You are on page 1of 31

Pelaksanaan Pemeriksaan

LKPP

Kelas 8B STAR BPKP


Kelompok 6
1.
2.
3.
4.
5.

Fadel Khalif Muhammad


Mandala Ulul Amri
Rayendra Hari Saputra
Retno Wulan Sari
Sari Hanifah

Program DIV Keuangan


Spesialisasi Akuntansi
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
2015

(11)
(18)
(26)
(27)
(32)

BAGIAN I
PENDAHULUAN
Pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia (BPK RI) merupakan mandatory audit, yaitu pemeriksaan yang
diwajibkan oleh Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Pemeriksaan
keuangan, baik pada sektor privat maupun publik, merupakan rangkaian proses
sistematis yang pada umumnya terdiri atas tiga tahapan yaitu tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan. Tahap pelaksanaan mungkin merupakan tahap paling
krusial dari keseluruhan proses pemeriksaan, karena pada tahap inilah semua hal
yang telah direncanakan diusahakan untuk dilaksanakan dan diharapkan akan
menghasilkan input yang berkualitas bagi tahap pelaporan. Pada tahap inilah
pemeriksa harus melakukan berbagai macam pengujian yang salah satunya demi
memastikan asersi manajemen yang disajikan oleh pihak yang diperiksa melalui
laporan keuangannya.
Dalam melakukan pemeriksaan keuangan tersebut, BPK telah menetapkan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) dan Panduan Manajemen
Pemeriksaan (PMP). SPKN dan PMP tersebut perlu dilengkapi dengan petunjuk
pelaksanaan agar ada keseragaman pelaksanaan pemeriksaan keuangan di antara
para pemeriksa BPK. Oleh karena itu, BPK perlu menyusun dan menetapkan
petunjuk pelaksanaan (juklak) pemeriksaan keuangan. Juklak pemeriksaan
keuangan merupakan bagian terpenting dan sebagai perangkat lunak pelengkap
SPKN dan PMP, yang wajib menjadi pedoman bagi pemeriksa dalam melaksanakan
pemeriksaan keuangan. Dalam juklak tersebut diuraikan secara mendetil mengenai
perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaaan.
Makalah ini akan khusus membahas mengenai salah satu tahap pemeriksaan
keuangan yaitu tahap pelaksanaan yang merupakan realisasi atas perencanaan
pemeriksaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun landasan dalam pembuatan
makalah ini yaitu:
1. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01
Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran III.
2. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/K/IXIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan.
3. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 04/K/IIII.2/5/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan.

BAGIAN II
PEMBAHASAN
A. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) tertuang dalam Peraturan
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara dinyatakan dalam bentuk Pernyataan Standar
Pemeriksaan (PSP). Peraturan ini diuraikan dalam delapan lampiran yang memuat
tujuh Pernyataan Standar Pemeriksaan yang digunakan dalam pemeriksaan
keuangan dan pemeriksaan kinerja. Standar pelaksanaan pemeriksaan keuangan
diatur dalam PSP Nomor 02 dalam Lampiran III SPKN.
Dalam PSP 02 disebutkan bahwa Standar Pemeriksaan memberlakukan setiap
standar pekerjaan lapangan audit keuangan dan Pernyataan Standar Audit (PSA)
yang ditetapkan oleh IAI, kecuali ditentukan lain. Untuk pemeriksaan keuangan,
Standar Pemeriksaan memberlakukan tiga pernyataan standar pekerjaan lapangan
seperti dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang ditetapkan IAI,
sebagai berikut:
a. Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan
tenaga asisten harus disupervisi dengan semestinya.
b. Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan.
c. Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Selain ketiga persyaratan standar pekerjaan lapangan seperti yang telah
ditetapkan IAI, dalam PSP 02 juga ditetapkan standar pelaksanaan tambahan.
Terdapat lima standar pelaksanaan tambahan dalam pelaksanaan pemeriksaan
keuangan yaitu Komunikasi Pemeriksa; Pertimbangan Terhadap Hasil Pemeriksaan
Sebelumnya; Merancang Pemeriksaan Untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan
Dari Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, Kecurangan (Fraud), Serta
Ketidakpatutan (Abuse); Pengembangan Temuan Pemeriksaan; dan Dokumentasi
Pemeriksaan.
1. Komunikasi Pemeriksa
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan pertama berisi:
Pemeriksa harus mengkomunikasikan informasi yang berkaitan
dengan sifat, saat, lingkup pengujian, pelaporan yang direncanakan,
3

