Professional Documents
Culture Documents
ANEMIA
Disusun oleh :
Amelia Alresna
1102010017
Pembimbing :
dr. Nurvita Susanto, Sp.A
dr. H. Budi Risjadi, Sp.A.Mkes
ANEMIA
Definisi
Anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar Hb dibawah kadar normal yang disesuaikan
dengan umur, sehingga terjadi penurunan kemampuan darah untuk menyalurkan oksigen ke
jaringan.
Dengan demikian anemia bukanlah suatu diagnosis namun merupakan pencerminan dari
dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti
serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang. Manifestasi klinik yang timbul tergantung
pada kecepatan timbulnya anemia, umur individu, serta mekanisme kompensasi tubuh seperti
peningkatan curah jantung dan pernapasan, meningkatkan pelepasan oksigen oleh
hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ vital.
Menurut WHO
Etiologi
Secara umum dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
Anemia karena perdarahan
Anemia karena proses hemolitik
Anemia karena kegagalan produksi eritrosit
Klasifikasi
Menurut morfologi eritrosit:
1. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)
Anemia defisiensi besi
Thalassemia
Anemia akibat penyakit kronis
Anemia sideroblastik
2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)
Anemia pascaperdarahan akut
Anemia aplastik-hipoplastik
Anemia hemolitik- terutama didapat
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia mieloptisik
Anemia pada gagal ginjal kronik
Anemia pada mielofibrosis
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia pada leukemia akut
3. Anemia Makrositik
Anemia megaloblastik
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
Anemia pada hipotiroid
Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia juga dapat terjadi pada peningkatan destruksi. Penyakit hemolitik yang dimediasi
baik kelainan intrinsik dari RBC ataupun kelainan ekstrinsik dari RBC itu sendiri.
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
ANAMNESIS
Onset dan durasi, durasi panjang dan progresifitas gejala yang gradual dapat terjadi pada
pasien dengan anemia menunjukkan nutritional anemia, anemia hemolitik kronik (kongenital
atau didapat), anemia penyakit kronis dan anemia karena kehilangan darah kronis. Onset
cepat, durasi pendek dan progresifitas akut dari gejala dapat menunjukkan leukemia akut,
anemia hemolitik akut, krisis anemia hemolitik/aplastik kronik, anemia akibat perdarahan
akut, dan gangguan infiltratif dari sumsum tulang
Gejala tambahan selain yang disebabkan oleh anemia merupakan petunjuk terhadap penyakit
yang mendasari anemia. Anamnesis harus mengungkap kondisi yang dapat menyebabkan
kehilangan darah dari gastrointestinal, genitourinary atau perdarahan dari tempat lain. Pasien
anemia yang mengeluh nyeri dada atau gejala lain dari hypoxia cerebral merupakan suatu
urgency untuk segera meningkatkan daya dukung oksigen nya, dengan transfusi sel darah
merah. Warna urine yang merah atau kecoklatan pekat mengindikasikan hemoglobinuria dan
hemolisis intravaskular (Autoimun hemolytic anemia, hemolysis pada anemia defisiensi G-6PD, paroxysmal nocturnal hemoglobinuria). Riwayat nyeri tulang, nyeri punggung, dan sakit
perut sebelumnya dapat menunjukan sickle cell disease.
Usia, Jenis kelamin, status sosioekonomi keluarga
Konsumsi obat dapat menyebabkan anemia dalam beberapa cara. Konsumsi jangka panjang
aspirin dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan anemia defisiensi besi. Obat-obatan
tertentu dapat menyebabkan hemolisis pada individu dengan defisiensi G-6-PD. Rifampisin
dan alpha metil dopa dapat menyebabkan anemia hemolitik autoimun. Kemoterapi dapat
menyebabkan depresi sumsum dan pansitopenia. Beberapa obat-obatan seperti kloramfenikol
dapat menyebabkan depresi sumsum sebagai reaksi idiosinkratik.
Riwayat keluarga yang anemia, jaundice, batu empedu atau splenektomi dapat dicurigai
anemia hemolitik herediter & kelainan anak.
