Professional Documents
Culture Documents
pelarut fosfat (BPF) diperoleh dari areal Kebun Percobaan IPB Cikabayan (Bogor,
Jawa Barat), Citeureup (Bogor, Jawa Barat), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan
Nusa Tenggara Timur (NTT).
22
4.2.
Isolat
Kode Asal
Warna
Ciri Koloni
Elevasi
Tepian
Bentuk
IP
1.
P 1.1
NTT
Putih
Timbul
Licin
Bundar dengan
tepian timbul
1.20
2.
P 1.2
NTT
Kuning
Timbul
Licin
Keriput
1.50
3.
P 1.3
NTT
Putih
Seperti
kawah
Licin
Bundar dengan
tepian timbul
1.10
4.
P 1.4
NTT
Putih
Timbul
Licin
Bundar
1.70
5.
P 1.5
NTT
Putih
Seperti
kawah
Licin
Bundar dengan
tepian timbul
1.08
6.
P 2.1
NTT
Putih
Timbul
Berombak
Kompleks
1.10
23
Isolat
Kode Asal
Warna
Ciri Koloni
Elevasi
Tepian
Bentuk
IP
7.
P 2.2
NTT
Putih kekuningan
Seperti
kawah
Licin
Bundar dengan
tepian timbul
1.09
8.
P 2.3
NTT
Putih
Seperti
kawah
Licin
Bundar dengan
tepian kerang
1.11
9.
P 2.4
NTT
Putih
Seperti
kawah
Berombak
Bundar dengan
tepian kerang
1.22
10.
P 3.1
NTT
Kuning
kecoklatan
Timbul
Tak
beraturan
Bundar dengan
tepian kerang
1.27
11.
P 3.2
NTT
Kuning
kecoklatan
Timbul
Berombak
Bundar dengan
tepian menyebar
1.50
12.
P 3.3
NTT
Kuning
kecoklatan
Timbul
Tak
beraturan
Bundar dengan
tepian menyebar
1.56
13.
P 3.4
NTT
Kuning
kecoklatan
Timbul
Tak
beraturan
1.25
14.
P 3.5
NTT
Coklat
Timbul
Tak
beraturan
Bundar dengan
tepian kerang
1.78
15.
P 3.6
NTT
Kuning
Seperti
kawah
Berombak
Bundar dengan
tepian kerang
1.50
16.
P 4.1
NTT
Putih kekuningan
Seperti
tetesan
Licin
Bundar
1.08
17.
P 4.2
NTT
Putih
Seperti
kawah
Licin
Bundar dengan
tepian timbul
1.08
18.
P 4.3
NTT
Putih kekuningan
Seperti
kawah
Licin
Bundar dengan
tepian timbul
1.09
19.
P 4.4
NTT
Putih
Seperti
tetesan
Licin
Bundar
1.08
20.
P 5.1
NTB
Putih
Seperti
kawah
Berombak
Bundar dengan
tepian timbul
1.10
21.
P 5.2
NTB
Putih
Timbul
Berombak
Bundar dengan
tepian timbul
1.42
22.
P 5.3
NTB
Putih
Timbul
Licin
Bundar
1.57
23.
P 6.1
NTB
Putih kekuningan
Seperti
tetesan
Licin
Bundar
1.25
24
Isolat
Kode
Asal
24.
P 6.2
NTB
Putih
Seperti
kawah
Licin
Bundar dengan
tepian kerang
1.22
25.
P 7.1
CK
Kuning
Timbul
Berombak
Bundar dengan
tepian menyebar
1.11
26.
P 8.1
CK
Putih
Timbul
Licin
Bundar dengan
tepian kerang
1.67
27.
P 8.2
CK
Putih
Datar
Licin
Bundar
1.10
28.
P 9.1
CT
Kuning
kecoklatan
Timbul
Licin
Bundar
1.62
29.
P 10.1
CT
Kuning
kecoklatan
Datar
Licin
Bundar
1.80
Warna
Ciri Koloni
Elevasi
Tepian
Bentuk
IP
Keterangan :
IP =
IP
25
4.3.
Tabel 2.
