Professional Documents
Culture Documents
LKPP
(11)
(18)
(26)
(27)
(32)
BAGIAN I
PENDAHULUAN
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) merupakan mandatory audit, yaitu pemeriksaan yang
diwajibkan oleh Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pemeriksaan
keuangan, baik pada sektor privat maupun publik, merupakan rangkaian proses
sistematis yang pada umumnya terdiri atas tiga tahapan yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan. Tahap pelaksanaan mungkin merupakan tahap paling
krusial dari keseluruhan proses pemeriksaan, karena pada tahap inilah semua hal
yang telah direncanakan diusahakan untuk dilaksanakan dan diharapkan akan
menghasilkan input yang berkualitas bagi tahap pelaporan. Pada tahap inilah
pemeriksa harus melakukan berbagai macam pengujian yang salah satunya demi
memastikan asersi manajemen yang disajikan oleh pihak yang diperiksa melalui
laporan keuangannya.
Dalam melakukan pemeriksaan keuangan tersebut, BPK telah menetapkan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan Panduan Manajemen
Pemeriksaan (PMP). SPKN dan PMP tersebut perlu dilengkapi dengan petunjuk
pelaksanaan agar ada keseragaman pelaksanaan pemeriksaan keuangan di antara
para pemeriksa BPK. Oleh karena itu, BPK perlu menyusun dan menetapkan
petunjuk pelaksanaan (juklak) pemeriksaan keuangan. Juklak pemeriksaan
keuangan merupakan bagian terpenting dan sebagai perangkat lunak pelengkap
SPKN dan PMP, yang wajib menjadi pedoman bagi pemeriksa dalam melaksanakan
pemeriksaan keuangan. Dalam juklak tersebut diuraikan secara mendetil mengenai
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaaan.
Makalah ini akan khusus membahas mengenai salah satu tahap pemeriksaan
keuangan yaitu tahap pelaksanaan yang merupakan realisasi atas perencanaan
pemeriksaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun landasan dalam pembuatan
makalah ini yaitu:
1. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01
Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran III.
2. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/K/IXIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan.
3. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/K/IIII.2/5/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan.
BAGIAN II
PEMBAHASAN
A. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) tertuang dalam Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar
Pemeriksaan (PSP). Peraturan ini diuraikan dalam delapan lampiran yang memuat
tujuh Pernyataan Standar Pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan
diatur dalam PSP Nomor 02 dalam Lampiran III SPKN.
Dalam PSP 02 disebutkan bahwa Standar Pemeriksaan memberlakukan setiap
standar pekerjaan lapangan audit keuangan dan Pernyataan Standar Audit (PSA)
yang ditetapkan oleh IAI, kecuali ditentukan lain. Untuk pemeriksaan keuangan,
Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan
seperti dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan IAI,
sebagai berikut:
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan
tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan.
c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Selain ketiga persyaratan standar pekerjaan lapangan seperti yang telah
ditetapkan IAI, dalam PSP 02 juga ditetapkan standar pelaksanaan tambahan.
Terdapat lima standar pelaksanaan tambahan dalam pelaksanaan pemeriksaan
keuangan yaitu Komunikasi Pemeriksa; Pertimbangan Terhadap Hasil Pemeriksaan
Sebelumnya; Merancang Pemeriksaan Untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan
Dari Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, Kecurangan (Fraud), Serta
Ketidakpatutan (Abuse); Pengembangan Temuan Pemeriksaan; dan Dokumentasi
Pemeriksaan.
1. Komunikasi Pemeriksa
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan pertama berisi:
Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan
dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan,
3
prosedur
temuan
Pemeriksaan
Badan
Pemeriksa
Keuangan
1. Lingkup
Pelaksanaan pemeriksaan merupakan realisasi atas rencana pemeriksaan.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah adanya surat tugas pemeriksaan danberakhir
dengan adanya penyampaian Temuan Pemeriksaan (TP) kepada entitas yang
diperiksa. TP bukan laporan hasil pemeriksaan, tetapi merupakan temuan atau
indikasi permasalahan yang diperoleh selama pemeriksaan dan berfungsi sebagai
sarana komunikasi antara tipemeriksa dengan pejabat entitas yang diperiksa
sebelum penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan dibagi ke dalam dua kegiatan, yaitu pekerjaan
pemeriksaan dan pengakhiran pemeriksaan. Kegiatan pekerjaan pemeriksaan adalah
kegiatan yang dilaksanakan ketika tim pemeriksa berada di lapangan. Kegiatan
pekerjaan pemeriksaan dimulai dari komunikasi awal dan diakhiri dengan komunikasi
akhir dengan pejabat entitas yang diperiksa, sedangkan kegiatan pengakhiran
pemeriksaan adalah kegiatan setelah tim kembali dari lapangan. Kegiatan
pengakhiran pemeriksaan antara lain, melaporkan hasil pemeriksaan di lapangan
dan mempertanggungjawabkan administrasi pemeriksaan.