PEMERIKSAAN FISIK
Penderita anemia pada umumnya jarang memberikan gejala dan tidak ditemukan kelainan
pada pemeriksaan fisiknya sampai nilai hematokrit kurang dari 25%. Beberapa pemeriksaan
fisik yang dapat membantu antara lain adalah:
o Warna kulit terutama ditelapak tangan dapat dijumpai pucat, ikterik petechie, purpura.
o Pada daerah kepala dapat dinilai apakah dijumpai conjugtiva anemis, sklera ikterik,
stomatitis angularis, glossitis, atrofi papil lidah.
o Didaerah dada terutama pada pemeriksaan auskultasi jantung dapat dijumpai irama
gallop dan murmur, pada hipertensi dapat dicurigai gagal ginjal kronik
o Pada ektermitas dapat dijumpai displagia tulang radial, kuku seperti bentuk
triphalangeal thumbs
o Adanya pembesaran organ di abdomen, seperti limpa dan hepar.
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium haruslah dilakukan atas indikasi karena pemeriksaan laboratorium
seringkali menyebabkan membengkaknya biaya pengobatan. Dengan mengurangi jenis
pemeriksaan yang tidak diperlukan, biaya dapat dikurangi. Pemilihan jenis pemeriksaan
dipilih berdasarkan seleksi yang rasional menurut protokol yang ada. The American Academy
of Pediatrics merekomendasikan agar dilakukan pemeriksaan kadar Hb ataupun hematokrit
rutin untuk skrining anemia defisiensi besi yaitu dilakukan saat usia 9 12 bulan, selanjutnya
6 bulan berikutnya. Pada pemeriksaan slide darah tepi sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis anemia, melalui pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah termasuk anemia
hipokromik mikrositik, normositik, makrositik atau gambaran abnormalitas morfologi lainnya
(misalnya sferosit, sickle cell, sel target).
Mean corpuscular volume (MCV)
mengenai
ukuran sel darah merah: mikrositik (< 7 m), makrositik (> 8m) atau normositik (7,2 7,9
m). Jumlah retikulosit dan MCV membantu dalam mendiagnosis banding anemia. Jumlah
retikulosit normal atau menurun menunjukkan gangguan bentuk sel darah merah,
peningkatan jumlah retikulosit menunjukkan kehilangan darah kronis atau hemolisis.
Red cell distribution width (RDW) dan MCV menunjukkan morfologi dan klasifikasi anemia.
Nilai normal RDW anak yaitu 11,5 % - 14,5%.
Pada beberapa kasus anemia berulang, diindikasikan pemeriksaan sumsum tulang, pada
apusan sumsum tulang sebaiknya diwarnai dengan perwarnaan untuk besi agar dapat menilai
cadangan besi dan mendiagnosis adanya anemia sideroblastik.
Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepatyaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja
kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat.
Pada bayi umur 1 tahun, berat badannnya meningkat 3 kali dan masa hemoglobin
dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat disbanding pada saat lahr. Bayi prematur
dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannnya dapat
mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapi 3 kali disbanding
saat lahir.
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan
besi pada 6 bulan pertama. Hal ini disebabkan besi yang terkandung dalam ASI lebih
mudah diserap dibandingkan susu yang terkandung di susu formula.
Diperkirakan sekitar 40 % besi dalam ASI di absorbsi bayi. Sedangkan dari dari
o Persediaan besi yang kurang : BBLR atau bayi kembar, ASI eksklusif tanpa
supplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemia
semasa kehamilan
Anak umur 1-2 tahun
o Masukan besi kurang karena tidak dapat makanan tambahan (hanya minum
susu)
o Kebutuhan meningkat : infeksi berulang/menahun
o Malabsorbsi
Anak umur 2-5 tahun
o Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme
o Kebutuhan meningkat karena infeksi menahun/berulang
o Perdarahan hebat
Anak umur 5 tahun - masa remaja
o Kehilangan besi akibat perdarahan: infeksi parasit dan polip
Usia remaja dewasa
o Pada wanita, karena menstruasi berlebihan
Faktor resiko
Diet
Prenatal/perinatal
Sosial
Pertumbuhan cepat
ASI
eksklusif
tanpa Prematuritas
supplementasi besi
Kehamilan kembar
Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negative besi yang berlangsung
lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negative ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang.