dan tingkat keyakinan kepada manajemen entitas yang diperiksa dan


atau pihak yang meminta pemeriksaan.
Standar Pemeriksaan mensyaratkan pemeriksa untuk memperoleh
pemahaman mengenai entitas yang diperiksa dan melakukan komunikasi dengan
entitas yang diperiksa. Standar Pemeriksaan memberi kesempatan untuk
memperluas pihak yang akan diajak berkomunikasi tentang hal yang berkaitan
dengan informasi tertentu selama perencanaan pemeriksaan, termasuk
kemungkinan adanya pembatasan dalam pelaporan, untuk mengurangi risiko salah
interpretasi atas laporan hasil pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya untuk
menentukan bentuk, isi, dan intensitas komunikasi. Bentuk komunikasi tertulis
adalah bentuk yang lebih baik. Pemeriksa dapat mengkomunikasikan informasi yang
dipandang perlu dengan memuatnya dalam program pemeriksaan. Komunikasi yang
dilakukan pemeriksa harus didokumentasikan.
Pemeriksa harus mengkomunikasikan tanggung jawabnya dalam penugasan
pemeriksaan antara lain kepada:
a. Manajemen entitas yang diperiksa.
b. Lembaga/badan yang memiliki fungsi pengawasan terhadap manajemen atau
pemerintah seperti DPR/DPRD, dewan komisaris, komite audit, dan dewan
pengawas.
c. Pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam proses pelaporan
keuangan.
Dalam mengkomunikasikan sifat pekerjaan pemeriksaan dan tingkat
keyakinan, pemeriksa harus secara khusus menekankan pekerjaan pemeriksaan dan
pelaporan yang berkaitan dengan pengujian pengendalian intern atas laporan
keuangan, kepatuhan atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama tahap
perencanaan pemeriksaan, pemeriksa harus mengkomunikasikan tanggung jawab
mereka untuk menguji pengendalian intern atas laporan keuangan dan kepatuhan
atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Komunikasi ini harus mencakup
pengujian pengendalian intern tambahan yang diminta atau dipersyaratkan oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal BPK menugaskan pemeriksa melaksanakan pemeriksaan
berdasarkan permintaan entitas yang diperiksa dan atau pihak ketiga, BPK atau
pemeriksa juga harus melaksanakan komunikasi dengan pihak tersebut. Komunikasi
tersebut harus dilakukan secara tertulis.
Pemeriksa sebaiknya melakukan komunikasi dengan pemeriksa/pengawas
dan/atau manajemen entitas yang diperiksa. Komunikasi tersebut dapat berupa
pemahaman atas informasi yang terkait dengan obyek pemeriksaan dan
pengendalian intern entitas yang diperiksa. Pemeriksa dapat juga menggunakan
surat penugasan sebagai media sehingga pihak lain yang berkepentingan dapat
tetap terinformasi.
4

Apabila suatu pemeriksaan dihentikan sebelum berakhir, pemeriksa harus


menulis catatan yang berisi ringkasan hasil pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan dan
menjelaskan alasan pemeriksaan dihentikan. Pemeriksa harus mengkomunikasikan
secara tertulis alasan penghentian pemeriksaan tersebut kepada entitas yang
diperiksa, entitas yang meminta pemeriksaan dan pihak lain yang ditentukan
peraturan perundang-undangan.
Apabila akuntan publik atau pihak lainnya yang bekerja untuk dan atas nama
BPK ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan dan akuntan publik atau pihak lain
tersebut berpendapat bahwa pemeriksaan harus dihentikan sebelum pemeriksaan
berakhir maka akuntan publik atau pihak lain tersebut wajib mengkonsultasikan
pandangannya terlebih dahulu secara tertulis kepada BPK. Selanjutnya BPK akan
memutuskan apakah pemeriksaan harus dilanjutkan atau dihentikan.
2. Pertimbangan Terhadap Hasil Pemeriksaan Sebelumnya
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kedua adalah:
Pemeriksa harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan sebelumnya
serta tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan dan berkaitan
dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.
Pemeriksa harus memperoleh informasi dari entitas yang diperiksa untuk
mengidentifikasi pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan
tujuan tertentu atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan dan berkaitan
dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk
mengidentifikasi langkah koreksi yang berkaitan dengan temuan dan rekomendasi
signifikan. Pemeriksa harus mempergunakan pertimbangan profesionalnya untuk
menentukan:
a. periode yang harus diperhitungkan,
b. lingkup pekerjaan pemeriksaan yang diperlukan untuk memahami tindak lanjut
temuan signifikan yang mempengaruhi pemeriksaan, dan
c. pengaruhnya terhadap penilaian risiko dan prosedur pemeriksaan dalam
perencanaan pemeriksaan.
Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan tidak terletak
pada temuan pemeriksaan yang dilaporkan atau rekomendasi yang dibuat, tetapi
terletak pada efektivitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa.
Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab untuk menindaklanjuti
rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi
untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa dimaksud. Jika
manajemen tidak memiliki cara semacam itu, pemeriksa wajib merekomendasikan
agar manajemen memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa.
Perhatian secara terus-menerus terhadap temuan pemeriksaan yang material
5

