You are on page 1of 23

Asidosis Metabolik et causa Gagal Ginjal Akut

Debora Semeia Takaliuang


102011304
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : deboratakaliuang@ymail.com
Pendahuluan
Gangguan keseimbangan asam basa terjadi bila mekanisme homeostasis tubuh tidak
dapat mempertahankan pH dalam batas normal. Bila nilai pH darah arteri di bawah normal
disebut asidemia dan diatas normal disebut alkalemia. Proses terjadinya asidemia disebut
asidosis dan proses terjadinya alkalemia disebut alkalosis. Yang berfungsi menjaga agar nilai PH
tetap konstan adalah sistem dapar plasma.1
Sistem ini dapat menghalangi gangguan keseimbangan asam basa yang berlangsung
dalam waktu singkat .Bila sistem dapar ataukeseimbangan asam basa terganggu, misalnya pada
penyakit ginjal atau pada gangguan frekuensi pernafasan melalui hipoventilasi atau
hiperventilasi, maka akan terjadi pergeseran nilai pH dalam plasma. Penurunan pH lebih dari
0.03 unit (pH normal 7,4) dikenal sebagai asidosis.1
Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ yang berbentuk seperti kacang berwarna merah tua, panjangnya
sekitar 12,5 cm dan tebalnya 2,5 cm (kurang lebih sebesar kepalan tangan). Setiap ginjal
memiliki berat antara 125-175 g pada laki-laki dan 115 sampai 155 g pada perempuan. Ginjal
terletak di area yang tinggi, yaitu pada dinding abdomen posterior yang berdekatan dengan dua
pasang iga terakhir. Organ ini merupakan organ peritoneal.2
1

Tiap-tiap ginjal mempunyai sebuah kelenjar adrenal diatasnya. Ginjal kanan terletak agak
di bawah dibandingkan ginjal kiri karena ada hati pada sisi kanan. Ginjal kanan lebih tebal dan
lebih pendek daripada ginjal kiri. Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang. Mulai
vertebra torakalis terahir sampai dengan lumbal ketiga. Setiap ginjal diselubungi tiga lapisan
jaringan ikat. Fasia renal, capsula adiposa, dan capsula fibrosa.2
Fascia renal adalah pembungkus terluar. Pembungkus ini melabuhkan ginjal pada struktur
di sekitarnya dan mempertahankan posisi organ. Capsula adiposa adalah jaringan adiposa yang
terbungkus fasia ginjal. Jaringan ini membantali ginjal dan membantu organ tetap pada
posisinya. Capsula fibrosa adalah membran halus transparan yang langsung membungkus ginjal
dan dapat dengan mudah dikupas.2

Gambar 1. Sisi Eksterna Ginjal.2


Anamnesis
Anamnesis tanyakan apakah ada gejala gagal ginjal (seperti mual, muntah, sesak napas
akibat asidosis atau edema paru)? Apakah lelah, malaise, urin berkurang, poliuria, atau hematuria
nokturia? Apakah ada gejala penyerta seperti: hemoptisis, ruam, nyeri punggung, demam, dan
penurunan berat badan akibat neuropati? Apakah sedang menjalani pengobatan untuk gagal
ginjal?3
Apakah sebelumnya pernah didiagnosis penyakit ginjal? Adakah keluarga mengalami hal
yang serupa? Apakah ada komplikasi penyakit ginjal seperti: hipertensi, penyakit tulang, atau
penyakit jantung?3
2

Pemeriksaan Fisik
Apakah pasien tampak sakit? Komplikasi gagal ginjal yang membahayakan jiwa antara
lain edema paru, asidosis, dan hiperkalemia. Adakah sesak nafas? Adakah pola pernapasan
kussmaul (cepat dan dalam) akibat asidosis? Adakah sianosis? Adakah tanda-tanda kelebihan
cairan? Ronhki pada paru, irama gallop, JVP meningkat, edema perifer, hipertensi? Adakah
kekurangan cairan atau syok? Hipotensi, penurunan TD postural, takikardia, perifer dingin,
vasokonstriksi perifer?3
Adakah tanda-tanda penyakit tertentu yang menyebabkan gagal ginjal (misalnya ginjal
polikistik, ruam vaskulitis, sepsis, pankreatitis, bruit arteri renalis) Adakah tanda-tanda efek
disfungsi ginjal (misalnya anemia, flap metabolik, asidosis, mengantuk, kecenderungan
perdarahan)?3
Keadaan Umum
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian keadaan umum pasien. Dengan
penilaian kaedaan umum ini dapat diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akut
yang memerlukan pertolongan segera, ataukan pasien dalam keadaan yang relative stabil
sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisis yang lebih lengkap.4
Bila pasien dalam keadaan dehidrasi berat, misalnya harus dilakukan pemeriksaan tandatanda vital secara cepat dan kemudian diberikan diberikan perolongan awal dengan cairan infuse
dan bukannya diperiksa secara terperinci apakan gigi geligi pasien tumbuh normal. Demikian
pula pasien yang dalam keadaan status konvlusivus harus dibrantas dulu kejangnya, kemudian
setelah pasien tenang dan stabil pemeriksaan sistematis yang terinci baru dilakukan.4
Hal pertama yang dinilai adalah kesan keadaan sakit, apakah pasien tidak tampak sakit,
tampak sakit ringan, sedang atau berat. Selanjutnya perhatikan kesadaran pasien. Kesadaran baru
dapat dinilai kalau pasien tidak tidur. Disamping itu juga dinilai status mental dan tingkah laku
pasien, apakah pasien tampak gembira, tenang, koperatif, ketakutan, agresif, hiperaktif, gaduh
gelisah, murung atau cengeng. Selanjutnya diperhatikan pula terdapatnya kelainan-kelainan yang
segera tampak, misalnya dispne, napas cuping hidung, retraksi, sianosis, ikterus, edema anasaka
dan lain-lainnya.4
Karakteristik tangisan pasien juga kadang-kadang dapat member penunjuk umum kearah
diagnosis tertentu. Tangisan yang kuat dapat disebabkan karena pasien memang merasa sakit,
ketakutan atau memang sekedar mau menangis saja. Apapun sebabnya, tangisan yang kuat
3

