambat
gelombang diketahui.
b. Wide Angel Reflection and Refraction (WARR)
Cara WARR sounding ini dilakukan dengan meletakkan sumber pe-

mancar atau transmitter pada suatu posisi yang tetap, sedangkan receiver dipindah-pindah sepanjang lintasan penyelidikan (Gambar
4.3.).
Cara
ini
umumnya
reflektor
yang
relatif
datar
atau
memiliki
kemiringan
yanguntuk
rendah.
Tetapi
asumsi
bahwa
reflektor
cenderung
datar
adalah
tidak digunakan
selalu
benar, untuk
maka
mengatasi
kelemahan ini digunakan cara CMP, yang hanya sedikit berbeda
dengan cara WARR, pada CMP sounding, kedua antena bergerak
menjauhi satu sama lainnya dengan titik tengah pada titik yang tetap,
kedua cara ini merupakan cara yang paling umum digunakan.

Gambar 4.3. Pengambilan Data GPR dengan Model WARR


c. Transilluminasi atau disebut juga Radar Tomografi
Cara ini dilakukan dengan menempatkan transmitter dan receiver
pada posisi yang berlawanan. Sebagai contoh jika transmitter diletakkan pada lubang bor maka receiver diletakkan pada lubang bor lainnya.
cara ini umumnya digunakan pada kasus non-destructive testing (NDT)
dengan menggunakan frekuensi antena yang tinggi, sekitar 900 Mhz.

iv. pengolahan dan interpretasi Data Gpr


A. pengolahan Data Gpr
Pada banyak kasus, survei GPR dengan prosesing yang sangat minim
mungkin saja dapat dipakai hasilnya. Dalam kasus ini, penyesuaian yang
perlu untuk dibuat adalah konversi data ke suatu penggunaan format digital,
melakukan penyesuaian penguatan data, dan menentukan kedalaman setiap
reflektor di bawah permukaan. Berikut adalah langkah yang diperlukan
untuk
memproses data survei GPR:
a. konversi data ke penggunaan format digital
Pada kebanyakan unit GPR, data secara otomatis direkam dalam format digital atau data unit GPR yang diperoleh dimasukan ke komputer dan diproses dengan perangkat lunak.
b. penghilangan atau minimalisasi gelombang direct dan gelombang udara dari data.
Seringkali, ada amplitudo refleksi yang besar pada batas antara
permukaan udara dan tanah seketika di bawah antena GPR.

Gambar 4.1 Gelombang direct dan gelombang udara


42

42

Kontras yang tinggi antara daya konduktivitas udara dan tanah dapat
menciptakan gelombang direct dan gelombang udara yang dapat mengaburkan refleksi dari objek penting di bawah permukaan. Gelombang

direct dan gelombang udara ini dapat dihilangkan dengan komputasi


waktu tempuh dan panjang gelombang, kemudian dengan
mengurangkan gelombangteoritis sepanjang lebar panjang gelombang
dari gelombang aslinya pada setiap trace GPR.
c. penyesuaian amplitudo pada data.
Dalam banyak kasus baterei unit GPR dapat melemah saat survei masih
berlangsung. Ini menghasilkan trace GPR dengan aplitudo refleksi
yang
semakin lemah. Menentukan waktu habisnya baterei dari waktu ke waktu, kemudian mangalikan masing-masing trace dengan suatu konstanta
untuk memperbaiki pengurangan tadi dapat mengkoreksi masalah ini.
d. penyesuaian penguatan pada data.
Selama sinyal transmisi dari unit GPR menembus tanah, terjadi atenuasi terhadap trace GPR. Atenuasi itu dapat dikoreksi dengan melakukan
penyesuaian penguatan pada setiap trace. Ada beberapa persamaan
untuk komputasi penyesuaian penguatan. Dalam satu model, masingmasing nilai data pada keseluruhan jejak dikalikan dengan suatu faktor
yang ber- hubungan dengan kedalaman sinyal.
e. penyesuaian statis.
Penyesuaian ini menghilangkan efek yang disebabkan oleh perubahan
elevasi dan peningkatan antena GPR.
f.

Filtering data.
Tujuan dari filtering adalah menghilangkan noise background yang
tidak

diinginkan. Untuk menghilangkan noise yang tidak diinginkan ini, data


trace time-domain dikonversi dalam bentuk domain frekuensi dengan
menggunakan transformasi Fourier. Frekuensi yang diinginkan disaring,
dan trace dikonversi kembali menjadi domain time dengan
menggunakan
invers transformasi Fourier.
g. Velocity analisis.
Velocity analisis melibatkan penentuan kecepatan gelombang pada material bawah permukaan, kemudian mengubah travel time ke kedalaman.
dengan pengujian konstanta dielektrik relatif, lalu kedalaman
tiap refleksi di bawah permukaan ditentukan dari persamaan :

dr

kedalaman

reflektor
v : cepat rambat energi elektromagnet pada material
t : waktu tempuh ke reflektor dalam two-way travel time

h. migrasi.
Migrasi adalah suatu prosedur untuk mengubah permukaan yang telah
terekam dalam data GPR ke data dengan lokasi heterogenetis bawah permukaan pada posisi yang benar.
visUaLisasi DaTa Gpr
Ada tiga metode dalam memvisualisasi data GPR, antara lain : Ascan adalah penyajian 1D single profil GPR (trace), B-scan adalah penyajian 2D 3

rangkaian trace GPR, dan C-scan adalah penyajian 3D rangkaian trace 2D


[1], seperti ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 4.2 Visualisasi Data GPR


B.

interpretasi Data Gpr


Pekerjaan akhir dalam penyelidikan geofisika adalah menerjemahkan
data-

data sinyal yang telah diperoleh dari akuisisi untuk kemudian diplot kedalam
suatu bentuk konfigurasi agar dapat dibaca dan diambil kesimpulan,
pekerjaan
ini adalah interpretasi. Beberapa hal yang lazim diperhatikan dalam penginterpretasian adalah :

a.

Interpretasi grafik

Kecepatan gelombang dapat diketahui dengan berasumsi pada suatu


konstanta dielektrik relative yang mendekati atau sesuai dengan nilai material yang diselidiki, dengan cara demikian two-way travel time (TWT)
dapat diterjemahkan menjadi kedalaman, dan jika ditambahkan dengan

pengidentifikasian sinyal pantulan dari target (refleksi), maka


peta TWT
dapat dihasilkan guna menunjukkan kedalaman, ketebalan, perlapisan, dll.
Dari sini dapat diketahui nilai sebenarnya dari kecepatan gelombang.

b.

Analisa kuantitatif
Dengan menggunakan beberapa analisa, kedalaman interpretasi sinyal juga kedalaman target atau reflektor dapat dideterminasi
tergantung
kepada cukup tidaknya nilai yang diketahui dari analisa kecepatan juga
variasi konstanta dielektrik relatif material yang dilewati, juga kepada
analisa amplitude dan koefisian refleksi.

c.

Kegagalan interpretasi
Dua hal yang paling sering ditemui dan dianggap sebagai kelemahan
dalam interpretasi radar adalah tidak mampu mengindentifikasi
permukaan tanah dan misi identifikasi strata hitam-putih pada radargram. Hal
ini
dapat disebabkan oleh perlakuan yang dialami oleh sinyal selama menempuh perjalanan melewati medium.

v. aplikasi metode Gpr


Aplikasi GPR dapat digunakan untuk survey benda-benda yang
terpendam di tempat yang dangkal, tempat yang dalam, dan pemeriksaan
beton. GPR ini dapat digunakan untuk pencirian geologi dangkal, mencari
lokasi pipa, tank, drum, pencitraan beton, studi arkeologi, dan lain-lain.
a. pencirian Geologi Bawah permukaan Dangkal
Dalam penelitiannya Bares, M. Dan Haeni, F.P. (1991) mempelajari
kondisi geologi bawah permukaan dengan menggunakan antena 80MHz, mereka memperoleh resolusi dekat permukaan (resolusi= panjang gelombang / 2) 1-2 feet dengan suatu antena . Data survey GPR
nya memerlukan pengolahan data yang sangat kecil. Setelah melakukan survey GPR, lalu menggunakan lampiran-1 untuk menginterpre-

tasikan data. Penafsirannya kemudian dibandingkan dengan penafsiran dari log borehole bawah permukaan. Penelitian ini menghasilkan

kesimpulan sebagai berikut ini:


i.
Profil GPR bawah permukaan berkualitas tinggi dapat
ii.
iii.

iv.

diperoleh dengan sedikit prosesing data atau tanpa prosesing.


Penetrasi kedalaman survey GPR berkisar antara 20 sampai 70
feet, bergantung pada tipe sedimen bawah permukaan.
Kesalahan dalam analisis log borehole, estimasi kecepatan radar yang salah, resolusi GPR yang buruk, interferensi antar reflektor GPR, dan faktor lainnya dapat mengakibatkan
korelasi
yang buruk antara karakterisasi GPR dan log borehole.
Kebanyakan, GPR adalah metode yang cepat, ekonomis dalam
mencirikan litologi (tipe sedimen dan struktur) bawah permukaan. Keakuratan GPR berkurang pada deposit
berkonduktifi-

b.

tas tinggi, seperti deposit saturated clay.


penentuan kondisi Geohidrologi
Dalam studi yang dilakukan oleh Benson, A.K. (1995), ia bisa
menginter- pretasikan kedalaman muka air tanah dari pengukuran GPR.
Dalam studi di mana muka air tanah telah ditemukan pada suatu
kedalaman layak, ada
suatu refleksi yang jelas di lokasi muka air tanah tersebut.
Dalam kasus
ini, kedalaman muka air tanah mudah untuk ditentukan.

c.

pelacakan situs purbakala (arkeologi)


Situs Kerajaan Majapahit di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mungkin akan terlindungi dari
upaya okupasi peruntukan lain dan penjarahan bila ada upaya pemetaan kawasan itu dengan menggunakan georada r.