IAA (ppm)
Ca3(PO4)2
Ca5(PO4)3OH
Ca3(PO4)2
Ca5(PO4)3OH
Pewarnaan
Gram
P 1.1
42.78
17.13
0.04
8.83
Gram Negatif
2.
P 1.2
17.57
5.78
Gram Negatif
3.
P 1.3
28.65
43.44
16.22
Gram Negatif
4.
P 1.4
30.61
8.44
2.24
3.61
Gram Negatif
5.
P 1.5
30.39
14.96
11.87
Gram Negatif
6.
P 2.1
5.39
21.26
8.39
Gram Negatif
7.
P 2.2
24.74
17.35
14.04
Gram Negatif
8.
P 2.3
24.09
18.44
1.00
Gram Negatif
9.
P 2.4
42.57
24.96
10.57
Gram Negatif
10.
P 3.1
63.00
9.30
7.59
45.35
Gram Negatif
11.
P 3.2
34.74
242.13
5.27
4.04
Gram Negatif
12.
P 3.3
98.22
2.13
38.99
1.87
Gram Negatif
13.
P 3.4
92.35
3.44
74.45
18.83
Gram Negatif
14.
P 3.5
76.70
144.52
3.06
97.52
Gram Negatif
15.
P 3.6
50.83
6.04
37.59
13.61
Gram Negatif
16.
P 4.1
36.70
31.48
Gram Negatif
17.
P 4.2
9.52
21.48
1.87
Gram Negatif
No.
Isolat
1.
26
Lanjutan Tabel 2
Enzim Fosfatase (ppm)
IAA (ppm)
Ca3(PO4)2
Ca5(PO4)3OH
Ca3(PO4)2
Ca5(PO4)3OH
Pewarnaan
Gram
P 4.3
39.30
18.44
12.30
Gram Negatif
19.
P 4.4
41.48
16.26
2.30
Gram Negatif
20.
P 5.1
21.70
47.13
2.74
Gram Negatif
21.
P 5.2
41.70
17.78
Gram Negatif
22.
P 5.3
28.44
20.61
17.09
Gram Negatif
23.
P 6.1
31.26
10.61
3.61
Gram Negatif
24.
P 6.2
66.70
43.44
15.35
Gram Positif
25.
P 7.1
0.17
14.09
1.44
Gram Negatif
26.
P 8.1
21.70
14.52
8.39
Gram Negatif
27.
P 8.2
29.52
21.48
2.74
Gram Negatif
28.
P 9.1
31.26
70.39
7.96
1.44
Gram Negatif
29.
P 10.1
30.17
100.17
20.13
94.04
Gram Negatif
No.
Isolat
18.
27
berasal dari Sungai Pinti, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki kandungan
enzim fosfatase yang tinggi.
Pada pengujian kemampuan BPF dalam menghasilkan IAA diketahui
bahwa tidak semua isolat BPF mampu menghasilkan IAA (Tabel 2). Beberapa
isolat diketahui tidak terdeteksi dalam menghasilkan IAA. Berdasarkan pengujian
tersebut, diperoleh 10 isolat yang diketahui mampu menghasilkan IAA pada
medium Pikovskaya cair dengan sumber fosfat Ca3(PO4)2, dan 27 isolat diketahui
dapat menghasilkan IAA pada medium Pikovskaya cair dengan sumber fosfat
Ca5(PO4)3OH. Produksi IAA ditandai dengan adanya warna merah muda pada
larutan, hal ini karena adanya penambahan pereaksi Salkowski. Semakin pekat
warna merah mudanya, maka konsentrasi IAA yang dihasilkan akan semakin
tinggi.