biasanya member petunjuk bahwa pasien tidak distress berat dan tidak dalam keadaan lemah.
Sebaliknya, tangisan yang lemah meenunjukan keadaan pasien yang lemah atau sakit cukup
berat.4
Posisi pasien serta aktivitasnya perlu dinilai dengan baik. Apakah pasien dating berjalan,
duduk, tiduran aktif, tiduran pasif ataukah ia mengambil posisi abnormal tertentu. Penderita
sesak napas biasanya sering mengambil posisi duduk atau setengah duduk dengan kedua tangan
menyangga dibelakang. Perhatikan fasies pasien. Fasies adalah istilah yang menunjukan ekspresi
wajah pasien.4
Tanda Vital
Pemeriksaan nadi harus dilakukan pada keempat ekstremitas, yang dinilai adalah:
frekuensi nadi paling baik diukur dalam keadaan tidur. Bila tidak memungkinkan dalam keadaan
tidur, harus diberikan catatan keadaan anak waktu nadi dihitung (bangun tenang, gelisah,
menangis, berontak). Irama: dalam keadaan normal, irama nadi adalah teratur. Kualitas nadi: isi
perabaan nadi yang normal disebut cukup. Ekualitas nadi : dalam kedaan normal isi nadi terasa
sama pada keempat ekstremitas.4
Tanda vital ketiga yang perlu dinilai adalah pernapasan pasien. Disamping frekuensi
pernapasan, tipe dan kedalaman pernapasan perlu diperhatikan. Pada keadaan normal, tipe
pernapasan bayi dan anak kecil adalah abdominal atau diafragmatik. Terdapatnya pernapasan
torakal pada bayi menunjukan adanya kelainan paru, kecuali bila pasien sangat kembung.4
Takipne adalah pernapasan yg cepat dan sering terlihat pada pelbagai penyakit paru. Pada
bayi dan anak kecil takhpne merupakan tanda dini gangguan pernapasan. Dispne berarti kesulitan
bernapas, ditandai dengan napas cuping hidung, retraksi sbkostal, intrakostal atau suprastrenal
dapat disertai sianosis dan takipne.4
Infeksi bakteri, virus, protozoa, dehidrasi serta heat stroke menyebabkan demam dari
yang ringan sampai hiperpireksia. Demam juga terjadi pada trauma otak, tumor otak, leukimia,
penyakit jaringan ikat, reaksi transfusi, reaksi obat-obatan dan lainnya. 4
Antopometri
Tinggi badan harus diukur pada setiap kali kunjungan. Tubuh yang lebih pendek dari
normal dapat disebabkan oleh penyakit kronik yang menyebabkan ganggtan absorasi dan

utilisasi nutrien, termasuk malnutrisi, penyakit paru kronik, penyakit hati kronik, penyakit
jantung bawaan, alergi makanan dan malabsorbsi.4
Berat badan. Informasi yang diperoleh dari penimbangan berkala lebih bermanfaat
daripada penimbangan sewaktu. Penurunan berat badan yang kronik menunjukan adanya
penyakit kronik seperti diare, pemberian makan yang tidak memadai, fibrosis pannkreas atau
kelainana pencernaan lainnya. Kenaikan berat badan yang berlebih menunjukan hidrasi berlebih
atau pembengkakan, akan tetapi umumnya disebabkan oleh makan yang terlalu banyak.4
Capillary Refill Test
Capillary Refill Test adalah tes cepat yang dilakukan untuk menilai kecukupan sirkulasi
seorang individu dengan curah jantung yang buruk. Kulit ditekan dengan kuat oleh ujung jari
sampai menjadi pucat, waktu yang dibutuhkan hingga kulit tersebut kembali normal warnanya
menunjukkan waktu pengisian kapiler. Pengisian kapiler normal memakan waktu sekitar 2 detik.4
Hal ini dapat diukur dengan memegang tangan lebih tinggi dari jantung (mencegah
refluks vena), menekan lembut jari atau jari kaki sampai ternyata putih dan mencatat waktu yang
dibutuhkan hingga warna kulit kembali setelah tekanan dilepaskan. Waktu isi ulang yang normal
adalah kurang dari 2 detik. Pada bayi baru lahir, pengisian kapiler dapat diukur dengan menekan
sternum selama lima detik dengan jari atau ibu jari, dan mencatat waktu yang dibutuhkan hingga
warna kulit kembali sekali tekanan dilepaskan.4
Batas normal atas untuk pengisian kapiler pada bayi baru lahir adalah 3 detik. Capillary
Refill Time (CRT) adalah indikasi umum dari dehidrasi dan penurunan perfusi perifer. pada
umumnya tes ini dapat sangat bervariasi antara pasien beberapa pasien, oleh karenanya tidak
boleh diandalkan sebagai ukuran diagnostik universal. Meskipun demikian,pemeriksaan ini
sangat berguna sebagai bukti pendukung untuk tanda positif penurunan perfusi ke ekstremitas.
Tes CRT (juga kadang disebut sebagai CFT dalam Pediatrik) sering disebut sebagai tes kuku
pucat.4
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk memastikan diagnosis gagal ginjal dan membantu mengidentifikasi penyebab
spesifik ARF digunakan berbagai pemeriksaan laboratorium. Nitrogen urea darah (BUN) dan

