Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Syifa Nurul A
G99141055
Surya Dewi P
G99141058
Pritami
G99141112
Silva Medika P
G99141113
Engine Rabindra A
G99141120
Pembimbing :
DR. Dr. Abkar Raden, SpOG(K)
BAB I
PENDAHULUAN
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita
oleh perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma
endometrium di luar letaknya yang normal. Endometriosis yang terletak pada
ovarium disebut juga dengan endometrioma atau kista coklat. Hal ini disebabkan
karena bentuknya yang kistik dan berisi cairan berwarna coklat kehitaman.
Prevalensi endometriosis tanpa gejala didapat sekitar 4% pada wanita yang
pernah
menjalani
operasi
sterilisasi.
Kebanyakan
perkiraan
prevalensi
endometeriosis berkisar antara 5% - 20% pada para wanita penderita nyeri pelvik,
dan antara 20% - 40% pada wanita subfertil. Prevalensi umum berkisar antara 3%
- 10%, terutama pada wanita dalam usia reproduktif. Usia rata-rata wanita yang
menjalani diagnosis bervariasi antara 25 30 tahun. Berbagai gejala seperti rasa
nyeri, gangguan haid, dispareunia, hingga infertilitas dapat timbul pada
wanita dengan endometriosis. Namun, ada juga wanita dengan endometriosis
yang tidak memiliki keluhan apapun.
Berbagai teori mencoba menjelaskan patologi dari endometriosis sejak
endometriosis pertama kali diperkenalkan pada tahun 1860 olen Van Rokitansky.
Endometriosis dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti menstruasi retrograde,
penyebaran limfatik metaplasia coelomik, defek imuno-genetik, lingkungan, dan
penyebaran anatomik. Kista endometriosis (endometrioma) biasanya terjadi di
dalam ovarium sebagai akibat dari perdarahan intra ovarium berulang.
BAB II
2
TINJAUAN PUSTAKA
1.
ENDOMETRIOSIS
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita
oleh perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma
endometrium di luar letaknya yang normal. Endometriosis merupakan penyakit
yang pertumbuhannya tergantung pada hormon estrogen. Apabila jaringan
endometrium terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, sedangkan bila
ditemukan di rongga pelvik, ovarium, kavum Douglasi, bahkan dapat sampai di
luar rongga panggul disebut endometriosis eksterna (Sarwono, 2011).
Endometriosis eksterna adalah jaringan endometrium di luar cavum uteri
dan diluar miometrium, berhubungan dengan siklus haid, jinak, serta dapat
menyerbu ke organ lain dan bersifat progresif (Danudja, 2012).
Menurut urutan yang tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat
sebagai berikut: 1) ovarium; 2) peritoneum dan ligamentum sakrouterinum,
kavum douglassi; dinding belakang uterus, tuba falopii, plika vesikouterina,
ligamentum rotundum dan sigmoid; 3) septum rektovaginal; 4) kanalis inguinalis;
5) apendiks; 6) umbilkus; 7) serviks uteri, vagina, kandung kencing, vulva,
perineum; 8) parut laparotomi; 9) kelenjar limfe; dan 10) walaupun sangat jarang,
endometriosis dapat ditemukan di lengan, paha, pleura, dan perikardium
(Sarwono, 2011).
Endometriosis yang terletak pada ovarium disebut juga dengan
endometrioma atau kista coklat. Hal ini disebabkan karena bentuknya yang kistik
dan berisi cairan berwarna coklat kehitaman.
A.
Prevalensi
Endometriosis terdapat pada 6-10% wanita usia reproduksi di amerika,
sedangkan insidensi pasti endometriosis di Indonesia belum diketahui. Hal ini
disebabkan karena untuk membuat diagnosa diperlukan tindakan operatif
sehingga angka kejadian saat ini hanya mencerminkan endometriosis pada
populasi tertentu yaitu wanita yang menjalani operasi bukan hasil populasi
wanita keseluruhannya. Meski demikian, prevalensi kasus endometriosis yang
tercatat pada tahun-tahun terakhir nampak meningkat. (Baziad, 1999).
3
Patogenesis
Van
Rokitansky
merupakan
orang
pertama
yang
merinci
dan
Lesi pada ovarium lebih mendekati teori metaplasia, sedangkan lesi pada
rectovaginalis lebih mungkin berasal dari mesodermal Mullery (Danudja, 2012).
Kista endometriosis (endometrioma) biasanya terjadi di dalam ovarium
sebagai akibat dari perdarahan intra ovarium berulang. Lebih dari 90%
endometrioma adalah pseudokista yang terbentuk akibat invaginasi korteks
ovarium, yang kemudian tertutup oleh pembentukan jaringan adhesi.
