You are on page 1of 62

Presentasi Kasus

KESALAHAN DIAGNOSIS KASUS SEORANG PEREMPUAN


USIA 40 TAHUN DENGAN TUBO OVARIAL ABSES MENJADI
KISTOMA COKLAT BILATERAL

Disusun Oleh :
Syifa Nurul A

G99141055

Surya Dewi P

G99141058

Pritami

G99141112

Silva Medika P

G99141113

Engine Rabindra A

G99141120

Pembimbing :
DR. Dr. Abkar Raden, SpOG(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
0

Kesalahan Diagnosis Kasus Seorang Perempuan Usia 40 Tahun


dengan Tubo Ovarial Abses Menjadi Kistoma Coklat Bilateral
Abstrak
Kista coklat ovarium atau endometriosis ovarium atau endometrioma
adalah jaringan endometrium yang terdapat di luar cavum uteri, yaitu di ovarium.
Kista coklat dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti menstruasi retrograde,
penyebaran limfatik metaplasia coelomic, defek imuno-genetik, lingkungan, dan
penyebaran anatomic. Kista coklat ovarium dapat menyebabkan berbagai ganguan
seperti timbul nyeri ketika haid hingga infertilitas.Endometriosis merupakan
kelainan ginekologik jinak yang sering diderita perempuan usia reproduksi,
ditandai dengan adanya glandula dan stroma endometrium di luar letak
normalnya. Endometriosis yang terletak pada ovarium disebut juga dengan
endometrioma atau kista coklatkarena bentuknya yang kistik dan berisi cairan
berwarna coklat kehitaman.
Prevalensi endometriosis tanpa gejala didapat sekitar 4% pada wanita yang
pernah menjalani operasi sterilisasi. Kebanyakan perkiraan prevalensi
endometeriosis berkisar antara 5% - 20% pada para wanita penderita nyeri pelvik,
dan antara 20% - 40% pada wanita subfertil. Prevalensi umum berkisar antara 3%
- 10%, terutama pada wanita dalam usia reproduktif. Usia rata-rata wanita yang
menjalani diagnosis antara 25 30 tahun. Berbagai gejala seperti rasa nyeri,
gangguan haid, dispareunia, hingga infertilitas dapat timbul pada wanita dengan
endometriosis. Namun, ada juga yang tidak menimbulkan keluhan apapun.
Kami melaporkan pasien Ny. K usia 40 tahun, riwayat paritas P3A0,
dengan riwayat infertil sekunder 9 tahun. Pasien mengeluhkan nyeri di perut
bagian kiri bawah yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit..
Pasien mengeluh nyeri saat haid dan pernah merasa nyeri saat berhubungan, serta
ada benjolan sejak 1 tahun yang lalu, dioperasi di Wonogiri dengan post
Laparotomi eksplorasi buka tutup atas indikasi kistoma ovarii suspek keganasan.
Riwayat mens teratur 1 kali sebulan, sehari 2-3 kali ganti pembalut. Penurunan
berat badan 6 kg selama 1 tahun. Demam (-), riwayat keputihan (-),mual (-),
muntah (-), Tidak ada keluhan BAB/BAK, serta flatus. Hasil inspekulo vulva
uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio licin, OUE tertutup, A/P
kanan kiri dalam batas normal, corpus uterus sebesar telur ayam, kesan menyatu
dengan massa, nyeri adneksa kiri (+), darah (+), discharge (-). Hasil laboratorium
darah menunjukkan leukositosis, hiperglikemia, hipoalbuminemia, dan
hiponatremia ringan. Hasil Foto polos BNO abnomen 3 posisi menyatakan adanya
Ascites serta Centinel loop (+) di hipocondrium kanan menyokong gambaran
kolik abdomen. Hasil USG transvaginal menyokong gambaran menyokong
gambaran kista coklat bilateral.
Pasien masuk rumah sakit dengan diagnosis kistoma ovarii suspek
keganasan dengan leukositosis. Durante TAH ditegakkan diagnosis Tubo Ovarial
Abses. Terjadi misdiagnosis atas kasus kistoma coklat bilateral pada pasien ini.
Kata kunci : kista coklat, endometriosis, tubo ovarial abses

BAB I
PENDAHULUAN
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita
oleh perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma
endometrium di luar letaknya yang normal. Endometriosis yang terletak pada
ovarium disebut juga dengan endometrioma atau kista coklat. Hal ini disebabkan
karena bentuknya yang kistik dan berisi cairan berwarna coklat kehitaman.
Prevalensi endometriosis tanpa gejala didapat sekitar 4% pada wanita yang
pernah

menjalani

operasi

sterilisasi.

Kebanyakan

perkiraan

prevalensi

endometeriosis berkisar antara 5% - 20% pada para wanita penderita nyeri pelvik,
dan antara 20% - 40% pada wanita subfertil. Prevalensi umum berkisar antara 3%
- 10%, terutama pada wanita dalam usia reproduktif. Usia rata-rata wanita yang
menjalani diagnosis bervariasi antara 25 30 tahun. Berbagai gejala seperti rasa
nyeri, gangguan haid, dispareunia, hingga infertilitas dapat timbul pada
wanita dengan endometriosis. Namun, ada juga wanita dengan endometriosis
yang tidak memiliki keluhan apapun.
Berbagai teori mencoba menjelaskan patologi dari endometriosis sejak
endometriosis pertama kali diperkenalkan pada tahun 1860 olen Van Rokitansky.
Endometriosis dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti menstruasi retrograde,
penyebaran limfatik metaplasia coelomik, defek imuno-genetik, lingkungan, dan
penyebaran anatomik. Kista endometriosis (endometrioma) biasanya terjadi di
dalam ovarium sebagai akibat dari perdarahan intra ovarium berulang.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
1.

ENDOMETRIOSIS
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita

oleh perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma
endometrium di luar letaknya yang normal. Endometriosis merupakan penyakit
yang pertumbuhannya tergantung pada hormon estrogen. Apabila jaringan
endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, sedangkan bila
ditemukan di rongga pelvik, ovarium, kavum Douglasi, bahkan dapat sampai di
luar rongga panggul disebut endometriosis eksterna (Sarwono, 2011).
Endometriosis eksterna adalah jaringan endometrium di luar cavum uteri
dan diluar miometrium, berhubungan dengan siklus haid, jinak, serta dapat
menyerbu ke organ lain dan bersifat progresif (Danudja, 2012).
Menurut urutan yang tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat
sebagai berikut: 1) ovarium; 2) peritoneum dan ligamentum sakrouterinum,
kavum douglassi; dinding belakang uterus, tuba falopii, plika vesikouterina,
ligamentum rotundum dan sigmoid; 3) septum rektovaginal; 4) kanalis inguinalis;
5) apendiks; 6) umbilkus; 7) serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva,
perineum; 8) parut laparotomi; 9) kelenjar limfe; dan 10) walaupun sangat jarang,
endometriosis dapat ditemukan di lengan, paha, pleura, dan perikardium
(Sarwono, 2011).
Endometriosis yang terletak pada ovarium disebut juga dengan
endometrioma atau kista coklat. Hal ini disebabkan karena bentuknya yang kistik
dan berisi cairan berwarna coklat kehitaman.
A.

Prevalensi
Endometriosis terdapat pada 6-10% wanita usia reproduksi di amerika,
sedangkan insidensi pasti endometriosis di Indonesia belum diketahui. Hal ini
disebabkan karena untuk membuat diagnosa diperlukan tindakan operatif
sehingga angka kejadian saat ini hanya mencerminkan endometriosis pada
populasi tertentu yaitu wanita yang menjalani operasi bukan hasil populasi
wanita keseluruhannya. Meski demikian, prevalensi kasus endometriosis yang
tercatat pada tahun-tahun terakhir nampak meningkat. (Baziad, 1999).
3

Keseluruhan prevalensi endometriosis masih belum diketahui secara


pasti, terutama karena operasi merupakan satu-satunya metode yang paling
dapat diandalkan untuk diagnosis pasti endometriosis. Selain itu, operasi
umumnya tidak dilakukan tanpa gejala atau ciri-ciri fisik yang mengacu pada
dugaan endometriosis.
Prevalensi endometriosis tanpa gejala didapat sekitar 4% pada wanita
yang pernah menjalani operasi sterilisasi. Kebanyakan perkiraan prevalensi
endometeriosis berkisar antara 5% - 20% pada para wanita penderita nyeri
pelvik, dan antara 20% - 40% pada wanita subfertil. Prevalensi umum berkisar
antara 3% - 10%, terutama pada wanita dalam usia reproduktif. Usia rata-rata
wanita yang menjalani diagnosis bervariasi antara 25 30 tahun. Jarang sekali
terjadi pada perempuan pramenarke dan menopause (Djuwantono, 2008).
B.

Patogenesis
Van

Rokitansky

merupakan

orang

pertama

yang

merinci

dan

memperkenalkan endometriosis pada tahun 1860. Sejak saat itu bermunculan


berbagai teori mengenai patogenesis endometriosis yang pada prinsipnya
bersepakat menganggap sebagai penyakit yang bersifat invasif non-neoplastik,
serta mengandung unsur stroma yang kelenjar endometrium yang bersifat
responsif terhadap pengaruh siklik hormonal (Danudja, 2012).
Bermacam-macam teori mengenai histogenesis kelainan ini antara lain :
1. Teori dari Sampson tentang regurgitasi haid, dimana darah menstruasi
mengalir dan keluar dari tuba disertai serpihan endometrium, diikuti
implantasi dan pertumbuhan pada ovaria dan ditempat lain di rongga
panggul. Adanya defek imunologis, kemungkinan keterlibatan
keterlibatan faktor herediter, serta rendahnya angka kejadian endometriosis
(2-4 %) pada seluruh populasi wanita, memberi kontribusi positif terhadap
teori histogenesis ini.
2. Diseminasi iatrogenik.
Penyebaran langsung jaringan endometrium dapat terjadi saat operasi,
misalnya endometriosis yang terjadi pada tempat insisi setelah seksio
sesaria, histerektomi, atau episiotomi.
3. Fenomena induksi.