Keadaan ini terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup
sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.
Manifestasi Klinis
Gejala klink ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita dan
keluarganya. Pada yang ringan diagnosis hanya ditegakkan dari temuan laboratorium saja.
Gejala umum yang terjadi ialah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi
mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb
turun <5 g/dl gejala irritable dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus
berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang
pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan
kompensasi, sehingga beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan kadar Hb.
Gejala lain yang terjadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan besi seperti :
Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia, atrofi papilla lidah,
Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin berkurang
Hematokrit
Indeks eritrosit : mikrositik hipokrom
Besi serum (SI)
Diagnosis
Menurut WHO
Terapi
Medikamentosa
Preparat besi dosis 3 mg/kgBB/hari oral diberikan sesudah makan selama 3-4 bulan
setelah Hb normal
Asam Askorbat 100 mg/15 mg (untuk meningkatkan absorbs besi)
Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)
ANEMIA APLASTIK
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoiesis yang ditandai oleh penurunan produksi
eritroid, mieloid dan megakariosit dalam sum-sum tulang dengan akibat adanya panstitopenia
pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hematopoietik ataupun kanker
metastatik yang menekan sum-sum tulang. Aplasia yang hanya mengenai sistem
granulopoietikdisebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit
disebut Purpura Trombositopoenik Amegakariosit (PTA). Bila mengenai ketiga sistem
disebut panmieloptisis atau lazimnya disbut anemia aplastik. Menurut The International
Agranulocytosis and Aplastic Anemia (IAAS) disbut anemia aplastik bila: kadar hemoglobin
10 gr/dl atau hematokrit 30; hitung trombosit 50.000/mm3;hitung leukosit 3.500/mm3
atau granulosit 1,5x 109/l
Epidemiologi
Dtemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat berat pada saat
didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan perempuan, namun
dalam beberapa penelitian nampak insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita.
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1-3 /1
juta/ tahun. Namun, di Negara Timur seperti Thailand, negara Asia lainnya termasuk
Indonesia, Taiwan dan Cina, insidenna jauh lebih tinggi. Penelitian pada tahun 1991 di
Bangkok didapatkan insiden 3,7 /1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini diperkirakan oleh karena
adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat-obata yang tidak pada tempatnya,
pemakaian pestisida serta insiden virus hepatitis yang lebih tinggi.
Etiologi
Secara etiologik penyakit ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:
1.
Faktor kongenital/ anemia aplastik yang diturunkan: sindroma Fanconi yang biasanya
disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan
2.
Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi anemia
aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologii
penyakit ini yaitu:
1. Kerusakan sel induk hematopoietik
2. Kerusakan lingkungan mikro sum-sum tulang
3. Proses imunologik yang menekan hematopoiesis
Keberadaan sel induk hematopoietik dapat diketahui lewat pertanda sel yaitu CD34 atau
dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoietik dikenal sebagai
longterm culture initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LMTC), jumlah sel
induk/CD 34sangat menurun higga 1-10 % dari normal. Demikian juga pengamatanpada
cobble stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang
pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana menganggap gangguan ini dapat disebabkan
oleh proses imunologik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoietik tergantung
pada lingkungan mikro sum-sum tulang yang terdiri dari sel stroma yang menghasilkan
berbagai sitokin. Pada berbagai penelitian dijumpai bahwa sel stroma sumsum tulang pasien
anemia aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang seperti
GMCSF,G-CSF, dan IL-6 dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat seperti
interferon (IFN ), Tumor necrosis factor (TNF ), protein macrophage inflammatory 1
(MIP 1 ) dan transforming growth factor 2 (TGF 2) akan meningkat. Sel stroma pasien
anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel stroma normal tidak dapat
menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan
lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab mendasar anemia aplastik makin banyak
ditinggalkan.
