You are on page 1of 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS PRE EKLAMSI BERTA


I.

PENGERTIAN
Pre eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan
protanuna yang timbul karena kehamilan (Ilmu kebidanan : 2005)
Pre eklamsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinusia dan
atau disertai pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Asuhan Patologi
Kebidanan : 2009).
Pre eklamsi dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit
digolongkan berta bila satu atau lebih tanda gejala di bawah ini :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebiuh atau tekanan dastolik 110
mmHg/ lebih
2. Proteinura 5 g atau lebih dalam 24 jam 3 atau 4+ pada pemeriksaan
kualitatif
3. Oliguria air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah
epigastium
5. Edema paru dan sianosus
(Ilmu Kebidanan 2005)

II.
ETIOLOGI
Terdapat suatu kelainan yang menyertai penyakit ini yaitu
- Spasme arteriola
- Retensi Na dan air
- Kaagulasi intra vaskuler
Walupun vasospasma mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit
ini akan tetapi vasospasme ini menimbulkan berbagai gejolak yang menyertai
eklamsi (obsterti patologi 1984)
Rupanya tidak hanya satu faktor melainkan banyak faktor yang
menyebabkan pre eklamsi dan eklamsi.
III.
MANIFESTASI KLINIK
Diagnosis pre eklamsi ditegakkan berdasarkan adanya dari tiga gejala :
1. Edema
2. Hipertensi
3. Proteinuria
Berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali. Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan
kaki, jari tangan dan muka tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan sistolik
meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur setelah
pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolik pada trimester kedua

yang lebih dari 85 mmHg patut diacungi sebagai bakat pre eklamsia.
Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing 24 jam atau
pemeriksaan kualitatif menunjukkan +1 atau 2 atau kadar protein > 19/ l dalam
urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urin porsi tengah diambil minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam
Disebut pre eklamsi berat bila ditemukan gejala :
IV.

Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diatolik > 110 mmHg
Proteinura (< 4000 ml dalma 24 jam)
Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium dan ikterus
Trombositopenia
Pertumbuhan janin terhambat
Mual muntah
Pusing
Penurunan visus (Kapita selekta kedokteran edisi ke 3)
PATOFISOLOGI
Pada Pre eklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi

garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat, arteriola
glomerulus. Pada beberapa kasus iumen arteriola sedemikian sempitnya
sehingga hanya dapat dilakukan oleh sautu sel darah merah. Jadi jika semua
arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik
sebagai usaha untuk mengtasi tekanan periter agar oksigen jaringan dapat
dicukupi. Sedangkan kenaikan berta badan dan edema yang disebabkan
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intersitital belum diketahui
sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan
oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glamerulus (sinopsis
obsteri jilid 1 halaman 199).
Pada pre eklamsi yang berta dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospames
dan iskemia (Cunningham, 2003)
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan
respon terhadap berbagai subtsnsi endogen (seperti prostalandirn, tranboxan)
yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan
thrombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang
ditandai sakit kepala dan defisit syarat lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju fistrasi glomerulus dan proteinuna. Kerusakan
hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati.

Manisfestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume


intravaskuler, meningkatnya cardiacouput dan peningkatan tahanan pembuluh
periter.
Peningkatan hemoksir microangiopati menyebabkan anemia dan
trobositopenia

intark

plasenta

dan

abstruksi

plasenta

menyebabkan

pertumbuahn janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim (Micahel


2005).
Perubahan pada organ :
1. Perubahan Kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada pre
eklamsi dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya
berkaitan dengan peningkatan after load jantung akibat hipertensi preload
jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara
patologis

hipervdemia

kehamilan

atau

yang

secara

latrogenik

ditingkatkan oleh larutan onkotik/ kristaloid intravena dan aktifasi


endotel disertai ekstravasasi kedalan ekstravaskuler terutama paru
(Cuningham, 2003)
2. Metabolisme air dan elektrolit
Penderita pre eklamsi tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna
ir dan garam yang diberikan hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus
menurun sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah (Trijatmo
2005)
3. Mata
Gejala yang menunjukkan pre eklamsi berat yang mengarah pada
eklamsia adalah dengan skotoma, diplopia dan ambliopa. Hal ini
disebabkan oleh adanya perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks sekrebri atau di dalam retina (Rustam, 1998).
4. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan
pada plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre eklamsi sering terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga
terjadi parrus prematur.
V.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