kreatinin serum yang meningkat sekedar indikator atas menumpuknya buangan nitrogen (gagal
ginjal) dan biasanya tidak membantu menemukan penyebab.5
Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal perkutan mungkin akan dilakukan jika setelah semua data dinilai masih
terdapat keraguan misalnya tentang jenis cedera ginjal atau jika informasi yang diperoleh nanti
akan membantu menegakkan intervensi terapeutik langsung.5
Pemeriksaan Radiologi
Studi pencitraan diperlukan untuk membedakan gagal ginjal kronis dengan ARF,
mendiagnosis obstruksi, menilai aliran serta perfusi darah ginjal. Beragam studi mencakup foto
polos abdomen atau tulang panjang, USG ginjal, pemindaian radionuklida, radiografi kontras
warna, dan tomografi komputer (CT) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI). ARF dibedakan
dari gagal ginjal kronis berdasarkan ukuran ginjal yang normal serta ada tidaknya osteodistrofi
ginjal pada radiografi tulang.5
Foto polos abdomen dapat memperlihatkan ukuran serta bentuk ginjal. USG ginjal dapat
menilai ukuran ginjal serta obstruksi yang terlihat sebagai dilatasi sistem pengumpul. Studi
kontras dengan pewarna retrogad digunakan untuk melihat sistem pengumpul urine bawah. CT
dan MRI mahal.5
Diagnosis
Berdasarkan skenario yang akan dibahas yakni mengenai anak laki - laki berumur 6 tahun
yang datang karena nafas cepat serta lemas dan sudah diare serta muntah sejak 3 hari yang lalu
hingga nafsu makan dan minum menurun disertai buang air kecil yang sedikit diduga mengalami
gagal ginjal akut.
Gagal ginjal prarenal perlu diantisipasi dini karena tindakan yang cepat dan tepat dapat
mencegah terjadinya GGA renal (intrinsik). Untuk mengetahui apakah GGA prarenal sudah
berlanjut menjadi renal dapat dilakukan pemeriksaan indeks urin dengan tujuan melihat
integritas fungsi tubulus ginjal. Pada GGA prarenal, fungsi tubulus masih baik sehingga daya
reabsorpsi natrium dan air masih baik.6
Manifestasi utama asidosis metabolik klinis adalah peningkatan laju sekaligus kedalaman
respirasi (misalnya takipnea dan hiperpnea) karena pusat respiratorik SSP mendapat rangsangan
6

dalam upaya mengekskresikan lebih banyak "asam" volatil. Jika berat, perubahan ini dapat
memicu pernapasan Kussmaul.6
Selain itu asidosis berat menekan SSP serta juga mengurangi tahanan vaskuler perifer
serta fungsi ventrikel jantung sehingga kemudian menyebabkan hipotensi dan hipoksia jaringan
dengan berkembangnya asidosis laktat sekunder. Asidosis kronis pada bayi dapat menjadi
penyebab gagal tumbuh normal dan karena kelebihan H + didapat di tulang dengan kehilangan
kalsium tulang secara bersamaan, dapar terjadi osteomalasia berat dan rakitis.6
Diagnosis spesifik asidosis metabolik membuthkan analsis elektrolit plasma dan pada
beberapa kasus, penentuan pH serta PaCO2 arteri. Penghitungan AG seringkali membantu, dan
pengukuran pH urin dalam sampel yang baru dikeluarkan mungkin diperlukan untuk
menentukan etiologi asidosis. Karena penyebab asidosis metabolik banyak, pengelolaan yang
tepat adalah mengatasi etiologinya.6
Membedakan GGA dengan GGK atau GGK dengan pada GGA (acute on chronic renal
failure) kadang-kadang sulit dibedakan. Pada pasien perlu dicari riwayat dan tanda/gejala
penyakit ginjal kronik seperti: punya riwayat penyakit ginjal, adanya pasien penyakit ginjal
herediter dalam keluarga, adanya hambatan pertumbuhan, adanya retinopati hipertensif, pada
USG ditemukan kedua ginjal kecil/mengkerut.6
ARF secara klasik telah dikelompokkan ke dalam varian anurik. oligorik, dan
nonoligurik. Meskipun demikian, pendekatan yang lebih bermanfaat didasarkan pada lokasi
kejadian yang mendasari dapat pre renal, renal, dan post renal. ARF pre renal terjadi akibat
peristiwa sistemik misalnya dehidrasi berat atau perdarahan, yang mengurangi aliran darah dan
tekanan perfusi ginjal secara bermakna di kapiler glomerulus, dan dengan demikian
menyebabkan penuruan laju filtrasi glomerulus (GFR).6,7
ARF dikatakan renal atau intrinsik, jika terjadi cedera pada parenkim ginjal, seperti yang
terjadi pada glomerulonefritis akut atau nekrosis tubulus akut. ARF post renal adalah obstruksi
akut pada traktus urinarius. Anamnesis serta pemeriksaan fisik secara cermat, bersama
pemeriksaan laboratorium, biasanya memungkinkan kita mengklasifikasikan dan mendiagnosis
ARF.6
7

Aliran darah ginjal bertahan stabil meskipun dalam rentang tekanan arterial mean yang
luas, suatu proses dikenal sebagai autoregulasi. ARF pre renal terjadi jika derajat hipotensi
sistemik melebihi kemampuan autoregulasi mempertahankan aliran darah ginjal dalam jumlah
cukup melalui kapiler glomerulus. Hipoperfusi ini disertai serangkaian peristiwa yang
berhubungan. Peningkatan pelepasan renin pada ahirnya meningkatkan produksi aldosteron,
yang kemudian akan menyebabkan reabsorpsi natrium bermakna di duktus pengumpul.6,7
Selain itu berkurangnya volume ECF yang bersirkulasi merangsang pelepasan hormon
antidiuretik, meningkatkan reabsorpsi air di duktus pengumpul medula. Hasil ahir yang terjadi
adalah pengurangan volume urin, menurunnya konsentrasi natrium urin, dan peningkatkan
osmolalitas urin, yang semua merupakan ciri ARF pre renal. Sifat utama ARF pre renal adalah
reversibilitas segeranya setelah terjadi pemulihan volume ECF dan tidak adanya cedera pada
parenkim ginjal. Penyebab ARF pada anak adalah dehidrasi berat akibat muntah dan diare,
perdarahan, luka bakar, syok, sepsis, sindrom nefrotik, dan gagal jantung.6,7
Penyebab prerenal gagal ginjal akut mengakibatkan penurunan perfusi melalui penurunan
volume sirkulasi darah total atau efektif. Tidak ada bukti kerusakan ginjal. Penurunan volume
intravaskuler menyebabkan penurunan curah jantung, menyebabkan penurunan aliran darah
dalam korteks ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG). Jika, dalam waktu tertentu, penyebab
yang mendasari hipoperfusi berbalik, fungsi ginjal nantinya dapat kembali normal. Jika
hipoperfusi bertahan melampaui tingkat kritis ini, maka kerusakan parenkim ginjal dapat
terjadi.6,7