Saat ini, dunia arkeologi di Indonesia masih diguncang oleh perusakan


situs peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan. Situs ini menarik
per- hatian dengan dilaksanakannya pembangunan Pusat Informasi
Trowulan (PIM) di atas lokasi bekas kerajaan tersebut. Dari kacamata
sains dan

teknologi, kerusakan sebagian dari situs Majapahit di Trowulan adalah


akibat dari belum dikembangkannya ilmu geofisika pada bidang
arkeologi. Pemetaan arkeologi bawah tanah yang merupakan perpaduan
antara geofisika dan arkeologi nyaris tak tersentuh di Indonesia,
antara
lain karena dianggap kurang mempunyai nilai ekonomis, ujar Anggoro
Sri
Widodo,
geofisikawan
lulusan
S-2 ITB.
Karena
adanya
kesamaan
teori,
metode
interpretasi
antara yang
geofisika
migas
dan
geofisikaarkeologi,
tidak
sulit konsep,
memetakan
situs Majapahit
di Trowulan
telah
terpendam.
Sementara itu, Djoko Nugroho, mengungkapkan, aplikasi georadar
telah dilakukan dalam pencarian bekas Kerajaan Sumbawa yang terpendam akibat letusan Gunung Tambora di pulau di Nusa Tenggara Barat.
Pencarian melibatkan peneliti ITB ini berhasil menemukan lokasi situs
kerajaan tersebut. BPPT pun juga pernah menggunakan georadar untuk
pendeteksi keberadaan situs purba di kota Pagar Alam di Desa Rimba
Candi, Sumatera Selatan, yang terkubur akibat letusan Gunung Dempo.
Situs itu merupakan peninggalan peradaban megalitikum.
d.

penentuan kedalaman pondasi Gedung


Radar pada prinsipnya berkaitan dengan metode refleksi
seismik.
Sebuah pemancar (TX) memancarkan sinyal di daerah penyelidikan .
Sinyal terpantul dideteksi dan direkam oleh penerima (Rx). Tidak seperti
metode seismik, instrumen radar menggunakan gelombang elektromagnetik, bukan gelombang akustik. EM-gelombang tidak menembus sedalam gelombang suara tetapi akan menghasilkan resolusi yang jauh lebih
tinggi. Sasaran dengan impedansi listrik berbeda dengan media
sekitarnya akan dideteksi dan dicatat. Instrumen radar permukaan
sebagian besar di- gunakan untuk mendeteksi dan melokalisasi target
logam dan nonlogam untuk perkiraan kedalaman 30m.

The RAMAC / GPR secara kontinyu memancarkan sinyal ke media


penyelidikan. Jumlah scan per satuan panjang waktu ditetapkan dalam
perangkat lunak. Biasanya, akuisisi yang dibuat dalam profil
di atas permukaan media dapat sekaligus dilihat pada komputer laptop untuk mengendalikan pengukuran.
Lateral dan vertikal resolusi hasil bervariasi antara 0,01-1,0 meter,
ter- gantung pada pilihan dari frekuensi antena. Antena frekuensi yang
lebih tinggi memberikan resolusi yang lebih tinggi tapi kurang
penetrasi, dan
sebaliknya. Hiperbolik permukaan refleksi dari titik
reflektor.
Secara umum peralatan georadar terdiri dari dua komponen utama
yaitu peralatan pemancar gelombang radar (transmitter) dan peralatan
penerima pantulan / refleksi gelombang radar (tranceiver).
Sistem yang
digunakan adalah merupakan sistem aktif dimana dilakukan penembakan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (pada interval gelombang
radar) untuk kemudian dilakukan perekaman intensitas gelombang radar
yang berhasil dipantulkan kembali. Pengukuran dan perekaman terdapat
selisih waktu (t), ini kemudian akan membentuk suatu pola
penampang
gelombang radar yang khas untuk tiap interval meter kedalamannya.
Pola-pola refleksi ini mencerminkan
perbedaan nilai
dielektrik massa /
benda terhadap gelombang radar yang mengenainya. Kedalaman pengukuran dapat disesuaikan dengan tujuan kegiatannya yaitu dengan mengatur frekuensi gelombang radar yang digunakan.

METODE VERy LOw


FREqUENcy (VLF)

i. pendahuluan
Metode VLF-EM merupakan salah satu metode geofisika yang

digunakan
untuk menggambarkan rapat arus induksi yang terdapat di bawah permukaan
bumi. Metode ini pertamakali diperkenalkan oleh Ronka pada tahun 1971.
Metoda ini memanfaatkan gelombang elektromagnetik dengan frekwensi
5-30 kHz. Metode ini memanfaatkan medan elektromagnetik yang dibangkitkan pemancar-pemancar gelombang radio VLF berdaya besar yang dioperasikan untuk kepentingan militer, terutama untuk berkomunikasi dengan kapal
selam.
a. prinsip kerja
Medan magnetik dan medan listrik yang dibangkitkannya disebut sebagai medan primer. Medan primer membangkitkan medan sekunder sebagai
akibat adanya arus induksi yang mengalir pada benda-benda konduktor di
dalam tanah. Medan sekunder yang timbul bergantung pada sifat-sifat medan primer, sifat listrik benda-benda di dalam tanah dan medium sekitarnya,
serta bentuk dan posisi benda-benda tersebut. Pada daerah pengamatan VLF
dilakukan pengukuran terhadap resultan medan primer dan medan sekunder,
dimana perubahan resultan kedua medan tersebut tergantung pada perubahan

Ekplorasi Elektromagnetik

Eksplorasi Very Low Frequency

medan sekunder. Sehingga bentuk, posisi, dan sifat listrik benda-benda di


bawah daerah pengamatan dapat diperkirakan. Metode VLF ini secara umum
digunakan untuk penelitian geologi yang bersifat dangkal.

Gambar 1.1. Prinsip Kerja Metode VLF


Untuk metode VLF ada dua mode yaitu mode tilt angle dengan parameter
yang dipakai adalah sudut tilt dan parameter resistivitas sedangkan mode resistivitas dengan parameter tahanan jenis medium dan sudut fase medium.
diukur
dalam
VLF
angle besarnya
yaitu
sudut
utama
polarisasiyang
ellip
dari
horizontal
(dalam
derajat
atau persen),
dan
eliptisitas
tilt sumbu
adalahKomponen
perbandingan
antara
sumbu
kecil adalah
terhadap
(dalam
, berkaitan
dengan
persen). Tilt angle dan eliptisitas
komponen medan
magnetik horizontal, vertikal dan fasanya Secara matematis dapat diperlihatkan bahwa tilt angle mirip dengan bagian in phase (komponen real)
dari
komponen vertikal dan eliptisitas mirip dengan bagian
quadrature (komponen imaginer) dari komponen vertikal. Kedua parameter tersebut diukur
dalam prosentase terhadap medan primer horizontal
Harga rapat arus terhadap kedalaman dapat ditentukan dengan menggunakan filter dari Karous dan Hjelt (1983). Untuk dapat
memperkirakan harga
resistivitas dan fasanya, maka harus diketahui hubungan dari medan listrik Ex
dan medan magnetik Hy

Ekplorasi Elektromagnetik
dan resistivitas
semu
. Hubungan ini biasa
dituliskan dalam bentuk dibawah ini :

Eksplorasi Very Low Frequency


a

dimana:
a = Resistivitas semu
= = Permeabilitas magnetik di ruang hampa
o

z = Frekuensi sudut = 4f

B. parameTer eLekTromaGneT vLf


Adapun parameter elektromagnet VLF yang penting adalah :
a. Pemancar
Pemancar ini mulai dibangun sejak perang dunia I, digunakan untuk komunikasi jarak jauh karena kemampuannya untuk komunikasi gelombal
dengan pelemahan yang sangat kecil pada gelombang bumi ionesfer.
Penetrasinya cukup efektif hingga dapat menembus laut dalam.
b. Pengaruh Atmosfer
Sumber noise yang utama adalah radiasi medan elektromagnetik akibat kilat atmosfer baik di tempat dekat atau jauh dari lokasi
pengukuran. Pada frekuensi VLF radiasi medan ini cukup dapat
melemahkan sinyal yang dipancarkan oleh pemancar. Daerah yang
cukup banyak badai tersebut adalah Amerika tengah dan Asia tenggara
termasuk Indonesia.
Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi dimana terjadi pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi mulai siang hingga sore hampir malam.
c. Rambatan Gelombang Elektromagnetik
Pada elektromagnetik VLF dengan frekuensi <100 KHz, arus
pergeseran akan lebih kecil dari arus konduksi karena permitivitas
dieletrik batuan

rata-rata cukup kecil dan konduktivitas target biasanya > 10-2 S/m. hal
ini menunjukkan efek medan akibat arus konduksi memegang peranan
penting ketika terjadi perumbahan konduktivitas batuan.
d. Pelemahan (Atenuasi) Medan
Pelemahan medan ini mempengaruhi kedalaman. Kedalaman pada saat
amplitudo menjadi 1/e (kira-kira 37%) dikenal sebagai skin depth atau
kedalaman kulit. Kedalaman ini dalam metode elektromagnetik disebut
sebagai kedalaman penetrasi gelombang, yaitu:
kedalaman =

dimana adalah resistivitas dalam ohm-meter, dan f adalah frekuensi.

ii. peralatan metode vLf


Peralatan yang digunakan daam pengambilan data metode VLF adalah sebagai berikut :
a. Alat VLF-EM
b. Aki charger 12 V 2,2 A
c. GPS
d. Kompas
e. Peralatan pendukung lainnya.
Peralatan utama yang diperlukaan adalan alat untuk menangkap sinyal
VLF Elektromagnetik. Ada berbagai jenis alat untuk menangkap sinyal VLFEM ini. Jenis yang sering digunakan dalam akuisisi adalah vLf-em envi
sCinTreX.

Gambar 2.1. Alat Ukur VLF-EM - I

Gambar 2.2. Alat Ukur VLF-EM II

iii. akuisisi Data vLf


Untuk memperoleh data VLF, yang pertama harus disiapkan adalah menyiapkan peralatan dan menentukan lokasi penelitian yang akan diambil data
VLF-nya. Setelah itu proses akuisisi dilakukan sebagai berikut :
Data lapangan diambil menggunakan T-VLF IRIS
instrumen dan the- odolit atau GPS untuk menentukan titik ukur.
Sumber gelombang EM frekuensi sangat rendah dari
stasiun peman- car gelombang. Contohnya andalah VLF NWC
Australia, dimana sta- siun ini memiliki daya pancar yang mencakup
hampir seluruh wilayah Indonesia.
Lintasan survei harus memanjang dengan spasi untuk setiap stasiun.
Lintasan yang dibuat diperkirakan memotong daerah anomali. Arah
pengukuran harus tegak lurus dengan pemancar (Australia) atau
menghadap kepemancar.
Pengambilan data VLF menggunakan alat penangkap gelombang.
Akuisisi

data

dari

masing-masing

titik pengukuran

dilakukan da- lam dua posisi, duduk dan berdiri.