Kenyataan bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada sebagian besar pasien
anemia aplastik merupakan bukti meyakinkan tentang peran mekanisme imunologik dalam
patofisiologi penyakit ini. pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau
metilprednisolon memberi kesembuhan sekitar 75%, dengan ketahanan hidup jangka panjang
menyamai hasil transplantasi sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat
mendukung teori proses imunologik.
Transplantasi sumsum tulang singeneik oleh karena tidak adanya masalah histokompatibilitas
seharusnya tidak menimbulkan masalah rejeksi tanpa pemberian terapi conditioning. Namun
Champlin dkk menemukan 4 kasus transplantasi sumsum tulang singeneik dengan didahului
terapi conditioning menghasilkan remisi jangka panjang pada semua kasus. Kenyataan ini
menunjukkan bahwa pada anemia aplastik bukan saja terjadi kerusakan sel induk tetapi juga
terjadi imunosupresi terhadap sel induk yang dapat dihilangkan dengan terapi conditioning.
Gejala klinis dan hematologis
Gejala yang muncul berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa aplasia sistem
eritropoietik, granulopoietik, dan trombopoietik, serta aktivitas relatif sistem limfopoietik dan
sistem retikulo endothelial (SRE). Aplasia sistem eritropoietik dalam darah tepi akan terlihat
sebagai retikulositopenia yang disertai merendahya kadar Hb, hematokrit dan hitung eritrosit
serta MCV (mean corpuscular volume). Secara klinis anak tampak pucat dengan berbagai
gejala anemia lainnya seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan
sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia sistem hematopoietik, maka umumnya tidak
ditemukan ikterus, pembesaran limpa, hepar, maupun kelejar getah bening.
Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan, tanpa adanya organomegali
(hepatosplenomegali). Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis
relatif. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemeriksaan biopsi susmsum tulang yaitu
gambaran sel sangat kurang banyak, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak;aplasia
sistem eritropoietik, granulopoietik, dan trombopoietik. Di antara sel sumsum tulang yang
sedikit ini banyak ditemukan limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, dan sel
endotel). Hendaknya dibedakan antara sediaaan sumsum tulang yang aplastik dan yang
tercampur darah.
Pengobatan
Pengobatan suportif diberikan untuk mencegah dan mengobati terjadinya infeksi dan
perdarahan:
Transfusi darah
Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendaknya harus
diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar hemoglobin yang
tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering, akan timbul depresi
terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi
transfusi), akibat dibentuknya antibodi terhadap sel darah merah, leukosit dan
trombosit. Dengan demikian transfusi darah diberikan bila diperlukan. Pada keadaan
yang sangat gawat (perdarahan masif, perdarahan otak dan sebagainya) dapat
Sebab kematian
ANEMIA HEMOLITIK
Anemia hemolitik didefinisikan sebagai suatu kerusakan sel eritrosit yang lebih awal. Umur
eritrosit normal rata-rata 110-120 hari, setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit 1%.
Anemia hemolitik didalam klinik dibagi menurut faktor penyebabnya :
Penyebab korpuscular
o Defek (ketidak sempurnaan) membrane
o Defek (kekurangan) enzim
o Defek genetik hemoglobin
a. Heme : porfiria eritropoietik kongenital
b. Globin :
Hemoglobinopati kualitatif (contoh: Hb S, C, H, M)
Kuantitatif : talasemia- dan
o Anemia diseritropoietik kongenital
Penyebab ekstrakorpuscular
o Proses imun
Anemia hemolitik warm antibody
Anemia hemolitik cold antibody
Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat
menimbulkan gejala anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan
sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif
eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit
meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun gejala klinis penyakit ini
berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan
pembesaran limpa.4
Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
a. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme.
Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
Sferositosis
Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl
hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah
retikulosit meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh
kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding
dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat menimbulkan krisis aplastik.
Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam keadaan kritis,
pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3
tahun), roboransia
Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan, hemolisis
tidak seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses hemolisis.