Endometrioma dapat sepenuhnya menggantikan jaringan ovarium normal.
Dinding kista umumnya tebal dan fibrotik dan biasanya memiliki perlekatan
fibrotik dan adanya area dengan perubahan warna. Di dalam kista umumnya
terdapat cairan kental, berwarna gelap, berisi produk darah yang sudah
berdegenerasi dimana penampilan ini menyebabkan kista endometriosis atau
endometrioma ini sering disebut kista coklat (Danudja, 2012).
Kista endometriosis tidak selalu akan muncul pada setiap orang.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan timbulnya kista endometriosis
antaralain adalah usia reproduktif (24-40 tahun), adanya riwayat keluarga
dengan endometriosis, nulipara, dan memiliki siklus mentruasi yang lebih
pendek, periode yang lebih banyak, lebih lama, atau menarche pendek (de
Ziegler et al, 2010).
C.
Klasifikasi
Sistem klasifikasi untuk endometriosis pertama kali dibuat oleh
American Fertility Society (AFS) pada tahun 1979, yang kemudian berubah
nama menjadi ASRM pada tahun 1996, klasifikasi ini kemudian direvisi oleh
AFS tahun 1985
Pada tahun 1996, dalam usaha untuk menemukan hubungan lebih lanjut
penemuan secara operasi dengan keluaran klinis, ASRM lalu merevisi sistem
klasifikasinya, yang dikenal dengan sistem skoring revised-AFS (r-AFS).
Dalam sistem ini dibagi menjadi empat derajat keparahan, yakni:
Stadium I (minimal) : 1-5
Stadium II (ringan)
: 6-15
: >40
6
(PNPK POGI)
(PNPK POGI)
D.
peritoneum
dari
penderita
endometriosis.
Pada
penderita
Pemeriksaan Fisik
Diagnosis endometriosis yang hanya didasarkan pada gejala-gejala yang
muncul dapat menjadi sulit, sebab tampilannya sangat bervariasi dan mungkin
tumpang tindih dengan kondisi lain seperti sindrom usus teriritasi (irritable
bowel syndrome) dan penyakit radang pelvik. Sebagai hasilnya, seringkali
terdapat
10
pada dugaan penyakit dan seringkali menjadi satu-satunya gejala fisik yang
ditemui. Uji fisik mempunyai sensitivitas diagnosis terbesar saat dilakukan
selama menstruasi, padahal uji normal biasa tidak berhasil menentukan
diagnosis. Secara umum, uji fisik mempunyai sensitivitas, spesifisitas, dan
nilai prediktif yang relatif lebih rendah daripada diagnosis endometriosis
dengan standar emas operasi (Djuwantono, 2008).
Endometrioma secara klinis bisa dikenali dengan perabaan pada palpasi
bila massa berukuran besar atau hanya muncul sebagai nyeri pelvis kronik dan
nyeri abdomen.
a. Pemeriksaan abdominal dan bimanual tak dapat menemukan adanya lesi
yang kecil. Disarankan untuk melakukan pemeriksaan bimanual saat atau
beberapa saat sesudah menstruasi agar dapat menemukan lesi pada cavum
douglassi yang umumnya membesar saat menstruasi.
b. Kista besar yang melekat erat sering ditemukan dengan mudah pada
pemeriksaan bimanual.
F.
Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis
(kista endometrium) >1cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintikbintik
maupun
Ultrasonografi
perlengketan
transvagina
endometriosis
biasanya
(Sarwono,
digunakan
untuk
2011).
mendeteksi
gejala
ditemukan,
ultrasound
transvagina
diketahui
11
sistik
lainnya
yang
mungkin
berpenampilan
sama
(Djuwantono, 2008).
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI tidak menawarkan pemeriksaan yang lebih superior
dibandingkan dengan USG. MRI dapat digunakan untuk melihat kista,
massa ekstraperitoneal, adanya invasi ke usus dan septum rektovagina
(Sarwono, 2011).
Seperti ultrasonografi transvagina, magnetic resonance imaging
(MRI) mungkin berguna bagi deteksi dan diferensiasi endometrioma
ovarium dari massa ovarium sistik lain, tetapi tidak dapat diterapkan bagi
pencitraan lesi kecil peritoneum (Djuwantono, 2008).