Gambar 3.1. Contoh Desain Lintasan Survei

Gambar 3.2. Foto Akuisisi Data VLF

iv. pengolahan Data dan interpretasi Data vLf


A. pengolahan Data vLf
Data yang telah terambil meliputi data elektromagnetik yang didapatkan
dalam pengukuran. Data pengukuran tersebut merupakan superposisi antara
sinyal yang berasal dari anomali dan gangguan (noise) dari struktur lokal
yang tidak diharapkan. Pengolahan data dalam metode Very Low Frequency
Elektro- magnetic (VLF-EM) dapat digambarkan dengan diagram alir pada
gambar 4.1.
Terdapat empat jenis koreksi dalam pengolahan data VLF-EM, yaitu :
1. Koreksi Moving Average Filter
Dengan asumsi gelombang yang diterima oleh VLF-EM adalah
frekuensi rendah dan noise eksternal juga mempengaruhi pengukuran, maka filter moving average digunakan untuk
menghilangkan
noise frekuensi tinggi. Oleh karena itu, sinyal yang disaring benarbenar merupakan anomali bahan konduktif di bawah permukaan.

Gambar 4.1. Diagram Alir Pengolahan Data VLF

Gambar 4.2. Contoh hasil koreksi Moving Average Filter

2. Filter Fraser
Dengan menggunakan filter ini, titik potong dari anomali menjadi
optimal (mencapai puncaknya),
membuat proses

maka hasil filter ini akan

analisis lebih mudah. Filter Fraser diaplikasikan untuk setiap lintasan dengan menempatkan lokasi pengukuran pada (x, y) dan anomali di (z), karena itu kontur dapat dibuat. Kontur menunjukkan anomali tersebar di
suatu daerah.

Gambar 4.3. Contoh hasil Filter Fraser


Interpretasi menggunakan data sebelum filter Fraser akan sulit,

karena
kesulitan untuk menentukan titik perubahan yang tidak terfokus pada satu
titik, selain itu, jika daerah tersebut memiliki banyak bahan konduktif,
titik

perubahan akan lebih sulit untuk ditentukan. Setelah dilakukan


filter Fraser
anomali menjadi lebih jelas. Namun untuk mendapatkan hasil interpretasi
yang lebih baik dapat dibantu menggunakan data lain seperti (quadrature,
titlt-angle, atau total-field).

3. Filter Karous-Hjelt
Interpretasi kualitatif VLF-EM dapat dilakukan dengan menggunakan
filter Karous- Hjelt. Penerapan hasil filter ini berupa distribusi
kerapatan
arus yang dapat memberi informasi mengenai daerah konduktif.

Gambar 4.4. gambar Hasil Filter Kaorus-Hjelt


4. Tilt Angel
Tilt
angle
angle
yaitu
utama
polarisasi
ellip dari
horizontal
(dalam
derajat
atau
persen),
dan eliptisitas

adalah
perbandingan
antara
sumbu
ke- cil
terhadap
sumbu
besarnya
(dalam
persen).
Tilt
sudut
dan
eliptisitas
,
berkaitan
dengan
komponen
medan
magnetik
horizontal,
vertikal dan
fasanya Secara matematis dapat diperlihatkan bahwa tilt angle
mirip
dengan bagian in phase (komponen real) dari komponen vertikal dan eliptisitas mirip dengan bagian quadrature (komponen imaginer) dari
komponen vertikal.

B. interpretasi Data vLf


Setelah
dilakukan
pengolahan
dilakukan berbagai
filter-filter
yang
diperlukan
makandata
hasilhingga
yang didapatkan
berupa
grafik
frekuensi
pengu-

kuran atau dalam bentuk kontur/citra 2D untuk dapat dilakukan interpretasi


setelah itu. Dalam melakukan interpretasi data VLF dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
1. Interpretasi dari Derivatif Fraser
Interpretasi yang dilakukan dari hasil derivative koreksi Fraser
Filter.
2. Interpretasi Perkiraan Langsung
Interpretasi yang dapat dlakukan dengan memperkirakan langsung
dari hasil pengukuran yang telah didapatkan. Interpretasi cara ini dapat dikatakan tidak akurat karena masih banyak noise yang belum
dikoreksi pada data yang telah didapat.
3. Interpretasi dengan Filter Linier karous hjelt
Interpretasi yang dilakukan dengan melihat hasil filter
Linier karous
hjelt. Hasil yang didapatkan lebih baik dari sebelumnya karena telah
dilakukan
beberapa
kali
pemfilteran.
4. Interpretasi terhadap data VLF dapat dilakukan dengan perangkat lunak
Interpretasi yang dlakukan dengan perangkat lunak biasanya lebih
mudah dan lebih akurat.

v. aplikasi metode vLf


Metode Very Low Frequency Elektromagnetic (VLF-EM) dapat
diaplikasi- kan dalam berbagai kegunaan baik untuk terapan, keteknikan
maupun untuk lingkungan. Beberapa kasus yang memanfaatkan metode VLF
diantara adalah sebagai berikut.

a. High Resolution Deteksi reaktif patahan Dangkal dengan metode


Geofisika, VLF-EM

VLF-EM adalah salah satu

metode geofisika yang

digunakan
untuk menentukan struktur bawah permukaan bumi. Patahan adalah

proses pelapisan batuan bumi yang biasanya terisi dengan mineral


atau rembesan dengan fluida konduktif yang menyebabkan
perubahan
konduktivitas.
Patahan ini mempengaruhi perubahan parameter
medan
elektromagnetik. Penelitian ini menerapkan pengukuran variasi interval untuk memperoleh konduktivitas high resolution. Metode analisis
Karous-Hjelt Filtering digunakan untuk menjelaskan respon metode
VLF-EM tentang kondisi rekahan atau reaktif patahan yang muncul
di desa Renokenongo, SIdoarjo. Hasilnya dapat diidentifikasi
pola patahan yang mengindikasikan reaktif patahan yang sangat
signifikan.
(Puguh Hiskiawan, 2009)

b. pemetaan sungai Bawah permukaan di Wilayah kars seropan


Gunungkidul Menggunakan Metoda Geofisika VLF-EM-vGRAD
Telah dilakukan penelitian di daerah Seropan Semanu Gunungkidul yang bertujuan mendapatkan respon VLF-EM-vGrad akibat
sungai bawah permukaan dari pemodelan. Melakukan interpretasi dari
data VLF-EM-vGrad (in-phase, quadrature, tilt, dan total field) untuk
pemetaan aliran sungai bawah permukaan di daerah kars Seropan Gunungkidul yang diinterpretasi secara kualitatif dan kuantitatif.
Pengukuran dilakukan pada taggal 14 21 bulan Agustus 2009.
Pemrosesan data menggunakan bahasa komputasi MATLAB 7.0.3
dan Inv2DVLF (Bahri, 2008). Hasil dari penelitian ini adalah nilai
Fraser VLF-EM-vGrad akan bernilai positif untuk data : in-phase,
total field, dan tilt-angle, dan akan bernilai negatif untuk data
quadrature, sungai bawah permukaan Seropan, menyebar dari utara
ke selatan dan terdiri dari beberapa sungai bawah permukaan
dengan kedalaman berkisar
40-200 meter.

Data gradien in-phase dan tilt-angle dapat memetakan lokasi sungai bawah permukaan secara horisontal. Hasil inversi dari program

inv2DVLF dapat digunakan untuk menentukan posisi sungai bawah


permukaan secara kuantitatif. (Bahri, 2009)

c.

penggunaan metode very Low frequency (vLf) untuk pemetaan


penyebaran kontaminan di Tpa pasir impun, kota Bandung
Dalam metoda Very Low Frequency (VLF), medan primer yang
dipancarkan dengan frekuensi sangat rendah (15-30 kHz) ketika mengenai benda konduktif akan membangkitkan medan sekunder, resultan
dari medan primer dan medan sekunder ini yang diterima oleh alat
VLF, dan besarnya resultan ini tergantung dari medan sekunder. Identifikasi adanya pencemaran di lokasi TPA ditandai tingginya
harga
Daya Hantar Listrik (DHL) dan Padatan Terlarut Total (TDS), dan rendahnya harga resistivitas semu. (Sumargana, 2010)

Ekplorasi Elektromagnetik

Eksplorasi Magnetotellurik

METODE
MAGNETOTELL
URIK

i. pendahuluan
Survey disgeofisika
dimaksudkan
untuk
memperoleh
informasi
mengenai
tribusi
parameter
fisik
bawah
permukaan
seperti
kecepatan
gelombang
elastik,
rapat
massa,
kemagnetan,
kelistrikan
dan
lain-lain.
Dalam
geofisika
menggunakan
metoda
elektromagnetik
(EM)
sifatsurvey
fisik
yang
relevan
adalah
konduktivitas
atau
resistivitas
(tahanan-jenis)
batuan.Beberapa
studi
menunjukkan adanya kaitan erat antara tahanan-jenis dengan porositas, kandungan
fluida (air atau gas) dan temperatur formasi batuan. Pengaruh
masing-masingfaktor tersebut terhadap tahanan-jenis formasi batuan sangat kompleks karena
dapat salingtumpang-tindih (overlap).
Metoda magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metode eksplorasi
geofisika yang memanfaatkan medan elektromagnetik alam. Medan
EM tersebut ditimbulkan oleh berbagai proses fisik yang cukup kompleks
sehingga
spektrum frekuensinya sangat lebar (10-5 Hz 104Hz).
Kebergantungan fenomena listrik - magnet terhadap sifat kelistrikan terutama konduktivitas medium (bumi) dapat dimanfaatkan untuk keperluan eksplorasi menggunakan metoda MT. Hal ini dilakukan dengan mengukur secara simultan variasi medan listrik (e) dan medan magnet (H) sebagai fungsi
waktu. Informasi mengenai konduktivitas medium yang terkandung dalam
data MT dapat diperoleh dari penyelesaian persamaan Maxwell mengguna-

kan model-model yang relatif sederhana. Pada dekade 50-an untuk pertama
kali hal tersebut dilakukan dan dibahas secara terpisah oleh Tikhonov (1950),
Rikitake (1946), Price (1950), Kato dan Kikuchi (1950), Cagniard (1953) dan
Wait (1954) yang kemudian menjadi dasar metoda MT. Dengan demikian
metoda ini masih relatif baru jika dibandingkan dengan metoda
geofisika lainnya.