Telah diketahui bahwa endometriosis melepaskan zat-zat tertentu ke aliran


darah dan mengaktifkan endometriosis.
4. Metaplasia selomik.
Menurut teori ini endometrium yang menyimpang dari perkembangan
biasa sebagai akibat perubahan-perubahan diferensiasi yang abnormal
dalam epitel germinal dan berbagai bagian dari peritoneum, rongga
panggul yang secara embriologi berasal dari epitel selomik.
5. Teori penyebaran limfatik (Halbin).
Jaringan yang menyimpang dari biasa berasal dari endometrium yang
memasuki pembuluh-pembuluh limfe dari uterus pada waktu menstruasi,
kemudian menyebar ke seluruh panggul.
6. Penyebaran endometrium secara hematogen.
Beberapa kasus endoemtriosis yang jarang dan sulit untuk diterangkan
dengan teori lain, dan mungkin dapat diterangkan dengan teori ini.
7. Sisa-sisa sel embrionik.
Sel-sel dari paramesonefron (Muller) mungkin terdapat pada suatu tempat
di dalam badan. Diabwah rangsang hormon ovarium, sel sisa ini diaktiva
membentuk endometrium.
8. Ekstensi langsung.
Telah diduga bahwa endometriosis berasal dari invasi yang jinak melalui
miometrium menembus lapisan-lapisannya dan merusak susunan anatomi
rongga panggul.
9. Sisa mesonefron (Wolf).
Sisa mesonefron disebutkan oleh Recklinghausen dalam tahun 1895
sebagai sumber endoemetriosis. Beberapa kasus endoemtriosis mungkin
terjadi dari ekstensi langsung melalui dinding tuba dan keluar ke kavum
peritoneum. (Danudja, 2012)
Menurut penelitian Nisolle dan Donnez. Ternyata terdapat perbedaan
patogenesis dari berbagai lokasi dari endometriosis. Dibedakan tempat lokasi
daerah peritonium, ovarium, dan rectovaginalis (Danudja, 2012).
Lesi peritoneal berupa lesi merah dari darah haid yang mengalir lewat
tuba falopi disertai dengan serpihan endometrium dan disertai implantasi dan
pertumbuhan. Kemudian terjadi reaksi inflamasi yang menimbulkan skarifikasi
dan kemudian lesi menjadi hitam karena menjadi fibrotik berubah opak
keputihan yang menjadi tidak aktif (Danudja, 2012).

Lesi pada ovarium lebih mendekati teori metaplasia, sedangkan lesi pada
rectovaginalis lebih mungkin berasal dari mesodermal Mullery (Danudja, 2012).
Kista endometriosis (endometrioma) biasanya terjadi di dalam ovarium
sebagai akibat dari perdarahan intra ovarium berulang. Lebih dari 90%
endometrioma adalah pseudokista yang terbentuk akibat invaginasi korteks
ovarium, yang kemudian tertutup oleh pembentukan jaringan adhesi.
Endometrioma dapat sepenuhnya menggantikan jaringan ovarium normal.
Dinding kista umumnya tebal dan fibrotik dan biasanya memiliki perlekatan
fibrotik dan adanya area dengan perubahan warna. Di dalam kista umumnya
terdapat cairan kental, berwarna gelap, berisi produk darah yang sudah
berdegenerasi dimana penampilan ini menyebabkan kista endometriosis atau
endometrioma ini sering disebut kista coklat (Danudja, 2012).
Kista endometriosis tidak selalu akan muncul pada setiap orang.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan timbulnya kista endometriosis
antaralain adalah usia reproduktif (24-40 tahun), adanya riwayat keluarga
dengan endometriosis, nulipara, dan memiliki siklus mentruasi yang lebih
pendek, periode yang lebih banyak, lebih lama, atau menarche pendek (de
Ziegler et al, 2010).
C.

Klasifikasi
Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh
American Fertility Society (AFS) pada tahun 1979, yang kemudian berubah
nama menjadi ASRM pada tahun 1996, klasifikasi ini kemudian direvisi oleh
AFS tahun 1985
Pada tahun 1996, dalam usaha untuk menemukan hubungan lebih lanjut
penemuan secara operasi dengan keluaran klinis, ASRM lalu merevisi sistem
klasifikasinya, yang dikenal dengan sistem skoring revised-AFS (r-AFS).
Dalam sistem ini dibagi menjadi empat derajat keparahan, yakni:
Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan)

: 6-15

Stadium III (sedang) : 16-40


Stadium IV (berat)

: >40
6

(PNPK POGI)

Gambar 1. Klasifikasi Endometriosis menurut ASRM,


revisi 1996 (PNPK, POGI)
Menurut ASRM, Endometriosis dapat diklasifikasikan kedalam 4 derajat
keparahan. Derajat keparahan endometriosis tergantung pada lokasi, luas,
kedalaman implantasi dari sel endometriosis, adanya perlengketan, dan ukuran
dari endometrioma ovarium.

(PNPK POGI)
D.

Gejala Dan Tanda


8

Gejala-gejala yang merupakan trias endometriosis adalah adanya


dismenorea, dispareunia, dan infertilitas (Manuaba, 2001).
a. Dismenorea
Nyeri haid yang disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi
sitokin dalam rongga peritoneum, akibat pendarahan lokal pada sarang
endometriosis dan oleh adanya infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf
pada rongga panggul (Sarwono, 2011).
b. Dispareunia
Paling sering timbul terutama bila endometriosis sudah tumbuh di
sekitar Kavum Douglassi dan ligamentum sakrouterina dan terjadi
perlengketan sehingga uterus dalam posisi retrofleksi (Sarwono, 2011).
c. Infertilitas
Perlengketan pada ruang pelvis yang diakibatkan endometriosis dapat
mengganggu pelepasan oosit dari ovarium atau menghambat perjalanan
ovum untuk bertemu dengan sperma.
Endometriosis meningkatkan volume cairan peritoneal, peningkatan
konsentrasi makrofag yang teraktivasi, prostaglandin, interleukin 1, tumor
nekrosis faktor dan protease. Cairan peritoneum mengandung inhibitor
penangkap ovum yang menghambat interaksi normal fimbrial kumulus.
Perubahan ini dapat memberikan efek buruk bagi oosit, sperma, embrio,
dan fungsi tuba. Kadar tinggi nitrit oksidase akan memperburuk
motilitas sperma, implantasi, dan fungsi tuba.
Antibodi IgA dan IgG dan limfosit dapat meningkat di endometrium
perempuan yang terkena endometriosis. Abnormalitas ini dapat mengubah
reseptivitas endometrium dan implantasi embrio. Autoantibodi terhadap
antigen endometrium meningkat dalam serum, implan endometrium, dan
cairan

peritoneum

dari

penderita

endometriosis.

Pada

penderita

endometriosis dapat terjadi gangguan hormonal dan ovulasi, termasuk


sindroma Luteinized Unruptured Follicle (LUF), defek fase luteal,
pertumbuhan folikel abnormal, dan lonjakan LH dini (Sarwono, 2011).

Selain gejala-gejala trias endometriosis, dapat juga timbul gejala-gejala


yang menyertai seperti diskezia dan nyeri pelvik. Gejala ini tidak digunakan
sebagai penentu diagnosis endometriosis namun sering muncul pada pasien
yang menderita endometriosis terutama jika telah terjadi perlengketan dengan
jaringan sekitar.
a. Diskezia
Keluhan sakit buang air besar bila endometriosis sudah tumbuh dalam
dinding rektosigmoid dan terjadi hematokezia pada saat siklus haid
(Sarwono, 2011).
b. Nyeri Pelvik
Akibat perlengketan, lama-lama dapat mengakibatkan nyeri pelvik
yang kronis. Rasa nyeri bisa menyebar jauh ke dalam panggul, punggung,
dan paha dan bahkan menjalar sampai ke rektum dan diare. Dua pertiga
perempuan dengan endometriosis mengalami rasa nyeri intermenstrual
(Sarwono, 2011).
E.

Pemeriksaan Fisik
Diagnosis endometriosis yang hanya didasarkan pada gejala-gejala yang
muncul dapat menjadi sulit, sebab tampilannya sangat bervariasi dan mungkin
tumpang tindih dengan kondisi lain seperti sindrom usus teriritasi (irritable
bowel syndrome) dan penyakit radang pelvik. Sebagai hasilnya, seringkali
terdapat

penundaan hingga 12 tahun ketika gejala mulai muncul hingga

diagnosis yang jelas dan pasti ditemukan (Djuwantono, 2008).


Uji fisik terhadap genital eksternal biasanya normal. Terkadang, uji
spekulum dapat mengungkapkan lesi proliferatif berwarna merah yang
mengalami pendarahan jika disentuh, keduanya biasa ditemukan dalam
forniks posterior. Penyakit pada wanita penderita endometriosis yang
menginfiltrasi dalam biasanya melibatkan sekat rektovagina dan seringkali
terpalpasi. Kondisi ini kurang sering terlihat dan tidak mempunyai tanda-tanda
khusus pada banyak kasus. Uterus seringkali menunjukkan penurunan
mobilitas atau fiksasi (Djuwantono, 2008).
Para wanita dengan endometrioma ovarium mungkin mempunyai massa
adneksal tetap. Focal tenderness dan nodularitas ligamen uterosakral mengacu

10

pada dugaan penyakit dan seringkali menjadi satu-satunya gejala fisik yang
ditemui. Uji fisik mempunyai sensitivitas diagnosis terbesar saat dilakukan
selama menstruasi, padahal uji normal biasa tidak berhasil menentukan
diagnosis. Secara umum, uji fisik mempunyai sensitivitas, spesifisitas, dan
nilai prediktif yang relatif lebih rendah daripada diagnosis endometriosis
dengan standar emas operasi (Djuwantono, 2008).
Endometrioma secara klinis bisa dikenali dengan perabaan pada palpasi
bila massa berukuran besar atau hanya muncul sebagai nyeri pelvis kronik dan
nyeri abdomen.
a. Pemeriksaan abdominal dan bimanual tak dapat menemukan adanya lesi
yang kecil. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan bimanual saat atau
beberapa saat sesudah menstruasi agar dapat menemukan lesi pada cavum
douglassi yang umumnya membesar saat menstruasi.
b. Kista besar yang melekat erat sering ditemukan dengan mudah pada
pemeriksaan bimanual.
F.

Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis
(kista endometrium) >1cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintikbintik

maupun

Ultrasonografi

perlengketan

transvagina

endometriosis

biasanya

(Sarwono,

digunakan

untuk

2011).

mendeteksi

endometrioma ovarium, tetapi tidak dapat digunakan untuk pencitraan


adhesi pelvik atau superficial peritoneal foci dari penyakit (Djuwantono,
2008).
Endometrioma dapat menghasilkan berbagai citra ultrasonografis,
tetapi biasanya tampak sebagai struktur kista dengan echoes internal
berdifusi rendah yang dikelilingi oleh kapsul ekogenik kering (crisp
echogenic capsule) di dalam kista. Beberapa mungkin mempunyai
persekatan internal atau dinding nodular yang menebal. Ketika keberadaan
karakteristik

gejala

ditemukan,

ultrasound

transvagina

diketahui

mempunyai sensitivitas 90% bahkan lebih dan hampir mempunyai


spesifisitas 100% untuk mendeteksi endometrioma. Pencitraan dengan
aliran Color Doppler umumnya menambahkan sedikit diferensiasi

11

endometrioma dari kista hemorrhagic, teratoma sistik jinak, dan


neoplasma

sistik

lainnya

yang

mungkin

berpenampilan

sama

(Djuwantono, 2008).
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI tidak menawarkan pemeriksaan yang lebih superior
dibandingkan dengan USG. MRI dapat digunakan untuk melihat kista,
massa ekstraperitoneal, adanya invasi ke usus dan septum rektovagina
(Sarwono, 2011).
Seperti ultrasonografi transvagina, magnetic resonance imaging
(MRI) mungkin berguna bagi deteksi dan diferensiasi endometrioma
ovarium dari massa ovarium sistik lain, tetapi tidak dapat diterapkan bagi
pencitraan lesi kecil peritoneum (Djuwantono, 2008).
Untuk deteksi penyakit yang terdokumentasi oleh histopatologi,
MRI mempunyai sensitivitas mendekati 70% dan spesifisitas mendekati
75%. Kelebihan utama dari MRI terhadap ultrasonografi adalah
kemampuannya untuk membedakan hemorrhage akut dan produk-produk
darah terdegenerasi. Ketika endometrioma biasanya menunjukkan
intensitas sinyal tinggi yang relatif homogen pada citra T1-weighted dan
sebuah sinyal dengan hipointensitas pada citra T2-weighted (shading),
hemorrhage akut umumnya mempunyai intensitas sinyal rendah pada citra
T1- maupun T2-weighted. Akan tetapi, sebuah interval pendek dari
observasi

yang

dilakukan

selama

kista

hemorrhagic

mengalami

kemunduran perkembangan, akan memberikan hasil akhir yang sama


(Djuwantono, 2008).
3. Pemeriksaan serum CA 125
Serum CA 125 adalah pertanda tumor yang sering digunakan pada
kanker ovarium. Kadar CA-125 seringkali meningkat pada para wanita
penderita endometriosis tingkat lanjut. Akan tetapi kenaikan kadar juga
dapat diamati di tahap awal kehamilan selama menstruasi normal, dan
pada para wanita dengan penyakit radang pelvik akut atau leiomyoma.
Kadar CA-125 serum bervariasi hingga terkadang melewati siklus
menstruasi. Secara umum, CA-125 serum mencapai kadar paling tinggi
selama fase menstruasi dan paling rendah pada fase midfolikuler dan
periovulatori (Djuwantono, 2008).

12

Namun, pemeriksaan ini mempunyai nilai sensitivitas yang rendah.


CA 125 juga dapat digunakan sebagai monitor prognostik pascaoperatif
endometriosis. Bila nilainya tinggi berarti prognostis kekambuhannya
tinggi (Sarwono, 2011).
Kadar CA-125

serum

juga

berguna

untuk

membedakan

endometrioma ovarium dari kista jinak lainnya, khususnya ketika


dikombinasikan dengan ultrasonografi (USG) transvagina (Djuwantono,
2008).
4. Bedah laparoskopi
Laparoskopi merupakan alat diagnostik baku emas untuk diagnosis
endometriosis. Lesi aktif yang baru bewarna merah terang, sedangkan lesi
aktif yang sudah lama berwarna merah kehitaman. Lesi non aktif bewarna
putih dengan jaringan parut. Biasanya isinya bewarna coklat yang disebut
dengan kista coklat (Sarwono, 2011).
5. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pemeriksaan pasti dari lesi endometriosis adalah didapatkannya
adanya kelenjar dan stroma endometrium (Sarwono, 2011).
G. Penanganan
Pengobatan endometriosis sulit mengalami penyembuhan karena
adanya risiko kekambuhan. Tujuan endometriosis lebih disebabkan oleh akibat
endometriosis itu, seperti nyeri panggul dan infertilitas.
Pengobatan simtomatik
Pengobatan dengan memberikan antinyeri seperti paracetamol
500mg 3x sehari, Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs (NSAID) seperti
ibuprofen 400mg tiga kali sehari, asam mefenamat 500mg tiga kali sehari.
Tramadol, parasetamol dengan codein, GABA inhibitor seperti gabapentin
(Sarwono, 2011).
Kontrasepsi Oral
Penanganan

terhadap

endometriosis

dengan

pemberian

pil

kontrasepsi dosis rendah. Kombinasi monofasik (sehari sekali selama 6-12


bulan) merupakan pilihan pertama yang sering dilakukan untuk

13

menimbulkan kondisi kehamilan palsu dengan timbulnya amenorea dan


desidualisasi jaringan endometrium (Sarwono, 2011).
Kombinasi pil kontrasepsi apapun dalam dosis rendah yang
mengandung 30-35 ug etinilestradiol yang digunakan secara terus menerus
bisa menjadi efektif terhadap penanganan endometriosis. Tujuan
pengobatan itu sendiri adalah induksi amenorea, dengan pemberian
berlanjut selama 6-12 bulan. Membaiknya gejala dismenorea dan nyeri
panggul dirasakan oleh 60-95% pasien. Kontrasepsi oral merupakan
pengobatan dengan biaya lebih rendah dibandingkan lainnya (Sarwono,
2011).
Progestin
Progestin

memungkinkan

efek

antiendometriosis

dengan

menyebabkan desisualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti


dengan atrofi. Progestin bisa dianggap sebagai pilihan utama terhadap
penanganan endometriosis karena efektif mengurangi rasa sakit.
Medroxyprogesterone Acetate (MPA) dimulai dengan dosis 30 mg per
hari dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan respon klinis dan pola
pendarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskuler setiap 3
bulan,

juga

efektif

terhadap

penanganan

rasa

nyeri

pada

endometriosis.
Pengobatan dengan suntikan progesteron seperti depot suntikan
KB dapat membantu mengurangi gejala nyeri dan pendarahan. Efek
samping progestin adalah peningkatan berat badan, perdarahan lecut, dan
nausea.
Strategi pengobatan lain meliputi didrogesteron (20-30 mg perhari baik itu
terus menerus maupun pada hari ke 5-25) dan lynestrenol 10 mg per hari.
Efek samping progestin meliputi nausea, bertambahnya berat badan,
depresi, nyeri payudara, dan pendarahan lecut (Sarwono, 2011).
Danazol
Danazol menyebabkan level androgen dalam jumlah yang tinggi
dan

estrogen

dalam

jumlah

yang

rendah

sehingga

menekan

berkembangnya endometriosis dan timbul amenorea yang diproduksi

14

untuk mencegah implan baru pada uterus sampai ke rongga peritoneal


(Sarwono, 2011).
Cara Kerja Danazol, meliputi :
1. Mengikat androgen, progesteron, dan reseptor glukokortikoid,
memproduksi aksi agonis dan antagonis.
2. Tidak mengikat resptor estrogen interseluler
3. Mengikat globulin yang berikatan dengan hormon seksual dan
kortikosteroid
4. Menurunkan produksi globulin yang berikatan dengan horomon
seksual(Speroff et al, 1994).
Cara praktis penggunaan danazol adalah memulai perawatan
dengan 400-800 mg. Dosis dapat ditingkatkan bila perlu untuk mencapai
amenorea dan menghilangkan gejala. Efek samping yang paling umum
adalah peningkatan berat badan, akne, hirsutisme, vaginitas atrofil,
kelelahan, pengecilan payudara, gangguan emosi, peningkatan kadar
LDL, kolesterol, dan kolesterol total (Sarwono, 2011).
Gestrinon
Gestrinon

termasuk

antigonadotropik.

