You are on page 1of 35

REFERAT

ANEMIA

Disusun oleh :
Amelia Alresna

1102010017

Pembimbing :
dr. Nurvita Susanto, Sp.A
dr. H. Budi Risjadi, Sp.A.Mkes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD SOREANG
2014

ANEMIA
Definisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar Hb dibawah kadar normal yang disesuaikan
dengan umur, sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke
jaringan.

Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis namun merupakan pencerminan dari
dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti
serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang. Manifestasi klinik yang timbul tergantung
pada kecepatan timbulnya anemia, umur individu, serta mekanisme kompensasi tubuh seperti
peningkatan curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh
hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.

Menurut WHO

Etiologi
Secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
Anemia karena perdarahan
Anemia karena proses hemolitik
Anemia karena kegagalan produksi eritrosit
Klasifikasi
Menurut morfologi eritrosit:
1. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)
Anemia defisiensi besi
Thalassemia
Anemia akibat penyakit kronis
Anemia sideroblastik
2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)
Anemia pascaperdarahan akut
Anemia aplastik-hipoplastik
Anemia hemolitik- terutama didapat
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia mieloptisik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada mielofibrosis
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada leukemia akut
3. Anemia Makrositik
Anemia megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
Anemia pada hipotiroid
Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia juga dapat terjadi pada peningkatan destruksi. Penyakit hemolitik yang dimediasi
baik kelainan intrinsik dari RBC ataupun kelainan ekstrinsik dari RBC itu sendiri.

Pendekatan diagnosis anemia


i.
ii.
iii.

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium

ANAMNESIS

Onset dan durasi, durasi panjang dan progresifitas gejala yang gradual dapat terjadi pada
pasien dengan anemia menunjukkan nutritional anemia, anemia hemolitik kronik (kongenital
atau didapat), anemia penyakit kronis dan anemia karena kehilangan darah kronis. Onset
cepat, durasi pendek dan progresifitas akut dari gejala dapat menunjukkan leukemia akut,
anemia hemolitik akut, krisis anemia hemolitik/aplastik kronik, anemia akibat perdarahan
akut, dan gangguan infiltratif dari sumsum tulang
Gejala tambahan selain yang disebabkan oleh anemia merupakan petunjuk terhadap penyakit
yang mendasari anemia. Anamnesis harus mengungkap kondisi yang dapat menyebabkan
kehilangan darah dari gastrointestinal, genitourinary atau perdarahan dari tempat lain. Pasien
anemia yang mengeluh nyeri dada atau gejala lain dari hypoxia cerebral merupakan suatu
urgency untuk segera meningkatkan daya dukung oksigen nya, dengan transfusi sel darah
merah. Warna urine yang merah atau kecoklatan pekat mengindikasikan hemoglobinuria dan
hemolisis intravaskular (Autoimun hemolytic anemia, hemolysis pada anemia defisiensi G-6PD, paroxysmal nocturnal hemoglobinuria). Riwayat nyeri tulang, nyeri punggung, dan sakit
perut sebelumnya dapat menunjukan sickle cell disease.
Usia, Jenis kelamin, status sosioekonomi keluarga
Konsumsi obat dapat menyebabkan anemia dalam beberapa cara. Konsumsi jangka panjang
aspirin dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan anemia defisiensi besi. Obat-obatan
tertentu dapat menyebabkan hemolisis pada individu dengan defisiensi G-6-PD. Rifampisin
dan alpha metil dopa dapat menyebabkan anemia hemolitik autoimun. Kemoterapi dapat
menyebabkan depresi sumsum dan pansitopenia. Beberapa obat-obatan seperti kloramfenikol
dapat menyebabkan depresi sumsum sebagai reaksi idiosinkratik.
Riwayat keluarga yang anemia, jaundice, batu empedu atau splenektomi dapat dicurigai
anemia hemolitik herediter & kelainan anak.

PEMERIKSAAN FISIK
Penderita anemia pada umumnya jarang memberikan gejala dan tidak ditemukan kelainan
pada pemeriksaan fisiknya sampai nilai hematokrit kurang dari 25%. Beberapa pemeriksaan
fisik yang dapat membantu antara lain adalah:

o Warna kulit terutama ditelapak tangan dapat dijumpai pucat, ikterik petechie, purpura.
o Pada daerah kepala dapat dinilai apakah dijumpai conjugtiva anemis, sklera ikterik,
stomatitis angularis, glossitis, atrofi papil lidah.
o Didaerah dada terutama pada pemeriksaan auskultasi jantung dapat dijumpai irama
gallop dan murmur, pada hipertensi dapat dicurigai gagal ginjal kronik
o Pada ektermitas dapat dijumpai displagia tulang radial, kuku seperti bentuk
triphalangeal thumbs
o Adanya pembesaran organ di abdomen, seperti limpa dan hepar.
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium haruslah dilakukan atas indikasi karena pemeriksaan laboratorium
seringkali menyebabkan membengkaknya biaya pengobatan. Dengan mengurangi jenis
pemeriksaan yang tidak diperlukan, biaya dapat dikurangi. Pemilihan jenis pemeriksaan
dipilih berdasarkan seleksi yang rasional menurut protokol yang ada. The American Academy
of Pediatrics merekomendasikan agar dilakukan pemeriksaan kadar Hb ataupun hematokrit
rutin untuk skrining anemia defisiensi besi yaitu dilakukan saat usia 9 12 bulan, selanjutnya
6 bulan berikutnya. Pada pemeriksaan slide darah tepi sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis anemia, melalui pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah termasuk anemia
hipokromik mikrositik, normositik, makrositik atau gambaran abnormalitas morfologi lainnya
(misalnya sferosit, sickle cell, sel target).
Mean corpuscular volume (MCV)