Diagnosis Banding
Gagal Ginjal Intrinsik (Renal)
Pada ARF Intrinsik, curah urin, osmolalitas, dan konsentrasi natrium bervariasi menurut
lokasi segmen nefron yang cedera. ARF intrinsik terkadang sudah jelas terlihat dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Sebagai contoh, ARF yang berhubungan dengan penyakit sistemik.
Sebaliknya, anak yang mengalami ATN atau nefritis insterstisial mungkin hanya akan memiliki
beberapa temuan klinis yang mengesankan diagnosis.5-7
8

Bila perfusi ginjal yang lemah menetap selama periode yang cukup lama, ginjal dapat
rusak sehingga pengembalian perfusi ginjal tidak lagi memberikan efek pada filtrasi glomerulus.
Pada situasi ini terjadi gagal ginjal intrinsik (kategori intra renal seperti NTA, nefropati
vasomotor dan nefrosis nefron bawah).5-7
ARF renal sebagai akibat penyakit ginjal primer : yaitu berkurangnya aliran darah ginjal
keseluruh bagian atau sebagian ginjal hal ini dikarenakan keadaan pra renal yang tidak teratasi
sedangkan penyebab lain karena stenosis arteri renalis sehingga mengurangi aliran darah
keseluruh ginjal, iskemik lokal dapat terjadi bila terjadi penyakit vaskuler oklusif,
glomerulonefritis akut, nefrosklerosis maligna, penyakit kolagen, angitis hipersensitif.5-7
Etiologi renal jika kelainan kongenital biasanya: agenesis ginjal, ginjal polisiklik,
glomerulonefritis, kelainan vaskuler ginjal, nefritis interstisial, dan kerusakan tubulus.7
Gagal Ginjal Post Renal
Berbagai kondisi yang dapat menghambat aliran urin dari ginjal keluar dapat
mengakibatkan azotemia post renal. Obstruksi ini dapat terjadi pada setiap tempat dalam saluran
perkemihan. Bila urine tidak dapat melewati obatruksi, mengakibatkan kongesti yang akan
menyebabkan tekanan retrograd melalui sistem kolagentes dan nefron. Keadaan ini
memperlambat laju aliran cairan tubular dan menurunkan LFG. Sebagai akibatnya reabsorbsi
natrium, air dan urea meningkat menyebabkan penurunan natrium urine dan meningkatkan
osmolalitas dan BUN urine.5-7
Sedangkan ARF postrenal lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dengan malformasi
kongenital seperti striktur uretra, katup uretra posterior, atau neurogenic bladder. Bayi baru lahir
dengan obstruksi traktus urinarius dapat tampak normal dengan curah urine berkurang atau
bahkan meningkat. ARF postrenal tidak lazim terjadi pada anak yang lebih besar. Pada anak
dengan satu ginjal, obstruksi ureter karena batu atau bekuan darah juga dapat mengakibatkan
gagal ginjal.6
Pada post renal sering diketahui tanda- tanda seperti : poliuria disertai anuria, syndrom
diabetes insipidus (pittesin- resisten diabetes insipidus ), kolik, batu, hidronefrosis bilateral.

Biasanya disebabkan oleh jika kongenital: katub uretra posterior, obstruksi ureter bilateral. Bisa
juga karena obstruksi didapat berupa batu, bekuan darah, kristal asam urat, tumor.6
Gagal Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penuranan fungsi ginjal yang progresif dan dalam waktu yang lama, yang
ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu
sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal
pada penyakit ginjal kronik.8
Manifestasi klinik yang khas pada penyakit ginjal kronik antara lain: (a) sesuai dengan
penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,
hipertensi, hiperurikemi, SLE. (b) Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia,
mual muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer, pruritus, kejang-kejang sampai
koma. (c) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi reanl, payah jantung,
asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit.8
Pada pemeriksaan USG juga dapat ditemukan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis. Pemeriksaan biopsi hanya bisa dilakukan apabila keadaan ukuran
ginjal sudah mengecil, hipertensi tidak terkendali, ginjal sudah polisiklik.8

10

Gambar. Klasifikasi Gagal Ginjal Akut.7


Etiologi
Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti : kegagalan
ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk di tubuh, pembentukan
asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh, penambahan asam metabolik kedalam tubuh
melalui makanan, kehilangan basa dari cairan tubuh (faal). Pada gagal ginjal, dimana fungsi
ginjal sangat menurun terdapat pembentukan anion dari asam lemak dalam cairan tubuh yang
11

tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi
fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat.7
Tabel 1. Etiologi Asidosis Metabolik.6
Gap Anion Meningkat

Gap Anion Normal

Tambahan asam organik

Kehilangan Bikarbonat primer

Asidosis laktat

Diare

Intoksikasi salisilat

Ureterostomi

Keracunan etilen glikol

Pemberian inhibitor Ca anhidrase

Bekurangnya eksresi H+ di ginjal

Penurunan regenerasi HCO3-

Azotemia prerenal

Diureik aldosteron antagonis

Dehidrasi

(spirinolakton, triamteren)

