Menafsirkan Putusan Uji Materi UU Air
‘Sumber :http:ivww.walhi.orid/kampanye/airiprivatisasi(050722_tafsirptsnuuai_ps!
Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 19 Juli 2005, telah
memutuskan untuk menolak permohonan Judicial
Review Undang-undang Sumberdaya Air No. 7 tahun
2004. Dari sembilan hakim Mahkamah Konstitusi,
tujuh hakim menolak permohonan para Pemohon.
Dua hakim lainnya menyampaikan opini berbeda dari
yang lainnya (dissenting opinion). Keduanya
memandang beberapa pasal dalam UU Sumberdaya
Air untuk Rakyat Air tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Dengan
melihat paradigma keseluruhan dari undang-undang
ini, satu hakim di antaranya bahkan menilai undang-undang tersebut harus
dibatalkan keseluruhannya.
Dengan adanya putusan tersebut, maka Undang-undang tersebut tetap
menjadi acuan hukum pengelolaan air ke depan. Keputusan Mahkamah
Konstitusi ini bersifat final sehingga harus diterima oleh semua pihak.
Namun, keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar. Apakah makna dari
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) ini?
Apakah dengan putusan MK ini, maka privatisasi atau keterlibatan swasta
dalam pengelolaan air minum dapat dilakukan? Ataukah ini berarti undang-
undang sumberdaya air tidak terbukti mengarah ke privatisasi sebagaimana
disimpulkan oleh para Pemohon? Kebingungan ini muncul oleh Karena
substansi dalam undang-undang ini yang mendua dan dapat dinterpretasikan
berbeda
Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa “tanggung jawab penyelenggaraan
sistem penyediaan air minum pada prinsipnya adalah tanggung jawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Peran serta koperasi, badan usaha
swasta, dan masyarakat hanyalah bersifat terbatas dalam hal Pemerintah
belum dapat menyelenggarakan sendiri, dan Pemerintah masih tetap
memungkinkan —menjalankan kewenangannya dalam _pengaturan,
pelaksanaan, dan pengawasan dalam pengelolaan sumberdaya air secara
keseluruhan." (halaman 494 putusan Mahkamah Konstitusi atas Judicial
Review UU Air).
Ditegaskan bahwa PDAM harus benar-benar diusahakan oleh Pemerintah
Daerah sebagai pengelolaan sumber daya air, sebagaimana diatur dalam
ketentuan pasal 26 ayat (7) UU SDA. Peran serta masyarakat yang
merupakan pelaksanaan asas demokratisasi dalam pengelolaan air harus
diutamakan dalam pengelolaan PDAM, karena baik buruknya kinerja PDAM
dalam penyediaan air kepada masyarakat mencerminkan secara langsung
baik buruknya Negara dalam melakukan kewajibannya untuk memenuhi hak
asasi atas air. (hal 492-493).Oleh karenanya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa tanggung jawab
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dinyatakan dalam pasal 40 UU
SDA ini harus menjadi program Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah,
karena dengan penyediaan air minum yang memadai, pemenuhan hak atas
air akan meningkat kualitasnya, karena seseorang dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan tidak terlalu jauh dapat memperoleh air. (hal 494)
Mengenai UU Sumberdaya Air yang dilakukan diuji materinya, Mahkamah
Konstitusi berpendapat bahwa undang-undang ini telah mengatur kewajiban
negara untuk menghormati , melindungi, dan memenuhi hak asasi alas air.
Disebutkan bahwa pasal 5 UU SDA ini telah menegaskan bahwa "negara
wajib menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan
pokok minimal sehari-hari, termasuk di dalamnya adalah kebutuhan
Masyarakat yang — menggantungkan kepada saluran —_distribusi".
Oleh Karena itu, mayoritas hakim (tujuh hakim) berpendapat bahwa Undang-
undang ini tidak akan mengarah kepada privatisasi dan komersialisasi air.
Masalahnya, terdapat inkonsistensi antara pasal 5 dan pasal 40 ayat (4) UU
SDA tersebut, Pada pasal 40 ayat (4) disebutkan bahwa "koperasi, badan
usaha swasta, dan masyarakat dapat berperan serta daam penyelenggaraan
Pengembangan sistem penyediaan air minum". Penjelasan ayat ini
menyebutkan bahwa penyelenggaraan air minum oleh koperasi, badan usaha
swasta, dan masyarakat dilakukan pada wilayah tidak — terdapat
Penyelenggaraan air minum yang dilakukan oleh badan usaha milik negara
dan /atau badan usaha milik daerah. Undang-undang ini dan batasannya
tidak menyebutkan batasan keterlibatan swasta sehingga Pemerintah masih
dapat menjalankan kewenangannya. Dalam putusan akhir Mahkamah
Konstitusi, tidak ditemukan pendapat hakim mengenai pasal 40 ayat (4)
tersebut dan inkonsistensi keduanya.
Akan tetapi, dua hakim yang memiliki pendapat berbeda dengan rekannya
(dissenting opinion) melinat bahwa UU SDA ini membuka secara lebar
peluang privatisasi tersebut, sebagaimana diatur dalam pasal 9 ayat (1),
pasal 40 ayat (4) yang kemudian telah dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 1
angka 9.
Jika mengacu pada uraian di atas dan putusan Mahkamah Konstitusi atas
Judicial Review UU Ketenagalistrikan tahun 2002, maka penyelenggaraan
cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak
harus diselenggarakan oleh Negara. Dengan demikian, dipertanyakan
apakah ketujuh hakim Mahkamah Konstitusi tidak melinat bahwa Undang-
Undang Sumberdaya air ini membuka ruang sebesar-besamya bagi
keterlibatan swasta dalam penyediaan air minum?
Dalam sidang Mahkamah Konstitusi atas undang-undang ini, Pemerintah
beberapa kali menegaskan bahwa tanggung jawab penyediaan air
merupakan kewajiban Pemerintah dan tidak akan mengarah kepada
privatisasi penyediaan air minum. Penjelasan ini tentunya menjadi
membingungkan jika mengamati pasal 40 ayat (4) diatas dan pasal lain yang
berhubungan.Dengan pemyataan Pemerintah tersebut, akan mengejutkan apabila
mencermati Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 tahun 2005 tentang Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM). Pada pasal 64 Peraturan Pemerintah ini
disebutkan bahwa keterlibatasan swasta dalam penyelenggaraan air minum
dapat _mencakup seluruh atau sebagian tahapan penyelenggaraan
pengembangan. Tidak ada batasan sama sekali partisipasi swasta dalam
Penyediaan air minum == dalam_~—Peraturan Pemerintah ini.
Jika_Undang-undang Sumberdaya Air ini tidak membuka ruang bagi
privatisasi air minum, lalu mengapa pada PP SPAM terbuka ruang privatisasi
atas keseluruhan tahapan pengembangan air minum? Manakah penafsiran
yang benar atas undang-undang ini?
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi:
P. Raja Siregar
Manajer Kampanye dan Pengkampanye Isu Air, Pangan dan Keberlanjutan
Email P. Raja Siregar
Telepon kantor: +62-(0)21-791 93 363
62-(0)21-794 1673