Professional Documents
Culture Documents
Sensasi anxietas / cemas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh rasa ketakutan yang difius, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala
otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya. Kumpulan gejala
tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervaniasi, pada setiap orang tidak sama.
Dalam praktek sehari-hari anxietas sering dikenal dengan istilah perasaan cemas,
perasaan bingung, was-was, bimbang dan sebagainya, dimana istilah tersebut lebih merujuk pada
kondisi normal. Sedangkan gangguan anxietas merujuk pada kondisi patologik.
Anxietas sendiri mempunyai rentang yang luas dan normal sampai level yang moderat
misalnya pertandingan sepak bola, ujian, wawancara untuk masuk kerja mempunyai tingkat
anxietas yang berbeda.
Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat
sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal.
Anxietas normal sebenarnya sesuatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya
tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga
dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas,
maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang.
Anxietas dapat bersifat akut atau kronik. Pada anxietas akut serangan datang mendadak
dan cepat menghilang. Anxietas kronik biasanya berlalu untuk jangka waktu lama walaupun
tidak seintensif anxietas akut, pengalaman penderitaan dari gejala cemas ini oleh pasien biasanya
dirasakan cukup gawat untuk mempenganuhi prestasi kerjanya.
Bila dilihat dan segi jumlah, maka orang yang menderita anxietas kronik jauh lebih
banyak daripada anxietas akut.
DIFINISI ANXIETAS
Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak
menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau
beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu.
Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat
berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan
rasa ingin bergerak dan gelisah. ( Harold I. LIEF)
Anenvous condition of unrest ( Leland E. HINSIE dan Robert S CAMBELL)
Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akan
bahaya atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan,
atau kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya. ( J.J GROEN)
GEJALA UMUM ANXIETAS
Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut gila, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.
Gejala fisik: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing,
ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan
lain-lain.
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa
sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada;
jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan
tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga
berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik
untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien
dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa
gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang
bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.
GANGGUAN ANXIETAS
Beberapa teori tentang gangguan anxietas:
TEORI PSIKOLOGIS
Teori Psikoanalitik
Teori perilaku
Teori Eksistensial
TEORI BIOLOGIS
Susunan Saraf Otonom
Neurotransmiten
Penelitian genetika
Penelitian Pencitraan Otak
Teori psikoanalitik:
Freud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk
mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri. misal dengan menggunakan
mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan keseimbangan psikologis tanpa adanya
gejala anxietas. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme
pertahanan yang lain misalnya konvensi, regresi, ini menimbulkan gejala.
Teori perilaku:
Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan
terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang dapat belajar untuk memiliki respon
kecemasan internal dengan meniru respon kecemasan orang tuanya.
Teori eksistensial:
Konsep dan teori ini adalah, bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan
yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan tentang
kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon
seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut.
Sistem saraf otonom:
Stimuli sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu. Sistem kardiovaskular
takikardi, muskular nyeri kepala, gastrointestinal diare dan sebagainya.
Neurotransmiter:
Tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian
pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu : norepinefrin, serotonin dan gammaaminobutyric acid.
Penelitian genetika:
Penelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan gangguan panik
memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga menderita gangguan.
Penelitian pencitraan otak:
Contoh: pada gangguan anxietas didapati kelainan di korteks frontalis, oksipital,
temporalis. Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para hipokampus.
BENTUK GANGGUAN ANXIETAS
Gangguan Panik
Gangguan Fobik
Gangguan Obsesif-kompulsif
Gangguan Stres Pasca Trauma
Gangguan stres Akut
sampai 100 150 mg malam selama 2 minggu ). Bila serangan jarang dan terbatas beri anti
anxietas, jangka pendek (lorazepam 0,5 1 mg 3 dd 1 atau alprazolam 0,25 1 mg 3 dd 1) hindari
pemberian jangka panjang dan pemberian medikasi yang tidak perlu.
GANGGUAN FOBIK
Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5-10 persen populasi menderita
gangguan ini.
penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb.
Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti
berbicara di depan umum, dsb .
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek /situasi).
Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan dan menyadari bahwa
rasa takut adalah berlebihan dan situasi fobik dihindari.