Gagal ginjal akut

Hipoaldosteron

Gagal ginjal kronis

Tabel 2. Etiologi Gagal Ginjal Akut.9

12

Epidemiologi
Gagal ginjal akut timbul bila terjadi penurunan akut laju filtrasi glomerulus (LFG) dan
zat yang biasanya diekskresikan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat (prarenal), penyakit ginjal
intrinsik (renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal). Keadaan prarenal mencakup 50-65%
kasus, pascarenal 15%, dan renal sekitar 20-35% sisanya. Pada Negara berkembang, komplikasi
obstetrik dan infeksi seperti malaria merupakan penyebab yang penting. Angka mortalitas
keseluruhan sekitar 30-70%, tergantung usia dan adanya gagal organ atau penyakit lain. Dari
pasien yang bertahan, 60% memiliki fungsi ginjal normal, namun 15-30% memiliki gangguan
ginjal dan sekitar 5-10% mengalami penyakit ginjal stadium akhir.9
Di negara yang sudah mapan, sesuai dengan pola penyakit serta sarana yang tersedia
ternyata angka kejadian gagal ginjal akut didapat selama perawatan di rumah sakit berhubungan
erat dengan tingginya frekuensi tindakan bedah berisiko tinggi. Angka kejadian gagal ginjal akut
didapat selama perawatan di rumah sakit mencapai 4-5% dan hampir 60% mempunyai hubungan
dengan tindakan bedah terutama bedah jantung, toraks, vaskuler, dan abdomen. Sebaliknya di
negara berkembang terutama daerah tropika, community acquired acute renal failure masih
13

merupakan masalah dengan angka kejadian masih cukup tinggi. Pada umumnya, gagal ginjal
akut didapat.9
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang disajikan mungkin didominasi atau dimodifikasi oleh penyakit
pencetus. Manifestasi asidosis metabolik sangat tergantung pada penyebab dan kecepatan
perkembangan prosesnya. Suatu asidosis metabolik akut menyebabkan depresi miokardial
disertai reduksi cardiac output, penurunan tekanan darah, penurunan aliran darah ke sirkulasi
hepatik dan renal. Aritmia dan fibrilasi ventrikular mungkin terjadi. Metabolisme otak menurun
secara progresif. Pada pH lebih besar dari 7,1 terjadi fatigue (rasa lelah), sesak napas
(pernapasan Kussmaull), nyeri perut, nyeri tulang, dan mual muntah. 7
Gambaran klinis asidosis metabolik sering tidak spesifik. Tanda fisik terpenting adalah
hiperventilasi yang pada keadaan ekstrim berupa pernapasan cepat dan dalam, yang diperlukan
untuk kompensasi respirasi. Meskipun demikian, asidosis berat sendiri dapat mengakibatkan
penurunan resistensi vaskular perifer dan fungsi ventrikel jantung, menimbulkan hipotensi, udem
paru, dan hipoksia jaringan.7
Tanda dan gejala asidosis metabolik selalu muncul ketika kadar HCO3 - serum 20
mEq/L, pH <7.0-7.1 bisa mengurangi kontraktilitas jantung dan predisposisi potensial terjadinya
disritmia kardiak yang fatal. Dyspneu deffort atau ortopneu pada asidosis yang parah, pada
orang tua dengan fungsi jantung yang menurun. Perubahan pH mempunyai efek langsung pada
fungsi tubuh.7
Asidosis mendepresi excit-ability neuronal dan menurunkan ikatan kalsium ke protein
plasma sehingga free kalsium banyak beredar di dalam darah dan aktivitas neuron menurun.
Pada kulit didapatkan turgor jaringan terganggu, dan kulit kering karena defisit cairan sel akibat
asidosis. Kulit juga sering terasa hangat dan panas. Hal ini karenakan pembuluh darah kulit
kurang responsif dengan stimulasi sistem saraf simpatis dimana tonus pembuluh darah menurun.6
Ketika pH turun manjadi 7.0-7.1,kontraktilitas dan CO menurun, jantung menjadi kurang
responsif dengan katekolamin (epinefrin, dan nor epinefrin), dan bisa terjadi aritmia,
termasuk aritmia ventrikel yang fatal. Asidemia kronis seperti pada CKD, bisa menyebabkan

14

kelainan muskuloskeletal. Hal ini dikarenakan pelepasan kalsium dan fosfat selama buffering
tulang melepaskan ion H+.6
Patogenesis
Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik dapat terjadi akibat peningkatan produksi atau penurunan ekskresi H+
atau akibat kehilangan HCO3-. Asidosis metabolik ditimbulkan oleh perubahan keseimbangan
antara produksi dan eksreksi asam. Asidosis sistemik dapat disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi ion hidrogen darah akibat akumulasi yang ditimbulkan oleh peningkatkan masukan
dari sumber-sumber eksogen atau peningkatan produksi endogen maupun ketidakadekuatan
ekskresi ion hidrogen atau kehilangan bikarbonat berlebihan dari urin atau tinja.1
Akibat asidosis sistemik dan peningkatan tekanan CO2 akan merangsang pusat respirasi
(dan mungkin pula kemoreseptor perifer di arteri karotis dan aorta) untuk meningkatkan
kecepatan respirasi sehingga akan meningkatkan laju ekskresi karbondioksida. PCO 2 plasma
dann kadar asam karbonat turun, secara parsial atau hampir total mengkoreksi asidosis, tetapi
dengan mengakibatkan penurunan bikarbonat plasma dan PCO2. pH darah turun, tetapi jarang
turun serendah penurunan kadar bikarbonat plasma.1
Asidosis juga merangsang ginjal untuk meningkatkan produksi amonia dan ekskresi ion
hidrogen urin. Di nefron distal, sekresi ion hidrogen disertai pengambilan bikarbonat ke sirkulasi
meningkatkan pembentukkan bikarbonat dan mengembalikan kadar bikarbonat plasma menjadi
normal bila proses penyakit primernya telah diatasi. Kecepatan pernapasan akan turun, PCO 2
kembali normal. Pada titik ini, status asam-basa penderita telah kembali normal seperti sebelum
masuknya beban ion hidrogen.1
Hipovolemia
Gangguan

keseimbangan

air

dan

elektrolit

umumnya

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan natrium dan kalium. Ketidakseimbangan elektrolit umumnya disebabkan


oleh pemasukkan dan pengeluaran natrium yang tidak seimbang. Kelebihan natrium dalam darah
akan meningkatkan tekanan osmotik dan menahan air lebih banyak sehingga tekanan darah akan
meningkat. Ketidakseimbangan kalium jarang terjadi.1
15