a. sumber medan audio magnetotelurik


Gelombang elektromagnetik alam menyebar dalam arah vertikal di bumi
karena perbedaan resistivitas antara udara dan bumi yang cukup besar. Sumber medan EM pada frekuensi yang cukup rendah (<1 Hz) berasal dari interaksi antara partikel yang dikeluarkan oleh matahari (solar plasma) dengan
medan magnet bumi dan medan EM pada frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal
dari aktivitas kilat (Garcia dan Jones, 2002).
Pada permukaan matahari (korona) selalu terjadi letupan plasma yang sebagian besar partikel yang dikeluarkannya adalah partikel hidrogen. Proses
ionisasi di permukaan matahari menyebabkan hidrogen berubah menjadi
plas- ma yang mengandung proton dan elektron. Plasma ini memiliki
kecepatan rel- ative rendah bersifat acak dan berubah terhadap waktu yang
dikenal sebagai angin matahari (solar wind). Apabila angin matahari
berdekatan dengan med- an magnet bumi, maka muatan positif dan muatan
negatif yang terdapat dalam plasma akan terpisah dengan arah yang
berlawanan, sehingga menimbulkan arus listrik dan medan EM. Medan
tersebut bersifat melawan medan magnet bumi yang mengakibatkan medan
magnet di tempat tersebut berkurang secara tajam sehingga membentuk batas
medan magnet bumi di atmosfer yang dis- ebut lapisan magnetopause yang
merupakan batas terluar dari atmosfer bumi.

Medan EM yang dibawa oleh angin matahari akan terus menjalar sampai
ke lapisan ionosfer dan kemudian terjadi interaksi dengan lapisan ionosfer.

Interaksi tersebut menyebabkan terjadinya gelombang EM yang mengalir di


lapisan ionosfer tersebut.
Gelombang EM tersebut kemudian menjalar sampai ke permukaan bumi
dengan sifat berfluktuasi terhadap waktu. Apabila medan EM
tersebut menembus permukaan bumi, maka akan berinteraksi dengan materialbumi yang
dapat bersifat sebagai konduktor. Akibatnya akan timbul arus induksi seperti
pada fenomena Biot-Savart. Arus induksi ini akan menginduksi kepermukaan
bumi sehingga terjadi arus eddy yang dikenal sebagai arus tellurik.Arus tellurik inilah yang akan menjadi sumber medan listrik dipermukaan bumiyang
akan digunakan pada metode MT. Skema terjadinya gelombang elektromagnetik frekuensi rendah terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1.1 Struktur Medan Magnet Bumi


Sumber medan EM frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal dari aktivitas meteorologis berupa kilat. Kilat terjadi karena perbedaan potensial antara awan
yang satu dengan awan yang lainnya atau antara awan dengan bumi. Proses
terjadinya muatan pada awan disebabkan oleh pergerakan awan yang terus

menerus dan teratur. Selama pergerakannya awan akan berinteraksi dengan


awan yang lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu
sisi awan (atas atau bawah) sedangkan muatan positif akan berkumpul pada
salah satu sisi lainnya.
Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan
terjadi pembuangan muatan negatif dari awan ke bumi atau sebaliknyauntuk
mencapai kesetimbangan. Kilat yang terjadi di suatu tempat akan menimbulkan gelombang EM yang terperangkap diantara lapisan ionosfer dan bumi
(wave guide) dan kemudian menjalar mengitari bumi.

Gambar 1.2 Proses Terjadinya Kilat

B. persamaan maxwell
Persamaan Maxwell merupakan sintesa hasil-hasil eksperimen (empiris)
mengenai fenomena listrik - magnet yang didapatkan oleh Faraday, Ampere,
Gauss, Coulomb disamping yang dilakukan oleh Maxwell sendiri. Penggunaan persamaan tersebut dalam metoda MT telah banyak diuraikan dalam buku-buku pengantar geofisika khususnya yang membahas metode
EM (Keller
& Frischknecht, 1966 ; Porstendorfer, 1975 ; Rokityansky, 1982 ; Kauffman

& Keller, 1981 ; 1985).


Dalam bentuk diferensial, persamaan Maxwell dalam domain frekuensi
dapat dituliskansebagai berikut,

dimana
e : medan listrik (Volt/m)
B : fluks atau induksi magnetik (We
ber/m2 atau Tesla)
H : medan magnet (Ampere/m)
j : rapat arus (Ampere/m2)
D : perpindahan listrik (Coulomb/m2)
q : rapat muatan listrik (Coulomb/m3)

Hubungan antara intensitas medan dengan fluks yang terjadi

pada medium
dinyatakan oleh persamaan berikut,
dimana
: permeabilitas magnetik (Henry/m)
: permitivitas listrik (Farad/m)
: konduktivitas (Ohm-1/m atau Siemens/m)
: tahanan-jenis (Ohm.m)

Untuk menyederhanakan masalah, sifat fisik medium


diasumsikan tidak
bervariasi terhadap waktu dan posisi (homogen isotropik). Pada kondisi yang

umum dijumpai dalam eksplorasi geofisika (frekuensi lebih rendah


dari
104 Hz, medium bumi) suku yang mengandung (perpindahan listrik)
da-

pat diabaikan terhadap suku yang mengandung (konduksi listrik) karena

harga >> 2 untuk 0 = 4 . 10-7 H/m. Pendekatan tersebut adalah


=
aproksimasi keadaan kuasi-stasioner dimana waktu tempuh gelombang diabaikan.
Eliminasi kebergantungan medan terhadap waktu seperti dilakukan untuk
menyederhanakan persamaan, selain itu juga untuk lebih mengeksplisitkan
aproksimasi keadaan kuasi-stasioner tersebut. Dengan demikian, didapatkan
persamaan difusi,
e=k e
H=k H
2

dimana k = (i ) adalah bilangan gelombang.

C. impedansi Bumi
a. Impedansi Bumi Homogen
Gelombang elektromagnetik yang merambat ke permukaan bumi
diasumsikan bahwa permukaan bumi hanya mengabsorpsi
gelombang elektromagnetik tersebut. Perambatan gelombang
elektromagnetik di bawah permukaan bumi dapat diketahui dengan
suatu model medium. Model bumi yang paling sederhana adalah
medium homogen setengah ruang (half-space) dimana
diskontinyuitas resistivitas hanya terdap- at pada batas udara dengan
bumi. Pada medium homogen tidak ada variasi lateral medan listrik
dan medan magnet serta gelombang EM dianggap sebagai
gelombang bidang (plane wave) yang merambat se- cara vertikal.
Sehingga dalam hal ini, setiap komponen horisontal me- dan listrik
dan medan magnet hanya bervariasi terhadap kedalaman.
Impedansi yang didefinisikan sebagai perbandingan antara
komponen
medan listrik dan medan magnet yang saling tegak lurus dapat diperoleh dari persamaan,

Berdasarkan persamaan tersebut, impedansi bumi homogen adalah


suatu bilanganskalar kompleks yang merupakan fungsi tahanan-jenis medium dan frekuensi gelombang EM.Impedansi yang diperoleh dari dua
pasangan komponen medan listrik dan medan magnet yang berbeda berharga sama mengingat simetri radial medium homogen. Untuk selanjutnya
impedansi bumi homogen disebut impedansi intrinsik (ZI = Zxy = - Zyx).
b.

Impedansi Bumi Berlapis Horisontal


Pada umumnya bumi dianggap terdiri dari lapisan horisontal dengan
tiaplapisannya memiliki resistivitas yang berbeda (Gambar 2.3.). Dalam
hal ini, parameter model adalah resistivitas dan ketebalan tiap lapisan,
dengan lapisan terakhir berupa medium homogen. Perhitungan impedansi
untuk medium berlapis sejajar diperoleh melalui rumus rekursif yang
men- ghubungkan impedansi di permukaan dua lapisan yang berurutan.
Impedansi lapisan ke-j dinyatakan oleh persamaan:

Impedansi bumi berlapis horisontal dapat dianggap sebagai impedansi


medium homogen dengan tahanan-jenis ekuivalen atau tahanan-jenis semu
sehingga berdasarkan analogi, impedansi tersebut dapat dinyatakan sebagai
tahanan-jenis dan fasa,

Dalam prakt

ek, kurva sounding

yang menyatakan variasi tahanan-jenis

medium sebagaifungsi kedalaman adalah kurva tahanan-jenis semu dan fasa


sebagai fungsi periode.

Gambar 1.3. Model Lapisan Bumi dengan n Lapisan Horisontal


D. Tensor impedansi
Dalam pengukuran yang dilakukan pada metode MT, sensor yang diletakan berupa dua buah coil yang saling tegak lurus untuk mengukur medan
magnet dan dua pasang porouspot yang saling tegak lurus untuk mengukur
medan lisrik. Data MT berupa deret waktu (time series) komponen horizontal
medan elektromagnetik (Ex, Ey, Hx, Hy) yang diukur pada permukaan bumi.
Sinyal yang terekam mempunyai rentang frekuensi yang sangat lebar, yang
berisi informasi mengenai variasi medan listrik dan magnetik terhadap waktu.
Tujuan dari pengolahan data MT yaitu untuk mendapatkan fungsi transfer
MT yang dinyatakan oleh tensor impedansi. Tensor impedansi merupakan
hubun- gan antara medan listrik dan medan magnet dalam domain frekuensi.
Dengan asumsi bahwa gelombang bidang (plane wave) merambat tegak
lurus ke per-

mukaan bumi dan ditangkap oleh sensor, maka persamaan tensor impedansi
(Z) dinyatakan dengan :

Atau jika dinyatakan dalam bentuk matriks:

(Berdichevsky dan Dmitriev, 2008)

Data pengukuran medan listrik dan magnetik selalu mengandung noise.