mengkonfirmasikan temuan pada apusan

mengenai

ukuran sel darah merah: mikrositik (< 7 m), makrositik (> 8m) atau normositik (7,2 7,9
m). Jumlah retikulosit dan MCV membantu dalam mendiagnosis banding anemia. Jumlah
retikulosit normal atau menurun menunjukkan gangguan bentuk sel darah merah,
peningkatan jumlah retikulosit menunjukkan kehilangan darah kronis atau hemolisis.
Red cell distribution width (RDW) dan MCV menunjukkan morfologi dan klasifikasi anemia.
Nilai normal RDW anak yaitu 11,5 % - 14,5%.
Pada beberapa kasus anemia berulang, diindikasikan pemeriksaan sumsum tulang, pada
apusan sumsum tulang sebaiknya diwarnai dengan perwarnaan untuk besi agar dapat menilai
cadangan besi dan mendiagnosis adanya anemia sideroblastik.

ANEMIA DEFISIENSI BESI


Definisi
ADB adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang diperlukan untuk sintesis
hemoglobin.
Epidemiologi
Prevalens ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah dan pra
remaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5 8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak
praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan di indonesia prevalens ADB pada anak balita sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT
tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di Indonesia adalah 55,5%.
Etiologi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi lesi, diit yang mengandung
besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan :
1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepatyaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja
kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat.
Pada bayi umur 1 tahun, berat badannnya meningkat 3 kali dan masa hemoglobin
dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat disbanding pada saat lahr. Bayi prematur
dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannnya dapat
mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapi 3 kali disbanding

saat lahir.
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan

darah lewat menstruasi.


2. Kurangnya besi yang diserap
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupan membutuhkan makanan yang banyak
mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap lebih kurang 200 mg besi
selama 1 tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk
pertumbuhannnya. Bayi yang mendapat ASI eksklusif jarang menderita kekurangan

besi pada 6 bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang terkandung dalam ASI lebih
mudah diserap dibandingkan susu yang terkandung di susu formula.
Diperkirakan sekitar 40 % besi dalam ASI di absorbsi bayi. Sedangkan dari dari

PASI hanya 10% besi yang dapat di absorbsi.


Malabsobsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologist dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami
gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat
makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung
dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama pentyerapan

besi heme dan non heme.


3. Perdarahan
Kehialangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya ADB.
Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml
akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg. sehingga kehilangan darah 3-4ml/hari (1,52mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.
4. Transfusi feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir
masa fetus dan pada awal masa neonatus.
5. Hemogobinuria
Keadaan ini biasnya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada
Paroxismal Noctural Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,87,8 mg / hari
6. Iatrogenic blood loss
Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium beresiko
untuk menderita ADB.
7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan
berulang menyebabkan infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat
menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.
8. Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolah raga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40% remaja
perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumya <10 ug/dl. Perdarahan saluran
cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama
latihan berat terjadi pada 50% pelari.
Beberapa penyebab anemia defisiensi besi menurut umur :

Bayi umur < 1 tahun

o Persediaan besi yang kurang : BBLR atau bayi kembar, ASI eksklusif tanpa
supplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemia

semasa kehamilan
Anak umur 1-2 tahun
o Masukan besi kurang karena tidak dapat makanan tambahan (hanya minum
susu)
o Kebutuhan meningkat : infeksi berulang/menahun
o Malabsorbsi
Anak umur 2-5 tahun
o Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme
o Kebutuhan meningkat karena infeksi menahun/berulang
o Perdarahan hebat
Anak umur 5 tahun - masa remaja
o Kehilangan besi akibat perdarahan: infeksi parasit dan polip
Usia remaja dewasa
o Pada wanita, karena menstruasi berlebihan

Faktor resiko
Diet

Prenatal/perinatal

Sosial

Minum susu sapi

Anemia semasa hamil

Sosial ekonomi rendah

Susu formula rendah besi

Bayi berat badan lahir rendah

Pertumbuhan cepat

ASI

eksklusif

tanpa Prematuritas

supplementasi besi

Kehamilan kembar

Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negative besi yang berlangsung
lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negative ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang.

Tahap pertama (iron depletion)


Disebut juga storage iron deficiency. Ditandai dengan berkurangnya cadangan besi
atau tidak adanya cadangan besi.
Tahap kedua (iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis)
Didapatkan suplai besi tyang tidak cukup menunjang eritropoisis.
Tahap ketiga (iron deficiency anemia)

Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Manifestasi Klinis
Gejala klink ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan
keluarganya. Pada yang ringan diagnosis hanya ditegakkan dari temuan laboratorium saja.
Gejala umum yang terjadi ialah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi
mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb
turun <5 g/dl gejala irritable dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus
berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang
pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan
kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti :

Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia, atrofi papilla lidah,

dan perubahan mukosa lambung dan usus halus.


Intoleransi terhadap latihan : penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh
Termogenesis yang tidak normal : terjadi ketidakmampuan untuk mempertahankan

suhu tubuh normal pada saat udara dingin.


Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi leukosit yang
tidak normal. Pada penderita ADB nutrofil mempunyai kemampuan untuk fagositosis
tetapi kemampuan untuk membunuh E.coli dan S.aureus menurun.

Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin berkurang
Hematokrit
Indeks eritrosit : mikrositik hipokrom
Besi serum (SI)

Diagnosis
Menurut WHO

Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia


Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata menurun < 30% (N: 32-35%)
Kadar Fe serum menurun <50 Ug/dL (N:180-180 ug/dL)
Saturasi transferin <15 % (N : 20-50 %)

Menurut Cook dan Monsen

Anemia hipokrom mikrositer


Saturasi transferin menurun <16%
Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit

Kadar feritin serum menurun <12 ug/dL


Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.