Berdasarkan data pada Tabel 2 juga diketahui bahwa isolat BPF yang
menghasilkan IAA tertinggi pada sumber fosfat Ca3(PO4)2 adalah isolat P 3.4,
yaitu sebesar 74.45 ppm. Sedangkan isolat yang menghasilkan IAA terendah
adalah isolat P 1.1 dengan kandungan IAA sebesar 0.04 ppm. Isolat P 3.4 dan P
1.1 masing-masing diisolasi dari sampel pasir Sungai Pinti, Nusa Tenggara Timur
(NTT) dan sampel tanah rizosfer pohon mahoni, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada sumber fosfat Ca5(PO4)3OH, isolat yang menghasilkan IAA tertinggi adalah
isolat P 3.5, dengan kandungan IAA sebesar 97.52 ppm. Sedangkan isolat yang
menghasilkan IAA terendah adalah isolat P 2.3, yaitu sebesar 1.00 ppm. Isolat P
3.5 dan P 2.3 masing-masing diisolasi dari sampel pasir Sungai Pinti, Nusa
Tenggara Timur (NTT) dan sampel tanah rizosfer tanaman padi sawah, Nusa
Tenggara Timur (NTT).
Dari data pada Tabel 2, diseleksi tiga isolat BPF berdasarkan kandungan
enzim fosfatase dan zat pengatur tumbuh IAA tertinggi pada masing-masing
daerah asal sampel tanah (Bogor, NTB, dan NTT) yang hasilnya dapat dilihat
pada Tabel 3. Isolat BPF terpilih tersebut selanjutnya dilakukan pengujian lanjut,
yaitu pengukuran pertumbuhan populasi, perubahan pH pada medium Pikovskaya
cair, dan pengukuran kandungan enzim fosfatase selama 7 hari inkubasi.
28
Kode
Isolat
Asal
IAA (ppm)
Ca3(PO4)2
Ca5(PO4)3OH
P 3.5
NTT
76.70
144.52
3.06
97.52
P 6.2
NTB
66.70
43.44
15.35
P 10.1
Citeureup, Bogor
30.17
100.17
20.13
94.04
Tabel 4. Beberapa Ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif (Pelczar, 1986)
CIRI
Struktur dinding sel
Komposisi dinding sel
PERBEDAAN RELATIF
Gram Positif
Gram Negatif
Tebal (15-80 nm)
Tipis (1015 nm)
Berlapis tunggal (mono)
Berlapis tiga (multi)
Kandungan lipid rendah
Kandungan lipid tinggi (11
(1-4%)
22%)
Peptidoglikan ada sebagai
Peptidoglikan ada di dalam
lapisan tunggal; komponen
lapisan kaku sebelah dalam;
utama merupakan lebih dari
jumlahnya sedikit, merupakan
50% berat kering pada
sekitar 10% berat kering
beberapa sel bakteri
Tidak ada asam tekoat
Asam tekoat
Lebih rentan
Kurang rentan
Pertumbuhan dihambat
Pertumbuhan tidak begitu
dengan nyata
dihambat
Relatif rumit pada banyak
spesies
Lebih resisten
Relatif sederhana
Kurang resisten
29
10 m
(a)
10 m
(b)
10 m
(c)
Gambar 5. Hasil pewarnaan Gram dari sel bakteri pelarut fosfat; (a) isolat P 3.5,
(b) isolat P 6.2, (c) isolat P 10.1 yang dilihat di bawah mikroskop
(perbesaran 100 x 10)
30
4.4.
Tenggara Timur (NTT), P 6.2 yang berasal dari sampel tanah Nusa Tenggara
Barat (NTB), dan P 10.1 yang berasal dari sampel tanah Citeureup (Bogor, Jawa
Barat) dilakukan pengujian lanjut, yaitu (i) pertumbuhan populasi; (ii) perubahan
pH pada medium Pikovskaya cair; dan (iii) kandungan enzim fosfatase. Ketiga
pengujian tersebut dilakukan selama 7 hari inkubasi. Pertumbuhan populasi tiap
isolat BPF terpilih disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 6.
Tabel 5.
Isolat
1
6
Hari ke3
9.00x 10
2.38x10
6.10x10
4
6.70x10
5
8
4.00x10
6
8
3.02x108
P 3.5
4.00x10
P 6.2
8.00x106
1.32x108
6.00x108
8.48x108
7.96x108
4.86x108
4.14x108
P 10.1
3.00x106
1.50x108
5.00x108
6.38x108
6.60x108
5.08x108
4.60x108
Pertumbuhan Populasi
L o g Ju m lah K o lo n i
10
9
8
P 3.5
P 6.2
P 10.1
6
5
0
Waktu (hari)
31
diikuti oleh suatu periode pertumbuhan yang cepat (log phase), kemudian
mendatar (stationary phase atau fase statis), dan akhirnya diikuti oleh suatu
penurunan populasi sel-sel hidup (death phase atau fase kematian) (Pelczar,
1986). Beberapa ciri pertumbuhan bakteri disajikan pada Tabel 6.