Untuk deteksi penyakit yang terdokumentasi oleh histopatologi,
MRI mempunyai sensitivitas mendekati 70% dan spesifisitas mendekati
75%. Kelebihan utama dari MRI terhadap ultrasonografi adalah
kemampuannya untuk membedakan hemorrhage akut dan produk-produk
darah terdegenerasi. Ketika endometrioma biasanya menunjukkan
intensitas sinyal tinggi yang relatif homogen pada citra T1-weighted dan
sebuah sinyal dengan hipointensitas pada citra T2-weighted (shading),
hemorrhage akut umumnya mempunyai intensitas sinyal rendah pada citra
T1- maupun T2-weighted. Akan tetapi, sebuah interval pendek dari
observasi
yang
dilakukan
selama
kista
hemorrhagic
mengalami
12
serum
juga
berguna
untuk
membedakan
terhadap
endometriosis
dengan
pemberian
pil
13
memungkinkan
efek
antiendometriosis
dengan
juga
efektif
terhadap
penanganan
rasa
nyeri
pada
endometriosis.
Pengobatan dengan suntikan progesteron seperti depot suntikan
KB dapat membantu mengurangi gejala nyeri dan pendarahan. Efek
samping progestin adalah peningkatan berat badan, perdarahan lecut, dan
nausea.
Strategi pengobatan lain meliputi didrogesteron (20-30 mg perhari baik itu
terus menerus maupun pada hari ke 5-25) dan lynestrenol 10 mg per hari.
Efek samping progestin meliputi nausea, bertambahnya berat badan,
depresi, nyeri payudara, dan pendarahan lecut (Sarwono, 2011).
Danazol
Danazol menyebabkan level androgen dalam jumlah yang tinggi
dan
estrogen
dalam
jumlah
yang
rendah
sehingga
menekan
14
termasuk
antigonadotropik.
Gestrinon
androgenik,
berkerja
antiprogestagenik,
sentral
dan
perifer
dan
untuk
15
semua
sarang
hormon
reproduksi,
menginat
endometriosis
ini
16
17
Pembedahan
yang
dianjurkan
untuk
pasien-pasien
dengan
endometriosis adalah:
1. Laparoskopi, merupakan gold standard dan prosedur operasi yang paling
sering dilakukan. Dengan laparoskopi, pemulihan pasien dapat lebih cepat
2. Laparotomi, tindakan ini lebih invasive yaitu dengan melakukan insisi
yang luas pada linea mediana. Laparotomi jarang dilakukan pada pasien,
kecuali pada endometriosis yang berat(Falcone et al, 2011).
Walaupun dengan tindakan operasi yang berhasil, endometriosis dapat
kambuh kembali dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun (Bulun, 2009).
Menurut penelitian Liu et al (2007), penderita endometrioma yang telah
menjalani tindakan pembedahan dapat mengalami endometrioma ulang. Faktor
predisposisi terjadinya kekambuhan pada penderita endometrioma yaitu
apabila pasien berusia muda dan pernah menjalani terapi endometriosis
sebelumnya (Liu et al, 2007).
2. INFERTIL
Fertilitas ialah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan
melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilkannya. Disebut
infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walalupun bersanggama dan
dihadapkan kepada kemunginan kehamailan selama 12 bulan. Disebut
infertilitas sekunder kalalu istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak
terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan (Prawiroharjo, 2008).
Pemeriksaan masalah-masalah infertilitas:
1. Masalah air mani
Air mani ditampung dengan jalan masturbasi langsung ke dalam
botol gelas bersih yang bermulut lebar, setelah abstinensi 3-5 hari. Air
mani yang diejakulasikan dalam bentuk cair akan segera menjadi agar,
untuk kemudian melikuefaksi lagi dalam 5-20 menit menjadi cairan yang
agak pekat guna menungkinan spermatozoa bergerak dengan leluas.
Kemudian ejakulat akan menjadi cairan homogen yang agak pekat, yang
18
dapat
BAB III
19
STATUS PENDERITA
A.
ANAMNESIS
Tanggal 9 April 2015 jam 08.00 WIB
1. Identitas Penderita
Nama
: Ny. K
Umur
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
BB
: 65 kg
TB
: 162 cm
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
: Sidoharjo, Wonogiri
Status Perkawinan
: Kawin
Agama
: Islam
Tanggal Masuk
: 9 April 2014
No RM
: 01 26 59 XX
2. Keluhan Utama
Pasien datang sendiri ke Poli Kandungan RSUD dr. Moewardi dengan
keluhan nyeri di perut sejak 2 minggu yang lalu
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang P3A0 40 tahun datang sendiri dengan keluhan nyeri pada
perut bagian kiri bawah yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan diremas. Nyeri dirasakan
terus menerus dan semakin lama semakin tidak tertahankan, dirasakan
berkurang bila berbaring dan bertambah parah bila tertekan. Pasien
menyatakan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pernah berobat ke poli
Obsgyn RSDM dengan diagnosis kistoma ovarii dengan leukositosis
(16,3), kemudian dirawat jalan dan diberi obat. Pasien mengeluh nyeri
saat haid dan pernah merasa nyeri saat berhubungan.