KOMPLIKASI
Stroke
Hipoxia janin
Gagal ginjal
Kebutaan
Gagal jantung
Kejang

7. Hipertensi permanen
8. Distress tetal
9. Intark plasenta
10. Abruption plasenta
11. Kematian janin
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG PRE EKLAMSIA
1. Pemeriksaan spesimen urine mid-stream untuk

menyingkirkan

kemungkinan inteksi urin


2. Pemeriksana darah khususnya untuk mengetahui kadar ureum darah (untuk
menilai kerusakan pada ginjal) dan kadar hemoglobin
3. Pemeriksaan retina untuk mendeksi perubahan pada pembuluh darah retina
4. Pemeriksaan kadar human laktogen plasenta (HPL) dan esteriol di dalam
plasma serta urin untuk menilai faal unit fetoplasenta (Heten farier : 1999)
5. Elektrokardiogram dan foto dada menunjukkan pembesaran ventrikel dan
kardiomegali
VII.

PENATALAKSANAAN
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre

eklamsia berta selama perawatan maka perawatan dibagi menjadi :


a. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi di tambah
pengobatan medisinal
1. Perawatan aktif
Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita

dilakukan pemeriksana fetal assessment (NST dau USG) indikasi :


a. Ibu
Usia kehamilan 37 minggu atau lebih
Adanya tanda tanda atau gejala-gejala impending eklampsia, kegagalan
terapi konservatif yairu setelah

6 jam pengobatan meditasi terjadi

kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam perawatan medisinal ada gejala

gejala status quo (tidak ada perbaikan)


b. Janin
Hasil fetal assessment jelek (NST dan USG)
Adanya tanda IUGR (janin terhambat)
c. Laboratorium
Adanya Heelp Syndrome (hemolisis dan peningkatan
fungsi hepar, trombositopenia)
2. Pengobatan Mediastinal
Pengobatan mediastinal pasien preekalmpsia berat adalah
a. Segera masuk rumah sakit
b. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital perlu diperiksan
setiap 30 menit, reflex patella setiap jam
c. Infuse destrose 5% di mana setiap 1 liter diselingi dengan infus
RL (60-125 cc/ jam) 500 cc
d. Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
e. Pemberian obat anti kejang magnesium sulfat (MgSO4)
3. Pengobatan Obstetri

a. Selama perawatan konservatrif observasi dan evaluasi sama


seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi
b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda
preeklampsia ringan selambat lambatnya dalam 24 jam
c. Bila setelah 24 jam tidsak ada perbaikan maka dianggap
pengobatan medisinal gagal dan harus diterminasi
d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi
lebih dulu MgSO4 20% 2 gr
4. Penderita dipulangkan bila
a.
penderita kembali ke gejala-gejala/ tanda-tanda preeklampsia
b.

ringan dan telat dirawat selama 3 hari


Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan preeklampsia
ringan penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai
preeklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2

minggu)
Penatalaksanaan Medis
Menurut Halminton (2005) penatalaksanaan pre eklampsia berat pada
kehamilan
1. Pre eklampsia berat pada usia kandungan < 37 minggu
1) Jika janin belum menunjukkan tanda tanda maturitas paru paru
dengan pemeriksan shake dan rasio L/S maka penanganannya
adalah sebagai berikut :
a. Berikan suntikan