Gestrinon

androgenik,
berkerja

antiprogestagenik,

sentral

dan

perifer

dan
untuk

meningkatkan kadar testosteron dan mengurangi kadar Sex Hormone


Binding Globuline, menurunkan nilai serum estradiol ke tingkat folikular
awal, mengurangi kadar LH, dan menghalangi lonjakan LH. Gestrinon
diberikan dengan dosis 2,5-10 mg dua-tiga kali smeinggu, selama enam
bulan. Efek samping sama dengan danazol tapi lebih jarang (Sarwono,
2011).
Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)
GnRHa menyebabkan sekresi terus menerus FSH dan LH sehingga
hipofisa mengalami disentisasi dengan menurunnya sekresi FSH dan LH
mencapai keadaan hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium
tidak aktif sehingga tidak terjadi siklus haid. GnRHa dapat diberikan
intramuscular, subcutan, intranasal. Beberapa jenis GnRHa antara lain
leuprolide, busereline, dan gosereline (Sarwono, 2011).
- Leuprolide 3.75 mg / bulan secara intramuscular

15

- Nafareline 200 mg 2 kali sehari intranasal


- Goserelin 3.75 mg / bulan subcutan
Aromatase Inhibitor
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18
estrogen. Aromatase P450 banyak pada perempuan dengan gangguan
organ reproduksi seperti endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri
(Sarwono, 2011).
Penanganan Pembedahan pada Endometriosis
Pembedahan pada endometriosis adalah untuk menangani efek
endometriosis itu sendiri, yaitu nyeri panggul, subfertilitas, dan kista.
Pembedahan bertujuan untuk menghilangkan gejala, meningkatkan
kesuburan, menghilangkan bintik-bintik dan kista endometriosis, serta
menahan laju kekambuhan (Sarwono, 2011).
a. Penanganan pembedahan Konservatif
Pembedahan ini bertujuan untuk mengangkat

semua

sarang

endometriosis dan melepaskan perlengketan dan memperbaiki kembali


struktur anatomi reproduksi. Sarang endometriosis dibersihkan dengan
eksisi, ablasi kauter, maupun laser. Sementara itu kista endometriosis
<3 cm di drainase dan di kauter dinding kista, kista > 3cm dilakukan
kistektomi dengan meninggalkan jaringan ovarium yang sehat.
Penanganan pembedahan dapat dilakukan secara laparotomi satupun
laparoskopi. Penanganan dengan laparoskopi menawarkan keuntungan
lama perawatan yang pendek, nyeri pasca operatif minimal, lebih
sedikit perlengketan, visualisasi operatif yang lebih baik terhadap
bintik-bintik endometriosis. Penanganan konservatif ini menjadi pilihan
pada perempuan yang masih muda, menginginkan keturunan,
memerlukan

hormon

reproduksi,

menginat

endometriosis

ini

merupakan suatupenyakit yang lambat progresif, tidak cenderung


ganas, dan akan regresi bila menopause.
b. Penanganan Pembedahan Radikal
Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-oovorektomi.
Ditujukan pada perempuan yang mengalami penanganan medis ataupun

16

bedah konservatif gagal dan tidak membutuhkan fungsi reproduksi.


Setelah pembedahan radikal diberikan terapi subsitusi hormon.
c. Penanganan Pembedahan Simtomatis
Dilakukan untuk menghilangkan nyeri dengan presacral neurectomy
atau LUNA (Laser Uterosacral Nerve Ablation) (Sarwono, 2011).

17

Gambar 2. Alur Tatalaksana Nyeri Pada Endometriosis (PNPK POGI)


Prosedur

Pembedahan

yang

dianjurkan

untuk

pasien-pasien

dengan

endometriosis adalah:
1. Laparoskopi, merupakan gold standard dan prosedur operasi yang paling
sering dilakukan. Dengan laparoskopi, pemulihan pasien dapat lebih cepat
2. Laparotomi, tindakan ini lebih invasive yaitu dengan melakukan insisi
yang luas pada linea mediana. Laparotomi jarang dilakukan pada pasien,
kecuali pada endometriosis yang berat(Falcone et al, 2011).
Walaupun dengan tindakan operasi yang berhasil, endometriosis dapat
kambuh kembali dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun (Bulun, 2009).
Menurut penelitian Liu et al (2007), penderita endometrioma yang telah
menjalani tindakan pembedahan dapat mengalami endometrioma ulang. Faktor
predisposisi terjadinya kekambuhan pada penderita endometrioma yaitu
apabila pasien berusia muda dan pernah menjalani terapi endometriosis
sebelumnya (Liu et al, 2007).

2. INFERTIL
Fertilitas ialah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Disebut
infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walalupun bersanggama dan
dihadapkan kepada kemunginan kehamailan selama 12 bulan. Disebut
infertilitas sekunder kalalu istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak
terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan (Prawiroharjo, 2008).
Pemeriksaan masalah-masalah infertilitas:
1. Masalah air mani
Air mani ditampung dengan jalan masturbasi langsung ke dalam
botol gelas bersih yang bermulut lebar, setelah abstinensi 3-5 hari. Air
mani yang diejakulasikan dalam bentuk cair akan segera menjadi agar,
untuk kemudian melikuefaksi lagi dalam 5-20 menit menjadi cairan yang
agak pekat guna menungkinan spermatozoa bergerak dengan leluas.
Kemudian ejakulat akan menjadi cairan homogen yang agak pekat, yang
18

dapat membenang kalau dicolek dengan sebatang lidi. Makin panjang


membenangnya, makin tinggi viskositasnya. Warna jernih atau keruh
tergantung dari konsentrasi spermatozoa. Volume air mani berkisar antara
2-5 cc. pH air mani yaitu berkisar antara 7,3-7,7.
2. Masalah vagina
Kemampuan menyampaikan air mani ke dalam vagina sekitar
serviks perlu untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat mengambat
penyampaina ini ialah adanya sumbatan atau peradangan.
3. Masalah serviks
Infertilitas yang berubungan dengan faktor serviks

dapat

disebabkna oleh sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal,


malposisi dari serviks, atau kombinasinya. Kelainan anatomis serviks yang
dapat berperan dalam infertilitas yaitu: 1) atresia; 2) polip; 3) stenosis; 4)
servicitis; 5) sinekia; 6) inseminasi yang tidak adekuat.
4. Masalah Uterus
Infertilitas yang berhubungan dengan masalah uterus yaitu: 1)
distorsi cavum uteri; 2) perdangan endometrium; dan 3) gangguan
kontraksi uterus. Kelainan-kelianan tersebut dapat mengganggu proses
implantasi, pertumbuhan intra unterine dan nutrisi serta oksigenasi
jaringan.
5. Masalah Tuba
Masalah infertilitas yang berhubungan dengan tuba yaitu masalah
penyempitan tuba karena kelaianan anatomis. Selain itu daat juga terjadi
penyempitan tuba karena adanya infeksi pada tuba atau pada pelvis.
6. Masalah Ovarium
Meliputi gangguan ovulasi dan regulasi hormonal. Gangguan
tersebut otomatis dapat menyebabkan kelaianan pada proses reproduksi
(Prawirohardjo, 2008).

BAB III

19

STATUS PENDERITA
A.

ANAMNESIS
Tanggal 9 April 2015 jam 08.00 WIB
1. Identitas Penderita
Nama

: Ny. K

Umur

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

BB

: 65 kg

TB

: 162 cm

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Sidoharjo, Wonogiri

Status Perkawinan

: Kawin

Agama

: Islam

Tanggal Masuk

: 9 April 2014

No RM

: 01 26 59 XX

2. Keluhan Utama
Pasien datang sendiri ke Poli Kandungan RSUD dr. Moewardi dengan
keluhan nyeri di perut sejak 2 minggu yang lalu
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang P3A0 40 tahun datang sendiri dengan keluhan nyeri pada
perut bagian kiri bawah yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan diremas. Nyeri dirasakan
terus menerus dan semakin lama semakin tidak tertahankan, dirasakan
berkurang bila berbaring dan bertambah parah bila tertekan. Pasien
menyatakan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pernah berobat ke poli
Obsgyn RSDM dengan diagnosis kistoma ovarii dengan leukositosis
(16,3), kemudian dirawat jalan dan diberi obat. Pasien mengeluh nyeri
saat haid dan pernah merasa nyeri saat berhubungan.

20

Pasien mengeluh ada benjolan sejak 1 tahun yang lalu, sebelumnya


pernah dioperasi di wonogiri ( 1 tahun yang lalu) dengan post
Laparotomi eksplorasi buka tutup atas indikasi kistoma ovarii suspek
malignancy. Riwayat mens teratur 1 kali sebulan, sehari 2-3 kali ganti
pembalut. Penurunan berat badan 6 kg selama 1 tahun. Demam (-), riwayat
keputihan (-), mual (-), muntah (-), Pasien tidak mengalami keluhan
BAB/BAK, serta flatus.
4. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat keluhan serupa

Riwayat hipertensi

: Disangkal

Riwayat Diabetes Mellitus

: Disangkal

Riwayat sakit ginjal

: Disangkal

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat asma

: Disangkal

Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal

Riwayat keputihan

Riwayat operasi

: Disangkal

: Disangkal
: 1 tahun yang lalu a.i kista

ovarii
5. Riwayat Haid
Menarche

: 14 tahun

Lama menstruasi

: 6 hari

Siklus menstruasi

: 28 hari

6. Riwayat Obstetri
Infertil sekunder selama 9 tahun
7. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, lama 17 tahun dengan suami sekarang

21

8. Riwayat KB
Riwayat KB suntik selama 1 bulan
B.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
a. Keadaan Umum : Baik, Compos Mentis, Gizi kesan cukup
b. Tanda Vital

Tensi

: 100/70 mmHg

Nadi

: 100 x / menit

Respiratory Rate : 20 x/menit


: 36,50C

Suhu
Skor Nyeri: 8
c. Kepala

: Mesocephal

d. Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)

e. THT

: Dalam Batas Normal

f. Leher

: Glandula tiroidea tidak membesar, JVP tidak


meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar

g. Thorax
1) Cor

:
:

Inspeksi

: Iktus Cordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,


bising (-)

2) Pulmo :
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba dada kanan = kiri

Perkusi

: Sonor/Sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), Suara tambahan (-/-),

wheezing (-)
h. Abdomen:
Inspeksi

: Stria gravidarum (-), massa abnormal (-)

22

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (+) di inguinal sinistra, teraba


massa kistik ukuran 1 jari di bawah umbilikus
dengan batas kanan Linea Medio klavicularis
dektra hingga linea medio clavicularis sinistra,
batas bawah kesan masuk panggul , massa
terfiksir, Tinggi fundus uteri tidak teraba, bising
usus (+).

Perkusi

: Timpani di sebelah inguinalis sinistra, dan redup


pada regio umbilikalis serta inguinalis dektra.

i. Genital :
Inspekulo

: vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas


normal, portio utuh, ostium uterina eksterna
tertutup, darah (+).

VT

: vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas


normal, portio licin,OUE tertutup, A/P kanan kiri
dalam batas normal, corpus uterus sebesar telur
ayam, kesan menyatu dengan massa, nyeri adneksa
kiri (+), darah (+), discharge (-)

j. Ekstremitas

:
Oedema
-

C.