CIRI
Tidak ada pertambahan populasi
Sel mengalami perubahan dalam komposisi kimiawi dan
bertambah ukurannya; substansi intraseluler bertambah
Statis
Pada Gambar 6 terlihat bahwa ketiga isolat mengalami fase lag atau fase
permulaan pada hari ke-0 sampai hari ke-1.
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, sehingga sel belum membelah
diri. Sel mikroba mulai membelah diri pada fase pertumbuhan yang dipercepat,
tetapi waktu generasinya masih panjang. Fase logaritma terjadi pada hari ke-1
sampai hari ke-3. Pada fase ini terjadi kecepatan sel membelah diri paling cepat,
dengan waktu generasi pendek dan konstan. Selama fase logaritma, metabolisme
sel paling aktif, sintesis bahan sel sangat cepat dengan jumlah konstan sampai
nutrien habis atau terjadinya penimbunan hasil metabolisme yang menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan (Sumarsih, 2003).
Pada hari ke-3 sampai hari ke-4 terjadi fase stasioner.
Pada fase
32
sama dengan jumlah sel yang mati, sehingga jumlah sel hidup konstan, seolaholah tidak terjadi pertumbuhan (pertumbuhan nol). Sedangkan fase kematian
terjadi mulai dari hari ke-5 sampai ke-6. Pada fase kematian, kecepatan kematian
sel terus meningkat sedang kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase
kematian logaritma maka kecepatan kematian sel mencapai maksimal, sehingga
jumlah sel hidup menurun dengan cepat seperti deret ukur. Walaupun demikian
penurunan jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu
sel mikroba akan tetap bertahan sangat lama dalam medium tersebut (Sumarsih,
2003).
Perubahan kemasaman media merupakan salah satu indikator aktivitas
metabolisme sel. Pengukuran nilai pH pada medium Pikovskaya cair cenderung
menurun untuk ketiga isolat yang diamati (Tabel 7 dan Gambar 7).
Tabel 7. Nilai pH Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Terpilih pada Medium Pikovskaya
Cair dengan Ca3(PO4)2 Sebagai Sumber P
0
Hari ke3
P 3.5
6.1
5.9
5.8
5.1
4.7
4.6
4.6
P 6.2
6.0
5.8
5.6
5.5
5.4
5.2
5.0
P 10.1
6.0
5.9
5.7
5.3
5.0
4.7
4.6
Isolat
Perubahan pH
7
P 3.5
P 6.2
P 10.1
pH
4
0
Waktu (hari)
Gambar 7. Perubahan nilai pH isolat bakteri pelarut fosfat terpilih pada medium
Pikovskaya cair dengan Ca3(PO4)2 sebagai sumber P
33
BPF akan
Tabel 8. Kandungan Enzim Fosfatase (ppm) Bakteri Pelarut Fosfat Terpilih pada
Medium Pikovskaya Cair dengan Ca3(PO4)2 Sebagai Sumber P
0
Hari ke3
P 3.5
0.39
2.98
15.75
39.41
71.87
63.55
86.97
P 6.2
3.63
13.57
12.02
11.82
20.06
18.97
17.54
P 10.1
1.97
14.41
33.62
69.77
93.69
85.38
120.40
Isolat
P 3.5
80
P 6.2
P 10.1
60
40
20
0
0
Waktu (hari)
Gambar 8.
Kandungan enzim fosfatase untuk ketiga isolat BPF terpilih dapat dilihat
pada Tabel 8 dan Gambar 8. Pada Gambar 8 diketahui bahwa kandungan enzim
fosfatase cenderung meningkat sampai hari ke-4 kemudian menurun pada hari ke-
34
5 tetapi meningkat kembali pada hari ke-6 (untuk isolat P 3.5 dan P 10.1).
