Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva..........................................................................3
B.Histologi Konjungtiva..........................................................................4
C.Definisi & Etiologi...............................................................................6
D. Patofisiologi........................................................................................ 6
E. Gejala dan tanda klinis........................................................................ 7
F. Diagnosis & Diagnosis Banding.......................................................... 16
G. Komplikasi.......................................................................................... 19
H. Penatalaksanaan.................................................................................. 19
I. Prognosis.............................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA.
22
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva
bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak mata (persambungan
mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva mengandung kelejar musin yang
dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.1,2
Karena lokasinya, konjungtiva terpapar terhadap mikroorganisme dan faktor lingkungan
lain yang menganggu. Air mata merupakan mekanisme perlindungan permukaan mata yang
penting. Pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap
debris, dan aktivitas pompa dari palpebra secara tetap membilas air mata ke duktus air mata.Air
mata mengandung substansi antimikroba, termasuk lizosim dan antibody (IgG dan IgA).Agen
infeksi tertentu dapat melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan memicu
reaksi peradangan sehingga timbul gejala klinis konjungtivitis.1,2,3
Konjungtivitis virus adalah penyakit mata yang umum ditemukan baik di Indonesia
maupun di seluruh dunia.Karena begitu umum dan banyak kasus yang tidak dibawa ke perhatian
medis, statistik yang akurat pada frekuensi penyakit tidak tersedia.Pada penelitian di
Philadelphia, 62% dari kasus konjungtivitis penyebabnya adalah virus. Sedangkan di Asia Timur,
adenovirus dapat diisolasi dari 91,2% kasus yang didiagnosa epidemic keratoconjunctivitis.
Infeksi virus sering terjadi pada epidemi dalam keluarga, sekolah, kantor, dan organisasi militer.3
Gejala klinis konjungtivitis virus dapat terjadi secara akut maupun kronis.Manifestasi
konjungtivitis virus beragam dari mulai gejala yang ringan dan sembuh sendiri hingga gejala
berat yang menimbulkan kecacatan.Umumnya pasien datang dengan keluhan mata merah
unilateral yang dengan segera menyebar ke mata lainnya, muncul sekret berwarna bening,
bengkak pada palpebra, pembesaran kelenjar preaurikuler, dan pada keterlibatan kornea dapat
timbul nyeri dan fotofobia. Terdapat pula gejala-gejala khas pada tipe virus tertentu yang akan
dibahas kemudian.1,2
Diagnosis konjungtivitis virus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang mendukung.Anamnesis yang teliti mengenai keluhan utama dan
riwayat terdahulu disertai adanya gejala klinis yang sesuai biasanya sudah dapat mengarahkan
1
maupun
sekret
dapat
membantu
membedakan
agen
penyebab
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata,
kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh
darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1
Konjungtiva palpebralis
Menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat dibagi menjadi marginal,
tarsal, dan orbital konjungtiva.3
a
Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar 2mm di
belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus subtarsalis. Sesungguhnya
merupakan zona transisi antara kulit dan konjungtiva sesungguhnya.
Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel ketat
pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata bawah, hanya
menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai
garis kuning.
c
2
Konjungtiva bulbaris
Menutupi sebagian permukaan anterior bola mata. Terpisah dari sklera anterior oleh
jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar
disekitar kornea disebut dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva,
kapsula Tenon, dan jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat
secara kuat pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva
menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea.3
Konjungtiva bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan,
mudah melipat ke belakang dan ke depan.Pembuluh darahdengan mudah dapat dilihat di
bawahnya.Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu
komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi
bagi kornea.
3
Forniks
Bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola
mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva bulbar dan konjungtiva
palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior, lateral, dan medial forniks.3
B. Histologis Konjungtiva
A. Lapisan epitel konjungtiva
Terdiri dari:
a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel
silindris dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial sel
silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous.
B. Stroma konjungtiva
Dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
a.
Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat
retikulum yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini
paling berkembang di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang
setelah 3-4 bulan pertama kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada
bayi baru lahir tidak memperlihatkan reaksi folikuler.3
b. Lapisan fibrosaTerdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada
lapisan adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut
struktur ini sangat tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf
konjungtiva. Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar.3
Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
1
Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan sepanjang
batas bawah dari inferior tarsus).
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri periferal
dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set pembuluh darah:
arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade arteri kelopak mata; dan
arteri konjungtiva naterior yang merupakan cabang dari arteri siliaris anterior. Cabang
terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri konjungtiva
anterior untuk membentuk pleksus perikornea.3
melekat dan mengalahkan mekanisme pertahanan normal dan menimbulkan gejala kinis
seperti mata merah, iritasi serta fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses
yang dapat sembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan
infeksi dan komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus
tersebut.4
E. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala konjungtivitis berbagai etiologi secara umum dapat berupa hiperemis, epifora,
injeksi dan lain sebagainya.3
1. Hiperemia
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi konjungtival
diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah konjungtival, yang
muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke
limbus.
Hiperemia
tampak
pada
semua
bentuk
konjungtivitis.
Tetapi,
jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat dengan mudah baik
yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya merupakan koagulum pada
permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan dengan perdarahan saat
diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang melibatkan seluruh epitel.
9.
Phylctenules
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin yang
dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya terdiri dari
perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika berkembang
menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak leukosit
polimorfonuklear.
10.
Formasi pannus
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan
epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.
11
12
membran
sejati
yang
dapat
meninggalkan
parut
datar
ataupun
14
varicella-zoster
ditandai
dengan
hiperemia
dan
15
Pasien juga dapat mengeluhkan mata berair dan gatal. Keluhan mata merah biasanya
menetap dan tidak bertambah merah setelahnya.