Defisiensi G6PD Akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak
dapat direduksi. Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk
melindungi eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Diturunkan secara
dominan melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki. Proses
hemolitik dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat anti
malaria), memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala klinis
yang timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran
hepar. Untuk terapi bersifat kausal
Defisiensi piruvat kinase Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada
bentuk heterozigot tidak terlalu berat. Khas dari penyakit ini adanya peninggian
kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi, untuk terapi dapat
dilakukan tranfusi darah
c) Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2 %
dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar
dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan
menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat
2 golongan besar gangguan pembentukan Hemoglobin ini yaitu gangguan struktural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE, HbS dan lain-lain, serta
gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia.
THALLASEMIA
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin bersifat turunan yang pertama kali
ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali antara 1925-1927.
Talasemia
adalah kelainan sintesis hemoglobin yang diturunkan. Talasemia merupakan suatu kelainan
genetik darah dimana produksi hemoglobin yang normal tertekan karena defek sintesis satu
atau lebih dari rantai globin
Etiologi
Thalassemia diakibatkan adanya variasi atau hilangnya gen ditubuh yang membuat
hemoglobin. Thalassemia adalah kelainan herediter yang diturunkan secara autosomal resesif
akibat adanya mutasi gen globin yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya sintesis
1 atau lebih rantai globin. Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan
berbagai variasi dari Thalassemia. Seseorang yang mewarisi gen thalassemia dari salah satu
orangtua dan gen normal dari orangtua yang lain adalah seorang pembawa (carriers).
Patofisiologi
Penyebab anemia pada Thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah
berkurangnya sintesis HbA dan eritroipoeisis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel
eritrosit. Sedangkan sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume
plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem
retikuloendotelial dalam limpa dan hati.5
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi
rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Molekul globin terdiri atas sepasang rantai
dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis hemoglobin (Hb).
sebagai
Heinz
bodies
dengan
akibat
eritrosit
mudah
rusak (ineffective
erythropoesis).2
Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen,
biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap perkembangan yang
berbeda dalam kehidupan manusia. Pada masa kehidupan embrionik, rantai (rantai mirip-)
berkombinasi dengan rantai membentuk Hb Portland (22) dan dengan rantai untuk
membentuk Hb Gower-1 (22).
Selanjutnya, ketika rantai telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan
dengan rantai (22). Hb Fetal dibentuk dari 22 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk
dari 22. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai 22.
Klasifikasi
Gambaran Klinis
Talasemia beta
Gambaran klinis pada talasemia dapat dibagi menjadi dua,yaitu:2
1.
2.
mengalami hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh. Bila pasien ini dapat
mencapai pubertas, akan timbul komplikasi akibat penimbunan zat besi. Pasien
dapat terlihat pucat, kuning, perut membesar oleh karena splenomegali.
Manifestasi klinis pada karier talasemia beta hampir tanpa gejala, dengan anemia
ringan dan jarang didapatkan splenomegali. Didapatkan penurunan mean
corpuscular haemoglobin (MCH) dan mean corpuscular volume (MCV) yang
bermakna.
Talasemia alfa
a) Pada homozigot talasemia o
Homozigot talasemia o berupa Sindroma hidrops Hb Barts ini biasanya terjadi
dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah
hidrops fetails dengan udem permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dl
dengan erotrosit hipokromik dan beberapa berinti.
Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang
dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai
timbul pada usia 6 bulan
Pemeriksaan fisis
o
o
o
o
o
Pucat
Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
Dapat ditemukan ikterus
Gangguan pertumbuhan
Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
-
Hb rendah
Sediaan apus darah tepi : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat
dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda
Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
Retikulosit meningkat.
2. Pemeriksaan khusus :
-
3. Konseling genetika
-
3. Pemeriksaan lain :
-
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
Penatalaksanaan
Medikamentosa
- Pemberian iron chelating agent (deferoxamine):
Deferoxamine diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari diberikan subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam selama 5-7 hari selama seminggu dengan
menggunakan pompa portable. Lokasi umumnya di daerah abdomen, namun daerah deltoid
maupun paha lateral menjadi alternatif bagi pasien. Diberikan setelah kadar feritin serum
sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi
darah.Adapun efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang terjadi apabila digunakan
pada
dosis
tepat.