Terapi
Medikamentosa

Preparat besi dosis 3 mg/kgBB/hari oral diberikan sesudah makan selama 3-4 bulan

setelah Hb normal
Asam Askorbat 100 mg/15 mg (untuk meningkatkan absorbs besi)

Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)

ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoiesis yang ditandai oleh penurunan produksi
eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sum-sum tulang dengan akibat adanya panstitopenia
pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hematopoietik ataupun kanker
metastatik yang menekan sum-sum tulang. Aplasia yang hanya mengenai sistem
granulopoietikdisebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit
disebut Purpura Trombositopoenik Amegakariosit (PTA). Bila mengenai ketiga sistem
disebut panmieloptisis atau lazimnya disbut anemia aplastik. Menurut The International
Agranulocytosis and Aplastic Anemia (IAAS) disbut anemia aplastik bila: kadar hemoglobin
10 gr/dl atau hematokrit 30; hitung trombosit 50.000/mm3;hitung leukosit 3.500/mm3
atau granulosit 1,5x 109/l
Epidemiologi

Dtemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat berat pada saat
didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan, namun
dalam beberapa penelitian nampak insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita.
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1-3 /1
juta/ tahun. Namun, di Negara Timur seperti Thailand, negara Asia lainnya termasuk
Indonesia, Taiwan dan Cina, insidenna jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di
Bangkok didapatkan insiden 3,7 /1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan oleh karena
adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat-obata yang tidak pada tempatnya,
pemakaian pestisida serta insiden virus hepatitis yang lebih tinggi.
Etiologi
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1.

Faktor kongenital/ anemia aplastik yang diturunkan: sindroma Fanconi yang biasanya
disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan

2.

ginjal dan sebagainya.


Faktor didapat
Sebagian anemia aplastik didapat bersifat idiopatik, sebagian lainnya dihubungkan
dengan bahan kimia benzene dan insektisida, obat (kloramfenikol, anitiroid,
mesantoin( antikonvulsan, sitostatika)), infeksi hepatitis, tuberkulosis milier, radiasi
radioaktif, dan sinar rontgen, transfusion associated graft versus host disease

Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia
aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologii
penyakit ini yaitu:
1. Kerusakan sel induk hematopoietik
2. Kerusakan lingkungan mikro sum-sum tulang
3. Proses imunologik yang menekan hematopoiesis
Keberadaan sel induk hematopoietik dapat diketahui lewat pertanda sel yaitu CD34 atau
dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoietik dikenal sebagai
longterm culture initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LMTC), jumlah sel
induk/CD 34sangat menurun higga 1-10 % dari normal. Demikian juga pengamatanpada
cobble stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang

pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana menganggap gangguan ini dapat disebabkan
oleh proses imunologik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoietik tergantung
pada lingkungan mikro sum-sum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan
berbagai sitokin. Pada berbagai penelitian dijumpai bahwa sel stroma sumsum tulang pasien
anemia aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang seperti
GMCSF,G-CSF, dan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat seperti
interferon (IFN ), Tumor necrosis factor (TNF ), protein macrophage inflammatory 1
(MIP 1 ) dan transforming growth factor 2 (TGF 2) akan meningkat. Sel stroma pasien
anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel stroma normal tidak dapat
menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan
lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab mendasar anemia aplastik makin banyak
ditinggalkan.
Kenyataan bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien
anemia aplastik merupakan bukti meyakinkan tentang peran mekanisme imunologik dalam
patofisiologi penyakit ini. pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau
metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%, dengan ketahanan hidup jangka panjang
menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat
mendukung teori proses imunologik.
Transplantasi sumsum tulang singeneik oleh karena tidak adanya masalah histokompatibilitas
seharusnya tidak menimbulkan masalah rejeksi tanpa pemberian terapi conditioning. Namun
Champlin dkk menemukan 4 kasus transplantasi sumsum tulang singeneik dengan didahului
terapi conditioning menghasilkan remisi jangka panjang pada semua kasus. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa pada anemia aplastik bukan saja terjadi kerusakan sel induk tetapi juga
terjadi imunosupresi terhadap sel induk yang dapat dihilangkan dengan terapi conditioning.
Gejala klinis dan hematologis
Gejala yang muncul berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia sistem
eritropoietik, granulopoietik, dan trombopoietik, serta aktivitas relatif sistem limfopoietik dan
sistem retikulo endothelial (SRE). Aplasia sistem eritropoietik dalam darah tepi akan terlihat
sebagai retikulositopenia yang disertai merendahya kadar Hb, hematokrit dan hitung eritrosit
serta MCV (mean corpuscular volume). Secara klinis anak tampak pucat dengan berbagai
gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan

sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia sistem hematopoietik, maka umumnya tidak
ditemukan ikterus, pembesaran limpa, hepar, maupun kelejar getah bening.
Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan, tanpa adanya organomegali
(hepatosplenomegali). Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis
relatif. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemeriksaan biopsi susmsum tulang yaitu
gambaran sel sangat kurang banyak, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak;aplasia
sistem eritropoietik, granulopoietik, dan trombopoietik. Di antara sel sumsum tulang yang
sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, dan sel
endotel). Hendaknya dibedakan antara sediaaan sumsum tulang yang aplastik dan yang
tercampur darah.
Pengobatan
Pengobatan suportif diberikan untuk mencegah dan mengobati terjadinya infeksi dan
perdarahan:

Pengobatan terhadap infeksi


Untuk menghindarkan anak dari infeksi, sebaiknya anak diisolasi dalam ruangan
khusus yang suci hama. Pemberian obat antibiotika handaknya dipilih yang tidak
menyebabkan depresi sumsum tulang

Transfusi darah
Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendaknya harus
diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar hemoglobin yang
tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering, akan timbul depresi
terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi
transfusi), akibat dibentuknya antibodi terhadap sel darah merah, leukosit dan
trombosit. Dengan demikian transfusi darah diberikan bila diperlukan. Pada keadaan
yang sangat gawat (perdarahan masif, perdarahan otak dan sebagainya) dapat

diberikan suspensi trombosit.


Transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik pada pasien anemia
aplastik sejak tahun 70-an. Donor yang terbaik berasal dari saudara sekandung dengan
Humal Leukocyte Antigen (HLA)nya cocok

Sebab kematian

Infeksi, biasanya bronkopneumonia atau sepsis. Harus waspada terhadap tuberkulosis

akibat pemberian prednison jangka panjang


Perdarahan otak atau abdomen

ANEMIA HEMOLITIK
Anemia hemolitik didefinisikan sebagai suatu kerusakan sel eritrosit yang lebih awal. Umur
eritrosit normal rata-rata 110-120 hari, setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit 1%.
Anemia hemolitik didalam klinik dibagi menurut faktor penyebabnya :

Penyebab korpuscular
o Defek (ketidak sempurnaan) membrane
o Defek (kekurangan) enzim
o Defek genetik hemoglobin
a. Heme : porfiria eritropoietik kongenital
b. Globin :
Hemoglobinopati kualitatif (contoh: Hb S, C, H, M)
Kuantitatif : talasemia- dan
o Anemia diseritropoietik kongenital
Penyebab ekstrakorpuscular
o Proses imun
Anemia hemolitik warm antibody
Anemia hemolitik cold antibody

Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat
menimbulkan gejala anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan
sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif
eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit
meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun gejala klinis penyakit ini
berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan
pembesaran limpa.4
Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
a. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme.
Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

a) Gangguan pada struktur dinding eritrosit

Sferositosis
Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl
hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah
retikulosit meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding
dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat menimbulkan krisis aplastik.
Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam keadaan kritis,
pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3
tahun), roboransia

Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis
tidak seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.

b) Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit

Defisiensi G6PD Akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak
dapat direduksi. Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk
melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Diturunkan secara
dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki. Proses
hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat anti
malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala klinis
yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran
hepar. Untuk terapi bersifat kausal

Defisiensi glutation reduktase Disertai trombositopenia dan leukopenia dan


disertai kelainan neurologis

Defisiensi glutation Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan

Defisiensi piruvat kinase Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada
bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas dari penyakit ini adanya peninggian
kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi, untuk terapi dapat
dilakukan tranfusi darah

c) Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 %
dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar
dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan
menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat
2 golongan besar gangguan pembentukan Hemoglobin ini yaitu gangguan struktural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE, HbS dan lain-lain, serta
gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia.

THALLASEMIA
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin bersifat turunan yang pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927.

Talasemia

adalah kelainan sintesis hemoglobin yang diturunkan. Talasemia merupakan suatu kelainan
genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis satu
atau lebih dari rantai globin
Etiologi
Thalassemia diakibatkan adanya variasi atau hilangnya gen ditubuh yang membuat
hemoglobin. Thalassemia adalah kelainan herediter yang diturunkan secara autosomal resesif
akibat adanya mutasi gen globin yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya sintesis
1 atau lebih rantai globin. Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan
berbagai variasi dari Thalassemia. Seseorang yang mewarisi gen thalassemia dari salah satu
orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain adalah seorang pembawa (carriers).
Patofisiologi
Penyebab anemia pada Thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit. Sedangkan sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume

plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa dan hati.5
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul globin terdiri atas sepasang rantai
dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis hemoglobin (Hb).

Gambar 2. Struktur hemoglobin normal


Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total,
tersusun dari 2 rantai dan 2 rantai = 2 2), Hb F(< 2% = 2g2) dan HbA2 (< 3% =
2d2). Kelainan produksi dapat terjadi pada ranta ( -thalassemia), rantai ( thalassemia),
rantai- ( thalassemia), rantai- ( thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai- dan
rantai- ( -thalassemia). 2
Pada thalassemia , kekurangan produksi rantai beta menyebabkan kekurangan
pembentukan 2 2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan rantai- yang secara
kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran
eritrosit

sebagai

Heinz

bodies

dengan

akibat

eritrosit

mudah

rusak (ineffective

erythropoesis).2
Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen,
biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang
berbeda dalam kehidupan manusia. Pada masa kehidupan embrionik, rantai (rantai mirip-)
berkombinasi dengan rantai membentuk Hb Portland (22) dan dengan rantai untuk
membentuk Hb Gower-1 (22).
Selanjutnya, ketika rantai telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan
dengan rantai (22). Hb Fetal dibentuk dari 22 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk
dari 22. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai 22.
Klasifikasi

Secara klinis ada 3 tingkat klasifikasi talasemia, yaitu:


1. Talasemia mayor, memberikan gejala klinis yang khas
2. Talasemia minor, tidak memberikan gejala klinis
Talasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi -,-,- atau talasemia
sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada beberapa talasemia sama
sekali tidak terbentuk rantai globin disebut o atau o talasemia, bila produksinya rendah +
atau + talasemia. Sedangkan talasemia bisa dibedakan menjadi ()o dan ()+ dimana
terjadi gangguan pada rantai dan .

Gambaran Klinis
Talasemia beta
Gambaran klinis pada talasemia dapat dibagi menjadi dua,yaitu:2
1.