Perubahan yang terjadi pada volume dan komposisi cairan tubuh serta osmolalitas akan
menimbulkan empat gangguan dasar dalam tubuh yang secara klinis disebut dengan
hipovolemia, edema, hiponatremia, dan hipernatremia. Cairan ekstrasel yang merupakan 40%
dari air tubuh total didominasi oleh air dan natrium.1
Osmolalitas cairan ekstrasel yang didefiniskan sebagai rasio antara jumlah solut dengan
air sangat dipengaruhi oleh jumlah natrium. Jumlah natrium yang lebih tinggi dari normal
(hipertermi) menimbulkan hiperosmolaritas cairan ekstrasel dan sebaliknya hiponatremia akan
menimbulkan hipoosmolaritas.1
Hipovolemia adalah salah satu keadaan yang menyebabkna volume cairan tubuh
berkurang; hal ini akan menyebabkan hipoperfusi jaringan. Hipovolemia dapat terjadi pada dua
keadaan, yaitu deplesi volume dan dehidrasi. Deplesi volume adalah keadaan dimana cairan
ekstrasel berkurang; kekurangan natrium dan air terjadi dalam jumlah yang sebanding. Misalnya
hilangnya natrium dan air melalui saluran cerna seperti: muntah, diare, perdarahan atau melalui
pipa naso-gastric.1
Hilangnya natrium dan air juga dapat melalui ginjal (misalnya penggunaan diuretik,
diuresis osmotik, salt-wasting neprhopathy, hipoaldosteronisme), melalui kulit dan saluran nafas
(misalnya insensible water losses, keringat, luka bakar), atau melalui sekuestrasi cairan
(misalnya pada obstruksi usus), trauma, fraktur, pankreatitis akut).1
Dehidrasi adalah keadaan dimana volume air berkurang tanpa disertai berkurangnya
elektrolit (natrium) atau berkurangnya air jauh melebihi berkurangnya natrium di cairan
ekstrasel. Akibat dari keadaan ini akan terjadi peningkatkan natrium dalam ekstrasel sehingga
cairan intrasel akan masuk ke ekstrasel (volume intrasel berkurang). Dengan kata lain, dehidrasi
melibatkan pengurangan cairan intra dan ekstrasel secara bersamaan (pengurangan volume air
tubuh total); 40% dari cairan yang hilang berasal dari ekstrasel dan 60% berasal dari intrasel.1
Secara klinik perbedaan antara deplesi volume dengan dehidrasi terletak pada kadar
natrium dalam plasma. Pada keadaan dehidrasi terjadi hipernatremia, sedangkan pada deplesi
volume, kadar natrium plasma normal. Dehidrasi dapat terjadi akibat keluarnya air melalui
keringat, penguapan dari kulit, saluran cerna, diabetes insipidus (sentral dan nefrogenik), atau
diuresis osmotik; yang kesemuanya disertai gangguan rasa haus atau gangguan akses cairan.1
16

Dehidrasi dapat pula terjadi pada keadaan masuknya cairan ekstrasel ke intrasel secara
berlebihan, kejang hebat setelah melakukan latihan berat, atau pada pemberian natrium
hipertonik berlebihan. Hipovolemia sangat berbahaya dan harus segera ditanggulangi.
Hipovolemia ringan ditandai dengan gejala rasa haus dan lemas. Bila hipovolemia semakin berat,
tekanan darah turun karena volume darah berkurang bahkan dapat terjadi syok.1
Tatalaksana penderita hipovolemia yang tidak dapat minum sendiri adalah memberikan
rehidrasi oral (oralit) lewat nasogastric atau cairan fisiologis melalui parenteral di rumah sakit.
Bila terjadi penurunan volume ekstraselular, volume dan tekanan darah akan berkurang. Hal ini
akan menimbulkan rangsangan pada sistem angiotensin sehingga timbul respon berupa
pengurangan produksi urin (restriksi pengeluaran cairan), rangsangan haus diikuti meningkatnya
pemasukan cairan akan meningkatkan volume cairan ekstrasel.1

Gambar. Pendekatan Diagnostik Asidosis Metabolik.1


Komplikasi
17

Komplikasi akut GGA berupa hiperkalemia, hipernatremia, asidosis, hiperfosfatemia,


edema paru. Perdarahan saluran cerna sering merupakan sumber morbiditas dan mortalitas gagal
ginjal akut didapat di rumah sakit. Indikasi klinik perdarahan saluran cerna adalah anemia,
hematemesis, dan melena yang biasanya tampak bila penyakit sudah berat; penurunan
hematokrit; dan ketidaksesuaian ureum dan kreatinin serum.10
Tindakan pencegahan terhadap perdarahan saluran cerna adalah pemberian antagonis
reseptor histamin II seperti ranitidin dan simetidin atau hemodialisis profilaktik yang juga dapat
mengurangi mortalitas. Terdapat tiga komplikasi sistem kardiovaskular yang sering terjadi
berupa perikarditis, bendungan paru akut, dan gangguan irama jantung.10
Perikarditis merupakan komplikasi gagal ginjal akut yang mempunyai hubungan dengan
retensi toksin dengan berat molekul sedang. Pengobatan untuk perikarditis pertama adalah
dialisis terutama dialisis peritoneal. Selama dialisis dapat diberikan endometasin atau
prednisolon takaran rendah.10
Bendungan paru akut pada gagal ginjal akut sulit dibedakan dengan sindrom nefritik
akut. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah pemberian furosemid 40-80 mg intravena atau
takaran tinggi 240 mg intravena dan ultrafiltrasi dengan mesin hemodialisis.10
Tatalaksana
Pada anak dengan hipovolemia, kebutuhan untuk penambahan volume dapat sangat
penting. Pemeriksaan fisik awal pada penderita harus mencakup penilaian keadaan hidrasi secara
cermat. Pada beberapa penderita oliguria mungkin tidak memungkinkan untuk membedakan
apakah oliguria disebabkan oleh hipoperfusi (hipovolemia) atau nekrosis tubulus akut yang
sedang mengancam.7
Dalam hal ini, evaluasi urin terbukti membantu. Pada penderita dengan hipovolemia,
volume intravaskular harus ditambah dengan pemberian larutan garam isotonis secara intravena,
20mL/kg, selama 30 menit. Bila tidak ada kehilangan darah atau hipoproteinemia, cairan yang
mengandung koloid tidak diperlukan untuk penambahan volume. Pasca infus ini, penderita
dehidrasi biasanya akan kencing dalam 2 jam.7