20
Riwayat hipertensi
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
Riwayat asma
: Disangkal
Riwayat keputihan
Riwayat operasi
: Disangkal
: Disangkal
: 1 tahun yang lalu a.i kista
ovarii
5. Riwayat Haid
Menarche
: 14 tahun
Lama menstruasi
: 6 hari
Siklus menstruasi
: 28 hari
6. Riwayat Obstetri
Infertil sekunder selama 9 tahun
7. Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali, lama 17 tahun dengan suami sekarang
21
8. Riwayat KB
Riwayat KB suntik selama 1 bulan
B.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Interna
a. Keadaan Umum : Baik, Compos Mentis, Gizi kesan cukup
b. Tanda Vital
Tensi
: 100/70 mmHg
Nadi
: 100 x / menit
Suhu
Skor Nyeri: 8
c. Kepala
: Mesocephal
d. Mata
e. THT
f. Leher
g. Thorax
1) Cor
:
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
2) Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Sonor/Sonor
Auskultasi
wheezing (-)
h. Abdomen:
Inspeksi
22
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
i. Genital :
Inspekulo
VT
j. Ekstremitas
:
Oedema
-
C.
Akral dingin
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium Darah tanggal 26 April 2015
Hemoglobin
: 12,0 gr/dl
Hematokrit
: 37 %
Hitung Eritrosit
: 4,18 x 106/uL
Hitung Leukosit
: 18,4 x 103/uL
23
Hitung Trombosit
: 541 x 103/uL
GDS
: 181 mg/dl
Albumin
: 3,3 g/dl
Kreatinin
: 0,5 mg/dl
Na
: 132 mmol/ L
:4,0 mmol/ L
Cl
: 106 mmol/ L
HbsAg
: Nonreaktif
Test Kehamilan
: negative
CA 125
: 18 U/ml
HbsAg
: non reaktif
24
25
27
28
Foto Thorax PA
6. Laporan Operasi (27 April 2015)
Laporan Operasi: TAH dan BSO
peritoneum parietale
Peritoneum parietale dibuka, dilakukan identifikasi dan eksplorasi
Tampak perlengketan hebat antara omentum, colon rectosigmoid dengan
PA dan kultur.
Ditegakkan diagnosis TOA bilateral dan dilakukan TAH dan BSO, kirim
PA
Dilakukan pencucian dengan NaCl dan kontrol perdarahan
Konsul dengan bedah digest,bedah digest menyatakan tidak ada keperluan
29
SIMPULAN
Seorang P3A0 40 tahun datang sendiri dengan keluhan nyeri pada perut
bagian kiri bawah yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan diremas. Nyeri dirasakan terus menerus dan
semakin lama semakin tidak tertahankan, dirasakan berkurang bila berbaring dan
bertambah parah bila tertekan. Pasien menyatakan 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit pernah berobat ke poli Obsgyn RSDM dengan diagnosis kistoma
ovarii dengan leukositosis (16,3), kemudian dirawat jalan dan diberi obat. Pasien
mengeluh nyeri saat haid dan pernah merasa nyeri saat berhubungan. Pasien
mengeluh ada benjolan sejak 1 tahun yang lalu, sebelumnya pernah dioperasi di
wonogiri ( 1 tahun yang lalu) dengan post Laparotomi eksplorasi buka tutup atas
indikasi kistoma ovarii suspek malignancy. Riwayat mens teratur 1 kali sebulan,
sehari 2-3 kali ganti pembalut. Penurunan berat badan 6 kg selama 1 tahun.