Oleh karena itu, komponen medan listrik dan magnetik hasil pengukuran dapat dituliskan sebagai penjumlahan antara medan alami dan noise. Noise
dapat dihilangkan dengan menerapkan metode remote reference. Metode ini
meli- batkan satu titik pengukuran tambahan yang letaknya relatif jauhdari
titik pen- gukuran utama. Sensor yang digunakan pada titik ini hanya sensor
magnetik. Metode ini didasarkan pada karakter medanmagnetik yang secara
spasial tidak terlalu banyak bervariasi. Oleh karena itukarakter atau sinyal
medan magnetik di titik pengukuran dan di titik referensirelatif identik,
namun memiliki noise yang berbeda. Selain dengan metode ini penghilangan
noise dapat dilakukan dengan analisis statistik robust processing yaitu teknik
yang digunakan den- gan mendeteksipencilan luar (outliers), data yang
memiliki nilai yang jauh berbeda dengan datakeseluruhan, secara iteratif
diberikan pembobotan yang lebih kecil.

ii. peralatan metode magnetotellurik (mT)


Dalam penggunaan metode Magnetotellurik (MT) sumber yang digunakan
merupakan sumber alam. Sehingga pada metode ini peralatan yang
digunakan hanyalah alat penangkap gelombang elektromagnetik alat tersebut.
Peralatan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
1. alat ukur amT (Audio Magnetotelluric) atau magnetometer
Alat ini untuk merekam komponen orthogonal medan listrik (Ex dan
Ey) dan medan magnetik (Hx dan Hy) pada jangkauan frekuensi tertentu. Ada beberapa jenis alat ukur AMT yang sering digunakan, diantaranya adalah Model JCr-103 (4-Channel) dan Model mTU-5a
(5-channel system) produksi Phoenix Geophysics.
2. koil induksi magnetik
Koil induksi magnetic berfungsi sebagai sensor medan magnetik. Sensor ini dietakkan dipermukaan tanah.
3. elektroda listrik atau porouspot
Elektroda listrik atau porouspot berfungsi sebagai sensor medan listrik.
Sensor ini ditancapkan dengan kedalaman sekitar 30 cm.
4. Gps
GPS digunakan untuk menentukan koordinat lokasi pengambilan data.
5. kabel-kabel
Kabel digunakan untuk menyambungkan bagian-bagian alat dengan
sensor.
6. Laptop atau komputer
Laptop atau Komputer untuk memonitor data yang direkam alat ukur
AMT.

Gambar 2.1. Peralatan MT type MTU 5A buatan Phoenix Geophysics, Ltd


Canada

iii. akuisisi Data magnetotellurik


Pada dasarnya pengambilan data di daerah survey (data acquisition) MT
dilakukan untuk mengetahui variasi medan EM terhadap waktu, yaitu dengan
mengukur secara simultan komponen horisontal medan listrik (Ex , Ey) dan
medan magnet (Hx , Hy). Sebagai pelengkap diukur pula komponen vertikal
medan magnet (Hz). Oleh karena itu, alat ukur MT terdiri dari tiga sensor
sin- yal magnetik (magnetometer) dan dua pasang sensor sinyal listrik
(elektroda) beserta unit penerima yang berfungsi sebagai pengolah sinyal dan
perekam data.
Sebelum melakukan akuisisi, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi sistem
magnetometer dan ketiga koil magnetik. Kalibrasi dilakukan dalam kondisi
sensor magnetik belum ditanam ke dalam tanah. Pada titik pusat pengukuran
ditentukan empat titik dan dibuat garis semu dengan memakai patok pada
tiap-tiap titik (Gambar 3.1). Garis semu tersebut membagi daerah pengukuran

menjadi empat kuadran, dimana sumbu x berimpit dengan arah utara dan selatan; sumbu y berimpit dengan arah barat dan timur.

Gambar 3.1. Sketsa Instalasi Sensor-sensor Pengukuran MT di Lapangan


Setelah mempersiapkan segala peralatan dan mengkalibrasi peralatan
yang diperlukan, langkah-langkah dalam pengambilan data yaitu sebagai
berikut :
1. pemasangan sensor medan Listrik
Pemasangan sensor medan listrik yaitu dengan menanam 4 buah porouspot di titik utara, selatan, barat dan timur dari titik pengukuran.
Jarak antar tiap porouspot dari timur ke barat dan dari utara ke
selatan
biasanya adalah 80-100 meter tergantung kepada kondisi
topografi
daerah setempat. Penanaman porouspot dilakukan dengan menggali
lubang sedalam kurang lebih 30 cm. Porouspot yang digunakan sebagai sensor medan listrik ini sebaiknya dari jenis nonpolarizable
porouspot Cu - CuSO4 dengan kestabilan yang tinggi terutama terhadap perubahan temperatur karena pengukuran data MT memerlukan waktu yang relatif lama dibanding dengan pengukuran potensial
pada survey geolistrik tahanan-jenis. Elektroda jenis Pb - PbCl2 atau

Cd - CdCl2 jarang digunakan, disamping mahal juga dapat mencemari lingkungan.

Gambar 3.2. Sensor Medan Listrik (Porouspot)


2.

Pemasangan Sensor Magnetik


Sensor medan magnetik berupa koil induksi magnetik ditanam
pada kuadran yang berbeda. Susunan letak sensor magnetik (Hx, Hy,
Hz) pada masing-masing kuadran ditunjukan oleh gambar 2.5. Koil
induksi magnetik ini mempunyai panjang 120-150 cm.
Kuadran I terletak pada sumbu garis semu yang berarah timur dan
utara. Kuadran II terletak diantara arah barat dan selatan. Kuadran
III terletak diantara arah selatan dan timur. Pemasangan koil magnetik harus dilakukan secara hati-hati, karena koil ini sensitif terhadap
cuaca, suhu, tekanan, dan benturan. Penanaman koil Hx umumnya
ditanam pada kuadran II dengan posisi horizontal dan bagian yang
tersambung dengan kabel menghadap ke selatan. Koil ini ditanam
sedalam 30-50 cm, dan posisi koil harus tepat horizontal dengan arah
utara-selatan.
Hal yang sama dilakukan pada koil Hy dan Hz tetapi berbeda

kuadrannya. Koil Hy berada pada kuadran IV dengan bagian yang


ter- sambung kabel menghadap ke barat. Sedangkan untuk koil Hz
sedikit berbeda dengan koil yang lainnya, karena koil ini mngukur
komponen vertikal. Koil Hz ditanam dengan posisi vertikal pada
kuadran I den- gan posisi bagian yang tersambung kabel berada di
permukaan.
3.

Pengaturan Konfigurasi Alat


Setelah instalasi alat selesai, seluruh kabel (sensor magnetik dan
sensor medan listrik) dan GPS disambungkan dengan magnetometer
dan laptop. Pengisian parameter data, konfigurasi sistem
dan monitoring data selama akuisisi dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak yang mendukung, misalnya MTU Host Software produk Phoenix Geophysics.

iv. pengolahan dan interpretasi Data mT


a. pengolahan Data magnetotellurik (mT)
Data magnetotellurik yang didapatkan dari akuisisi di lapangan adalah
berupa seri waktu (time series). Adapun langkah-langkah dalam pengolahan
data magnetotellurik (MT) adalah sebagai berikut :
1. Pra-pengolahan data
Pada tahap ini, data mentah yang telah direkam mengalami proses editing dan demultiplexing untuk menggabungkan data dari setiap kanal yang sama (elektrik atau magnetik) untuk masing-masing
jangkah frekuensi (LF, MF dan HF). Data tersebut adalah keluaran
76

76

dari sensor elektrik dan magnetik yang masih berupa harga tegangan
listrik terukur. Proses gain recovery ditujukan untuk mengembalikan

77

77

faktor perbesaran atau amplifikasi yang telah digunakan.


Disamping
itu, pada proses tersebut harga tegangan listrik terukur dikonversikan
kedalam satuan yang biasa digunakan (mV/km untuk medan listrik
dan nano Tesla atau gamma untuk medan magnet).
2. Pengolahan Data
Seleksi data dalam domain waktu dapat dilakukan secara manual
(seleksi visual) maupun otomatis dengan menetapkan nilai minimal
korelasi data yang dapat diterima. Korelasi yang dimaksud adalah korelasi silang (cross-correlation) antara medan listrik dan medan magnet yang saling tegak-lurus. Hasilnya dalam bentuk seri waktu (time
series) disimpan dalam
file.
Pada tahap analisa spektral, transformasi seri waktu tiap kanal ke
dalam domain frekuensi menghasilkan spektrum daya dan juga spektrum silang (power- dan cross-spectra). Seleksi data dalam domain
frekuensi didasarkan pada koherensinya.
Dalam domain frekuensi, hubungan antara komponen horisontal
medan listrik dan medan magnet dinyatakan oleh persamaan berikut,

e =ZH
dimana Z adalah tensor impedansi dengan elemen-elemen bilangan
kompleks yang dapat pula dinyakan sebagai tahanan-jenis semu dan
fasa. Disamping itu, antara medan magnet horisontal dan medan magnet vertikal terdapat hubungan sebagai berikut :