Toksisitas
yang
mungkin
bisa
berupa
toksisitas
retina,
Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Defisiensi asam
folat berhubungan erat dengan ekspansi yang terjadi pada sumsum tulang. Absorpsi
dan intake yang kurang berkontribusi mengakibatkan defisiensi folat. Asam folat
direkomendasikan dalam penyakit ini.
Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah. Defeisiensi Vitamin E dijumpai pada pasien dengan talasemia berat.
Hemolisis menyebabkan peroksidasi dari membran lipid sel darah merah sebagai efek
dari radikal bebas yang dimediasi besi.
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
-
Hipersplenisme
Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan diatas 10 g/dl. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg PRC
(packed red cell)
memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan
dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita
ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan adanya peningkatan
ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas dari eritroid sebagai akibat
gangguan sintesis DNA.
Sel-sel yang terserang adalah sel yang relative mempunyai pergantian yang cepat seperti
precursor hematopoitik dalam sumsum tulang dan epitel mukosa saluran cerna.Walaupun
pembelahan sel berjalan lamban, perkembangan sitoplasma yang tidak sejajar merupakan
salah satu kelainan morfologi utama yang terlihat di sumsum tulang.
Etiologi
Hampir seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak (95%) disebabkan oleh defisiensi
asam folat atau vitamin B12, yang disebabkan oleh gangguan metabolism sangat jarang.
Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan dalam sintesis nucleoprotein, keadaan
defisiensi tersebut akan menyebabkan gangguan sintesis DNA dan selanjutnya akan
mempengaruhi RNA dan protein.
Penyebab anemia megaloblastik:
i.
iii.
iv.
usus kecil
Gangguan transport vitamin B12 (kongenital dan didapat)
Gangguan metabolism vitamin B12
c. Lain-lain:
i.
Gangguan sintesis DNA kongenital
ii.
Gangguan sintesis DNA didapat
Keadaan lain yang berhubungan dengan anemia megaloblastik adalah defisiensi asam
askorbat, tokoferol dan tiamin.
Asam Folat
Folat banyak didapatkan pada berbagai jenis makanan, seperti sayuran hijau, buah-buahan,
jeroan.Tubuh kita tak dapat membuat asam folat sehingga harus didapatkan dari diet. Asupan
folat yang dianjurkan WHO-FAO (1989) untuk bayi, anak umur 1-16 tahun dan dewasa
adalah 3,6 3,3 dan 3,1 ug/kg berat badan/hari. Asam folat merupakan nama yang sering
dipakai untuk pteroilmonoglutamin. Fungsi utama folat adalah mengangkut unit 1 karbon
seperti gugus metil dan formil ke berbagai senyawa organic seperti pada pembentukan
timidin dan deoksiuridin.
Secara alamiah filat ada dalam bentuk poliglutamat dan diabsorpsi kurang
efisiendibandingkan bila dalam bentuk monoglutamat (asam folat).Aktivitas konyugasi folat
di brush border usus membantu konversi poliglutamat ke bentuk monoglutamat sehingga
meningkatkan absorpsi.Asam folat di absorpsi di usus kecil dan terdapat dalam sirkulasi
enterohepatik.Sebagian
besar folat
dalam
plasma
terikat
secara
longgar
dengan
bergabung dengan protein R dan factor intrinsic (FI), melewati duodenum, kemudian
protease pancreas akan memcah protein R, dan diabsorpsi di ileum distal melalui reseptor
spesifik untuk FI-kobalamin, vitamin B12 dosis tinggi dapat berdifusi melalui mukosa usus
dan mulut. Di dalam plasma, kobalamin berikatan dengan protein transport (transcobalamin
II/TC-II) yang akan membawa vitamin B12 ke hati, sumsum tulang dan jaringan tempat
penyimpanan lainnya. TC-II memasuki sel melalui reseptor dengan cara endositosis, dan
kobalamin dikonversi keadalam bentuk aktif (metilkobalamin dan adenosilkobalamin) yang
penting untuk transfer kelompok metul dan sintesis DNA. Plasma juga mengandung 2 protein
yang terikat vitamin B12 yaitu TC-I dan TC-III, keduanya tidak memiliki peranan transport
spesifik tetapi diketahuai dapat menggambarkan penyimpanan vitamin B12 dalam tubuh.Pada
kenyataannya hanya semua vitamin B12 dalam plasma terikat ke TC-I dan TC-III dan
pengukuran konsentrasi vitamin B12 menggambarkan persediaan vitamin ini.