beserta rekomendasinya dapat membantu pemeriksa untuk menjamin terwujudnya


manfaat pemeriksaan yang dilakukan.
Pemeriksa perlu memperhatikan bahwa berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, manajemen dapat memperoleh sanksi bila tidak
melakukan tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksaan sebelumnya. Oleh sebab itu,
pemeriksa harus menilai apakah manajemen telah menyiapkan secara memadai
suatu sistem pemantauan tindak lanjut pemeriksaan yang dilakukan oleh berbagai
pemeriksa, baik intern maupun ekstern, pada entitas tersebut. Selain itu, pemeriksa
perlu memastikan bahwa seluruh lini manajemen entitas telah mengetahui dan
memantau hasil pemeriksaan yang terkait dengan unit di bawah kendalinya.
Pemantauan tersebut dilakukan oleh manajemen dan bukan hanya oleh pengawas
entitas yang bersangkutan.
3. Merancang Pemeriksaan Untuk Mendeteksi Terjadinya Penyimpangan
Dari Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan, Kecurangan (Fraud),
Serta Ketidakpatutan (Abuse)
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga adalah:
a. Pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan
keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang
disebabkan oleh ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berpengaruh langsung dan material
terhadap penyajian laporan keuangan. Jika informasi tertentu
menjadi perhatian pemeriksa, diantaranya informasi tersebut
memberikan bukti yang berkaitan dengan penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berpengaruh
material tetapi tidak langsung berpengaruh terhadap kewajaran
penyajian laporan keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur
pemeriksaan tambahan untuk memastikan bahwa penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan telah atau akan terjadi.
b. Pemeriksa harus waspada pada kemungkinan adanya situasi
dan/atau peristiwa yang merupakan indikasi kecurangan dan/atau
ketidakpatutan dan apabila timbul indikasi tersebut serta
berpengaruh signifikan terhadap kewajaran penyajian laporan
keuangan, pemeriksa harus menerapkan prosedur pemeriksaan
tambahan untuk memastikan bahwa kecurangan dan/atau
ketidakpatutan telah terjadi dan menentukan dampaknya terhadap
kewajaran penyajian laporan keuangan.
Standar Pemeriksaan pada dasarnya mensyaratkan bahwa pemeriksa harus
menilai risiko salah saji material yang mungkin timbul karena kecurangan dari
informasi dalam laporan keuangan atau data keuangan lain yang secara signifikan
terkait dengan tujuan pemeriksaan. Pemeriksa harus mempertimbangkan prosedur
pemeriksaan yang harus dirancang untuk menilai salah saji material yang mungkin
6