Cukup mendapat transfusi


Pada anak yang cukup mendapat transfusi, pertumbuhan dan perkembangannya
biasanya normal dan splenomegali biasanya tidak ada. Bila terapi kelasi efektif,
anak ini bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal.
Bila terapi kelasi tidak efektif, maka secara bertahap akan terjadi penumpukan zat
besi. Efeknya mulai tampak pada akhir dekade pertama, efeknya dapat berupa
adolescent growth spurt tidak akan tercapai, komplikasi hati, endokrin dan jantung
akibat kelebihan zat besi mulai tampak, termasuk diabetes, hipertiroid,
hipoparatiroid dan kegagalan hati progresif dan tanda-tanda seks sekunder akan

2.

terlambat atau tidak muncul


Dengan anemia kronis sejak anak-anak
Gambaran klinis pasien yang tidak mendapat transfusi adekuat sangat berbeda.
Pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat. Pembesaran limpa yang
progresif sering memperburuk anemianya dan kadang-kadang diikuti oleh
trombositopenia. Terjadi perluasan sumsum tulang yang mengakibatkan deformitas
tulang kepala, dengan zigoma yang menonjol, menberikan gambaran khas wajah
mongoloid. Perubahan tulang ini memberikan gambaran radiologis yang khas.
Anak-anak ini mudah terinfeksi yang bias mengakibatkan haemoglobin rendah
mendadak. Karena peningkatan jaringan eritropoesis yang tidak efektif, pasien

mengalami hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh. Bila pasien ini dapat
mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan zat besi. Pasien
dapat terlihat pucat, kuning, perut membesar oleh karena splenomegali.
Manifestasi klinis pada karier talasemia beta hampir tanpa gejala, dengan anemia
ringan dan jarang didapatkan splenomegali. Didapatkan penurunan mean
corpuscular haemoglobin (MCH) dan mean corpuscular volume (MCV) yang
bermakna.
Talasemia alfa
a) Pada homozigot talasemia o
Homozigot talasemia o berupa Sindroma hidrops Hb Barts ini biasanya terjadi
dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah
hidrops fetails dengan udem permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dl
dengan erotrosit hipokromik dan beberapa berinti.

Kelainan ini sering disertai

toksemia gravidarum, perdarahan postpartum dan masalah karena hipertrofi plasenta.


Pemeriksaan otopsi memperlihatkan peningkatan kelainan bawaan.
b) HbH disease (Talasemia /+)
Ditandai dengan anemia dan splenomegali sedang. Memiliki variasi klinis, beberapa
tergantung transfuse, sedangkan sebagian besar bias tumbuh normal tanpa transfuse.
Gambaran darah tepi khas talasemia dengan perubahan eritrosit, dengan sedikit Hb
Barts dan HbA2 rendah sampai sedang.
c) Karier talasemia alfa
Biasanya asimptomatis, didapatkan anemia hipokrom ringan dengan penurunan MCH
dan MCV yang bermakna.
d) Sindroma talasemia dan retardasi mental
Sindroma ATR-16 ditandai dengan retardasi mental sedang dan penyakit HbH ringan
atau ganbaran darah yang menyerupai karier talasemia . Pasien dengan kelainan ini
harus menjalani pemeriksaan sitogenetik untuk keperluan konseling genetic bagi
kehamilan berikut. Pada beberapa kasus didapatkan translokasi kromosom. Sindrom
ATR-X ditandai dengan retardasi mental berat, kejang, tampilan wajah khas dengan
hidung datar, kelainan urogenital dan kelainan kongenital lain. Gambaran darah
memperlihatkan penyakit HbH ringan atau karier talasemia , inklusi HbH biasanya
bisa didapatkan.
Diagnosis
Anamnesis

Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang
dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai
timbul pada usia 6 bulan
Pemeriksaan fisis
o
o
o
o
o

Pucat
Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
Dapat ditemukan ikterus
Gangguan pertumbuhan
Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar

Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
-

Hb rendah
Sediaan apus darah tepi : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda

Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.

2. Pemeriksaan khusus :
-

Hb F meningkat : 20%-90% Hb total


Elektroforesis Hb : gambaran yang nyata adanya kadar HbF yang sangat tinggi di
dalam eritrosit.

3. Konseling genetika
-

Pemeriksaan pedigree: Untuk mengetahui bagaimana timbulnya suatu penyakit


dan untuk mengetahui mekanisme atau pola penurunan penyakit.

3. Pemeriksaan lain :
-

Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar

dengan trabekula tegak lurus pada korteks


Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Pemberian iron chelating agent (deferoxamine):
Deferoxamine diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari diberikan subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam selama 5-7 hari selama seminggu dengan
menggunakan pompa portable. Lokasi umumnya di daerah abdomen, namun daerah deltoid
maupun paha lateral menjadi alternatif bagi pasien. Diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi

darah.Adapun efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang terjadi apabila digunakan
pada

dosis

tepat.

Toksisitas

yang

mungkin

bisa

berupa

toksisitas

retina,

pendengaran,gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.


Selain itu bisa juga digunakan Deferipron yang merupakan satu-satunya pengikat besi
oral yang telah disetujui pemakaiannya. Terapi standar biasanya memakai dosis 75 mg/kg
BB/hari dibagi dalam 3 dosis. Saat ini deferidon terutama banyak dgunakan pada pasienpasien dengan kepatuhan rendah terhadap deferoxamine. Kelebihan deferipron dibanding
deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap jantung. Efek samping yang mungkin terjadi
antara lain : atropati, neutropenia/agranulositosis, gangguan pencernaan, kelainan imunologis,
defisiensi seng, dan fibrosis hati.
Pemberian terapi kelasi ini harus disertai dengan pemberian:
-

Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek

kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Defisiensi asam
folat berhubungan erat dengan ekspansi yang terjadi pada sumsum tulang. Absorpsi
dan intake yang kurang berkontribusi mengakibatkan defisiensi folat. Asam folat
direkomendasikan dalam penyakit ini.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel

darah merah. Defeisiensi Vitamin E dijumpai pada pasien dengan talasemia berat.
Hemolisis menyebabkan peroksidasi dari membran lipid sel darah merah sebagai efek
dari radikal bebas yang dimediasi besi.
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
-

Hipersplenisme

hingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan

tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur


Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.

Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan diatas 10 g/dl. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg PRC
(packed red cell)

biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Dengan kedaan ini akan

memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita

ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan adanya peningkatan
ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas dari eritroid sebagai akibat
gangguan sintesis DNA.
Sel-sel yang terserang adalah sel yang relative mempunyai pergantian yang cepat seperti
precursor hematopoitik dalam sumsum tulang dan epitel mukosa saluran cerna.Walaupun
pembelahan sel berjalan lamban, perkembangan sitoplasma yang tidak sejajar merupakan
salah satu kelainan morfologi utama yang terlihat di sumsum tulang.
Etiologi
Hampir seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak (95%) disebabkan oleh defisiensi
asam folat atau vitamin B12, yang disebabkan oleh gangguan metabolism sangat jarang.
Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan dalam sintesis nucleoprotein, keadaan
defisiensi tersebut akan menyebabkan gangguan sintesis DNA dan selanjutnya akan
mempengaruhi RNA dan protein.
Penyebab anemia megaloblastik:
i.

Defisiensi asam folat:


i. Asupan yang kurang: kemiskiknan, ketidaktahuan, faddism, cara pemasakan,
pemakaian susu kambing, malnutrisi, diet khsus untuk fernilketonuria,
permaturitas pasca cangkok sumsum tulang (CST)
ii. Gangguan absorpsi (kongenital dan didapat)
iii. Kebutuhan yang meningkat (percepatan pertumbuhan, anemia hemolitik kronis,
panyakit keganasan, keadaan hipermetabolisme, penyakit kulit ekstensif, sirosis
hepatis, pasca CST
iv. Gangguan metabolism asam folat (kongenital dan didapat)
v. Peningkatan ekskresi: dialysis kronis, penyakit hati, penyakit jantung

b. Defisiensi vitamin B12:


i.
Asupan kurang: diet kurang mengandung vitamin B12, defisiensi pada ibu yang
ii.

menyebabkan defisiensi vit B12 pada ASI


Gangguan absorpsi: kegagalan sekresi factor intrinsic, kegagalan absorpsi di

iii.
iv.

usus kecil
Gangguan transport vitamin B12 (kongenital dan didapat)
Gangguan metabolism vitamin B12

c. Lain-lain:
i.
Gangguan sintesis DNA kongenital
ii.
Gangguan sintesis DNA didapat
Keadaan lain yang berhubungan dengan anemia megaloblastik adalah defisiensi asam
askorbat, tokoferol dan tiamin.
Asam Folat
Folat banyak didapatkan pada berbagai jenis makanan, seperti sayuran hijau, buah-buahan,
jeroan.Tubuh kita tak dapat membuat asam folat sehingga harus didapatkan dari diet. Asupan
folat yang dianjurkan WHO-FAO (1989) untuk bayi, anak umur 1-16 tahun dan dewasa
adalah 3,6 3,3 dan 3,1 ug/kg berat badan/hari. Asam folat merupakan nama yang sering
dipakai untuk pteroilmonoglutamin. Fungsi utama folat adalah mengangkut unit 1 karbon
seperti gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organic seperti pada pembentukan
timidin dan deoksiuridin.
Secara alamiah filat ada dalam bentuk poliglutamat dan diabsorpsi kurang
efisiendibandingkan bila dalam bentuk monoglutamat (asam folat).Aktivitas konyugasi folat
di brush border usus membantu konversi poliglutamat ke bentuk monoglutamat sehingga
meningkatkan absorpsi.Asam folat di absorpsi di usus kecil dan terdapat dalam sirkulasi
enterohepatik.Sebagian

besar folat

dalam

plasma

terikat

secara

longgar

dengan

albumin.Secara biologis asam folat tidak aktif.


Cadangan folat dalam tubuh terbatas dan anemia megaloblastik dapat terjadi setelah
2-3 bulan diet bebas folat.
Vitamin B12
Vitamin B12 didapatkan dari kebalamin dalam makanan, terutama bersumber dari hewani,
sekunder dari yang diproduksi mikroorganisme.Tubuh tidak mampu mensintesis vitamin
B12. Asupan vitamin B12 yang dianjurkan oleh WHO-FAO (1989) untuk bayi 0,1 ug/hari,
dewasa 1,0 ug/hari. Vitamin B12 dilepaskan dalam suasana keasaman lambung yang

bergabung dengan protein R dan factor intrinsic (FI), melewati duodenum, kemudian
protease pancreas akan memcah protein R, dan diabsorpsi di ileum distal melalui reseptor
spesifik untuk FI-kobalamin, vitamin B12 dosis tinggi dapat berdifusi melalui mukosa usus
dan mulut. Di dalam plasma, kobalamin berikatan dengan protein transport (transcobalamin
II/TC-II) yang akan membawa vitamin B12 ke hati, sumsum tulang dan jaringan tempat
penyimpanan lainnya. TC-II memasuki sel melalui reseptor dengan cara endositosis, dan
kobalamin dikonversi keadalam bentuk aktif (metilkobalamin dan adenosilkobalamin) yang
penting untuk transfer kelompok metul dan sintesis DNA. Plasma juga mengandung 2 protein
yang terikat vitamin B12 yaitu TC-I dan TC-III, keduanya tidak memiliki peranan transport
spesifik tetapi diketahuai dapat menggambarkan penyimpanan vitamin B12 dalam tubuh.Pada
kenyataannya hanya semua vitamin B12 dalam plasma terikat ke TC-I dan TC-III dan
pengukuran konsentrasi vitamin B12 menggambarkan persediaan vitamin ini.
Berbeda dengan persediaan asam folat, anak besar dan remaja memiliki persediaan
vitamin B12 untuk selama 3-5 tahun, meskipun demikian, pada bayi yang lahir dari iu yang
persediaan vitamin B12 nya rendah, manifestasi klinis defisiensi kobalamin dapat timbul
pada usia 4-5 bulan pertama kehidupan.
Patofisiologi
Untuk