2. Pihak-pihak Terkait dalam Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan melibatkan tim pemeriksa, yang terdiri dari
penanggung jawab, pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim; apabila
diperlukan tim pemeriksa dapat ditambahkan wakil penanggung jawab dan ketua
subtim.
Penanggung jawab memiliki peran, antara lain, menjamin kelancaran
pelaksanaan pemeriksaan. Apabila terdapat wakil penanggung jawab dalam tim
pemeriksaan, maka penanggung jawab membagi tugas dan peran dengan wakil
penanggung jawab.
Pengendali teknis memiliki peran, antara lain:
a. Menjamin terpenuhinya tujuan dan lingkup pemeriksaan;
b. Menjamin terpenuhinya pelaksanaan Program Pemeriksaan (P2) yang tertuang
dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP);
c. Menjamin kebenaran pembahasaan dalam TP.
Ketua tim memiliki peran, antara lain:
a. Menjamin terpenuhinya unsur-unsur temuan seperti kondisi, kriteria, sebab,
dan akibat sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN);
b. Menjamin kelengkapan dan kecukupan bukti pendukung;
c. Menjamin kebenaran matematis dan akurasi angka dalam TP.
Apabila terdapat ketua subtim dalam tim pemeriksaan, maka peran ketua
subtim sama dengan ketua tim, tetapi terbatas pada subtim yang dibawahkan.
Anggota tim memiliki peran, antara lain:
a. Melaksanakan P2;
b. Menjamin kebenaran matematis dan akurasi angka dalam KKP.
10
pekerjaan
pemeriksaan
dan
13
d. Penyusunan TP
Temuan Pemeriksaan (TP) merupakan temuan atau indikasi
permasalahan yang diperoleh selama pemeriksaan. Pada dasarnya, TP terkait
dengan:
1) Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan,
penyimpangan, dan ketidakpatutan yang material untuk dilaporkan;
2) Kelemahan sistem pengendalian intern yang material untuk dilaporkan;
3) Kegagalan suatu program yang diperiksa; dan
4) Ketidaksesuaian kondisi dengan kriteria yang ditetapkan.
TP memiliki arti penting untuk disampaikan kepada entitas yang
diperiksa dengan didukung oleh fakta dan informasi yang akurat,
berhubungan dengan permasalahan yang diperoleh dari pemeriksaan
lapangan, dan mempunyai nilai yang cukup material. Berdasarkan TP
tersebut, pimpinan entitas yang diperiksa akan memberikan tanggapan. TP
disampaikan kepada pimpinan entitas yang diperiksa dan belum menjadi
dokumen publik karena TP merupakan bagian dari kertas kerja pemeriksaan
dan bukan merupakan laporan hasil pemeriksaan.
Prosedur Penyusunan TP dilakukan sebagai berikut:
1) Konsep TP disusun oleh anggota tim atau ketua tim pada saat
pemeriksaan berlangsung. Konsep TP yang disusun oleh anggota tim
harus direviu oleh ketua tim. Konsep TP diketik dengan rapi dan jelas
serta diberi tanda bayang (watermark) KONSEP.
2) Konsep TP yang telah direviu, kemudian diberikan oleh ketua tim kepada
pimpinan entitas yang diperiksa untuk dimintakan tanggapan. Apabila
pimpinan entitas berhalangan, pemberian tanggapan dapat dikuasakan
kepada bawahannya melalui surat pelimpahan wewenang untuk
menanggapi konsep TP yang diberikan.