Demam (-), riwayat keputihan (-),mual (-), muntah (-), Pasien tidak mengalami
keluhan BAB/BAK, serta flatus.Hasil inspekulo vulva uretra menyatakan vulva
uretra tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, ostium uterina
eksterna tertutup, darah (+).Hasil vaginal toucher didapatkan vulva uretra tenang,
dinding vagina dalam batas normal, portio licin, OUE tertutup, A/P kanan kiri
dalam batas normal, corpus uterus sebesar telur ayam, kesan menyatu dengan
massa, nyeri adneksa kiri (+), darah (+), discharge (-). Hasil laboratorium darah
menyatakan
adanya
leukositosis,
hiperglikemia,
hipoalbuminemia,
serta
hiponatremia ringan. Hasil Foto polos BNO abnomen 3 posisi menyatakan adanya
Ascites serta Centinel loop (+) di hipocondrium kanan menyokong gambaran
kolik abdomen. Hasil Colon in loop menyatakan kesan penyempitan menetap
simetris kanan dan kiri pada region colon sigmoid kemungkinan penekanan massa
intralumen. Hasil pemeriksaan USG abdomen mempertanyakan adanya Kista
ovarium residif, Ascites minimal, Multipel limfadenopati inguinal bilateral,
sedangkan Hepar, lien, GB, Pankreas, kedua ginjal, bladder, uterus tak tampak
30
kelainan. Hasil pemeriksaan thorax menyatakan adanya kesan efusi pleura. Pada
kasus ini awalnya terjadi misdiagnosis yaitu dengan ditegakkan diagnosis kista
coklat bilateral, kemudian durante op yang ditemukan adalah adanya tubo ovarial
abses.
E.
DIAGNOSIS AWAL
Kistoma ovarii suspek malignancy +abdominal pain+ Riwayat laparotomi
+leukositosis (16,3)
F.
PROGNOSIS
Dubia ad malam
G.
TERAPI
1. Mondok bangsal
2. Inj Ketorolac 1 amp/12 jam
3. Inj Ceftriaxone 2 gr/24jam
4. Observasi dan evaluasi nyeri klinis di bangsal
5. Usul kistektomi + Frozen section
6. KIE
H.
FOLLOW UP
Evaluasi 9 April 2015 22.30wib
S
: BNO jadi
O : KU
VS
Mata
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 88 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
31
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen :asites, NT (-), BU (+), TFU tidak teraba, tampak centinel loop, di
hipokondria kanan, kolik
Genital: darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A
:
1. Terapi lanjut
2. Obs nyeri dan tanda-tanda akut abdomen
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 110/70 mmg
RR
: 19 x/menit
HR
: 86 x/menit
: 36,80C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (+), BU (), TFU tidak teraba, teraba massa kistik di region
supra pubik dan inguinal sinistra dengan ukuran 1 jari bawah pusat kanan
kiri linea mid clavicularis dekstra sampai linea mid clavicularis sinistra,
batas bawah kesan masuk panggul, terfiksir
Genital : darah (+), discharge (-)
32
leukositosis (16,3)
P
:
1.
2.
3.
4.
Observasi nyeri
Usul pemeriksaan staff bangsal
Konsul divisi onkologi
Usul kistektomi + frozen sectionpersiapan op
: nyeri (+)
O : KU
VS
: 110/70 mmg
RR
: 19 x/menit
33
Mata
HR
: 86 x/menit
: 36,50C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
:
1.
2.
3.
4.
34
P3A0 40 tahun
I.
Laki-laki 15 tahun spontan
II.
Laki-laki 11 tahun spontan
III.
Perempuan 9 tahun spontan
Seorang P3 A0 40 tahun datang sendiri dengan keluhan nyeri perut bawah,
nyeri seperti ditusuk-tusuk. Pasien sebelumnya pernah berobat ke rsdm poli
kandungan dengan diagnosis kistoma ovarii curiga malignansi dengan
leukositosis. Pasien rawat jalan dan diberi obat. Amenore (+), dispareuni (+),
keputihan (+), pasien mengeluh terasa benjolan kurang lebih 1 tahun yang lalu,
nyeri ulu hati (+), riwayat dipijat (-). Pasien pernah op di RSUD wonogiri
kurang lebih 1 tahun yang lalu atas indikasi kistoma ovarii suspek malignansi
(buka tutup). Setelah operasi sudah tidak nyeri, 3 minggu ini nyeri dan tidak
pernah diberikan obat atau injeksi hormonal. Riwayat menstruasi teratur 1x/
bulan, 6-7 hari, 2-3x ganti pembalut/ hari.
RPD ; DM,hipertensi, alergi, asma : disangkal
Tahun 2014 laparotomi eksplorasi atas indikasi kista ovarii
S
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 110/70 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 86 x/menit
: 36,50C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (+) di supra pubik, NT (+) di regional sinistra, teraba massa
kistik dengan ukuran 1 jari bawah pusat bataskanan kiri linea mid
35
: Kista coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
P
:
1.
2.
3.
Pro laparotomy
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 88 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
36
:
1.
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 110/70 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 88 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari di bawah pusar batas kanan
kiri LMSC-LMSD , bawah kesan masuk pinggul, terfiksir, TFU tidak
teraba.