Hz = T H

dimana T adalah vektor induksi yang dapat digunakan untuk menghitung parameter yang dikenal sebagai tipper. Dari besaran impedansi
dan tipper inilah dapat diperkirakan informasi mengenai distribusi

konduktivitas bawah permukaan berdasarkan hasil analisa tensor dan


pemodelan.
3. Analisa Tensor
Jika medium homogen atau berlapis horizontal (1-D) maka Zxx =
Zyy = 0 dan Zxy = -Zyx = Z, dimana Z adalah impedansi yang diperoleh dari komponen horisontal medan listrik dan medan magnet yang
saling tegak lurus. Dengan kata lain, hubungan antara komponen horisontal medan listrik dan medan magnet tidak lagi dinyatakan oleh
suatu tensor melainkan suatu bilangan skalar kompleks.
Untuk medium 2-D dengan sumbu x atau sumbu y searah dengan
jurus (strike) maka Z = Z = 0, namun Z
. Secara matematis,
xx

yy

xy

yx

-Z
kita bisa menghitung tensor impedansi yang seolah-oleh diperoleh
dengan sistem koordinat pengukuran lain melalui rotasi. Hal ini sangat berguna karena arah jurus struktur tidak diketahui saat
pengukuran dilakukan.
Jika sumbu x dalam sistem koordimat pengukuran searah dengan
jurus maka elemen tensor hasil rotasi Zxy dan Zyx merupakan impedansi yang berkaitan dengan pengukuran medan listrik sejajar jurus
atau TE-mode (Transverse Electric) dan tegak lurus jurus atau TMmode (Transverse Magnetic).
Cara lain untuk menentukan arah kecenderungan struktur (trend)
adalah dengan menggunakan diagram polar yang menggambarkan elemen tensor impedansi sebagai
fungsi rotasi .
Berdasarkan asumsi
bahwa impedansi medium 1-D merupakan besaran skalar yang tidak
bergantung arah sistem koordinat pengukuran (invariant), maka dari
tensor impedansi diturunkan parameter yang disebut invarian. Imped78

78

ansi invarian sangat berguna untuk memperkirakan struktur secara


garis besar jika medium tidak terlalu jauh menyimpang dari kondisi

79

79

1-D. Namun demikian, diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam interpretasi yang didasarkan atas hasil pemodelan 1-D dari impedansi atau tahanan-jenis semu invarian.
Prinsip estimasi arah kecenderungan struktur dengan rotasi dapat
pula diterapkan pada tipper sehingga kita peroleh apa yang disebut
sebagai tipper strike. Parameter-parameter lain untuk memperkirakan
tingkat penyimpangan medium dari keadaan ideal 1-D atau 2-D adalah skew dan elliptisitas impedansi serta tipper skew.

B. pemodelan dan interpretasi Data magnetotellurik (mT)


Interpretasi kualitatif didasarkan pada penampang tahanan-jenis semu
(pseudosection), peta tahanan-jenis semu pada beberapa periode, peta total
conductance serta peta-peta yang menampakkan hasil analisa tensor seperti
diagram polar, vektor induksi dan sebagainya. Interpretasi kuantitatif didasarkan atas hasil pemodelan 1-D dan 2-D.
Pemodelan dimaksudkan untuk mengekstraksi informasi yang terkandung
dalam data untuk memperkirakan distribusi tahanan-jenis bawah permukaan
melalui model-model.
1. pemodelan 1-D
Model 1-D merupakan model yang sederhana, dalam hal ini tahanan-jenis hanya bervariasi terhadap kedalaman. Parameter dalam model
1-D adalah tahanan-jenis dan ketebalan tiap lapisan. Model 1-D direpresentasikan oleh model berlapis horisontal, yaitu model yang terdiri
dari beberapa lapisan dimana tahanan-jenis pada setiap lapisannya adalah homogen. Hubungan antara data dan parameter model secara
umum dapat dinyatakan oleh:
d = F (m)
dengan d adalah vektor data, m adalah vektor model dan F(m) ada-

lah fungsi umum dari forward modeling yang diperoleh dengan metode
finite difference.
Pemodelan menggunakan model 1-D hanya dapat diterapkan pada
data yang memenuhi kriteria data 1-D. Namun demikian, dengan
asum- si tertentu pemodelan 1-D dapat pula diterapkan pada data yang
di- anggap mewakili kecenderungan lokal atau struktur secara garis
besar, misalnya impedansi invarian dan impedansi dari TE-mode.
Pemodelan
1-D menggunakan kurva sounding TE-mode didasarkan atas anggapan
bahwa pengukuran medan listrik searah jurus tidak terlalu dipengaruhi
oleh diskontinuitas lateral tegak lurus jurus.
Teknik forward modelling dilakukan dengan menghitung respons
dari suatu model untuk dibandingkan dengan data impedansi (tahananjenis semu dan fasa) pengamatan. Dengan cara coba-coba (trial and
er- ror) dapat diperoleh suatu model yang responsnya paling cocok
dengan data, sehingga model tersebut dapat dianggap mewakili kondisi
bawah permukaan. Teknik inverse modelling memungkinkan kita
memperoleh parameter model langsung dari data.
2. pemodelan 2-D
Parameter model 2-D adalah nilai tahanan jenis dari tiap blok yang
berdimensi lateral (x) dan dimensi vertikal (z). Algoritma non-linier
conjugate gradient (NLCG) digunakan untuk memperoleh solusi yang
meminimumkan fungsi objektif , yang didefinisikan oleh:

dimana adalah bilangan positif sebagai bobot relatif antara kedua


faktor yang diminimumkan, dan W adalah faktor smoothness berupa
fungsi

kontinyu yang dapat dinyatakan sebagai turunan pertama atau turunan


kedua. Metode NLCG digunakan untuk meminimumkan persamaan
sehimgga dihasilkan solusi:

Pemodelan inversi dengan algoritma NLCG yang dijelaskan oleh Rodi


dan Mackie (2001) diaplikasikan pada program WinGlink.
3. metode inversi Bostick
Metoda inversi Bostick (Jones, 1983) merupakan cara yang cepat
dan mudah untuk memperkirakan variasi tahanan-jenis terhadap kedalaman secara langsung dari kurva sounding tahanan-jenis semu. Metode
ini diturunkan dari hubungan analitik antara tahananjenis, frekuensi
dan kedalaman investigasi atau skin depth. Namun perlu diingat bahwa
me- toda ini bersifat aproksimatif sehingga hanya dapat dilakukan
sebagai usaha pemodelan dan interpretasi pada tahap pendahuluan.
Dalam metoda inversi kuadrat terkecil (least-square), model awal
dimodifikasi
secara iteratif hingga diperoleh model yang responsnya cocok dengan
data.
Adanya aproksimasi atau linearisasi fungsi non-linier antara data
dan parameter model menyebabkan metode tersebut sangat sensitif terhadap pemilihan model awal. Oleh karena itu model awal biasanya ditentukan dari hasil pemodelan tak-langsung atau hasil inversi Bostick.
Kecenderungan terakhir menunjukkan bahwa metode inversi tidak
hanya ditujukan untuk menentukan satu model saja melainkan
sejumlah besar model yang memenuhi kriteria data (misalnya, metode
Monte- Carlo). Estimasi statistik dari model-model yang diperoleh
digunakan untuk menentukan solusi metoda inversi. Kecenderungan
baru terse-

but terutama ditunjang dengan tersedianya komputer pribadi (PC) dan


workstations yang dilengkapi dengan processor berkecepatan tinggi.

v. aplikasi metode magnetotellurik


Magnetotellurik
adalah salah
satu metode
pasif yang
memanfaatkan gelombang
elektromagnetik
alamigeofisika
sebagai sumbernya.
Saat ini metode
ini sudah banyak dilakukan terutama untuk eksplorasi geothermal, hidrologi,
dan lain lain. Berikut adalah beberapa kasus penelitian yang menggunakan
metode magnetotellurik (MT).
1. Identifikasi Sesar Menggunakan Metode Gravitasi dan AudioMag- netotelluric (amT) pada area Geothermal kamojang, Jawa
Barat
Penelitian dengan menggunakan metode gravitasi dan Audio-Frequency Magnetotelluric (AMT) di daerah Kamojang, Jawa barat telah
dilakukan pada tanggal 24-26 April 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi salah satu sesar yang ada di Lapangan
Geothermal
Kamojang. Sesar ini merupakan zona resapan untuk keluarnya aliran
fluida panas yang ada di daerah sekitarnya. Didapatkan
24 titik amat
gravitasi yang membentuk dua lintasan, dengan spasi antar titik 100
m dan spasi antar lintasan 300 m. Dari metode gravitasi dilakukan interpretasi kualitatif dengan melihat kontur anomali bouguer lengkap di
bidang datar yang menunjukkan indikasi adanya suatu sesar turun dan
dimodelkan dengan menggunakan software Grav2dc. Indikasi sesar
turun tersebut turut didukung oleh adanya kontras resistivity bawah
permukaan hasil dari analisis data Audio-frequency Magnetotelluric.
(Zakaria, 2011)

2. magnetotelluric exploration of the sipoholon Geothermal field,


indonesia
Lapangan geothermal Sipoholon berlokasi di Provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Lapangan geothermal ini dikarakteristikan dengan 15
mata air panas yang berada di basin terpisah tarutung dan tambahan 8
mata air panas diluar basin. Kesulitan utama dalam memahami kondisi
geothermal adalah distribusi
tempelatur mata air panas, yang muncul secara acak, berdasarkan
keberadaan 3 gunung api tidak aktif disekitar basin.
Disini kami melaporkan hasil pendahuluan dari dua percobaan MT
yang dilakukan di Sipoholon, pada Desember 2010 dan Juli 2011.
Kualitas data secara umum baik dengan pengecualian daerah dari area
populasi graben, yang terganggu. Hasil pemodelan pendahuluan mengindikasikan lapisan konduktivitas tinggi shallow di daerah grabem
yang umumnya disebabkan oleh pengisian sedimen. Struktur konduktif
yang lebih dalam muncul di timur graben. Selanjutnya pengolahan data
dan pemodelan dibutuhkan untuk menentukan jika zona konduktivitas
tinggi berhubungan dengan tudung lempung atau fluida
hidrotermal.
(Niasari, 2011)
3. moDeL sUB sisTem peTroLeUm BerDasarkan DaTa
GeoLoGi permUkaan Dan BaWaH permUkaan
DenGan
penDekaTan
meToDe
aUDio
maGneToTeLUrik (amT): studi kasus Lapangan minyak
Cipluk, kabupaten ken- dal, Jawa Tengah
Dalam sepuluh tahun terakhir produksi minyak Indonesia menurun
secara konstan yang disebabkan oleh rendahnya kegiatan ekplorasi,
selain itu juga disebabkan oleh kondisi lapangan minyak di Indonesia
sebagian besar telah tua.