Dari pemeriksaan fisik bisa terdapat riwayat demam. Pada mata dapat ditemukan
injeksi konjungtiva, palpebra hiperemis, sekret serous terutama di daerah forniks, dan
dapat dijumpai folikel. Sebagian dari pasien akan mengalami pembengkakan di daerah
kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula). Sistem limfatik dari regio
mata berjalan menuju nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus
limfatikus yangmembengkak mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai
tanda diagnostik dari konjungtivitis viral. 12
Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan
bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane pada jaringan di
bagian bawah kelopak mata pada konjungtiva.2
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah
kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang
menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang atipikal, serta
terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan sebelumnya. Pengecatan
giemsa juga dapat dilakukan.Pada konjungtivitis virus ditemukan sel mononuklear dan
limfosit.Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab
kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu.Deteksi
terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan.Polymerase chain reaction
(PCR) merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan
pada fase akut.2
1. Konjungtivitis viral akut
a. Demam faringokonjungtiva
Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis
maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini dapat
dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi. Dengan
berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara serologis melalui
peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun, diagnosis klinis merupakan
diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada kerokan konjungtiva didapatkan sel
mononuklear dan tidak ada bakteri yang tumbuh pada biakan.
b. Keratokonjuntivitis epidemika
16
Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan uji
netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuklear primer.
Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak neutrofil yang banyak.
c. Konjungtivitis herpetik
Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler,
reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear (karena
adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan kornea dengan
fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak dalam pulasan giemsa.
Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus memiliki nilai diagnostik. Pada
konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis biasanya ditegakkan dengan ditemukan
sel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.
d. Konjungtivitis New castle
Dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran klinisnya.
e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.
2. Konjungtivitis Viral Kronis
a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi sitoplasma
sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster
Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya mengandung sel
raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan dari konjungtiva pada
varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster dapat mengandung sel raksasa
dan monosit
c. Blefarokonjungtivitis campak
Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika ada
pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa menampilkan sel-sel
raksasa
Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis yang lain dan
penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya. Secara klinis bedasarkan
17
keluhan subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis virus dengan konjungtivitis yang lain
serta diagnosis mata merah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan Subjektif dan
Obyektif.2
Gejala Glaukom
subyektif
Uveitis
Keratitis
K Bakteri
K. virus
K. alergi
a akut
akut
obyektif
Penurunan
+++
+/++
+++
Visus
Nyeri
Fotofobia
Halo
Eksudat
Gatal
Demam
Injeksi
++/+++
+
++
+
++
+++
++
++
+++
-/++
+++
+++
-
++
-/++
-
+
++
-
siliar
Injeksi
++
++
++
+++
++
konjungtiva
Kekeruhan
+++
+/++
kornea
Kelainan
Midriasis
Miosis
Normal/
pupil
nonrekatif iregula
dan
miosis
Kedalaman
Dangkal
r
N
COA
Tekanan
Tinggi
Rendah N
intraokular
Sekret
Kelenjar
+
-
++/+++
-
++
+
+
-
+
-
preaurikula
r
G. Komplikasi
Komplikasi darikonjungtivitis viral, antara lain3:
18
Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi ulkus kornea
H. Penatalaksanaan
Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis,
belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan antiviral.Umumnya mata bisa
dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan pelembab. Kompres dingin pada mata 3 4
x / hari juga dikatakan dapat membantu kesembuhan pasien. Penggunaan kortikosteroid
untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral harus dihindari karena dapat memperburuk
infeksi.
Sebagai pencegahan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri dapat diberikan
Kloramfenikol tetes mata. Kloramfenikol merupakan obat antimikroba yang memiliki
spektrum luas, meliputi bakteri gram negatif dan gram positif. Senyawa ini memang
memiliki sifat bakteriostatik terhadap kebanyakan mikroorganisme, akan tetapi dapat
berfungsi sebagai bakteriosidal terhadap beberapa jenis bakteri, yakni H. influenzae,
Neisseria meningitidis, and S. pneumoniae. Kloramfenikol efektif dalam melawan bakteri
aerobik dan nonaerobik baik gram positif ataupun gram negatif. Senyawa ini juga efektif
pada rickettsae akan tetapi tidak efektif terhadap chlamydiae. Bakteri gram negatif bacillus
serta bakteri anaerob dapat diinhibisi secara in vitro, sedangkan pada bakteri gram positif
yang bersifat aerobik bakteri berbentuk kokus meliputi Streptococcus pyogenes, S.
agalactiae (group B streptococci), and S. pneumoniae diketahui bahwa kloramfenikol lebih
sensitif (Katzung, 2006; Brunton et al., 2007).
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan
oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus dapat
diuraikan sebagai berikut :
19
beberapa
gejala.
Selama
konjungtivitis
akut,
penggunaan
kornea.Jika
terjadi
ulkus
kornea,
harus
dilakukan
debridement
Penyakit
ini
dapat
sembuh
sendiri
sehingga
pengobatan
hanya
Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya cukup tinggi,
sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan juga bisa terjadi di fasilitas
kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang memeriksa pasien. Langkah langkah pencegahan
yang perlu diperhatikan adalah mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan
tangan kosong, serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan untuk
menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah dalam 1 2 minggu,
juga menghindari pemakaian handuk bersama.2
I.
Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
21
1.
Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP
(editors). Vaughan & Asburrys General Opthalmology. 18 th edition. McGraw-Hill
Companies. USA: 2013. p108-112
2.
3.
IU.
Viral
Conjunctivitis.
2014.
Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall
5.
Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar. 2009.
6.
7.
Viral
conjungtivitis.
2014.
Available.
http://www.cdc.gov/conjunctivitis/about/causes.html
22