18

Bila terjadi kegagalan, harus dilakukan re-evaluasi secara menyeluruh pada penderita.
Katerisasi kandung kemih dan penentuan tekanan vena sentral mungkin membantu. Jika evaluasi
klinis dan laboratorium menunjukkan bahwa penderita cukup terhidrasi, terapi diuretik agresif
selanjutnya dapat dipertimbangkan. Pada beberapa penderita oliguria, furosemid dan manitol
atau keduanya dapat menaikkan kecepatan produksi urin.7
Agen-agen ini bekerja dengan mengubah fungsi tubulus, tetapi harus diketahui bahwa
kenaikan aliran urin tidak menggambarkan perbaikan fungsi ginjal, dan juga tidak
mempengaruhi riwayat alamiah penyakit yang mempercepat gagal ginjal.7
Langkah pertama yang harus dilakukan ialah mengembangkan rencana pemantauan
komprehensif. Pasien harus ditimbang sekurang - kurangnya pada interval 12 jam untuk
menentukan keseimbangan cairan karena perubahan berat badan akut menggambarkan
kehilangan atau penambahan air. Terapi cairan dan elektrolit awal dan rencana evaluasi ulang
yang sering harus dilakukan. Curah urine dan komposisi elektrolit harus sering dinilai selama
fase akut.7
Keadaan reversible yang dapat ditangani harus segera diberi perhatian segera. Obstruksi
saluran kemih harus seditangani. Hipovolemia harus segera di koreksi. Dopamin dapat
memperbaiki aliran darah ginjal pada dosis rendah dan efektif pada berbagai keadaan curah
jantung yang buruk. Lagipula, dobutamin dapat memperbaiki perfusi ginjal dengan
meningkatkan kontraktilitas miokardium. Jika keberadaan gagal ginjal berat dipertanyakan,
sebuah kateter ditempatkan ke dalam kandung kemih untuk mengetahui adanya urine dan
mengeluarkan urine segera.7
Derajat dehidrasi harus ditentukan. Jika hipovolemia sangat jelas, volume intravaskuler
harus ditambah dengan pemberian saline fisiologis intravena (0,9% natrium klorida) 20ml/kg
diberikan secara intravena selama 30-60 menit. Bila penurunan volume telah dikoreksi,
pemberian dosis furosemid intravena(2 mg/kg) bila terjadi anuria adalah beralasan. Jika curah
urine tidak meningkat, dosis furosemid kedua dapat diberikan. Jika tidak terjadi respons, infus
lebih lanjut biasanya tidak membantu dan meningkatkan resiko ototoksisitas. Jika pasien
menunjukkan tanda penambahan berat badan yang berlebihan atau kelebihan cairan, masukan
cairan harus dikurangi sampai sesuai dengan kehilangan air insensibel, ditambah jumlah air yang
19

keluar dari urine dan tinja, plus setiap drainase cairan (melalui pipa nasogastrik), minus
kehilangan berat badan yang direncanakan.7
Pasien yang menderita gagal ginjal akut mengalami katabolisme dan kehilangan 1% berat
badan per hari - dalam bentuk kehilangan jaringan, bukan sebagai kehilangan cairan. Bila berat
badan pasien bertahan pada gagal ginjal akut, hal ini biasanya menunjukkan retensi cairan.
Diuretik dapat digunakan sebagai terapi inisial untuk memobilisasi cairan yang tertahan. Namun,
pada gagal ginjal akut yang berat, ginjal dapat tidak berespons. Kelebihan beban cairan yang
berat pada adanya oligouria yang nyata atau anuria merupakan indikasi untuk dialisis.7
Selain masalah pada cairan, hiperkalemia sering ditemukan pada pasien gagal ginjal akut
akibat ketiadaan ekskresi kalium dan katabolisme. Makanan, cairan dan obat-obatan yang
banyak mengandung kalium harus dibatasi sampai fungsi ginjal pulih kembali. EKG sadapan II
berguna untuk menilai perubahan jantung yang disebabkan oleh hiperkalemia. Hiperkalemia
memerlukan perhatian segera karena hiperkalemia yang berat merupakan indikasi untuk dialisis. 7
Selain hiperkalemia, hipokalsemia biasanya ditemukan pada gagal ginjal akut bersamaan
dengan hiperfosfatemia. Penanganan utama berupaya untuk menurunkan kadar fosfat serum.
Susu dan makanan tinggi fosfor lain harus dibatasi secara ketat, dan kalsium bikarbonat oral
harus diberikan untuk mengikat fosfor. Jeli aluminium hidroksida yang sebelumnya digunakan
untuk mengobati hiperfosfatemia telah dikaitkan dengan intoksikasi aluminium (misalnya, pada
demensia dan rakitis). Jika pasien menunjukkan tetani, infus intravena kalsium glukonat 10%
(0,5 ml/kg) dapat diberikan secara perlahan.7
Asidosis umum dijumpai pada gagal ginjal sebagai konsekuensi katabolisme dan
ketidakmampuan ginjal menyekresi ion hidrogen. Bila keadaan berat, natrium bikarbonat
intravena harus diberikan seperti yang dibahas sebelumnya, tetapi harus diberikan dengan hati hati agar terhindar dari kelebihan beban cairan, hipernatremia, dan hipertensi. Asidosis yang
berat dan membandel merupakan indikasi dialisis. Mengenai kebutuhan nutrisi, asupan kalori
yang adekuat harus dipertahankan pada pasien gagal ginjal akut untuk meminimalkan
katabolisme. Sekurangnya 70% kebutuhan kalori harian yang direkomendasikan dan 0,5 - 1,0
g/kg/hari protein berkualitas tinggi harus diberikan.7
Pada anak dengan insufisiensi ginjal, dialisis diindikasikan untuk menangani
hiperkalemia yang tidak berespon terhadap terapi medis, asidosis yang tidak berespon terhadap
20