Akral dingin

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 26 April 2015
Hemoglobin

: 12,0 gr/dl

Hematokrit

: 37 %

Hitung Eritrosit

: 4,18 x 106/uL

Hitung Leukosit

: 18,4 x 103/uL

23

Hitung Trombosit

: 541 x 103/uL

GDS

: 181 mg/dl

Albumin

: 3,3 g/dl

Kreatinin

: 0,5 mg/dl

Na

: 132 mmol/ L

:4,0 mmol/ L

Cl

: 106 mmol/ L

HbsAg

: Nonreaktif

Test Kehamilan

: negative

CA 125

: 18 U/ml

HbsAg

: non reaktif

Kesan: Leukositosis, hiperglikemia, hipoalbuminemia, hiponatremia


ringan.

2. Hasil pemeriksaan Radiologi - Abdomen 3 posisi (9 April 2015)


Tampak groundglass appearance yang terproyeksi di cavum abdomen dengan
gambaran floating gas usus, centinel loop (+)
Tak tampak gambaran coiled spring/ herring bone sign.
Tak tampak gambaran udara bebas sub diafragma dan subhepatal
Tak tampak gambaran step ladder pathologis
Pre peritoneal fat line tak tampak kelainan
Kesimpulan:
Ascites
Centinel loop (+) di hipocondrium kanan menyokong gambaran kolik abdomen

24

Foto polos abdomen 3 posisi


3. Hasil pemeriksaan Radiologi Colon in loop (13 April 2015)
Pemeriksaan colon in loop:
Plain foto:
Bayangan gas usus normal bercampur fecal material
Bayangan hepar dan lien tak tampak membesar
Contour ginjal kanan dan kiri dalam batas normal
Tak tampak bayangan radiopaque di sepanjang traktus urinarius
Psoas shadow kanan dan kiri simetris
Corpus, pedicle, dan spatium intervertebralis tak tampak kelainan
Kontras study
Kontras barium +/_ 1000 cc dimasukkan melalui kateter ke dalam anus
Tampak kontras berjalan dengan lancer mulai dari rectum, sigmoid, colon
descenden, flexura lienalis, colon tranversum, flexura hepatica, colon ascenden
dan masuk ileocaecal
Tampak penyempitan menetap simetris kanan dan kiri pada region colon sigmoid
Kesan: Penyempitan menetap simetris kanan dan kiri pada region colon sigmoid
kemungkinan penekanan massa intralumen

25

Colon in loop (13 april 2015)


4. Hasil pemeriksaan Radiologi USG Abdomen (15 April 2015)
26

Uterus : ukuran normal, tak tampak massa


Tampak lesi kistik bersepta mulai dari kavum pelvis sampai dengan kavum
sampai dengan kavum abdomen terutama kanan terukur 13.5 cmx 7.5 cmx 12.7
cm (volume -/+ 681 ml)
Tampak multiple limfadenopati di inguinal kanan ukuran 0,59 cm dan 0,68 cm
dan kiri ukuran 0,68 cm dan 0,76 cm.
Tak tampak limfadenopati di paraaorta, parailiaka kanan kiri
Tampak intensitas echo cairan minimal di kavum abdomen
Kesimpulan:
1.
2.
3.
4.

Kista ovarium residif?


Ascites minimal
Multipel limfadenopati inguinal bilateral
Hepar, lien, GB, Pankreas, kedua ginjal, bladder, uterus tak tampak
kelainan

27

USG Abdomen (15 april 2015)


5. Hasil pemeriksaan Radiologi Thorax PA (25 April 2015)
Cor: Batas kanan janntung tertutup perselubungan, CTR tidak valid diukur, kesan
normal
Pulmo: Tak tampak infiltrate pada kedua lapang paru, corakan bronkovaskuler
normal. Tampak perselubungan homogeny di hemithorak kanan bawah
Sinus costophrenicus kanan tertutup perselubungan, kiri tajam
Hemidiafragma kanan tertutup perselubungan, kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan: Efusi pleura kanan

28

Foto Thorax PA
6. Laporan Operasi (27 April 2015)
Laporan Operasi: TAH dan BSO

Pasien ditidurkan di meja operasi dalam keadaan narkose


Dilakukan toilet medan operasi
Dilakukan insisi pada bekas operasi sebelumnya (linea mediana) s/d

peritoneum parietale
Peritoneum parietale dibuka, dilakukan identifikasi dan eksplorasi
Tampak perlengketan hebat antara omentum, colon rectosigmoid dengan

peritoneum, dilakukan adhesiolisis, adhesiolisis berhasil


Dilakukan identifikasi:
-Tampak uterus ukuran normal
-Tampak tuba dan ovarium kanan berubah menjadi masa tumor ukuran 12
x 10 cm, dan tuba dan ovaium kiri berubah menjadi masa tumor ukuran 8x
9 yang mengadakan perlengketan dengan uterus, colon rectosigmoid,

caecum dan omentum.


Keluar cairan pus dari massa tumor kiri dan kanan, diambil cairan, kirim

PA dan kultur.
Ditegakkan diagnosis TOA bilateral dan dilakukan TAH dan BSO, kirim

PA
Dilakukan pencucian dengan NaCl dan kontrol perdarahan
Konsul dengan bedah digest,bedah digest menyatakan tidak ada keperluan

untuk tindakan beda, saran untuk ditutup kembali.


Dilakukan pemasangan drain abdomen
Dilakukan penutupan medan operasi
Operasi selesai
Perdarahan durante op 1500 cc

29

Keadaan ibu 5/5/5 op baik

Durante OP ditegakkan diagnosis TOA, selama ini terjadi misdiagnosis kasus


kistoma coklat bilateral pada pasien ini.
D.

SIMPULAN
Seorang P3A0 40 tahun datang sendiri dengan keluhan nyeri pada perut

bagian kiri bawah yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan diremas. Nyeri dirasakan terus menerus dan
semakin lama semakin tidak tertahankan, dirasakan berkurang bila berbaring dan
bertambah parah bila tertekan. Pasien menyatakan 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit pernah berobat ke poli Obsgyn RSDM dengan diagnosis kistoma
ovarii dengan leukositosis (16,3), kemudian dirawat jalan dan diberi obat. Pasien
mengeluh nyeri saat haid dan pernah merasa nyeri saat berhubungan. Pasien
mengeluh ada benjolan sejak 1 tahun yang lalu, sebelumnya pernah dioperasi di
wonogiri ( 1 tahun yang lalu) dengan post Laparotomi eksplorasi buka tutup atas
indikasi kistoma ovarii suspek malignancy. Riwayat mens teratur 1 kali sebulan,
sehari 2-3 kali ganti pembalut. Penurunan berat badan 6 kg selama 1 tahun.
Demam (-), riwayat keputihan (-),mual (-), muntah (-), Pasien tidak mengalami
keluhan BAB/BAK, serta flatus.Hasil inspekulo vulva uretra menyatakan vulva
uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, ostium uterina
eksterna tertutup, darah (+).Hasil vaginal toucher didapatkan vulva uretra tenang,
dinding vagina dalam batas normal, portio licin, OUE tertutup, A/P kanan kiri
dalam batas normal, corpus uterus sebesar telur ayam, kesan menyatu dengan
massa, nyeri adneksa kiri (+), darah (+), discharge (-). Hasil laboratorium darah
menyatakan

adanya

leukositosis,

hiperglikemia,

hipoalbuminemia,

serta

hiponatremia ringan. Hasil Foto polos BNO abnomen 3 posisi menyatakan adanya
Ascites serta Centinel loop (+) di hipocondrium kanan menyokong gambaran
kolik abdomen. Hasil Colon in loop menyatakan kesan penyempitan menetap
simetris kanan dan kiri pada region colon sigmoid kemungkinan penekanan massa
intralumen. Hasil pemeriksaan USG abdomen mempertanyakan adanya Kista
ovarium residif, Ascites minimal, Multipel limfadenopati inguinal bilateral,
sedangkan Hepar, lien, GB, Pankreas, kedua ginjal, bladder, uterus tak tampak

30

kelainan. Hasil pemeriksaan thorax menyatakan adanya kesan efusi pleura. Pada
kasus ini awalnya terjadi misdiagnosis yaitu dengan ditegakkan diagnosis kista
coklat bilateral, kemudian durante op yang ditemukan adalah adanya tubo ovarial
abses.
E.

DIAGNOSIS AWAL
Kistoma ovarii suspek malignancy +abdominal pain+ Riwayat laparotomi

+leukositosis (16,3)
F.

PROGNOSIS
Dubia ad malam

G.

TERAPI
1. Mondok bangsal
2. Inj Ketorolac 1 amp/12 jam
3. Inj Ceftriaxone 2 gr/24jam
4. Observasi dan evaluasi nyeri klinis di bangsal
5. Usul kistektomi + Frozen section
6. KIE

H.
FOLLOW UP
Evaluasi 9 April 2015 22.30wib
S

: BNO jadi

O : KU
VS

Mata

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup


: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 88 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

31

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen :asites, NT (-), BU (+), TFU tidak teraba, tampak centinel loop, di
hipokondria kanan, kolik
Genital: darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma ovarii suspek malignansi

:
1. Terapi lanjut
2. Obs nyeri dan tanda-tanda akut abdomen

Evaluasi 10 April 2015 06.00 wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 110/70 mmg

RR

: 19 x/menit

HR

: 86 x/menit

: 36,80C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), BU (), TFU tidak teraba, teraba massa kistik di region
supra pubik dan inguinal sinistra dengan ukuran 1 jari bawah pusat kanan
kiri linea mid clavicularis dekstra sampai linea mid clavicularis sinistra,
batas bawah kesan masuk panggul, terfiksir
Genital : darah (+), discharge (-)

32

Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)


A

: Kistoma ovarii suspek malignansi + abdominal pain + riwayat laparotomy +

leukositosis (16,3)
P

:
1.
2.
3.
4.