3) Tim pemeriksa dapat menyelenggarakan diskusi dengan pimpinan entitas
yang diperiksa setelah pemberian TP untuk ditanggapi. Diskusi
dilaksanakan untuk klarifikasi atas permasalahan yang diungkap dalam
konsep TP. Entitas yang diperiksa dapat menyampaikan data/informasi
terkait dengan permasalahan yang diungkap dalam TP. Apabila
data/informasi yang disampaikan oleh entitas membuktikan analisis dalam
TP salah dan diakui oleh tim pemeriksa, maka konsep TP dinyatakan batal.
Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas yang diperiksa tidak
dapat membuktikan kesalahan penganalisisan dalam konsep TP (tidak
berdasar sama sekali), maka konsep TP dinyatakan menjadi TP final.
Komentar entitas dan pembahasan yang terjadi selama diskusi
didokumentasikan dalam risalah diskusi TP. Risalah diskusi ini sekaligus
sebagai Notulen pertemuan akhir apabila tidak ada diskusi lebih lanjut.
4) Konsep TP yang dianggap tidak layak oleh ketua tim dan dinyatakan batal
berdasarkan diskusi pembahasan dengan entitas yang diperiksa tetap
didokumentasikan dalam KKP. Konsep TP tersebut dibuatkan daftarnya
dan disampaikan oleh ketua tim kepada pengendali teknis untuk direviu
dan sebagai bahan pembahasan konsep LHP.
5) TP final yang telah memperoleh komentar/tanggapan dari pimpinan
entitas oleh ketua tim pemeriksa dihimpun menjadi himpunan TP.
14
16
17
18
19
20
21
a. Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan cara menguji ketepatan penjumlahan
antar akun/perkiraan serta kecukupan pengungkapannya dalam laporan
keuangan. Dalam menguji LKPP dan LKKL yaitu meliputi antara lain:
1) Ketepatan penjumlahan secara horizontal dan vertikal pada laporan
keuangan dan kesesuaian dengan SAP,
2) Ketepatan akun/perkiraan dan nilainya dibandingkan dengan semua
akun/perkiraan dan nilainya dari laporan keuangan (laporan keuangan
SKPD untuk LKPD), dan
3) Kecukupan pengungkapan akun/perkiraan tersebut.
b. Teknik Prediktif
Teknik prediktif dilakukan dengan cara menguji lebih rinci kenaikan
nilai akun/perkiraan yang tidak biasa (unusual item) apabila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
c. Analisis Rasio dan Horizontal (Tren)
Analisis rasio adalah suatu metode analisis untuk mengetahui
hubungan dari akun-akun tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi
secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut dan tren
dilakukan dengan cara menguji lebih rinci rasio dan tren dari
akun/perkiraan yang telah dilakukan pada pengujian analitis awal seperti
antar akun belanja dan kenaikan atau penurunan aset tetap dan
sebagainya.
Melalui pengujian analitis terinci ini, diharapkan pemeriksa dapat
menemukan hubungan logis penyajian antara masing-masing akun atau perkiraan
pada laporan keuangan. Disamping itu, pemeriksa dapat menilai kecukupan
pengungkapan atas setiap perubahan pada pos/akun/unsur pada laporan keuangan
yang diperiksa serta menentukan area-area signifikan dalam pengujian sistem
pengendalian intern dan pengujian substantif atas transaksi dan saldo.
2. Pengujian Sistem Pengendalian Intern
Pengujian terhadap sistem pengendalian intern meliputi pengujian yang
dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain dan implementasi sistem
pengendalian intern. Dalam pengujian desain sistem pengendalian intern,
pemeriksa mengevaluasi apakah sistem pengendalian intern telah didesain secara
memadai dan dapat meminimalisasi secara relatif salah saji dan kecurangan.
Sementara itu, pengujian implementasi sistem pengendalian intern dilakukan
dengan melihat pelaksanaan pengendalian pada kegiatan atau transaksi yang
dilakukan oleh pihak yang terperiksa.
22
pengujian
juga
dilakukan
terhadap
pengendalian
teknologi informasi
tersebut yang meliputi pengujian atas pengendalian umum dan pengendalian
aplikasi.
a. Pengujian atas pengendalian umum
Pemahaman terhadap pengendalian umum bertujuan untuk memperoleh
pemahaman mengenai pengendalian umum atas penggunaan teknologi
informasi yang meliputi pengendalian pengamanan, akses, pengembangan
software aplikasi, pemisahan fungsi dan keberlanjutan layanan.