sintesis

DNA

yang

normal

diperlukan

pasokan

methyltetrahydrofolate

(metiltetrahidrofolat) dan vitamin B12 yang adekuat. Metiltetrahidrofolat akan memberikan


gugus metil kepada vitamin B12. Metiltetrahidrofolat akan memberikan gugus metil kepada
vitamin B12 untuk membantu metabolism metiotin. Selanjutnya tetrahidrofolat (FH4) akan
membangkitkan sintesis purin dan pirimidin serta produksi thymidylate untuk sintesis DNA
(Gambar I.2-2).

Gambar I.2-2.Jalur metabolism asam folat dan vitamin B12 dalam sintesis DNA
Absorpsi vitamin B12 di ileum memerlukan factor intrinsic (FI) yaitu glikoprotein
yang diserkresi lambung. FI akan mengikat 2 molekul kobalamin, defisiensi kobalamin
menyebabkan defisiensi metionin intraselular, kemudian menghambat pembentukan folat
tereduksi dalam sel. Filat intrasel yang berkurang akan menurunkan precursor timidilat yang
selanjutnya menggangu sintesis DNA.
Defisiensi vitamin B12 yang berlangsung lama mengganggu perubahan propionate
menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada sususan saraf
pusat. Proses demielinisasi ini menyebabkan kelainanan medulla spinaslis dan gangguan
neurologis.
Sebelum diabsorpsi, asam folat (pteroylglutamic acid) harus diubah menjadi bentuk
monoglumat.Bentuk folat tereduksi yaitu tetrahidrofolat (FH4) merupakan koenzim aktif.
Defisiensi folat menyebabkan penurunan FH4 intrasel yang akan menggangu sintesis
timidilat dan selanjutnya mengganggu sintesis DNA.
Manifestasi klinis anemia megaloblastik
Gejala klinik sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah dan anoreksia.
Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel, gagal mencapa
berat badan yang cukup, dan diare kronis.Perdarahan karena trombositopenia terjadi pada
kasus yang berat. Pada anak yang lebih besar gejala dan tanda yang muncul berhubungan
dengan anemianya dan proses patologis penyebab defisiensi asam folat tersebut. Defisiensi
asam folat sering menyertai kwashiorkor, marasmus atau spure.
Anemia megaloblastik ringan dilaporkan terjadi pada bayi lahir sangat rendah
sehingga dianjurkan untuk diberikan suplementasi asam folat secara rutin.Puncak insiden
anemia megaloblastik terjadi pada umur 4-7 bulan, kadang-kadang muncul lebih dulu dari
defisiensi besi, pada keadaan malnutrisi keduanya dapat diambil bersamaan.
Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disamping gejala yang tak spesifik
seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabel juga ditemukan gejala pucat, glositis, muntah,
diare dan icterus.Kadang-kadang timbul gejala neurologis seperti parestesia, deficit sensori,
hipotonia, kejang, keterlambatan perkembangan regresi perkembangan dan perubahan
neuropsikiatrik.Masalah neurologis karena defisiensi vitamin B12 dapat terjadi pada keadaan
yang tidak disertai kelainan hematologis.

Anemia permisiosa merupakan anemia yang disebabkan karena kerusakan factor intrinsic
yang dihasilkan sel parietal gaster oleh karena aktivitas lymphocyte mediated immune.
Kekurangan FI menyebabkan terjadinya malabsorpsi vitamin B12.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
didapatkan

anemia

makrositik

(MCV

>

100fL),

anisotosis

dan

poikilositosis,

retikulositopenia, dan sel darah merah berinti dengan morfologu megaloblastik.Pada


defisiensi yang lama dapat disertai trombositopenia dan neutropenia.Neutrophil besar-besar
dengan nucleus hipersegmentasi.Kadar asam folat serum menurun. Pada defisiensi kronis
kadar folat dalam sel darah merah merupakan indicator yang paling baik. Kadar besi dan
vitamin B12 serum normal atau meningkat.Kadar LDH meningkat jelas.Sumsum tulang
hiperselular kareana terdapat hiperplasie eritroid.Perubahan megaloblastik jelas meski masih
ditemukan precursor sel darah merah yang normal.
Gambaran hematologis anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat dan
vitamin B12 identik.
Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 kadar vitamin B12 <100
pg/ml (menurun). Kadar besi dan asam folat serum normal atau meningkat.Kadar LDH
meningkat menggambarkan adanya eritropoisis yang tidak efektif. Dapat disertai peningkatan
kadar bilirubin sampai 2-3 mg/dl. Masa hidup eritrosit berkurang.Terdapat peningkatan
ekskresi asam metilmalonik dalam urin dan ini merupakan indeks defisiensi vitamin B12
yang sensitive. Pada pemeriksaan tes Schilling dengan cararadiolabeleled B12 absorption test
akan menunjukkan absorbs kobalamin yang rendah dan menjadi normal setelah pemberian
factor intrinsic lambung.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan
laboratorium.
Pada anamnesis ditemukan keluhan karena gejala anemianya, kemudian dicari
informasi kearah factor etiologi dan atau predisposisi seperti riwayat diet, riwayat operasi,
riwayat pemakaian obat-obatan seperti antiobiotik, antikonvulsan, gejala saluran cerna seperti
malabsorpsi, diare.Pada pemeriksaan fisik didapatkan anemia, icterus ringan, lemon yellow
skin, glositis, stomatitis, purpura, neuropati. Pemeriksaan laboratorium awal adalah
pemeriksaan darah rutin termasuk indeks eritrosit, apus darah tepid an sumsum tulang seperti