Sedangkan untuk isolat P 6.2 peningkatan kandungan enzim fosfatase tidak begitu
tajam dibandingkan dengan isolat P 3.5 dan P 10.1.
kandungan enzim fosfatase tertinggi diikuti dengan isolat P 3.5 kemudian isolat P
6.2.
Hasil pengukuran dari kandungan enzim fosfatase yang diukur pada setiap
pengamatan untuk ketiga isolat BPF terpilih tersebut didapatkan hasil absorbansi
yang meningkat pada setiap pengukuran, tetapi setelah absorbansi dihitung dalam
hasil kurva standar p-nitrophenol terjadi penurunan hasil kandungan enzim
fosfatase pada hari ke-5, hal ini disebabkan adanya perbedaan dari hasil kurva
standar p-nitrophenol, karena pada setiap pengamatan diukur pula kurva standar
p-nitrophenol yang hasilnya berbeda-beda pada setiap pengamatan. Selain itu,
kandungan enzim fosfatase pada inkubasi hari ke-3 diperoleh hasil yang berbeda
dengan hasil kandungan enzim fosfatase pada masa inkubasi yang sama pada
pengujian sebelumnya (Tabel 2).
4.5.
(1987) sebagai awal untuk mendapatkan informasi genetik bakteri tersebut. BPF
yang diidentifikasi secara molekuler merupakan isolat terpilih yang memiliki
kandungan enzim fosfatase dan IAA yang tinggi pada masing-masing daerah asal
sampel tanah (Bogor, NTB, dan NTT). Ketiga isolat tersebut adalah P 3.5 (NTT),
P 6.2 (NTB), dan P 10.1 (Citeureup, Bogor). Sel BPF yang diinokulasikan ke
dalam medium Luria Bertani (LB) dishaker dengan kecepatan 120 rpm dan
diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu ruang.
Pada metode Lazo et al. (1987) isolasi DNA secara keseluruhan banyak
dilakukan secara kimiawi.
35
mengandung etilen diamin tetra asetat (EDTA) yang berfungsi sebagai perusak sel
dengan cara mengikat ion magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan
integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak
asam nukleat (Muladno, 2002).
Sodium dodesil sulfat (SDS) 10% yang digunakan dalam isolasi DNA
merupakan sejenis deterjen yang dapat digunakan untuk merusak membran sel,
hal ini mengakibatkan sel mengalami lisis.
berulang agar protein dan pengotor pada proses isolasi DNA dapat terbuang lebih
maksimal. Pengambilan fase yang mengandung DNA pada bagian atas dilakukan
dengan sangat hati-hati.
absolut 95%. DNA terlihat berwarna bening dan kental saat dililit menggunakan
ujung tip mikro (Gambar 9).
36
Keterangan :
1 = 1 kb DNA ladder marker
2 = isolat P 3.5
3 = isolat P 6.2
4 = isolat P 10.1
dan
primer
R-1387
(5-
37
4
Keterangan :
1 = 1 kb DNA ladder marker
2 = isolat P 3.5
3 = isolat P 6.2
4 = isolat P 10.1
1650 bp
1000 bp
Amplikon ~1300 bp
Gambar 11. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri pelarut fosfat
sp.
Rh1-MS-CO
16S
ribosomal
RNA
gene,
partial
Query
40
Sbjct
60
Query
100
Sbjct
119
Query
160
Sbjct
179
Query
220
Sbjct
239
GGATCTGTCNTNCCGGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC
|||||||||
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGATCTGTCCATG-GGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC
99
TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG
159
GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG
219
GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG
279
118
178
238
298
38
Query
280
Sbjct
299
Query
340
Sbjct
359
Query
400
Sbjct
419
GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT
339
TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA
399
GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGC
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGC
358
418
445
464
Isolat 10.1
> Gluconacetobacter
sequence Length=1394
sp.