Observasi nyeri
Usul pemeriksaan staff bangsal
Konsul divisi onkologi
Usul kistektomi + frozen sectionpersiapan op

sesuai jadwal, konsul bedah digest


5.
Injeksi ceftriakson 2gr/24 jam, injeksi ketorolac /
8jam
Evaluasi 10 April 2015 (staff bangsal) 09.15 wib
P3A0 40 tahun
1. Laki-laki 15 tahun spontan
2. Laki-laki 11 tahun spontan
1. Perempuan 9 tahun spontan
Seorang P3 A0 40 tahun datang sendiri dengan keluhan nyeri perut bagian kiri
bawah, nyeri seperti ditusuk-tusuk. Pasien sebelumnya pernah berobat ke rsdm
poli kandungan dengan diagnosis kistoma ovarii curiga malignansi dengan
leukositosis. Pasien rawat jalan dan diberi obat. Amenore (+), dispareuni (+),
keputihan (-), pasien mengeluh terasa benjolan kurang lebih 1 tahun yang lalu,
nyeri ulu hati (+), riwayat dipijat (-). Pasien pernah op di rsud wonogiri kurang
lebih 1 tahun yang lalu atas indikasi kistoma ovarii suspek malignansi (buka
tutup). Setelah operasi sudah tidak nyeri, 3 minggu ini nyeri dan tidak pernah
diberikan obat atau injeksi hormonal. Menstruasi teratur 1 x sebulan, 5-7 hari/
siklus, 2-3x ganti pembalut/ hari.
BB 6 kg dalam 3 bulan, BAK dbn, BAB nyeri (+)
RPD ; DM,hipertensi, alergi, asma : disangkal
Tahun 2014 laparotomi eksplorasi atas indikasi kista ovarii PA tidak
ada
S

: nyeri (+)

O : KU
VS

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup


: TD

: 110/70 mmg

RR

: 19 x/menit
33

Mata

HR

: 86 x/menit

: 36,50C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+) di suprapubik, NT (+) di inguinal sinistra, nyeri lepas di


inguinal sinistra, teraba massa kistik dengan ukuran 1 jari bawah pusat
batas kanan kiri linea mid clavicularis dekstra sampai linea mid
clavicularis sinistra, batas bawah kesan masuk panggul, terfiksir, BU (+),
TFU tidak teraba, tampak luka post op
Genital :VT vu tenang, dinding vagina dbn , OUE tertutup, CU sebesar telur
ayam, teraba benjolan kesan dari adneksa kiri sebesar telur angsa, terfiksir,
nyeri adneksa kiri (+), a/ kanan dbn, darah (+), discharge (-).
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
USG : tampak VU terisi
Tampak oedem dbn
Tampak massa hipoechoic homogen, dengan gambaran grand slass
appearance, multilaculare non papiliforum, ukuran 7x4x9 cm
Kesan menyokong gambaran endometrium, kesan lengket pada uterus,
cairan bebas(-)
Kesimpulan : kesan menggambarkan kista coklat bilateral.
A

: kista coklat + riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu ( buka tutup)

:
1.
2.
3.
4.

Konsul div fertilitas dan endokrinologi


Usul kistektomi prolaparotomi
Lacak laporan op yang dulu
Konsul bedah digest ( colon in lap)

Evaluasi 10 April 2015 (staff FER)

34

P3A0 40 tahun
I.
Laki-laki 15 tahun spontan
II.
Laki-laki 11 tahun spontan
III.
Perempuan 9 tahun spontan
Seorang P3 A0 40 tahun datang sendiri dengan keluhan nyeri perut bawah,
nyeri seperti ditusuk-tusuk. Pasien sebelumnya pernah berobat ke rsdm poli
kandungan dengan diagnosis kistoma ovarii curiga malignansi dengan
leukositosis. Pasien rawat jalan dan diberi obat. Amenore (+), dispareuni (+),
keputihan (+), pasien mengeluh terasa benjolan kurang lebih 1 tahun yang lalu,
nyeri ulu hati (+), riwayat dipijat (-). Pasien pernah op di RSUD wonogiri
kurang lebih 1 tahun yang lalu atas indikasi kistoma ovarii suspek malignansi
(buka tutup). Setelah operasi sudah tidak nyeri, 3 minggu ini nyeri dan tidak
pernah diberikan obat atau injeksi hormonal. Riwayat menstruasi teratur 1x/
bulan, 6-7 hari, 2-3x ganti pembalut/ hari.
RPD ; DM,hipertensi, alergi, asma : disangkal
Tahun 2014 laparotomi eksplorasi atas indikasi kista ovarii
S

: nyeri (+)

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 110/70 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 86 x/menit

: 36,50C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+) di supra pubik, NT (+) di regional sinistra, teraba massa
kistik dengan ukuran 1 jari bawah pusat bataskanan kiri linea mid

35

clavicularis dekstra sampai linea mid clavicularis sinistra, batas bawah


kesan masuk panggul, terfiksir, tampak luka post op.
Genital

: VT vu tenang, dinding vagina dbn, OUE tertutup ,CU sebesar telur


ayam

Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)


USG : tampak VU terisi
Tampak massa hipoechoic homogen multilaculare non papiliforum, ukuran
7x4x9 cmdi bag adneksa dextra
Tampak uterus dalam batas normal
Tampak massahipoechoic homogen, monolaculare non papiliforum dengan
ukuran 7x 2x 3 cm di bagian adneksa sinistra,
Kesimpulan : kesan menggambarkan kista coklat bilateral.
A

: Kista coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)
P

:
1.
2.

Konsul poli nyeri (anestesi)


Konsul bedah digest ( colon
in loop)

3.

Pro laparotomy

Evaluasi 10 April 2015 23.00 wib


S

: diare 6x, nyeri ulu hati

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 88 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat

36

P : Batas jantung kesan tidak melebar


A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (+), BU (+), TFU tidak teraba, teraba massa kistik satu jari
di bawah pusat
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma ovarii suspek malignansi + abdomen pain

:
1.

Ranitidin bila perlu

Evaluasi 11 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 110/70 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 88 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari di bawah pusar batas kanan
kiri LMSC-LMSD , bawah kesan masuk pinggul, terfiksir, TFU tidak
teraba.
Genital : darah (+), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka tutup)

37

1.

Konsul

div

fertilitas

dan

endokrinologi
2.

Usul

kistektomi

prolaparotomi
3.
4.
5.

Lacak laporan op yang dulu


Pro colon in loop
Konsul bedah digest

Evaluasi 12 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/70 mmg

RR

: 22 x/menit

HR

: 92 x/menit

: 36,80C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari di bawah pusar batas kanan
kiri LMSC-LMSD , bawah kesan masuk panggul, terfiksir, TFU tidak
teraba.
Genital : darah (+), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka tutup)

:
1.
2.
3.
4.

Histerektomi prolaparatomi
Pro colon in loop (13-4-15)
Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam

38

Evaluasi 13 April 2015 06.00wib


S

: nyeri perut (+), nyeri pinggang kanan (+)

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/70 mmg

RR

: 22 x/menit

HR

: 92 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari di bawah pusar batas kanan
kiri LMSC-LMSD , bawah kesan masuk panggul, terfiksir, TFU tidak
teraba.
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka tutup)

:
1.
2.
3.
4.
5.

Colon in loop hari ini , hasil jadi lap ulang bedah


Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
Pro kistektomi prolaparotomi tunggu jadwal
Usul USG abdomen

: klinik nyeri
Paracetamol 3x1
Alprazolam 0-0-1

Evaluasi 14 April 2015 06.00wib


S

: nyeri perut (+), nyeri pinggang (+)

39

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/70 mmg

RR

: 22 x/menit

HR

: 92 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+),teraba massa ksistik yang abnormal padabatas kanan


kiri LMSC-LMSD , kesan masuk panggul, terfiksir, TFU tidak teraba.
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka tutup)

:
1.
2.
3.
4.
5.

Hasil colon in loop (-) lap bedah digest


Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
Pro kistektomi prolaparotomi tunggu jadwal
Usul USG abdomen

Evaluasi 15 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU
VS

Mata

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup


: TD

: 120/70 mmg

RR

: 22 x/menit

HR

: 92 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

40

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa ksistik yang abnormal pada batas kanan
kiri LMSC-LMSD , kesan masuk panggul, terfiksir, TFU tidak teraba.
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka tutup)

:
1.
2.
3.
4.

Injeksi ampicillin 1g/8 jam


Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
Pro kistektomi prolaparotomi tunggu jadwal
Usul USG abdomen

Evaluasi 16 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 130/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 88 x/menit

: 36,50C

VAS

:6

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar

41

A : BJ I-II normal reguler, bising (-)


Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah pusar, BU (+) 16x /
menit
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)
P

:
1.
2.
3.
4.

Injeksi ampicillin 1g/8 jam


Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
Konsul ulang bedah digest
Tunggu hasil USG abdomen

Evaluasi 17 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 130/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 80 x/menit

: 36,50C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah pusar


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)

42

:
1. Injeksi ampicillin 1g/8 jam
2. Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
3. Jawaban bedah digest (-)

Evaluasi 18 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 80 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)
P

:
1.
2.
3.
4.
5.

Prohisterektomi
Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
Jawaban bedah digest (-)
Lapor dr Asih Sp.OG 14.00 wib advice lapor ulang dr Laqif Sp.OG
perlu pemeriksaan MSCT dulu atau langsung dilakukan tindakan operasi.
a. Saran bangsal : persiapan operasi hari selasa, lapor ulang ke divisi
FER karena length of stay pasien terlalu lama.
b. Tidak perlu MSCT
43

Evaluasi 19 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 80 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)
P

:
1.
2.
3.
4.

