You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik
terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian
dari tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan peradilan.1 Dalam Lembar Negara tahun 1973 No. 350 pasal 1
dan pasal 2 yang menyatakan bahwa Visum et Repertum adalah suatu
keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji tentang
apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai daya bukti
dalam perkara-perkara pidana. Hal ini juga tertulis dalam pasal 184 KUHP
yang menyatakan bahwa visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang
sah.2
Pada kasus dibidang forensik Visum et Repertum merupakan awal
dari pengidentifikasian jenazah yang memiliki identitas maupun tidak
memiliki identitas. Dasar hukum visum et repertum tertulis pada pasal 133
KUHAP pasal 1, yaitu dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga
karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
dan atau ahli lainnya.1
Visum et repertum jenazah berisikan hasil yang didapat dalam
pemeriksaan jenazah. Pada pemeriksaan jenazah ini berupa pemeriksaan
luar dan pemeriksaan dalam. Salah satu fungsi dari pemeriksaan luar yaitu
untuk melihat luka-luka atau kelainan yang ditemukan dan jenis kekerasan
penyebab yang didapat pada jenazah, sedangkan pemeriksaan dalam
berfungsi untuk menemukan sebab kematian. Dari pemeriksaan dapat

disimpulkan sebab kematian korban, selain jenis luka atau kelainan, jenis
kekerasan penyebabnya, dan saat kematian.1
Penyebab kematian seseorang dapat terjadi karena penyakit alamiah,
trauma, tenggelam, keracunan. Penyebab kematian yang sering menjadi
kasus forensik adalah trauma, tenggelam, dan keracunan. Menurut data yang
di dapat di Rumah Sakit, kasus kematian yang sering ditemukan dalam
forensik adalah kasus trauma, tenggelam (59%).2
Trauma atau luka adalah suatu keadaan ketidaksambungan jaringan
tubuh akibat kekerasan.1 Perlukaan pada tubuh dapat terjadi karena
disengaja misalnya pada bunuh diri, demonstrasi kekebalan atau
pembunuhan sedangkan yang tidak disengaja misalnya pada kecelakaan.2
Dalam hukum luka, suatu akibat perbuataan merusak kesehatan
dengan sengaja diman derajat luka diklasifikasikan ringan, sedang, berat
sesuai dengan gangguan fungsi tubuh untuk melakukan pekerjaan.Seorang
korban

penganiayaan

dengan

luka

ringan

diasosiasikan

dengan

penganiayaan sebagaimana tersebut dalam pasal 352 KUHP, sedangkan


apabila mengalami luka sedang diasosiasikan dengan pasal 351 (1) atau 353
(1) KUHP. Korban dengan luka berat diasosiasikan dengan pasal 90, 351
(2), 353 (2), 354 (1), 355 (1) KUHP.2
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas
kekerasan yang bersifat: mekanik (kekerasan oleh benda tajam, kekerasan
oleh benda tumpul, tembakan senjata api), fisika (suhu, listrik, petir,
perubahan tekanan udara, akustik, radiasi), dan kimia (asam atau basa kuat).
Luka yang paling banyak menyebabkan kematian pada kasus forensik
adalah luka akibat kekerasan benda tumpul dan benda tajam. Luka mekanik
akibat kekerasan benda tumpul yaitu memar, luka lecet, luka robek, patah
tulang dan perdarahan atau robekan alat-alat didalamnya. Sedangkan luka
mekanik akibat kekerasan benda tajam yaitu luka tusuk, luka bacok, dan
luka iris. Luka akibat senjata api misalnya luka tembak masuk, luka tembak
keluar.1,2

Tenggelam

atau

drawning

merupakan

suatu

proses

yang

menghasilkan kegagalan respirasi akibat dari terbenamnya, sebagian atau


seluruh bagian tubuh dalam media cair. Meskipun tenggelam biasanya
terjadi bila seluruh tubuh terendam dalam air namun tenggelam juga dapat
terjadi ketika hanya hidung dan mulut yang tertutup cairan. 3,4,5
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan
secara langsung berdiri sendiri maupun tenggelam yang terjadi oleh karena
korban dalam keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada
mereka yang terserang epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan
jarang terjadi, korban biasanya bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa
dapat terjadi tanpa sengaja, yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka
sudah mati, padahal hanya pingsan. Untuk menghilangkan jejak korban
dibuang ke sungai, sehingga mati karena tenggelam. Bunuh diri dengan cara
menenggelamkan diri juga merupakan peristiwa yang jarang terjadi. Korban
sering memberati dirinya dengan batu atau besi, baru kemudian terjun ke
air.3
Mekanisme kematian pada tenggelam pada umumnya adalah
asfiksia, mekanisme kematian yang dapat juga terjadi pada tenggelam
adalah karena refleks vagal dan spasme laring. Adanya mekanisme kematian
yang berbeda-beda pada tenggelam akan memberi warna pada pemeriksaan
laboratorium.2 Beberapa mekanisme kasus tenggelam5,6,7,8:
a. Pada saat tenggelam, seseorang akan berusaha mempertahankan
napasnya hingga suatu keadaan tertentu. Ketika kadar oksigen dalam
darah sangat rendah dan kadar karbon dioksida sangat tinggi, akibatnya
korban menghirup sejumlah besar volume air. Pernapasan yang
terengah-engah di dalam air akan mengakibatkan hipoksia serebral dan
akan menyebabkan terjadinya kematian.
b. Stimulasi vagal yang menyebabkan inhibisi jantung atau akibat spasme
laring. Hal ini biasanya disebabkan karena masuknya air atau benda
asing yang secara tiba-tiba atau karena tenggelam di air yang sangat
dingin (< 20oC atau 68oF). Obstruksi saluran pernapasan akan

mengakibatkan terjadinya hipoksia dan asidosis yang keduanya dapat


menyebabkan kematian. Pada refleks vagal dapat menyebabkan
terjadinya disaritmia yang menyebakan asistole dan fibrilasi ventrikel.
c. Kerusakan pada surfaktan alveoli, terutama diakibatkan perbedaan
konsentrasi air dengan darah. Hal ini dapat mengakibatkan barotraumas
pulmoner,

kerusakan

mekanis

paru,

pneumonitis,

dan

dapat

menyebabkan kematian jika terjadi kegagalan multi sistem organ.


Dalam aspek forensik, penyebab kematian seorang sangat penting
diketahui oleh karenanya untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan
pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Hasil Pemeriksaan ini akan
dituliskan di dalam lembaran visum et repertum jenazah. Visum et repertum
jenazah ini dibuat atas permintaan penyidik yang akan berperan dalam
proses peradilan jika dicurigai adanya tindak pidana didalam kematian
seseorang tersebut. Menurut pasal 133 KUHAP ayat 1, seorang dokter ahli
kehakiman atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan tindak pidana, untuk kepentingan peradilan atas
permintaan penyidik. Oleh karena itu, kami akan membahas visum et
repertum pada jenazah yang kami dapatkan di Rumah Sakit Bhayangkara
Palembang tanggal 8 Juni 2015.

You might also like