sulfas

magnesikus

dosis

gr

intramuskuler kemudian disusul dengan injeksi tambahan


4 gr (selama tidak ada kontra indikasi)
b. Jika ada perbaikan jalanannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai
dicapai kriteria preeklampsia ringan (kecuali jika ada
kontraindikasi)
c. Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin di monitor
penimbangan BB serta preeklampsi ringan sambil
mengawasi timbul lagi gajala
d. Jika dengan terapi di atas ada perbaikan, dilakukan
terminasi kehamilan induksi partus atau tindakan lain
melihat keadaan
2) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda tanda kematangan
paru janin maka penalaksanaan sama seperti pada kehamilan di
atas 37 minggu
2. Pre eklampsia berat pada usia kandungan > 37 minggu
1) Penderita di rawat inap
a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar
isolasi
b. Berikan diet rendah garam dan tinggi protein

c. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr


intramaskuler 4 gr bokong

kanan dan 4 gr

bokong kiri
d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap
4 jam
e. Syarat pemberian MgSO4 adalah reflex patella
diuresis 100 cc dalam 4 jam yang lalu,
vespirasi < 16 per menit dan harus tersedia
antidotumnya: kalsium glukosa 10% ampul 10
cc
f. Infus desktrosa 5% dan RL
2) Obat antihipertensi injeksi katapres 1 ampul 1-m dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3x tablet sehari
3) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua dilakukan
induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi
dipakai oksitoksin (pitosin atai sintosinon) 10 satuan dalam
infuse tetes
4) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forceps,
jadi wanita dilarang mengedan.
5) Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontra indikasi,
diteruskan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jam post partum
6) Bila ada indikasi obstetik dilakukan seksio cesaria.

TANDA DAN GEJALA

PRE EKLAMPSIA BERAT

EFEK PADA IBU


Tekanan darah
MAP
Peningkatan BB
Proteinuria
Dipstik kualitatif
Analisi kuantitatif 24 jam
Edema
Refleks
Haluaran urine
Nyeri kepala
Gangguan penglihatan
Nyeri ulu hati
Kreatinin serum
Trombositopenia
Peningkatan AST
Hematokrit
EFEK PADA JANIN
Perfusi plasenta
Premature plasenta

Peningkatan menjadi > 160/110 mmHg dua kali


pemeriksaan dengan jarak 6 jam pada ibu hamil yang
beristirahat di tempat tidur.
160/110 = 127
Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/ minggu
selama trimester kedua dan ketiga atau peningkatan
BB yang tiba-tiba sebesar 2 kg setiap kali.
Proteinuria 5 sampai 109/dl dalam 24 jam atau > + 2
protein dengan difftic.
Edema umum, bengkak semakin jelas di mata, wajah
jari, bunyi paru (rales) bisa terdengar.
Hiperrefleksi + 3 atau lebih, klonus di pergelangan
kaki.
Oliguria < 30 ml/ jam atau 120 ml/ 4jam
Berat
Kabur, fotofobia, bintik buta pada fundus kopi
Berat
Meningkat
Ada
Jelas
Meningkat
Perfusi menurun dinyatakan sebagai IUGR pada
ferus
DJ : deselerasi lambang
Pada waktu lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada
plasenta yang normal untuk usia kehamilan,
premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah
yang sensitivitasnya pecah, banyak terdapat nekrosis
iskemik (infark putih) dan deposisi fibrin intervilosa
(infark merah) bisa terlihat.