Salah satu lapangan minyak tua yang pernah berproduksi pada


jaman belanda dengan kapsitas produksi 400 ton selama kurun waktu
1903 sid
1912 adalah lapangan minyak Cipluk. Lapangan minyak Cipluk yang
merupakan bagian dari sub Cekungan Kendal telah terbukti sebagai
lapangan lapangan minyak, namun hal yang berkaitan dengan sistem
petroleum belum terungkap secara tuntas . Hal ini disebabkan oleh
kon- disi tatanan geologinya yang komplek atau berada pada daerah
yang terpatahkan dan terlipatkan ( thrust fold belt zone). Disamping itu
be- lum adanya informasi geologi permukaan dan bawah permukaan
yang baru. Melalui kegiatan riset yang didukung oleh program
peningkatan kemampuan peneliti dan perekayasa tahun anggaran 2010
diharapkan dapat memberikan solusi masalah terse but di atas.
Tujuan penelitian adalah membuat model sub sistem petroleum
lapangan minyak skala kecil Cipluk, Kendal Jawa tengah. Sasaran dari
kegiatan ini terwujudnya informasi geologi permukaan informasi nilai
tahanan jenis bawah permukaan. Sasaran akhir adalah gambaran model
sub sistem petroleum daerah lapangan minyak Cipluk hasil kompilasi
informasi geologi dan geofisika dan konsep baru sistem
petroleum.
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah metode pengamatan dan pengukuran unsur -unsur geologi permukaan dan
pengukuran geofisika dengan menggunakan metode audio
magnetotellurik.
Hasil studi ini secara teknis akan memberikan pemahaman tentang
kondisi struktur geologi bawah permukaan dalam sistem petroleum.
Secara ekonomis, daerah yang telah terdeliniasi kemungkinan berprospek hidrokarbon dapat dipakai sebagai acuanl model untuk eksplorasi
ditempat lain yang sama kondisi geologi dan tektoniknya dan secara

khusus bermanfaat sebagai bahan pendidikan dan latihan bagi penyelenggara diklat migas. (Handayani, 2010).

Ekplorasi Elektromagnetik

Ekplorasi CSAMT

METODE cSAMT

i. pendahuluan
Secara umum pada metoda elektromagnetik, gelombang yang berasal dari
sumber, jika sampai ke permukaan, maka sebagian ada yang dipantulkan dan
sebagian lagi ditransmisikan. Sedangkan gelombang yang ditransmisikan,
jika mengenai anomaly (bahan konduktif) akan menimbulkan medan, dan
medan ini yang kemudian dicatat oleh receiver. Karena ada sebagian
gelombang yang dipantulkan, maka medan yang tercatat pada receiver adalah
medan totalnya, yaitu medan primer yang berasal dari sumber dan medan
sekunder yang beras- al dari induksi oleh anomali. Namun untuk kasus
CSAMT efek medan primer tidak tercatat, karena sumber gelombangnya
langsung diinjeksikan ke dalam bumi.
CSAMT (controlled-source audio-frequency magnetotellurics) adalah
metode pendugaan dalam (sounding) elektromagnetik kawasan frekuensi
yang menggunakan HED (horizontal electrical dipole) atau VMD (vertical
magnetic dipole) sebagai sumber buatan. Kedua sumber tersebut terletak di
permukaan bumi. Metode ini mirip metode magnetotelurik (MT) dan audiofrequency magnetotellurics (AMT) yang menggunakan sumber alami. Kedua
jenis metode tersebut (yang bersumber buatan dan alami) dimasukkan dalam
keluarga magnetotelurik. Metode CSAMT ini pada umumnya digunakan untuk pemetaan kondisi bawah tanah sedalam 2-3 km.

A. sumber CsamT
Sumber CSAMT biasanya berupa dipol listrik HED (horizontal electrical
dipole) atau VMD (vertical magnetic dipole) dengan panjang 1-2 km sebagai
sumber buatan. Kedua sumber tersebut terletak di permukaan bumi. Lokasi
sumber ideal paling sedikit 4 kali kedalaman kulit t . Kedalaman investigasi
kira-kira t / 2 .
Jika offset antara sumber dan penerima 4t . Resolusi lateral dikontrol
oleh panjang dipol listrik yang normalnya diantara 10-200m. Yang diukur dalam metode CSAMT ini adalah komponen kuat medan magnet dan kuat medan listrik yang saling tegak lurus. Set-up survei CSAMT tensor
diperlihatkan pada gambar 2.1. dibawah ini.

Gambar 1.1. Set-up survei CSAMT tensor

B. prinsip Dasar metode CsamT


Medan elektromagnetik primer akan dipancarkan ke seluruh arah oleh dipol listrik yang digroundkan. Pada saat medan elektromagnetik primer mencapai permukaan bumi di daerah lain, maka medan elektromagnetik akan
menginduksi arus pada lapisan-lapisan bumi yang dianggap konduktor. Arus
tersebut disebut sebagai arus telluric atau arus eddy. Adanya arus telluric
pada lapisan-lapisan bumi ini akan menyebabkan timbulnya medan
elektromagne- tik sekunder yang kemudian akan dipancarkan kembali ke
seluruh arah sam- pai di permukaan bumi.
Dalam pengukuran medan sekunder inilah yang akan dicatat oleh receiver
untuk memperoleh informasi tentang pengukuran lapisan di bawah permukaan bumi yang diukur. Informasi yang diperoleh adalah berupa impedansi
gelombang elektromagnetik sekunder yang dihasilkan rapat arus telluric pada
masing-masing lapisan. Setiap lapisan mempunyai harga konduktivitas yang
berbeda-beda, sehingga medan elektromagnetik sekunder yang dihasilkan
juga akan berbedabeda bergantung pada jenis lapisannya.
Kedalaman penetrasi dari metode CSAMT pada lingkungan yang konduktif kurang dari skin depth. Skin depth adalah jarak pelemahan gelombang
elektromagnetik dalam medium homogen sehingga menjadi 1/e (~37%) dari
amplitudo di permukaan. Dengan menggunakan pendekatan quasi-static dan
mengasumsikan nilai permeabilitas = 0 = 1,256 x 10 H/m, dan
-6

memasukkan frekuensi ( = 2f), maka diperoleh :

dengan = skin depth (m), = resistivitas medium homogen

(m),
merupakan frekuensi angular (Hz) dan f = frekuensi gelombang elektromag-

netik (Hz).

Persamaan yang dipakai dalam penentuan resistivitas semu untuk bumi


homogen isotropis adalah:

dimana:
a = resistivitas semu
f = frekuensi
E/H = Impedansi Listrik

ii. peralatan metode CsamT


Metode Controlled Source Audio Magnetotelluric (CSAMT) metode pendugaan dalam (sounding) elektromagnetik kawasan frekuensi yang menggunakan HED (horizontal electrical dipole) atau VMD (vertical magnetic
dipole) sebagai sumber buatan. Metode ini menangkap gelombang
elektroma- gnetik primer yang telah terinduksi kedalam bumi dan kemudian
pantulannya ditangkap oleh sensor-sensornya.
Peralatan yang digunakan dalam metode CSAMT ini adalah sebagai berikut :
1. Satu set Stratagem versi 2671-01 REV.D atau versi 26716 Rev. D.
2. Sumber daya , dapat berupa baterai atau aki
3. Multi Channel Receiver
4. Antena medan magnet
5. Antena medan listrik
6. Kabel

Gambar 2.1. Peralatan Pengukuran Data CSAMT

iii. akuisisi Data CsamT


Akuisisi data di lapangan menggunakan peralatan CSAMT model Stratagem 26716 Rev. D atau versi 26716 Rev. D. Alat ini digunakan untuk mengukur intensitas medan listrik dan medan magnet dalam frekuensi tertentu.
Sistem Stratagem terdiri dari dua komponen dasar yaitu penerima (receiver)
dan pemancar (transmitter). Sumber daya untuk pemancar dibangkitkan dari
baterei
12 data
volt.
Sistem
penerima
standar
dikonfigurasi
untuk
menerima
jangkauan
frekuensi
dari
10 Hz sampai
92
kHz.lintasan
Menentukan
konfigurasi
yang dalam
digunakan,
setelah itu
dilakukan
pengukuran.
Data yang
didapat dari lapangan adalah resistivitas semu, beda fase, dan koherensi sebagai fungsi frekuensi.
Terdapat 6 jenis pengukuran CSAMT, yaitu CSAMT tensor dengan sumber terpisah, CSAMT tensor dengan sumber pada sumbu simetri yang sama,
tensor parsial CSAMT dengan sumber terpisah, CSAMT vektor, CSAMT
ska-

lar dan CSAMT skalar. Jenis pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar
4.2.

Gambar 3.1. Skema Pemasangan Alat Ukur CSAMT

Gambar 3.2. Definisi CSAMT tensor, vektor dan skalar (Zonge


&Hughes, 1990)

iv. pengolahan Data dan interpretasi CsamT


A. pengolahan Data CsamT
Pengolahan data secara garis besar adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pengukuran komponen e dan H alam arah tegak lurus yang memiliki rentang frekuensi tertentu,
2. Melakukan analisis frekuensi (spektrum),
3. Melakukan pemilihan sinyal-sinyal pengukuran pada spektrum
tertentu (yang kemudian dianggap mewakili kedalaman tertentu)
4. Melakukan perhitungan nilai resistivitas berdasarkan nilai e dan
H bersesuaian,
5. Melakukan perhitungan kedalaman oleh suatu frekuensi melalui
perumusan skin depth dan
6. Hasil akhir dalam nilai resistivitas untuk berbagai frekuensi (atau
kedalaman) diplot sebagai nilai resistivitas terhadap kedalaman.
Langkah-langkah tersebut kemudian diintegrasikan dengan algo
ritma inversi Bostic, analisis koherensi, korelasi, dsb untuk mendapatkan hasil akhir yang lebih baik.
Koreksi dalam metode CSAMT adalah sebagai berikut :
1. Source Effect
a. Non-plane-wave
Muncul akibat adanya pemisahan secara terbatas, berdasarkan
r, antara sumber dan titik sounding , yaitu far-field zone yang
zona
pengukurannya
jauh dari
(r >near-field
4), transition
zone sangat
dekat
dengan sumber (0.56
< r <sumber
4 ) , dan
zone yang

dekat dengan sumber (r < 0.5)


b.

Source overprint effect


Terjadi ketika keadaan geologi di bawah sumber berbeda dengan keadaan geologi di bawah lokasi sounding. Efek ini biasanya
jarang tejadi pada data far field, namun bisa terjadi juga pada
zona transisi dan near-field.