telah dipaparkan di atas. Selanjutnya untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaanpemeriksaan/tes yang spesifik seperti pemeriksaan kadar asam folat, vitamin B12, tes
Schilling sesuai indikasi.
Diagnosis banding
Setiap keadaan yang memberikan gambaran anemia makrositer, seperti: leukemia akut,
anemia hemolitik (pada krisis hemolitik), anemia aplastic, gangguan sintesis DNA kongenital
gangguan sintesis DNA didapat.
Penatalaksanaan
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
Keberhasilan pengobatan anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat ditentukan oleh
koreksi terhadap defisiensi folatnya, menghilangkan penyakit yang mendasarinya,
meningkatkan asupan asam folat dan evaluasi untuk memantau keadaan klinis penderita.
Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0,5-1 mg/hari,
diberikan peroral atau parenteral. Respin klinis dan hematologis dapat timbul segera, dalam
1-2 hari terlihat perbaikan nafsu makan dan keadaan membaik. Dalam 24-48 jam terjadi
penurunan kadar besi serum dan dalam 2-4 hari terjadi peningkatan retikulossit yang
mencapa puncaknya pada hari ke 4-7, diikuti kenaikan kadar Hb menjadi normal dalam
waktu 2-6 minggu. Lamanya pemberian asam folat tidak diketahui secara pasti, namun
biasanya terapi diberikan selama beberapa bulan sampai terbentuk populasi eritrosit yang
normal. Pendapat lain menyatakan bahwa pemberian asam folat dilanjutkan selama 3-4
minggu sampai sudah terjadi perbaikan hematologis yang menetap, dilanjutkan pemeliharaan
dengan multivitamin yang mengandung 0,2 mg asam folat.
Pada keadaan diagnosis pasti masih diragukan dapat dilakukan tes diagnostic dengan
pemberian preparat asam folat dosis kecil 0,1 mg/hari selama 1 minggu karena respon
hematologis dapat diharapkan sudah terjadi dalam waktu 72 jam. Dosis yang lebih besar
(>0,1mg) dapat memperbaiki anemia karena defisiensi vitamin B12 tetapi dapat
memperburuk kelainan neurologinya. Transfuse diberikan hanya pada keadaan anemia yang
sangat berat.
Untuk mencegah terjadinya anemia ini pada bayi premature terutama yang berat
badannay <1500 gram direkomendasikan untuk mendapatkan asam folat profilaksis
1mg/hari.Untuk mencegah kejadian Neutral Tube Defect (NTD) pada bayi direkomendasikan
pemberian asam folat ekstra sebanyak 400 ug/hari bagi perempuan hamil.Pada yang
sebelumnya ada riwayat NTD dosis asam folat yang direkomendasikan adalah 5 mg/hari.

Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12


Respons hematologis segera terjadi setelah pemberian vitamin B12 1mg parenteral, biasanya
terjadi retikulosis pada hari ke 2-4, kecuali jika disertai dengan penyakit inflamasi.
Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 ug/hari da respons hematologis telah
terjadi pada pemberian vitamin B12 dosis rendah, hal ini menunjukkan bahwa pemberian
dosis rendah dapat dilakukan sebagai tes terapeutik pada keadaan diagnosis defisiensi vitamin
B12 masih diragukan. Jika terjadi perbaikan neurologis, harus diberikan injeksi vitamin B12
1 mg intramuscular minimal selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan seumur hidup dengan cara pemberian injeksi 1 mg vitamin B12/bulan.
Pemberian peroral mungkin berhasil pada pemberian dosis tinggi, tapi tidak dianjurkan
sehubungan dengan ketidakpastian absorbsinya.
Pada keadaan terdapat risiko terjadi defisiensi vitamin B12 (seperti pada gastrektomi
total, reseksi ilemum) dapat diberikan pemberian vitamin B12 profilaksis.
Prognosis
Pada umumnya baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskular atau infeksi yang berat

DAFTAR PUSTAKA
Janus, Jennifer, dkk. 2010. Evaluation of Anemia in Children. Ametican Family Psychian. Vol
81.
Mahaderma, Alain. Anemia pada Anak. Available at: http://gejala-gejala-dan-tanda-anemiaanak/28/02/2011. Accessed on 28 september 2014.
Permono, Bambang, dkk. 2010. Talasemia. Dalam : Buku Ajar Hemato-onkologi Anak. ed. 3.
IDAI. Jakarta
Raspati Harry, dkk, 2010. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Buku Ajar Hemato-Onkologi
Anak. ed. 3, IDAI. Jakarta
Raspati Harry, dkk, 2010. Anemia megaloblastik. Dalam : Buku Ajar Hemato-Onkologi
Anak. ed. 3, IDAI. Jakarta
Rosdiana,

Nelly.

Pendekatan

Diagnosis

Pucat

pada

Anak.

Available

at

http://respiratory.usu,.ac.id/handle/123456789/18404. Accessed on 27 september


2014.
Samitta, M. Bruce. Anemia, dalam Nelson, E Waldo., Kliegmen, Robert. Buku Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: EKG. 2000; h 1680-1712
Sari

Wahyuni,

Arlinda.

Anemia

Defisiensi

Besi

pada

Balita.

Avialable

at:

http://library.usu.ac.id/download.anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed on 27
september 2014
Sylvia, A. Prince. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 1995; h
1253-1262.
Yuindartanto, Andrei. Anemia Pada Anak. Available at http://anemia-pada-anak/2009/08/08.
accessed on 27 september 2014.

You might also like