terapi medis, hiperkalemia atau asidosis pada adanya hipernatremia, kelabihan beban cairan yang
tidak berespon terhadap restriksi cairan dan diuretik, atau gejala dan tanda "uremia". Metode
yang digunakan dapat berupa dialisis peritoneum, hemodialisis, atau modifikasi hemodialisis,
seperti hemofiltari atau hemodiafiltrasi.7
Pencegahan
Dalam menghadapi keadaan darurat medik gagal ginjal akut, empat sasaran khusus harus
dicapai, yaitu: (1) mengenal dan mengantisipasi semua faktor risiko (predisposisi), diharapkan
dapat mencegah dan mengurangi angka morbiditas dan mortalitas gagal ginjal akut terutama
hospital acquired acute renal failure. (2) Bila sudah terjadi established acute renal failure (GGA
sejati), semua tindakan intervensi bertujuan untuk mengurangi progresivitas kerusakan ginjal, (3)
Mengenal dan bertindak cepat dan adekuat sermua komplikasi yang sering menyertai gagal
ginjal akut, (4) Pada fase penyembuhan harus dapat dihindari kemungkinan terjadi atrofi ginjal.5,7
Beberapa upaya pencegahan gagal ginjal akut adalah: mengidentifikasi pasien berisiko
GGA. Cari dan perbaiki faktor pre dan pasca renal; evaluasi obat-obatan yang telah diberikan;
optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal; perbaiki dan atau tingkatkan aliran urin;
monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang badan tiap hari; cari dan obati
komplikasi akut; asupan nutrisi adekuat sejak dini; cari fokus infeksi dan atasi infeksi secara
agresif; perawatan menyeluruh yang baik (kateter, kulit, psikologis); segera memulai terapi
dialisis sebelum timbul komplikasi; dan berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas
bersihan ginjal.5,7
Prognosis
Prognosis untuk pemulihan fungsi ginjal tergantung pada gangguan yang mempercepat
gagal ginjal. Secara umum, pemulihan fungsi yang kemungkinan terjadi pasca gagal ginjal
adalah akibat dari sebab-sebab prarenal, sindrom hemolitik-uremik, nekrosis tubulus akut, atau
nefropati asam urat. Sebaliknya, pemulihan fungsi ginjal tidak lazim terjadi bila gagal ginjal
diakibatkan oleh sebagian besar tipe glomerulonefritis progresif cepar, trombosis vena renalis
bilateral, atau nekrosis korteks bilateral.7

21

Pada umumnya prognosis baik apabila penyebab ditangani sedini mungkin dan ginjal
dapat pulih kembali (reversible). Kematian biasanya disebabkan karena penyakit penyebab,
bukan karena gagal ginjal itu sendiri. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%),
perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal napas (10%), dan gagal
multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septicemia, dan sebagainya.7
Prognosis pada pasien-pasien dengan asidosis metabolik tergantung dari berat ringannya
penyakit primer serta kecepatan dan ketepatan dalam penanganannya. Angka kematian GGA saat
ini dapat diturunkan dari 46% menjadi 27%. Tetapi GGA pada neonatus, mortalitasnya masih
tinggi yaitu antara 50-60% karena penyakit dasarnya yang berat.7
Gagal ginjal yang dikaitkan dengan RPGN, trombosis vaskuler renalis dan nekrosis
korteks mungkin tidak bersifat reversible dan dapat memerlukan dialisis yang lama dan
transplantasi ginjal pada akhirnya.7
Kesimpulan
Berdasarkan skenario, anak tersebut mengalami asidosis metabolik yang disebabkan oleh
gagal jantung akut yang disertai dengan syok hipovelmik. Terlihat dengan adanya nafas cepat
dan dalam (nafas Kusmaul). Diare yang banyak mengeluarkan cairan dan elektrolit juga dapat
berdampak pada menurunnya turgor kulit serta dehidrasi pada anak. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya hipotensi. Hipotensi dapat terjadi akibat hipoperfusi jaringan. Keadaan
demikan dapat mengakibatkan syok hipovolemik.
Daftar Pustaka
1. Madjid AS, Hegar B, Nur BM, Rumende CM, Darwis D, Soewoto H, dkk.
Gangguan keseimbangan air-elektrolit dan asam-basa. Ed ke-2. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2008. h. 111-6.
2. Sloane, Ethel. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2003. h. 31837.
3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007. h. 116.

22

4. Iskandar Wahidayat, Corry S. Matondang, Sudigdo S. Diagnosis fisis pada anak.


Ed ke-2. Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2003. h. 56-9.
5. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph. Vol 2.
Jakarta: EGC; 2007. h. 1465-78.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Kompendium nefrologi anak. Jakarta: Badan
penerbit ikatan dokter anak Indonesia; 2011. h. 207-13.
7. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, Stanton BF. Nelson textbook of
pediatrics. 18th ed. Philadelphia: WB Saunders Co; 2007.p. 841-5
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit
dalam. Ed ke-4. Jilid 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h.538-9.
9. OCallghan CA. At a glance sistem ginjal. Ed ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007. h. 147-50.
10. Sukandar E. Nefrologi Klinik. Ed ke-3. Jakarta: EGC; 2006, h. 421-462.

23

You might also like