Rh1-MS-CO
16S
ribosomal
RNA
gene,
partial
Query
42
Sbjct
60
Query
102
Sbjct
119
Query
162
Sbjct
179
Query
222
Sbjct
239
Query
282
Sbjct
299
Query
342
Sbjct
359
Query
402
Sbjct
419
GGATCTGTCNTTCCNGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC
||||||||| |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGATCTGTCCATG-GGTGGGGGATAACACTGGGAAACTGGTGCTAATACCGCATGACACC
101
TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TGAGGGTCAAAGGCGAGAGTCGCCTGTGGAGGAACCTGCGTTCGATTAGCTAGTTGGTGG
161
GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGTAACTGCCTACCAAGGCGATGATCGATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTG
221
GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACAATGGG
281
GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGCAACCCTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGTCTTCGGATTGTAAAGCACTT
341
TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TCGACGGGGACGATGATGACGGTACCCGTAGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCAGCA
401
GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGCGTAAAG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GCCGCGGTAATACGAAGGGGGCTAGCGTTGCTCGGAATGACTGGGCGTAAAG
118
178
238
298
358
418
453
470
Isolat 6.2
> Enterobacter
Length=1535
sp.
pp9c
16S
ribosomal
RNA
gene,
partial
sequence
Query
29
Sbjct
92
Query
89
Sbjct
151
Query
149
Sbjct
211
CGAGAGGANNANGGGTGAGTTTTCTTCTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACT
|||| ||
| |||||||| | | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
CGAGCGGCGGACGGGTGAGTAATGT-CTGGGAAACTGCCTGATGGAGGGGGATAACTACT
88
GGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCGCAAGACCAAAGAGGGGGACCTTCGGGCCTC
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GGAAACGGTAGCTAATACCGCATAACGTCGCAAGACCAAAGAGGGGGACCTTCGGGCCTC
148
TTGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGC
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TTGCCATCAGATGTGCCCAGATGGGATTAGCTAGTAGGTGGGGTAACGGCTCACCTAGGC
208
150
210
270
39
Query
209
Sbjct
271
Query
269
Sbjct
331
Query
329
Sbjct
391
Query
389
Sbjct
451
GACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAG
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
GACGATCCCTAGCTGGTCTGAGAGGATGACCAGCCACACTGGAACTGAGACACGGTCCAG
268
ACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCA
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
ACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGCACAATGGGCGCAAGCCTGATGCAGCCA
328
TGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGT
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TGCCGCGTGTATGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAAGTACTTTCAGCGGGGAGGAAGGCGT
388
TGNGGTTAATAACCNCAGCGATTGACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGT
|| ||||||||||| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
TGAGGTTAATAACCTCAGCGATTGACGTTACCCGCAGAAGAAGCACCGGCTAACTCCGT
447
330
390
450
509
Hasil sekuen isolat P 3.5 dan P 10.1 termasuk ke dalam taksonomi sebagai
berikut :
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Alphaproteobacteria
Order
: Rhodospirillales
Family
: Acetobacteraceae
Genus
: Gluconacetobacter
Spesies
: Gluconacetobacter sp.
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Gammaproteobacteria
Order
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Enterobacter
Spesies
: Enterobacter sp.
Kebanyakan
bergerak dengan flagela, tetapi ada yang bergerak meluncur atau tidak dapat
bergerak.
40
Alphaproteobacteria,
Betaproteobacteria,
Gammaproteobacteria,
Alphaproteobacteria meliputi
bakteri fototrof dan bakteri yang menggunakan senyawa C1. Anggota kelompok
ini ada yang bersimbiosis dengan tanaman (contohnya, Rhizobium sp) dan hewan.
Ada pula yang merupakan patogen pada hewan dan manusia, contohnya Rickettsia
prowazek. Bakteri ini menyebabkan demam pada penyakit tifus jika berpindah
dari kutu ke manusia. Contoh lainnya adalah Agrobacterium tumefaciens dan
Magnetospirilum magnerotuctlicum (Siregar, 2008).
Betaproteobacteria terdiri atas kelompok bakteri aerob fakultatif, bakteri
kemolitotrof (misalnya, Nitrosomonas), serta bakteri fototrof (misalnya,
Rhodocyclus). Contoh spesies patogen dalam kelompok ini adalah Neisseria
gonorrhoea. Gammaproteobacteria terdiri atas kelompok-kelompok bakteri yang
banyak
digunakan
untuk
keperluan
medis
dan
penelitian,
contohnya
terdiri
atas
bakteri
pembentuk
badan
buah,
yaitu