Genital : darah (+), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A
37
1.
Konsul
div
fertilitas
dan
endokrinologi
2.
Usul
kistektomi
prolaparotomi
3.
4.
5.
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/70 mmg
RR
: 22 x/menit
HR
: 92 x/menit
: 36,80C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari di bawah pusar batas kanan
kiri LMSC-LMSD , bawah kesan masuk panggul, terfiksir, TFU tidak
teraba.
Genital : darah (+), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A
:
1.
2.
3.
4.
Histerektomi prolaparatomi
Pro colon in loop (13-4-15)
Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
38
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/70 mmg
RR
: 22 x/menit
HR
: 92 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (+), teraba massa kistik 1 jari di bawah pusar batas kanan
kiri LMSC-LMSD , bawah kesan masuk panggul, terfiksir, TFU tidak
teraba.
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A
:
1.
2.
3.
4.
5.
: klinik nyeri
Paracetamol 3x1
Alprazolam 0-0-1
39
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/70 mmg
RR
: 22 x/menit
HR
: 92 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
:
1.
2.
3.
4.
5.
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: 120/70 mmg
RR
: 22 x/menit
HR
: 92 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
40
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (+), teraba massa ksistik yang abnormal pada batas kanan
kiri LMSC-LMSD , kesan masuk panggul, terfiksir, TFU tidak teraba.
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A
:
1.
2.
3.
4.
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 130/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 88 x/menit
: 36,50C
VAS
:6
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
41
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
P
:
1.
2.
3.
4.
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 130/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 80 x/menit
: 36,50C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
42
:
1. Injeksi ampicillin 1g/8 jam
2. Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
3. Jawaban bedah digest (-)
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 80 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
P
:
1.
2.
3.
4.
5.
Prohisterektomi
Injeksi ampicillin 1g/8 jam
Injeksi ketorolac 1 amp/ 8 jam
Jawaban bedah digest (-)
Lapor dr Asih Sp.OG 14.00 wib advice lapor ulang dr Laqif Sp.OG
perlu pemeriksaan MSCT dulu atau langsung dilakukan tindakan operasi.
a. Saran bangsal : persiapan operasi hari selasa, lapor ulang ke divisi
FER karena length of stay pasien terlalu lama.
b. Tidak perlu MSCT
43
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 80 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
P
:
1.
2.
3.
4.
: nyeri (+)
O : KU
VS
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 80 x/menit
44
Mata
: 36,70C
VAS
:4
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
P
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Terapi nyeri
: paracetamol 3x1
Codein 2x 1
Alprazolam 12 mg 0-0-1
45
: nyeri (+)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 80 x/menit
: 36,70C
VAS
:4
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
P
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
: nyeri berkurang
O : KU
VS
: 120/80 mmg
46
Mata
RR
: 20 x/menit
HR
: 80 x/menit
: 36,70C
VAS
:4
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
tutup)
P
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
: nyeri (-)
O : KU
VS
Mata
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 80 x/menit
: 36,70C
: CA (-/-), SI (-/-)
Leher
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
: nyeri (-)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 110/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 82 x/menit
: 36,50C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
48
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
:
1.
2.
3.
4.
5.
: nyeri (-)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 84 x/menit
: 36,10C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
49
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
: nyeri (-)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 84 x/menit
: 36,50C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
50
1.
2.
3.
4.
5.
: nyeri (-)
O : KU
VS
Mata
: TD
: 120/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 84 x/menit
: 36,50C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
: Kistoma coklat bilateral dengan riwayat laparotomy 1 tahun yang lalu (buka
:
1. Prohisterektomi + join operasi dengan bedah digest (senin 27/4/15)
2. Lapor bedah digest (+)
3. Persiapan operasi (+)
51
O : KU
VS
Mata
: TD
: 110/80 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 84 x/menit
: 36,60C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (-), tampak luka post op tertutup perban, tampak drain
intraabdomen dengan drain (+) hemoragik 100cc, BU (+)
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A
:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
jam
Injeksi as. Mefenamat 1amp/8 jam
Miring kanan kiri
Diet TKTP
SF 2x1
O : KU
VS
Mata
: TD
: 100/70 mmg
RR
: 20 x/menit
HR
: 84 x/menit
: 36,60C
: CA (-/-), SI (-/-)
Pulmo
Cor
: I : IC tidak tampak
P : IC tidak meningkat
P : Batas jantung kesan tidak melebar
A : BJ I-II normal reguler, bising (-)
Abdomen: supel, NT (-), tampak luka post op tertutup perban, tampak drain
intraabdomen, drain (+) hemoragik 100cc, BU (+)
Genital : darah (-), discharge (-)
Ekstremitas : Oedem (-), akral dingin (-)
A
: Post TAH dan BSO a/i TOA bilateral DPH II dengan riwayat laparotomy 1
:
1. Injeksi levofloxacin 500 mg/24 jam
2. Injeksi metronidazole 500mg/8 jam
3. Injeksi gentamicyn 80 mg/ 12 jam
4. Injeksi tramadol 1amp/ 12 jam
5. Injeksi as. Mefenamat 1amp/8 jam
6. Miring kanan kiri
7. Diet TKTP
8. SF 2x1
9. Usul cek DR 3, jika AL<20.000 BLPL
10. Usul observasi produk drain 24 jam, jika produk tetap aff DC
53
I.