Apabila hasil pengujian atas pengendalian umum menunjukkan bahwa
pengendalian yang ada tidak efektif, maka dapat dipertimbangkan bahwa
pengujian atas pengendalian aplikasi tidak perlu dilakukan.
b. Pengujian atas pengendalian aplikasi
Pemahaman terhadap Pengendalian Aplikasi (Application Control) bertujuan
untuk memperoleh pemahaman mengenai pengendalian terhadap aplikasiaplikasi terkait dengan penyusunan laporan keuangan serta untuk
menentukan apakah terdapat pengendalian untuk meyakinkan akurasi,
kelengkapan, dan ketepatan waktu data selama pemrosesan (batch atau real
time). Pengujian ini meliputi pengujian sistem informasi/teknik, pengguna
akhir, system interfaces, penanganan file, backup dan pemulihan.
Pengendalian yang diuji ini mencakup pengendalian input, pengendalian
pemrosesan, koreksi kesalahan, pengendalian output, dokumentasi akhir,
otorisasi pengamanan, pemisahan tugas, serta pemeliharaan file.
3. Pengujian Substantif Atas Transaksi Dan Saldo Akun
Pengujian ini meliputi pengujian subtantif atas transaksi dan saldo-saldo
akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan keuangan yang diperiksa.
Pengujian tersebut memperhatikan kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian intern,
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pengujian subtantif atas transaksi dan saldo dilakukan setelah pemeriksa
memperoleh laporan keuangan entitas yang diperiksa. Pengujian subtantif atas
transaksi dan saldo dapat juga dilakukan pada pemeriksaan interim, tetapi hasil
pengujian tersebut perlu direviu lagi setelah laporan keuangan diterima.
Pengujian subtantif transaksi dan saldo dilakukan untuk meyakini asersi
manajemen atas laporan keuangan pihak yang diperiksa, yaitu keberadaan dan
keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian dan pengalokasian, dan
penyajian dan pengungkapan.
Pengujian substantif atas transaksi dan saldo untuk pengujian LKPP/LKKL
meliputi pengujian pada:
a. Pendapatan negara/hibah dan penerimaan pembiayaan
b. Belanja negara dan pengeluaran pembiayaan
24
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
25
26
4. Penyelesaian Penugasan
Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan yang
dilakukan pemeriksa untuk mereviu hal-hal sebagai berikut:
a. Kewajiban Kontijensi
Kewajiban kontijensi merupakan kewajiban potensial dari peristiwa masa lalu
dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
Kewajiban kontijensi juga dapat diartikan sebagai kewajiban di masa kini yang
timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena entitas tidak ada
kemungkinan mengeluarkan sumber daya untuk menyelesaikan kewajibannya dan
jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Contoh kewajiban kontijensi antara lain:
1) permasalahan hukum yang masih pending terkait hak dan kewajiban entitas,
2) kemungkinan klaim, dan
3) jaminan entitas atas barang /jasa.
Dalam hal, ini perlu juga ditambahkan kondisi-kondisi yang menyebabkan
terjadinya kewajiban bersyarat, antara lain:
1) adanya kemungkinan pembayaran di masa yang akan datang kepada pihak
ketiga akibat kondisi saat ini;
2) terdapat ketidakpastian atas jumlah pembayaran di masa yang akan datang; dan
3) hasilnya sangat ditentukan oleh peristiwa yang akan datang.
Dalam petunjuk teknis pemeriksaan LKPP, langkah-langkah yang harus
ditempuh pemeriksa untuk mereviu kewajiban kontijensi adalah sebagai berikut:
1) Dapatkan dan reviu putusan hukum yang masih pending terkait hak dan
kewajiban pemerintah usat/kementerian/lambaga serta keputusan-keputusan
lainnya, yang kemungkinan menimbulkan kewajiban kontinjensi.
2) Diskusikan dengan pejabat terkait seperti menteri/pimpinan lembaga dan
sekretaris menteri/pimpinan lembaga atau pejabat lain di bidang hukum atau
yang terkait lainnya mengenai kemungkinan kewajiban kontinjensi tersebut.