2. Static Effect
Efek statis ini disebabkan oleh adanya body yang berada di dekat
permukaan , terbatas , dan tidak homogen secara elektrik . Permasalahan ini dapat terlihat sebagai hasil persebaran muatan statis yang terakumulasi pada permukaan body .
3. Koreksi near-field
Koreksi near-field, sehingga data CSAMT memiliki karakteristik
yang mirip dengan data MT. Teknik relatif sederhana untuk koreksi
near-field effect dengan memotong data CSAMT sehingga hanya
terda- pat data far-field. Generalisasi hasil untuk medium homogen
terhadap data CSAMT yang benar. Untuk medium homogen,
resistivitas semu dan data near-field yang merepresentasikan
resistivitas sebenrnya dari medium dapat dikalkulasi.
B. interpretasi Data CsamT
Hasil akhir pengukuran berupa sebaran nilai resistivitas terhadap
kedalaman kemudian ditafsirkan sebagai penampang geofisika
yang
berkorelasi dengan struktur geologi bawah permukaan yang sebenarnya.

Penafsiran pada sebuah titik pengukuran merupakan penafsiran secara


1-D kemudian dicocokkan dengan informasi geologi yang ada. Untuk
dapat menginterpretasikan lithologi batuan di daerah survai, data
diolah dengan menggunakan transformasi Bostic.

Gambar 4.1. Contoh Hasil Data CSAMT

v. aplikasi metode CsamT


Metode baru dalam geofisika digunakan menentukan nilai tahanan-

jenis
batuan bawah permukaan untuk mempelajari struktur geologi dengan cara
memanfaatkan gelombang elektromagnetik dan merupakan perluasan dari
metode MT, dengan beberapa kelebihan antara lain dapat memakai sumber
buatan (aktif). Metode CSAMT banyak digunakan dibidang Geothermal, Hydrocarbon, Groundwater, maupun Mineral. Dalam bab ini akan diberikan beberapa pengaplikasian dalam beberP peneltian yang telah dilakukan dengan
menggunakan metode CSAMT yaitu sebagai berikut :

1. Identifikasi Lithologi Batuan Bawah Permukaan Dengan Metode


CsamT Di Daerah kasihan, Tegalombo, pacitan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lithologi batuan
yang
berhubungan dengan struktur perlapisan batuan bawah permukaan berdasarkan kontras resistivitas medium dan menginterpretasi sebaran
resistiv- itasnya. Akuisisi data di lapangan menggunakan peralatan
CSAMT model Stratagem 26716 Rev. D. Data diolah dengan
menggunakan transformasi Bostic. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa daerah survai yang ter- letak di Kasihan disusun oleh lithologi
yang merupakan satu satuan batu pasir yang terdiri dari konglomerat pasir
dan batu pasir vulkanik, intrusi batuan beku andesit di beberapa daerah
masih berhubungan satu sama lain- nya yang menembus batu pasir
vulkanik dan konglomerat. Adapun sebaran mineral phirit ke arah
Baratdaya-Timurlaut dan mineral phirit di daerah ini mengandung besi
yang cukup banyak. (Hadi, 2007)

2.

ESTIMASI POLA PENYEBARAN RESISTIVITAS BAWAH


PERMU- KAAN DENGAN METODE CSAMT (Studi Kasus Nglimut
Medini, Gunung Ungaran)

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pola penyebaran area outflow suatu sistem panas bumi di daerah Medini dan Nglimut, lereng
utara
gunung Ungaran dengan metode CSAMT. Pengukuran dilakukan dengan
alat Stratagem dengan jangkauan frekuensi 1 Hz 100 kHz. Pengukuran
dilakukan pada 25 titik dan diolah menggunakan pemodelan inversi MT
1D dan didukung oleh penampang semu resistivitas dan konduktivitas beserta kontur pada irisan kedalaman. Didapatkan area penelitian merupakan
Outflow dengan kecenderungan nilai resistivitas rendah ke arah
tenggara
yang berkaitan dengan sumber sistem panas bumi di Gedongsongo. (Setyawan, 2005).

DAFTAR PUSTAKA
Arsana, Kadek. 2012. Makalah Elektromagnetik. http://www.scribd.com/
doc/96233633/40451299-Makalah-Elektromagnetik. Diakses pada
tanggal 10 Juni 2012, Pukul 13.05 WIB.
Bahri, A. Syaeful., Nat Bagus Jaya S, Wahyu Sugeng M. 2010. Pemetaan
Sungai Bawah Permukaan Di Wilayah Kars Seropan Gunungkidul
Menggunakan Metoda Geofisika VLF-EM-VGRAD. Surabaya. ITS
Library - Undergraduate Theses, Physics, RSF RSF 551.48 Mul p,
2010
Dianto, Aan. 2011. METODE GEOFISIKA EKSPLORASI MT DAN CSAMT.
http://aanddianto.wordpress.com/20 11/01/14/metodegeofisika-eksplorasi-mt-dan-csamt/. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012 Pukul
13.45 WIB.
Dimasani, Lalu Ahmad. 2012.
Metode Elektromagnetik Very Low
Frekuensi (VLF-EM).
http://www.scribd.com/doc/76156728/
Metode-Elek- tromagnetik-Very-Low-Frekuensi-Vlf-em. Diakses
pada tanggal 10
Juni 2012, Pukul 13.25 WIB.
Gaffar,

Eddy Z.,Dadan D. Wardhana, danDjedi S. Widarto. 2007.


Studi- GeofisikaTerpadu Di Lereng Selatan G. Ungaran, Jawa
Tengah danImplikasinyaTerhadapStrukturPanasBumi. JURNAL
METEO- ROLOGI DAN GEOFISIKA, Vol. 8 No.2 November
2007 : 98

118, ISSN 1411-3082.

Grandis, Hendra. 2010.MetodeMagnetotellurik (MT).http://hendragrandis.


files.wordpress.com/2010/01/mt_teks1.pdf.diaksespadatanggal 10
Juni 2012 Pukul 13.30 WIB.
Handayani, Lina. 2010. Model Sub Sistem Petroleum Berdasarkan Data GeologiPermukaan Dan BawahPermukaanDenganPendekatanMetode
Audio Magnetotelurik (AMT): StudiKasusLapanganMinyakCipluk,
Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. LaporanAkhir Program InsentifPenelitidanPerekayasa LIPI Tahun 2010.
Hadi, Arif Ismul. 2007. Identifikasi Lithologi Batuan Bawah Permukaan
Den- gan Metode Csamt Di Daerah Kasihan, Tegalombo, Pacitan.
Jurnal Gradien Vol.3 No.2 Juli 2007 : 243-246 ISSN 0216-2393.
Hiskiawan, Puguh. 2009. High Resolution Deteksi reaktif patahan Dangkal dengan Metode Geofisika, VLF-EM. Jurnal ILMU DASAR
Vol. 10 No. 1. 2009 : 68 76
Huda, Saeful. 2012. Georadar. http://geoful.wordpress.com/dunia-cerita/. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012, Pukul 13.20 WIB
Ifal.

2005.
Diktat
Elektromagnetik
BAB
5
CSAMT.
http://www.scribd.com/
doc/46797657/EMdiktat-bab5CSAMTv16des05. diakses pada tanggal 10 Juni 2012 Pukul 13.35 WIB.

Jayanto, Agustinus Dwi.


2009. Ground Penetrating Radar.
http://www.
scribd.com/doc/49007472/METODE-GROUNDPENETRATING- RADAR. diakses pada tanggal 10 Juni 2012,
Pukul 13.00 WIB.
Mohammad, Imran Hilman, WahyuSrigutomo, DoddySutarno. 2011.PemodelanMagnetotellurik 2D MenggunakanMetodeElemen Batas.

JurnalMatematika&Sains,Agustus 2011, Vol. 16Nomor 2.


Mulyati, Dewi. 2011. IdentifikasiPotensiPanasBumi Daerah GarutJawa Barat DenganMetodeMagnetotellurik. Bandung. Skripsi S-1 FPMIPA
Fisika UPI.
Murwanto, Eko Joko. 2009. Aplikasi Teknologi Ground Penetrating Radar
(GPR) Untuk Deteksi STruktur Tanah/Batuan dan Material
Terpen- dam. Buletin Balitbang Kemenhan RI No. 23 Tahun 2009.
Nurcahyo, Arif. 2012. Metode CSAMT( Controlled Source Audio Frequency
Magnetotellurics ).
http://www.scribd.com/doc/91641541/
Metode- Control-Source-AMT. diakses pada Tanggal 10 Juni
2012 Pukul
13.40 WIB.
Oktafiani,
Folin.,
Sulistyaningsih,
YusufMendeteksi
Nur Wijayanto.
Sistem
Ground
Penetrating Radar untuk
Benda-benda
di
Bawah Permukaan
Tanah. Jurnal Informatika LIPI.
Setyawan, Agus, Wahyudi, Hapsari Wahyu Kusumaningsih.
2005.
ESTIMA- SI POLA PENYEBARAN RESISTIVITAS BAWAH
PERMUKAAN DENGAN METODE CSAMT Studi Kasus Nglimut
Medini, Gu- nung Ungaran. Jurnal Berkala Fisika Vol.8, No.2,
April 2005, hal
33-36 ISSN : 1410 - 9662.
Sumargana, Lena., Budi Sulistijo. 2010. Penggunaan Metode Very Low Frequency (VLF) untuk Pemetaan Penyebaran Kontaminan di TPA
Pa- sir Impun, Kota Bandung. Vol 1, No 1 : INDONESIAN
JOURNAL OF GEOSCIENCE & TECHNOLOGY
Sutaji, Hadi Imam. 2011. Penerapan Metode Very Low Frequency Vertical

Gradient (VLF V-Grad) Untuk Memetakan Sebaran Batugamping


Bawah Permukaan Di Desa Tanjung Kecamatan Saronggi Kabupaten Sumenep. Surabaya. ITS Library - Master Thesis of Physics.
Syukur, Fajri. 2012. Ground Penetrating Radar (GPR). http://fajrisyukur.
wordpress.com/intrumentasi-geofisika/groundpenetrating-radargpr/. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012, Pukul 13.15 WIB.

You might also like