Prohisterektomi tunggu jadwal


MSCT (23-4-15)
Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam

Evaluasi 20 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU
VS

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup


: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 80 x/menit

44

Mata

: 36,70C

VAS

:4

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)
P

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Prohisterektomi tunggu jadwal


MSCT (23-4-15)
Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Metronidazole 500 mg/ 8jam
Cek darah
KIE

Terapi nyeri

: paracetamol 3x1
Codein 2x 1
Alprazolam 12 mg 0-0-1

Lapor dr Laqif Sp.OG (K) :


Advice tidak perlu MSCT dulu
Konsul operasi tidak perlu dari FER
Joint op dengan bedah digest
Lapor dr Soetrisno Sp.OG (K):
Acc operasi hari kamis (23-4-15)
Lapor dr Eriana Sp.OG (K) :
Advice injeksi endrolin 2x
Sebelumnnya lapor chief dr clinic

45

Evaluasi 21 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (+)

O : KU

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 80 x/menit

: 36,70C

VAS

:4

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)
P

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Prohisterektomi tunggu jadwal


MSCT (23-4-15)
Levofloxacin 1 amp/8jam
Metronidazole 500 mg/ 8jam
Injeksi adrenalin protocol
Cek darah

Evaluasi 22 April 2015 06.00wib


S

: nyeri berkurang

O : KU
VS

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup


: TD

: 120/80 mmg
46

Mata

RR

: 20 x/menit

HR

: 80 x/menit

: 36,70C

VAS

:4

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup)
P

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Prohisterektomi tunggu jadwal


MSCT (23-4-15)
Levofloxam 1 amp/8jam
Metronidazole 500 mg/ 8jam
Injeksi adrenalin protocol
KIE

Evaluasi 23 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (-)

O : KU
VS

Mata

: sedang, Compos mentis, gizi kesan cukup


: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 80 x/menit

: 36,70C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


47

Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup) + leukositosis (18,4) + hiperglikemia (181)


P

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Prohisterektomi (tunggu hasil MSCT)


MSCT (23-4-15)
Injeksi Levofloxacin 1 amp/24 jam
Inj Metronidazole 500 mg/ 8jam
KIE
Konsul interna cek urinalisa

Evaluasi 24 April 2015 06.00wib


S

: nyeri (-)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 110/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 82 x/menit

: 36,50C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
48

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup) + leukositosis (18,4) + hiperglikemia (181)


P

:
1.
2.
3.
4.
5.

Prohisterektomi (tunggu hasil MSCT abdomen)


Injeksi Levofloxam 500mg/24 jam
Inj Metronidazole 500 mg/ 8jam
KIE
Rencana operasi hari senin (27-4-15) dengan divisi onkologi dr Teguh
Sp.OG (K)
Konfirmasi ulang dengan dr Teguh Sp.OG(K) sebelum op
Ambil hasil MSCT hari ini jika sudah ada lapor dr Teguh Sp.OG (K)

Evaluasi 25 April 2015 06.00wib


P3A0, 40 th
S

: nyeri (-)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 84 x/menit

: 36,10C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)

49

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup) + leukositosis (18,4) + hiperglikemia (181)


P

:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Prohisterektomi + join operasi dengan bedah digest (senin 27/4/15)


Injeksi Levofloxam 500mg/24 jam
Inj Metronidazole 500 mg/ 8jam
NAT 3x1
Konsul anestesi
Konsul jantung (EKG)
Rencana operasi hari senin (27-4-15) acc dengan divisi onkologi dr Teguh
Sp.OG (K)

Evaluasi 26 April 2015 06.00wib


P3A0, 40 th
S

: nyeri (-)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 84 x/menit

: 36,50C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup) + leukositosis (18,4) + hiperglikemia (181)


P

50

1.
2.
3.
4.
5.

Prohisterektomi + join operasi dengan bedah digest (senin 27/4/15)


Injeksi Levofloxam 500mg/24 jam
Inj Metronidazole 500 mg/ 8jam
NAT 3x1
Lapor bedah digest acc

Evaluasi 27 April 2015 06.00wib


P3A0, 40 th
S

: nyeri (-)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 120/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 84 x/menit

: 36,50C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari bawah perut


Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka

tutup) + leukositosis (18,4) + hiperglikemia (181)


P

:
1. Prohisterektomi + join operasi dengan bedah digest (senin 27/4/15)
2. Lapor bedah digest (+)
3. Persiapan operasi (+)

Durante OP ditegakkan diagnosis TOA. Terjadi misdiagnosis atas kasus kistoma


coklat bilateral pada pasien ini.

51

Evaluasi 28 April 2015 06.00wib


P3A0, 40 th
S

: nyeri (-), flatus (-)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup

VS

Mata

: TD

: 110/80 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 84 x/menit

: 36,60C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (-), tampak luka post op tertutup perban, tampak drain
intraabdomen dengan drain (+) hemoragik 100cc, BU (+)
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

:Post TAH dan BSO a/i TOA bilateral DPH 1

:
1.
2.
3.
4.

Injeksi levofloxacin 500 mg/24 jam


Injeksi metronidazole 500mg/8 jam
Injeksi gentamicyn 80 mg/ 12 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 6 jam diganti dengan tramadol 1amp/ 12

5.
6.
7.
8.

jam
Injeksi as. Mefenamat 1amp/8 jam
Miring kanan kiri
Diet TKTP
SF 2x1

Evaluasi 29 April 2015 06.00wib


P3A0, 40 th
S

: nyeri (-), flatus (+)

O : KU

: baik, Compos mentis, gizi kesan cukup


52

VS

Mata

: TD

: 100/70 mmg

RR

: 20 x/menit

HR

: 84 x/menit

: 36,60C

: CA (-/-), SI (-/-)

Thoraks : retraksi (-/-)


Leher

: JVP tidak meningkat

Pulmo

: SDV (+/+), ST (-/-)

Cor

: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)

Abdomen: supel, NT (-), tampak luka post op tertutup perban, tampak drain
intraabdomen, drain (+) hemoragik 100cc, BU (+)
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A

: Post TAH dan BSO a/i TOA bilateral DPH II dengan riwayat laparotomy 1

tahun yang lalu (buka tutup) + leukositosis (18,4)


P

:
1. Injeksi levofloxacin 500 mg/24 jam
2. Injeksi metronidazole 500mg/8 jam
3. Injeksi gentamicyn 80 mg/ 12 jam
4. Injeksi tramadol 1amp/ 12 jam
5. Injeksi as. Mefenamat 1amp/8 jam
6. Miring kanan kiri
7. Diet TKTP
8. SF 2x1
9. Usul cek DR 3, jika AL<20.000 BLPL
10. Usul observasi produk drain 24 jam, jika produk tetap aff DC

53

I.

Perkembangan Hasil Laboratorium


Tabel 1. Perkembangan Hasil Laboratorium Pasien
Pemeriksaan

Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan Darah
Hemostatis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
GDS
SGOT

Hasil
18/04
21/0
4
10,4
31
21,1
460
3,62

12,0
37
18,4
541
4.18
AB

14
25,8
1.150
181
20

54

SGPT
Albumin
Creatinine
Ureum
Elektrolit
Na darah
K darah
Cl darah
Lain-Lain
HbsAg
Tes Kehamilan
Tumor Marker
(Ca 125)

3,3

133
3,7
103

20
3,3
0,5
25
132
4
106

nonreaktif
negatif
negatif

BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian kiri bawah
yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seperti ditusuktusuk dan diremas. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin
tidak tertahankan, dirasakan berkurang bila berbaring dan bertambah parah bila
tertekan. Pasien mengeluh nyeri saat haid dan pernah merasa nyeri saat
berhubungan. Nyeri perut saat menstruasi dan saat berhubungan merupakan gejala
gejala dari endometriosis. Gejala-gejala yang merupakan trias endometriosis
adalah adanya dismenorea, dispareunia, dan infertilitas (Manuaba, 2001). Nyeri
haid (dismenorea) yang terjadi disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi
sitokin dalam rongga peritoneum, akibat pendarahan lokal pada sarang
endometriosis dan oleh adanya infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf pada
rongga panggul (Sarwono, 2011). Nyeri saat berhubungan (dispareunia) paling
sering timbul terutama bila endometriosis sudah tumbuh di sekitar Kavum
Douglassi dan ligamentum sakrouterina dan terjadi perlengketan sehingga uterus

55

dalam posisi retrofleksi (Sarwono, 2011). Selain itu, akibat adanya perlengketan
lama-lama dapat mengakibatkan nyeri pelvik yang kronis. Rasa nyeri bisa
menyebar jauh ke dalam panggul, punggung, dan paha dan bahkan menjalar
sampai ke rektum dan diare. Dua pertiga perempuan dengan endometriosis
mengalami rasa nyeri intermenstrual (Sarwono, 2011).
Selain nyeri pasien juga mengeluhkan ada benjolan sejak 1 tahun yang
lalu, sebelumnya pernah dioperasi di wonogiri ( 1 tahun yang lalu) dengan post
Laparotomi eksplorasi buka tutup atas indikasi kistoma ovarii suspek malignancy.
Pasien menyatakan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pernah berobat ke poli
Obsgyn RSDM dengan diagnosis kistoma ovarii dengan leukositosis (16,3),
kemudian dirawat jalan dan diberi obat. Kista endometriosis (endometrioma)
biasanya terjadi di dalam ovarium sebagai akibat dari perdarahan intra ovarium
berulang. Lebih dari 90% endometrioma adalah pseudokista yang terbentuk akibat
invaginasi korteks ovarium, yang kemudian tertutup oleh pembentukan jaringan
adhesi. Endometrioma dapat sepenuhnya menggantikan jaringan ovarium normal.
Dinding kista umumnya tebal dan fibrotik dan biasanya memiliki perlekatan
fibrotik dan adanya area dengan perubahan warna. Di dalam kista umumnya
terdapat cairan kental, berwarna gelap, berisi produk darah yang sudah
berdegenerasi dimana penampilan ini menyebabkan kista endometriosis atau
endometrioma ini sering disebut kista coklat (Danudja, 2012).
Kista endometriosis tidak selalu akan muncul pada setiap orang.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan timbulnya kista endometriosis
antaralain adalah usia reproduktif (24-40 tahun), adanya riwayat keluarga dengan
endometriosis, nulipara, dan memiliki siklus mentruasi yang lebih pendek, periode
yang lebih banyak, lebih lama, atau menarche pendek (de Ziegler et al, 2010).
Pada pasien ini masih masuk dalam usia reproduktif yakni 40 tahun, menarche
pertama usia 14 tahun, siklus menstruasi pasien teratur yakni 28 hari, sekali
menstruasi 6 hari.
Riwayat Obstetri Pasien telah mengalami infertil sekunder selama 9
tahun. Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2 3 kali per minggu tanpa menggunakan alat
atau metode kontrasepsi dalam bentuk apapun. Infertilitas merupakan salah satu