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Golongan Darah
Hemostatis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
GDS
SGOT
Hasil
18/04
21/0
4
10,4
31
21,1
460
3,62
12,0
37
18,4
541
4.18
AB
14
25,8
1.150
181
20
54
SGPT
Albumin
Creatinine
Ureum
Elektrolit
Na darah
K darah
Cl darah
Lain-Lain
HbsAg
Tes Kehamilan
Tumor Marker
(Ca 125)
3,3
133
3,7
103
20
3,3
0,5
25
132
4
106
nonreaktif
negatif
negatif
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini pasien mengeluhkan nyeri pada perut bagian kiri bawah
yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seperti ditusuktusuk dan diremas. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin
tidak tertahankan, dirasakan berkurang bila berbaring dan bertambah parah bila
tertekan. Pasien mengeluh nyeri saat haid dan pernah merasa nyeri saat
berhubungan. Nyeri perut saat menstruasi dan saat berhubungan merupakan gejala
gejala dari endometriosis. Gejala-gejala yang merupakan trias endometriosis
adalah adanya dismenorea, dispareunia, dan infertilitas (Manuaba, 2001). Nyeri
haid (dismenorea) yang terjadi disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi
sitokin dalam rongga peritoneum, akibat pendarahan lokal pada sarang
endometriosis dan oleh adanya infiltrasi endometriosis ke dalam syaraf pada
rongga panggul (Sarwono, 2011). Nyeri saat berhubungan (dispareunia) paling
sering timbul terutama bila endometriosis sudah tumbuh di sekitar Kavum
Douglassi dan ligamentum sakrouterina dan terjadi perlengketan sehingga uterus
55
dalam posisi retrofleksi (Sarwono, 2011). Selain itu, akibat adanya perlengketan
lama-lama dapat mengakibatkan nyeri pelvik yang kronis. Rasa nyeri bisa
menyebar jauh ke dalam panggul, punggung, dan paha dan bahkan menjalar
sampai ke rektum dan diare. Dua pertiga perempuan dengan endometriosis
mengalami rasa nyeri intermenstrual (Sarwono, 2011).
Selain nyeri pasien juga mengeluhkan ada benjolan sejak 1 tahun yang
lalu, sebelumnya pernah dioperasi di wonogiri ( 1 tahun yang lalu) dengan post
Laparotomi eksplorasi buka tutup atas indikasi kistoma ovarii suspek malignancy.
Pasien menyatakan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pernah berobat ke poli
Obsgyn RSDM dengan diagnosis kistoma ovarii dengan leukositosis (16,3),
kemudian dirawat jalan dan diberi obat. Kista endometriosis (endometrioma)
biasanya terjadi di dalam ovarium sebagai akibat dari perdarahan intra ovarium
berulang. Lebih dari 90% endometrioma adalah pseudokista yang terbentuk akibat
invaginasi korteks ovarium, yang kemudian tertutup oleh pembentukan jaringan
adhesi. Endometrioma dapat sepenuhnya menggantikan jaringan ovarium normal.
Dinding kista umumnya tebal dan fibrotik dan biasanya memiliki perlekatan
fibrotik dan adanya area dengan perubahan warna. Di dalam kista umumnya
terdapat cairan kental, berwarna gelap, berisi produk darah yang sudah
berdegenerasi dimana penampilan ini menyebabkan kista endometriosis atau
endometrioma ini sering disebut kista coklat (Danudja, 2012).
Kista endometriosis tidak selalu akan muncul pada setiap orang.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan timbulnya kista endometriosis
antaralain adalah usia reproduktif (24-40 tahun), adanya riwayat keluarga dengan
endometriosis, nulipara, dan memiliki siklus mentruasi yang lebih pendek, periode
yang lebih banyak, lebih lama, atau menarche pendek (de Ziegler et al, 2010).