Berbeda dengan persediaan asam folat, anak besar dan remaja memiliki persediaan
vitamin B12 untuk selama 3-5 tahun, meskipun demikian, pada bayi yang lahir dari iu yang
persediaan vitamin B12 nya rendah, manifestasi klinis defisiensi kobalamin dapat timbul
pada usia 4-5 bulan pertama kehidupan.
Patofisiologi
Untuk
sintesis
DNA
yang
normal
diperlukan
pasokan
methyltetrahydrofolate
Gambar I.2-2.Jalur metabolism asam folat dan vitamin B12 dalam sintesis DNA
Absorpsi vitamin B12 di ileum memerlukan factor intrinsic (FI) yaitu glikoprotein
yang diserkresi lambung. FI akan mengikat 2 molekul kobalamin, defisiensi kobalamin
menyebabkan defisiensi metionin intraselular, kemudian menghambat pembentukan folat
tereduksi dalam sel. Filat intrasel yang berkurang akan menurunkan precursor timidilat yang
selanjutnya menggangu sintesis DNA.
Defisiensi vitamin B12 yang berlangsung lama mengganggu perubahan propionate
menjadi suksinil CoA yang mengakibatkan gangguan sintesis myelin pada sususan saraf
pusat. Proses demielinisasi ini menyebabkan kelainanan medulla spinaslis dan gangguan
neurologis.
Sebelum diabsorpsi, asam folat (pteroylglutamic acid) harus diubah menjadi bentuk
monoglumat.Bentuk folat tereduksi yaitu tetrahidrofolat (FH4) merupakan koenzim aktif.
Defisiensi folat menyebabkan penurunan FH4 intrasel yang akan menggangu sintesis
timidilat dan selanjutnya mengganggu sintesis DNA.
Manifestasi klinis anemia megaloblastik
Gejala klinik sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah dan anoreksia.
Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel, gagal mencapa
berat badan yang cukup, dan diare kronis.Perdarahan karena trombositopenia terjadi pada
kasus yang berat. Pada anak yang lebih besar gejala dan tanda yang muncul berhubungan
dengan anemianya dan proses patologis penyebab defisiensi asam folat tersebut. Defisiensi
asam folat sering menyertai kwashiorkor, marasmus atau spure.
Anemia megaloblastik ringan dilaporkan terjadi pada bayi lahir sangat rendah
sehingga dianjurkan untuk diberikan suplementasi asam folat secara rutin.Puncak insiden
anemia megaloblastik terjadi pada umur 4-7 bulan, kadang-kadang muncul lebih dulu dari
defisiensi besi, pada keadaan malnutrisi keduanya dapat diambil bersamaan.
Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disamping gejala yang tak spesifik
seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabel juga ditemukan gejala pucat, glositis, muntah,
diare dan icterus.Kadang-kadang timbul gejala neurologis seperti parestesia, deficit sensori,
hipotonia, kejang, keterlambatan perkembangan regresi perkembangan dan perubahan
neuropsikiatrik.Masalah neurologis karena defisiensi vitamin B12 dapat terjadi pada keadaan
yang tidak disertai kelainan hematologis.
Anemia permisiosa merupakan anemia yang disebabkan karena kerusakan factor intrinsic
yang dihasilkan sel parietal gaster oleh karena aktivitas lymphocyte mediated immune.
Kekurangan FI menyebabkan terjadinya malabsorpsi vitamin B12.
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
didapatkan
anemia
makrositik
(MCV
>
100fL),
anisotosis
dan
poikilositosis,
telah dipaparkan di atas. Selanjutnya untuk diagnosis pasti dilakukan pemeriksaanpemeriksaan/tes yang spesifik seperti pemeriksaan kadar asam folat, vitamin B12, tes
Schilling sesuai indikasi.