56

gejala pada endometriosis. Pada daerah peritoneal penderita endometriosis


terkandung makrofag dalam jumlah besar ditandai dengan kenaikan kadar
berbagai jenis sitokin dan growth factors. Perubahan respon imun tersebut
menyebabkan endometriosis semakin berkembang luas dan pada akhirnya
menimbulkan infertilitas. Sitokin yang meningkat meliputi IL-1, TNFa, IL-6, dan
IL-8 (Oepomo, 2012).Selain itu pada ovarium, dapat terbentuk apoptosis yang
patologis dalam sel granulosa folikel ovarium. Banyaknya apoptosis yang
patologis dalam sel granulosaa folikel ovarium pada penderitaa aaendometriosis
menurunkan kesuburan ovarium yang berakhir dengan infertilitas (Oepomo,
2012).
Pada pemeriksaan fisik , hasil dari pemeriksaan palpasi abdomen teraba
supel, nyeri tekan (+) di inguinal sinistra, teraba massa kistik ukuran 1 jari di
bawah umbilikus dengan batas kanan Linea Medio klavicularis dektra hingga
linea medio clavicularis sinistra, batas bawah kesan masuk panggul , massa
terfiksir, tinggi fundus uteri tidak teraba, bising usus (+). Hasil pemeriksaan
vagina toucher adalah vulva uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal,
portio licin, OUE tertutup, A/P kanan kiri dalam batas normal, corpus uterus
sebesar telur ayam, kesan menyatu dengan massa, nyeri adneksa kiri (+), darah
(+), discharge (-).
Endometrioma secara klinis bisa dikenali dengan perabaan pada palpasi
bila massa berukuran besar atau hanya muncul sebagai nyeri pelvis kronik dan
nyeri abdomen.
Pemeriksaan abdominal dan bimanual tak dapat menemukan adanya lesi
yang kecil. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan bimanual saat atau
beberapa saat sesudah menstruasi agar dapat menemukan lesi pada cavum
douglassi yang umumnya membesar saat menstruasi.
Kista besar yang melekat erat sering ditemukan dengan mudah pada
pemeriksaan bimanual.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah dengan USG dan
Laparoskopi sebagai gold standar dasar diagnosis dari Endometriosis. USG hanya
dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis (kista endometrium) >1cm,
tidak dapat digunakan untuk melihat bintik-bintik maupun perlengketan
endometriosis (Sarwono, 2011).Ultrasonografi transvagina biasanya digunakan
untuk mendeteksi endometrioma ovarium, tetapi tidak dapat digunakan untuk

57

pencitraan adhesi pelvik atau superficial peritoneal foci dari penyakit


(Djuwantono, 2008). Hasil Ultrasonografi transvaginal pada pasien ini adalah
tampak vesica urinaria terisi cukup. Tampak uterus ukuran 7,5x4x9 cm. Tampak
lesi hipoechoic sebagian hyperechoic multilobulare papiloform ukuran 11 x 10 cm
dari adnexa kiri. Tak tampak cairan bebas intraabdomen. Laparoskopi merupakan
alat diagnostik baku emas untuk diagnosis endometriosis. Lesi aktif yang baru
bewarna merah terang, sedangkan lesi aktif yang sudah lama berwarna merah
kehitaman. Lesi non aktif bewarna putih dengan jaringan parut. Biasanya isinya
bewarna coklat yang disebut dengan kista coklat (Sarwono, 2011).
Pengobatan endometriosis sulit mengalami penyembuhan karena adanya
risiko kekambuhan. Tujuan endometriosis lebih disebabkan oleh akibat
endometriosis itu, seperti nyeri panggul dan infertilitas. Penanganan dapat berupa
penanganan simptomatik, penanganan pembedahan radikal, dan penanganan
pembedahan simptomatik. Untuk simptomatiknya pasien telah diberikan anti
nyeri berupa ketorolac injeksi. Selain itu pasien juga diusulkan kistektomi pro
laparotomi dan juga pada pasien ini direncanakan dilakukan histerektomi.
Setelah dilakukan operasi didapatkan hasil TOA (tubo ovarii abses).
Perbedaan diagnosis ini bisa disebabkan karena kesalahan dalam anamnesis dan
pemeriksaan penunjang yang bersifat subyektif. Pada pasien nyeri yang
dikeluhkan pada perut bagian bawah bisa merupakan gejala yang paling dapat
dipercaya dari infeksi pelvis akut. Pada kasus ini pasien mengeluhkan nyeri pada
perut bagian kiri bawah yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan diremas. Nyeri dirasakan terus menerus dan
semakin lama semakin tidak tertahankan, dirasakan berkurang bila berbaring dan
bertambah parah bila tertekan. Pada mulanya nyeri unilateral, bilateral, atau
suprapubik dan sering berkembang sewaktu atau segera setelah suatu periode
menstruasi. Keparahan meningkat secara bertahap setelah beberapa jam atau
beberapa hari, rasa nyeri cenderung menetap dan semakin berat dengan adanya
pergerakan sehingga pasien juga mengeluhkan nyeri saat menstruasi dan saat
koitus.
Pada pasien juga ditemukan leukositosis. Nilai leukosit sebesar 21000.
Adanya gejala penyerta seperti demam memang lazim ditemukan pada infeksi
pelvis akut. Penyakit ini dapat menyerang rahim, saluran tuba, dan organ

58

reproduksi lainnya yang menyebabkan gejala nyeri perut bagian bawah. Suhu
tubuh yang tinggi merupakan tanda dari adanya inflamasi yang diakibatkan
infeksi. Penyakit ini dapat merusak saluran tuba dan jaringan di dekat uterus dan
ovarium. Komplikasi yang dapat ditimbulkan semisal kemandulan, kehamilan
ektopik, pembentukan abses, dan nyeri panggul kronis.
Bakteri penyebab infeksi dapat menyerang tuba fallopi, menyebabkan
jaringan normal berubah menjadi jaringan parut sehingga dapat mengganggu
pergerakan normal telur ke dalam rahim. Jika saluran tuba tertutup oleh jaringan
parut, sperma tidak dapat membuahi ovum. Apabila tuba hanya mengalami rusak
ringan dapat mengakibatkan telur yang telah dibuahi tetap berada di tuba fallopi.
Jika telur ini mulai tumbuh dalam tuba fallopi seolah-olah berada di dalam rahim
dan hal itu disebut kehamilan ektopik. Jaringan parut di saluran tuba dan struktur
panggul lainnyajuga dapat menyebabkan nyeri panggul kronis.
Penyakit ini sulit untuk di diagnosis karena gejalanya yang ringan dan
halus. Banyak episode penyakit ini yang tidak terdeteksi karena wanita atau
penyedia layanan kesehatan gagal untuk mengenali implikasi dari gejala-gejala
ringan atau spesifik. Karena tidak adanya tes yang tepat, diagnose biasanya
berdasarkan temuan klinis. Jika ada gejala seperti nyeri perut bagian bawah,
penyedia layanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan fisik untuk
menentukan sifat dan lokasi rasa sakit dan memeriksa demam. Pemeriksaan fisik
harus dilakukan secara cermat untuk membantu membedakan diantara beberapa
keadaan menurut gejala klinisnya. Dilakukan pemeriksaan pelvis yang cermat dan
hati-hati termasuk pemeriksaan bimanual rektal dan vaginal. Apabila dalam
pemeriksaan tersebut ditemukan adanya suatu massa atau penebalan adnexa maka
perlu dikonfirmasikan melalui pemeriksaan ultrasonografi. Pada pemeriksaan
USG pada pasien ini tidak ditemui tanda khas adanya TOA. Hal ini dapat
diakibatkan karena penilaian dari USG yang bersifat subyektif sehingga pada
pasien ini terjadi perbedaan diagnosis antara sebelum dan sesudah operasi.

59

DAFTAR PUSTAKA

Baziad, Ali. 1999. Endometriosis; Ilmu Kandungan, edisi kedua. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Bulun SE. 2009. Endometriosis. N Engl J Med. 15;360(3):268-79.
Danudja, Tedja. 2012. Endometriosis: Patogenesis, Dampak pada Kualitas Hidup
dan Penanggulangan. Surakarta: UNS Press.
de Ziegler D, Borghese B, Chapron C. (2010). Endometriosis and infertility:
pathophysiology and management. Lancet.28;376(9742):730-8
Djuwantono, Tono. 2008. Diagnosis Endometriosis Dalam Praktik. Bandung: FK
UNPAD.
Falcone T, Lebovic DI. Clinical Management of Endometriosis. ObstetGynecol
(2011) 118(3):691-705.
Liu, Xishi, Yuan, Lei, Shen, Fanghuahu, Zhilin, Jiang, Hongyuan, Guo, Sun-Wei.
2007. Patterns of and Risk Factors for Recurrence in Women With
Ovarian Endometriomas. Obstetrics & Gynecology 8: pp 1411-1420
Manuaba, IBG. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetric, Ginelologi
dan KB. Jakarta: EGC
PNPK (Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran). Nyeri Endometriosis. POGI
(Pekumpulan Obstetric dan Ginekologi Indonesia).

60

Prawiroharjo S (2008). Buku Ajar Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Ilmu


Kebidanan Sarwono.
Sarwono P. 2011. Endometriosis. Ilmu Kandungan.Ed 3. Jakarta: PT Bina Pustaka
Prawirohardjo.
Speroff L, Glass RH, Kase N. 1994. Clinical Gynecologic Endocrinology and
Fertility. USA: William & Wilkins.

61

You might also like