Pada pasien ini masih masuk dalam usia reproduktif yakni 40 tahun, menarche
pertama usia 14 tahun, siklus menstruasi pasien teratur yakni 28 hari, sekali
menstruasi 6 hari.
Riwayat Obstetri Pasien telah mengalami infertil sekunder selama 9
tahun. Infertilitas sekunder adalah pasangan suami istri telah atau memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah 1 tahun
berhubungan seksual sebanyak 2 3 kali per minggu tanpa menggunakan alat
atau metode kontrasepsi dalam bentuk apapun. Infertilitas merupakan salah satu
56
57
58
reproduksi lainnya yang menyebabkan gejala nyeri perut bagian bawah. Suhu
tubuh yang tinggi merupakan tanda dari adanya inflamasi yang diakibatkan
infeksi. Penyakit ini dapat merusak saluran tuba dan jaringan di dekat uterus dan
ovarium. Komplikasi yang dapat ditimbulkan semisal kemandulan, kehamilan
ektopik, pembentukan abses, dan nyeri panggul kronis.
Bakteri penyebab infeksi dapat menyerang tuba fallopi, menyebabkan
jaringan normal berubah menjadi jaringan parut sehingga dapat mengganggu
pergerakan normal telur ke dalam rahim. Jika saluran tuba tertutup oleh jaringan
parut, sperma tidak dapat membuahi ovum. Apabila tuba hanya mengalami rusak
ringan dapat mengakibatkan telur yang telah dibuahi tetap berada di tuba fallopi.
Jika telur ini mulai tumbuh dalam tuba fallopi seolah-olah berada di dalam rahim
dan hal itu disebut kehamilan ektopik. Jaringan parut di saluran tuba dan struktur
panggul lainnyajuga dapat menyebabkan nyeri panggul kronis.
Penyakit ini sulit untuk di diagnosis karena gejalanya yang ringan dan
halus. Banyak episode penyakit ini yang tidak terdeteksi karena wanita atau
penyedia layanan kesehatan gagal untuk mengenali implikasi dari gejala-gejala
ringan atau spesifik. Karena tidak adanya tes yang tepat, diagnose biasanya
berdasarkan temuan klinis. Jika ada gejala seperti nyeri perut bagian bawah,
penyedia layanan kesehatan harus melakukan pemeriksaan fisik untuk
menentukan sifat dan lokasi rasa sakit dan memeriksa demam. Pemeriksaan fisik
harus dilakukan secara cermat untuk membantu membedakan diantara beberapa
keadaan menurut gejala klinisnya. Dilakukan pemeriksaan pelvis yang cermat dan
hati-hati termasuk pemeriksaan bimanual rektal dan vaginal. Apabila dalam
pemeriksaan tersebut ditemukan adanya suatu massa atau penebalan adnexa maka
perlu dikonfirmasikan melalui pemeriksaan ultrasonografi. Pada pemeriksaan
USG pada pasien ini tidak ditemui tanda khas adanya TOA. Hal ini dapat
diakibatkan karena penilaian dari USG yang bersifat subyektif sehingga pada
pasien ini terjadi perbedaan diagnosis antara sebelum dan sesudah operasi.
59
DAFTAR PUSTAKA
Baziad, Ali. 1999. Endometriosis; Ilmu Kandungan, edisi kedua. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Bulun SE. 2009. Endometriosis. N Engl J Med. 15;360(3):268-79.
Danudja, Tedja. 2012. Endometriosis: Patogenesis, Dampak pada Kualitas Hidup
dan Penanggulangan. Surakarta: UNS Press.
de Ziegler D, Borghese B, Chapron C. (2010). Endometriosis and infertility:
pathophysiology and management. Lancet.28;376(9742):730-8
Djuwantono, Tono. 2008. Diagnosis Endometriosis Dalam Praktik. Bandung: FK
UNPAD.
Falcone T, Lebovic DI. Clinical Management of Endometriosis. ObstetGynecol
(2011) 118(3):691-705.
Liu, Xishi, Yuan, Lei, Shen, Fanghuahu, Zhilin, Jiang, Hongyuan, Guo, Sun-Wei.
2007. Patterns of and Risk Factors for Recurrence in Women With
Ovarian Endometriomas. Obstetrics & Gynecology 8: pp 1411-1420
Manuaba, IBG. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetric, Ginelologi
dan KB. Jakarta: EGC
PNPK (Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran). Nyeri Endometriosis. POGI
(Pekumpulan Obstetric dan Ginekologi Indonesia).
60
61