Diagnosis banding
Setiap keadaan yang memberikan gambaran anemia makrositer, seperti: leukemia akut,
anemia hemolitik (pada krisis hemolitik), anemia aplastic, gangguan sintesis DNA kongenital
gangguan sintesis DNA didapat.
Penatalaksanaan
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
Keberhasilan pengobatan anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat ditentukan oleh
koreksi terhadap defisiensi folatnya, menghilangkan penyakit yang mendasarinya,
meningkatkan asupan asam folat dan evaluasi untuk memantau keadaan klinis penderita.
Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0,5-1 mg/hari,
diberikan peroral atau parenteral. Respin klinis dan hematologis dapat timbul segera, dalam
1-2 hari terlihat perbaikan nafsu makan dan keadaan membaik. Dalam 24-48 jam terjadi
penurunan kadar besi serum dan dalam 2-4 hari terjadi peningkatan retikulossit yang
mencapa puncaknya pada hari ke 4-7, diikuti kenaikan kadar Hb menjadi normal dalam
waktu 2-6 minggu. Lamanya pemberian asam folat tidak diketahui secara pasti, namun
biasanya terapi diberikan selama beberapa bulan sampai terbentuk populasi eritrosit yang
normal. Pendapat lain menyatakan bahwa pemberian asam folat dilanjutkan selama 3-4
minggu sampai sudah terjadi perbaikan hematologis yang menetap, dilanjutkan pemeliharaan
dengan multivitamin yang mengandung 0,2 mg asam folat.
Pada keadaan diagnosis pasti masih diragukan dapat dilakukan tes diagnostic dengan
pemberian preparat asam folat dosis kecil 0,1 mg/hari selama 1 minggu karena respon
hematologis dapat diharapkan sudah terjadi dalam waktu 72 jam. Dosis yang lebih besar
(>0,1mg) dapat memperbaiki anemia karena defisiensi vitamin B12 tetapi dapat
memperburuk kelainan neurologinya. Transfuse diberikan hanya pada keadaan anemia yang
sangat berat.
Untuk mencegah terjadinya anemia ini pada bayi premature terutama yang berat
badannay <1500 gram direkomendasikan untuk mendapatkan asam folat profilaksis
1mg/hari.Untuk mencegah kejadian Neutral Tube Defect (NTD) pada bayi direkomendasikan
pemberian asam folat ekstra sebanyak 400 ug/hari bagi perempuan hamil.Pada yang
sebelumnya ada riwayat NTD dosis asam folat yang direkomendasikan adalah 5 mg/hari.
DAFTAR PUSTAKA
Janus, Jennifer, dkk. 2010. Evaluation of Anemia in Children. Ametican Family Psychian. Vol
81.
Mahaderma, Alain. Anemia pada Anak. Available at: http://gejala-gejala-dan-tanda-anemiaanak/28/02/2011. Accessed on 28 september 2014.
Permono, Bambang, dkk. 2010. Talasemia. Dalam : Buku Ajar Hemato-onkologi Anak. ed. 3.
IDAI. Jakarta
Raspati Harry, dkk, 2010. Anemia Defisiensi Besi. Dalam : Buku Ajar Hemato-Onkologi
Anak. ed. 3, IDAI. Jakarta
Raspati Harry, dkk, 2010. Anemia megaloblastik. Dalam : Buku Ajar Hemato-Onkologi
Anak. ed. 3, IDAI. Jakarta
Rosdiana,
Nelly.
Pendekatan
Diagnosis
Pucat
pada
Anak.
Available
at
Wahyuni,
Arlinda.
Anemia
Defisiensi
Besi
pada
Balita.
Avialable
at:
http://library.usu.ac.id/download.anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed on 27
september 2014
Sylvia, A. Prince. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. 1995; h
1253-1262.
Yuindartanto, Andrei. Anemia Pada Anak. Available at http://anemia-pada-anak/2009/08/08.
accessed on 27 september 2014.