Professional Documents
Culture Documents
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Endometrium
2.1.1. Anatomi
Uterus adalah organ yang terdiri atas suatu badan (korpus), yang terletak
di atas penyempitan rongga uterus (orifisium internum uteri), dan suatu struktur
silindris di bawah, yakni serviks, yang terletak di bawah orifisium internum uteri.
Uterus adalah organ yang memiliki otot yang kuat dengan ukuran panjang 7 cm,
lebar 4 cm, dan ketebalan 2,5 cm (Junquera, 2007). Pada setiap sisi dari uterus
terdapat dua buah ligamentum broad yang terletak diantara rektum dan kandung
kemih, ligamentum tersebut menyangga uterus sehingga posisi uterus dapat
bertahan dengan baik. Bagian korpus atau badan hampir seluruhnya berbentuk
datar pada permukaan anterior, dan terdiri dari bagian yang cembung pada bagian
posterior. Pada bagian atas korpus, terdapat bagian berbentuk bulat yang
melintang di atas tuba uterina disebut fundus. Serviks berada pada bagian yang
lebih bawah, dan dipisahkan dengan korpus oleh ismus (Michael H. Ros, 2007).
Sebelum masa pubertas, rasio perbandingan panjang serviks dan korpus kurang
lebih sebanding; namun setelah pubertas, rasio perbandingannya menjadi 2 : 1 dan
3 : 1. (Frank W. Ling, 2002).
Gambar 2.1 Sisi anterior uterus (Dikutip dari Glass office gynecology, 2000)
`
Gambar 2.2 Pembagian sisi uterus ( Dikutip dari John Hopkins Manual of
Obstetry and Gynecology, 2008)
2.1.2 Histologi
Dari segi histologi, uterus terdiri dari tiga lapisan, seperti
yang
Gambar 2.3 Uterus dan Jaringan Adnexa (Dikutip dari Histologi A Text and Atlas
4th edition, 2008)
Lapisan endometrium dapat dibagi menjadi dua zona (Gambar 2.3), (1)
Lapisan fungsional yang merupakan bagian tebal dari endometrium. Lapsian ini
akan luruh pada saat terjadinya fase menstruasi. (2) Lapisan basal yang paling
dalam dan berdekatan dengan miometrium. Lapisan ini mengandung lamina
propia dan bagian awal kelenjar uterus. Lapisan ini berperan sebagai bahan
regenerasi dari lapisan fungsional dan akan tetap bertahan pada fase menstruasi.
Endometrium adalah jaringan yang sangat dinamis pada wanita usia reproduksi.
Perubahan pada endometrium terus menerus terjadi sehubungan dengan respon
terhadap perubahan hormon, stromal, dan vascular dengan tujuan akhir agar
nanitnya uterus sudah siap saat terjadi pertumbuhan embrio pada kehamilan.
Stimulasi estrogen dikaitkan erat dengan pertumbuhan dan proliferasi
endometrium, sedangkan progesteron diproduksi oleh korpus luteum setelah
ovulasi mengahmbat proliferasi dan menstimulasi sekresi di kelenjar dan juga
perubahan predesidual di stroma. (Claude Gompel, 2000)
MD,
Toronto
ON,
2010).
Epidemiologi
endometriosis
yang
2.2.3 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi dan stadium endometriosis sangat penting dilakukan
untuk menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil
pengobatan. Stadium endometriosis tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri
keluhan pasien maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas
(Winkel, 2010). Hal ini dikarenakan endometriosis dapat dijumpai pada pasien
yang asimptomatik. Klasifikasi Endometriosis yang digunakan saat ini adalah
menurut American Society For Reproductive Medicine yang telah di revisi pada
tahun 1996 yang berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi,
penyebaran penyakit dan perlengketan.
Berdasarkan visualisasi rongga pelvis pada endometriosis, dilakukan
penilaian terhadap ukuran, lokasi dan kedalaman invasi, keterlibatan ovarium dan
densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai nilai dari
skoring
yang
kemudian
jumlahnya
berkaitan
endometriosis. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I), 5-15 adalah ringan (stadium
II), 16-40 adalah sedang (stadium III) dan lebih dari 40 adalah berat (stadium IV).
Endometriosis dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori berdasarkan lokasi dan
tipe lesi,yaitu:
10
1. Peritoneal endometriosis
Lesi di peritoneum memiliki banyak vaskularisasi, sehingga menimbulkan
perdarahan saat menstruasi. Lesi yang aktif akan menyebabkan timbulnya
perdarahan kronik rekuren dan reaksi inflamasi sehinggga tumbuh jaringan
fibrosis dan sembuh. Lesi berwarna merah dapat berubah menjadi lesi
berwarna hitam tipikal dan setelah itu lesi akan berubah menjadi lesi putih
yang memiliki sedikit vaskularisasi dan akan ditemukan debris glandular.
2. Ovarian Endometrial Cysts (Endometrioma)
Pada endoemtriosis yang terjadi di ovarium, dapat timbul kista yang
berwarna coklat dan sering terjadi perlengketan dengan organ organ lain,
kemudian membentuk konglomerasi. Kista endometrium dapat berukuran
>3cm dan multilokus, juga dapat tampak seperti kista coklat karena
penimbunan darah dandebris ke dalam rongga kista.