3) Teliti apakah kewajiban kontinjensi tersebut telah diungkapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga atau pejabat terkait lainnya didalam laporan
keuangan.
b. Kontrak/ Komitmen Jangka Panjang
Pemeriksa juga perlu mereviu kembali kontrak/komitmen jangka panjang
yang dibuat entitas terkait dengan kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi dari
kontrak/komitmen tersebut. Pemeriksaan kontrak/komitmen tersebut dapat
dilakukan ketika pemeriksa melakukan pemeriksaan atas transaksi dan saldo akun
terkait. Jika dalam hasil reviu ditemukan kemungkinan kerugian yang akan terjadi
dan bersifat material terhadap laporan keuangan, pemeriksa sesegera mungkin
manginformasikan kepada entitas yang diperiksa tentang perlunya membuat
amandemen/addendum kontrak untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
27
1)
2)
3)
4)
direviu oleh ketua tim. Konsep TP atas laporan keuangan entitas yang diperiksa
merupakan permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa dan dipandang perlu
untuk dikomunikasikan kepada pihak yang terperiksa. Permasalahan tersebut
meliputi:
a. ketidakefektivan sistem pengendalian intern,
b. kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
c. ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang signifikan, dan
d. ikhtisar koreksi.
Pada Petunjuk Teknis Pemeriksaan atas LKPP dan LK K/L, penyusunan ikhtisar
koreksi diuraikan sebagai satu tahap tersendiri yang dilakukan sebelum penyusunan
konsep TP. sebelum tahap ini dilaksanakan, pemerintah terlebih dahulu melakukan
penyusunan ikhtisar koreksi. Ikhtisar koreksi adalah merupakan rekapitulasi koreksi
atau penyesuaian (adjustments) yang diusulkan tim pemeriksa kepada entitas yang
diperiksa. Apabila tim pemeriksa menemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK)
dalam tahap ini, ketua tim segera melaporkannya kepada pengendali teknis. Indikasi
TPK tersebut dilaporkan oleh pengendali teknis kepada penanggung jawab untuk
dilaporkan kepada pemberi tugas. Penanganan lebih lanjut indikasi temuan TPK
mengacu pada PMP dan tata cara penyampaian temuan indikasi TPK kepada pihak
berwenang mengacu pada kesepakatan bersama BPK dan Kejaksaan Agung RI.
Konsep TP tersebut disampaikan ketua tim pemeriksa kepada pejabat entitas yang
berwenang untuk mendapatkan tanggapan tertulis dan resmi dari entitas tersebut.
Sesuai dengan petunjuk teknis pemeriksaan, tim pemeriksa dapat melakukan
diskusi dengan pimpinan entitas yang diperiksa setelah pemberian TP untuk
ditanggapi. Diskusi dilaksanakan untuk klarifikasi atas permasalahan yang diungkap
dalam konsep TP dan relevansi tanggapan dari entitas. Entitas yang diperiksa dapat
menyampaikan data/informasi terkait dengan permasalahan yang diungkap dalam
TP. Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas membuktikan analisis
dalam TP salah dan diakui oleh tim pemeriksa, maka konsep TP dinyatakan batal
(drop). Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas yang diperiksa tidak
dapat membuktikan kesalahan penganalisisan dalam konsep TP, maka konsep TP
dinyatakan menjadi TP final. Pembahasan yang terjadi selama diskusi
didokumentasikan dalam risalah diskusi TP. Risalah diskusi ini sekaligus sebagai
Notulen Exit Meeting apabila tidak ada diskusi lebih lanjut. TP final yang telah
memperoleh komentar/tanggapan dari pimpinan entitas oleh ketua tim pemeriksa
dihimpun menjadi himpunan TP.
6. Perolehan Tanggapan Resmi Dan Tertulis
Tujuan tahap ini adalah untuk mendapatkan tanggapan dari pimpinan entitas
yang diperiksa atas temuan-temuan pemeriksaan hasil pembahasan TP pada
pertemuan akhir. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Himpunan TP
b. Risalah diskusi TP
29
30
Referensi:
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
XIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan.
Nomor
31
1/K/I-
04/K/I-