POHON MASALAH
- vasospasme arteriola/ pembuluh darah
- retensi Na dan air
- koagulasi intravaskuler
penurunan pengisian darah
di ventrikel kiri
Proses I : cardiac output
arcus aorta (body reseptor/ baroreseptor)
volume dan tekanan
merangsang medula oblongata
sistem saraf simpatis

jantung

kompensasi
sarat simpatis :
HR, kontraktilitas
(berdebar)
gangguan irama
jantung
aliran turbulensi
timbul emboli

paru

pembuluh
darah

GI tract

kulit

penumpukan
darah

vasokontriksi

HCl

kel. keringat
meningkat

LAEDP

metabolisme

peristaltik

kongestivena
pulmonal. Proses
perpindahan cairan

akral dingin

akumulasi gas
meningkat
konstipasi mual

timbul oedem
G3 fungsi alveoli
(ronchi, rales, thachipnea,
PCO2 )

Resiko kelebihan
volume cairan

Perubahan
perfusi
jaringan

Gangguan
pemenuhan
nutrisi

diaforesis

Resiko
kerusakan
integritas
kulit

Proses II : cardiac output

otak
hipoksia

jantung

ginjal

iskemik, chest pain GFR

pusing

infark

desak darah

pengaruh ke organ

oliguria/
anuri

ekstremitas

parenkim metabolisme
ginjal
anaerob
AFR

nekrosis

Gangguan
perfusi
jaringan

GI tract

ATP (2 ATP)
asam laktat
penumpukan ion
H

cepat lelah
lemah
-

Gangguan
eliminasi
urine
- Resiko kurang
volume cairan
tubuh

Proses III : cardiac output

hipoksia
duodenal
(asorbsi ion H)

- Intoleransi
aktivitas
- Resiko trauma
- G3
pemenuhan
ADL

mukosa lambung
iritasi lambung

- Gangguan
pemenuhan
ADL
- Gangguan rasa
nyaman (nyeri)
- Gangguan
pemenuhan
nutrisi

pengaruh ke plasenta dan bayi

Gangguan suplei O2 + nutrisi ke plasenta


terjadi hipoksia janin intra uteri

solutio plasenta

kematian janin

- Resiko asfiksia intra uteri (gawat janin)


- Resiko gangguan pertumbuhan janin
intra uteri

gangguan nutrisi
pada janin

pertumbuhan janin
berkurang

BBLR
Prematur

Pathway
Kehamilan

Preeklampsia
Berat

kenaikan tekanan darah


- sistole, > 30 mmHg
- diastole, > 15 mmHg
atau sistole, > 140 (< 160)
diastole, > 90 (< 110)

protein urine
(0,3 gr/lt/ secara kualitatif (++)

kegagalan organ :
jantung, paru-paru,
hepar, ginjal, anak ginjal dan otak

Ibu

Kejang

Janin

IUGR
Prematuritas
Gawat janin

edema pada
pretibia, dinding
perut, lumbosakral,
wajah dan tangan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan fungsi organ

2.

(vasospasme dan peningkatan tekanan darah).


Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan perubahan pada

3.

plasenta.
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang kondisi
penanganan dan prognosa dari kehamilan klien.

RENCANA KEPERAWATAN
Dx. Keperawatan

: Resiko tinggi terjadinya kejang pada ibu berhubungan dengan penurunan


fungsi organ (vasospasme dan peningkatan tekanan darah).

Tujuan

: Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi kejang pada ibu.

Kriteria Hasil

: - Kesadaran composmentis
- GCS 456 (15)
- Tanda-tanda vital :
TD = 100-120/70-80
N = 60-80 x/mnt
S = 36-37oC
RR = 16-20 x/mnt

Rencana Tindakan :
1.
2.
3.

Monitor tekanan darah tiap 4 jam.


Catat tingkat kesadaran pasien.
Kaji adanya tanda-tanda eklampsia (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi dan

4.
5.

respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria).


Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan/ adanya kontraksi uterus.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi dan SM.

Rasional :
1.
2.
3.

Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupakan indikasi dari PIH.
Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak.
Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal, jantung dan paru

4.

yang mendahului status kejang.


Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya

5.

persalinan.
Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah dan SM untuk mencegah terjadinya
kejang.
DAFTAR PUSTAKA

Marisjoer. Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Sujiyatini dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika: Jogyakarta.
Wiknjosastro. Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta Pusat.

Obstetri Patologi. 1984. Elstar Offset: Bandung.

You might also like