TERAPI
Konseling dan medikasi: dorong pasien untuk dapat mengatur pernafasan, membuat
daftar situasi yang ditakuti atau dihindari, diskusikan cara-cara menghadapi rasa takut tersebut.
Dengan konseling banyak pasien tidak membutuhkan medikasi. Bila ada depresi bisa diberi
antidepresan lmipramin 50 150 mg/ hari. Bila ada anxietas beri antianxietas dalam waktu
singkat, karena bisa menimbulkan ketergantungan. Beta blokerdapat mengurangi gejala fisik.
Konsultasi spesialistik bila rasa takut menetap.
GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan
adalah 2-3 persen. OBSESIF adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan
dan tidak dikehendaki. KOMPULSIF adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan
dan tidak dikehendaki.
PEDOMAN DIAGNOSIS
= Pikiran, impuls, yang berulang
= Perilaku yang berulang
= Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
= Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
= Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
DIAGNISIS BANDING
Kondisi fisik - Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma, dsb)
Kondisi psikiatrik-Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan
depresif.
TERAPI
Konseling dan medikasi : mengenali, menghadapi, menantang pikiran yang berulang
dapat mengurangi gejala obsesd, yang pada akhirnya mengurangi perilaku kompulsif. Latihan
pernafasan. Bicarakan apa yang akan dilakukan pasien untuk mengatasi situasi, kenali dari
perkuat hal yang berhasil mengatasi situasi. Bila diperlukan bisa diberi Klomipramin 100 - 150
mg, atau golongan Selected Serotonin Reuptake Inhibitors.
Konsultasi spesialistik bila kondisi tidak berkurang atau menetap.
GANGGUAN STRES PASCA-TRAUMA
Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka
mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma bisa
berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui mimpi
dan pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan
responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang
sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan kognitif(contoh
pemusatan perhatian yang buruk)
Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I sampai 3 persen
populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun
gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol
pada usia dewasa muda.
PEDOMAN DIAGNOSTIK STRES PASCATRAUMA
Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:
Mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman kematian,
atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius,atau ancaman integritas fisik diri
sendiri atau orang lain respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya. Keadan traumatik
secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut :
Rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian. Mimpi
menakutkan yang berulang tentang kejadian berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian
traumatik terjadi kembali penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal
atau eksternal yang menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatic reaktivitas
psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang menyimbolkan atau
menyerupai aspek kejadian traumatic. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan
dengan trauma.
Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran , seperti dua atau lebih berikut:
Kesulitan tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejut
yang berlebihan. Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan. Gangguan
menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain.
TERAPI
Konseling dan medikasi: informasikan bahwa stres dan rasa khawatir keduanya
mempunyai efek fisik dan mental. Mempelajari keterampilan untuk mengurangi dampak stres
merupakan pertolongan yang paling efektif. Mengenali, menghadapi dan menantang
kekhawatiran yang berlebihan dapat mengurangi gejala anxietas. Kenali kekhawatiran yang
berlebihan atau pikiran yang pesimistik. Latihan fisik yang teratur sering menolong. Medikasi
merupakan terapi sekunder, tapi dapat digunakan jika dengan konseling gejala menetap.
Medikasi anxietas : misal Diazepam 5 mg malam hari, tidak lebih dari 2 minggu, Beta bloker
dapat membantu mengobati gejala fisik, antidepresan bila ada depresi. Konsultasi spesialistik
bila anxietas berat dan berlangsung lebih dan 3 bulan.
GANGGUAN CAMPURAN ANXIETAS DAN DEPRESI
Kategori campuran ini harus digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun
depresi, di mana masing-masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diaognosis tersendiri.
BAHAN BACAAN
American Psychiatric Association, Diagnostic Creteria, DSM -IV - TR, 2005 : 209 -223
Departemen Kesehatan R.l. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
III, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik 1993: 171 -195.
Departemen Kesehatan R.l. Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat , Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat: Gangguan Anxietas.
Sadock BJ, Sadock VA: Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry 10 th.ed. Lippincott Williams
& Wilkins, 2007:579- 633.
Stahl SM: Essential Psychopharmacology Neuroscientific Basis and Practical Applications 2nd ed
Cambridge University Press . 2002 : 300