3. Deep Nodular Endometriosis
Pada endometriosis jenis ini, jaringan ektopik menginfiltrasi septum
rektovaginal atau struktur fibromuskuler pelvis seperti uterosakral dan
ligamentum utero-ovarium. Nodul-nodul dibentuk oleh hiperplasia otot polos
dan jaringan fibrosis di sekitar jaringan yang menginfiltrasi. Jaringan
endometriosisakan tertutup
sebagai nodul,
kedalaman penyakit
berikut jenis dan perluasan adhesi yang dibuat dalam sistem skor. Berikut
adalah skor yang digunakan untuk mengklasifikasikan stadium:
- Skor 1-5: Stadium I (penyakit minimal)
- Skor 6-15: Stadium II (penyakit sedang)
- Skor 16-40: Stadium III (penyakit berat)
- Skor >40: Stadium IV (penyakit sangat berat)
11
12
13
pada
imunitas
terjadi
pada
wanita
yang
menderita
14
dikarakteristik
endometriosis tumbuh ke
dengan
ditemukannya
jaringan
15
B. Endometriosis ovarium
Diduga terbentuk akibat invaginasi dari korteks ovarium
setelah penimbunan
debris
menstruasi
dari
perdarahan
jaringan
16
17
18
Bagaimanapun,
nyeri
pada
menstruasi
tidak
dapat
selalu
19
C. Nyeri pelvis
Sering ditemukan pada pasien endometriosis pada beberapa kasus nyeri
pada pasien tidak hanya dikaitkan dengan periode menstrusi atau aktifitas seksual,
tetapi seringkali nyeri yang dirasakan merupakan nyeri yang kronik dan rasa tidak
nyaman pada bagian bawah pelvis disertai nyeri yang terus-menerus. Nyeri pada
pelvis dihubungkan dengan adanya adhesi dan ditemukannya jaringan parut pada
pelvis. Penyebab yang pasti pada nyeri masih belum jelas, namun, adaanya
substansi sitokin dan prostaglandin yang dihasilkan oleh implan endometriotik ke
cairan peritoneal merupakan salah satu penyebab (Giudice, 2010).
D. Nyeri punggung bawah
Endometriosis yang terjadi pada ligamen oterosakral dapat menghasilkan
nyeri yang menjalar hingga ke punggung bagian belakang. Nyeri dari uterus juga
dapat menjalar ke area tersebut.
E. Infertilitas
Terdapat hubungan antara endometriosis dan infertilitas. Ditemukan fakta
bahwa satu dari tiga wanita infertil didiagnosis menderita endometriosis. Data
retrospektif menunjukkan bahwa 30 50 % wanita dengan endometriosis akan
menjadi infertil (Alvero, 2007). Adanya adhesi, kerusakan ovarium dan tuba, juga
distorsi yang ditimbulkan sebagai efek dari bertambah parahnya perjalanan
endometriosis juga menjadi faktor lain yang menyebabkan infertilitas. Selain
kerusakan yang terjadi pada organ terkait, dihasilkannnya beberapa substansi oleh
endometrium yang tumbuh secara ektopik seperti prostaglandin dan sitokin juga
dipercaya menjadi salah satu faktor infertilitas lainnya.
F. Nyeri pada kandung kemih dan Dysuria
Lesi superfisial pada kandung kemih biasanya asimtomatik. Lesi dapat
menyerang otot dan menimbulkan nyeri saat berkemih, dan dysuria. Meskipun
keluhan ini tidak selalu muncul pada penderita endometriosis, namun keluhan
nyeri pada kandung kemih, dysuria, dan urgensi pada wanita tetap menjadi gejala
20
pada wantia yang terkena endometriosis, terutama jika keluhan ini disertai hasil
kultur urin yang negatif.
G. Nyeri saat defekasi
Nyeri defekasi merupakan gejala yang paling jarang muncul dibandingkan
dengaan gejala lain pada endometriosis dan biasanya hal ini mencerminkan
adanya keterlibatan rektosigmoid dengan implan endometriotik (Azzena, 1998).
Gejala ini dapat terjadi secara kronik, siklik, dan sering berhubungan dengan
konstipasi, diare, atauapun hematokezia ( Remorgida, 2007).
2.2.8
Diagnosis
21
diagnosis
endometriosis,
dengan
pemeriksaan
visualisasi
langsung ke rongga abdomen, yang mana pada banyak kasus sering dijumpai
jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis. Invasi jaringan endometrium
paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina, kavum douglas, kavum
retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvis yang berdekatan. Selain itu
juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung kemih dan
usus. Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman
derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan
timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi
ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau
putih.
22
2.2.10. Prognosis
Pada kasus endometriosis, salah satu yang terpenting adalah penderita
harus diberikan konseling dan pengertian tentang penyakit yang dideritanya
secara tepat. Pasien harus diberi pengertian bahwa pengobatan yang diberikan
belum tentu dapat menyembuhkan. Operasi definitif tidak dapat memberikan
kesembuhan total, sekalipun resiko kambuh sangat rendah resikonya ( 3 %).
Resiko kekambuhan lebih rendah dengan diberikannya terapi sulih hormon
23