timbul karena kecurangan tersebut. Standar Pemeriksaan juga mensyaratkan agar


pemeriksa mempertimbangkan prosedur pemeriksaan yang harus dirancang untuk
menilai salah saji material yang mungkin timbul karena ketidakpatuhan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan. Jika informasi tertentu menjadi
perhatian pemeriksa, maka pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk
memastikan bahwa ketidakpatuhan telah atau akan terjadi.
Ketidakpatutan berbeda dengan kecurangan atau penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketidakpatutan terjadi tidak disebabkan
oleh kecurangan dan atau penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangundangan. Namun dalam hal ini, ketidakpatutan adalah perbuatan yang jauh berada
di luar pikiran yang masuk akal atau di luar praktik-praktik sehat yang lazim.
Pemeriksa harus waspada terhadap situasi atau peristiwa yang dapat
mengindikasikan terjadinya ketidakpatutan. Apabila informasi yang diperoleh
pemeriksa (hal ini bisa melalui prosedur pemeriksaan, pengaduan yang diterima
mengenai terjadinya kecurangan atau cara-cara yang lain) mengindikasikan telah
terjadi ketidakpatutan, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah ketidakpatutan
tersebut secara signifikan mempengaruhi hasil pemeriksaan. Apabila indikasi
terjadinya ketidakpatutan memang ada dan secara signifikan akan mempengaruhi
hasil pemeriksaan, pemeriksa harus memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan,
untuk:
a. menentukan apakah ketidakpatutan memang benar-benar terjadi, dan
b. apabila memang benar-benar terjadi, pemeriksa harus menentukan
pengaruhnya terhadap hasil pemeriksaan.
Walaupun demikian, karena penentuan bahwa telah terjadinya ketidakpatutan
bersifat subyektif, maka pemeriksa diharapkan tidak memberikan keyakinan yang
memadai dalam mendeteksi adanya ketidakpatutan. Pemeriksa harus
mempertimbangkan faktor kuantitatif dan kualitatif dalam membuat pertimbangan
mengenai signifikan atau tidaknya ketidakpatutan yang mungkin terjadi dan apakah
pemeriksa perlu untuk memperluas langkah dan prosedur pemeriksaan.
Pemeriksa harus menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam
menelusuri indikasi adanya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan atau ketidakpatutan, tanpa mencampuri proses investigasi
atau proses hukum selanjutnya, atau kedua-duanya. Dalam kondisi tertentu,
ketentuan peraturan perundang-undangan mengharuskan pemeriksa melaporkan
indikasi terjadinya kecurangan, penyimpangan dari ketentuan peraturan perundangundangan atau ketidakpatutan kepada pihak yang berwenang sebelum memperluas
langkah dan prosedur pemeriksaan. Pemeriksa perlu memperhatikan prosedur yang
berlaku di BPK untuk melaksanakan pelaporan kepada pihak yang berwenang
tersebut. Pemeriksa bisa juga diminta untuk menghentikan atau menunda prosedur
pemeriksaan selanjutnya agar tidak mengganggu investigasi.

4. Pengembangan Temuan Pemeriksaan


Pernyataan standar pelaksanaan tambahan keempat adalah:
Pemeriksa harus merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan
untuk
mengembangkan
unsur-unsur
pemeriksaan.

prosedur
temuan

Temuan pemeriksaan, seperti kurang memadainya pengendalian intern,


penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan, kecurangan, serta
ketidakpatutan biasanya terdiri dari unsur kondisi, kriteria, akibat dan sebab. Namun
demikian, unsur yang dibutuhkan untuk sebuah temuan pemeriksaan seluruhnya
bergantung pada tujuan pemeriksaan tersebut. Jadi, sebuah temuan atau
sekelompok temuan pemeriksaan disebut lengkap sepanjang tujuan pemeriksaannya
telah dipenuhi dan laporannya secara jelas mengaitkan tujuan tersebut dengan
unsur temuan pemeriksaan.
Pemeriksa perlu melakukan pembahasan dengan manajemen entitas yang
diperiksa untuk mengembangkan temuan pemeriksaan.
5. Dokumentasi Pemeriksaan
Pernyataan standar pelaksanaan tambahan kelima adalah:
Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi
pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi
pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman, tetapi tidak
mempunyai
hubungan
dengan
pemeriksaan
tersebut
dapat
memastikan bahwa dokumentasi pemeriksaan tersebut dapat menjadi
bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa.
Dokumentasi pemeriksaan harus mendukung opini, temuan, simpulan
dan rekomendasi pemeriksaan.
Bentuk dan isi dokumentasi pemeriksaan harus dirancang sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kondisi masing-masing pemeriksaan. Informasi yang
dimasukkan dalam dokumentasi pemeriksaan menggambarkan catatan penting
mengenai pekerjaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan standar dan
simpulan pemeriksa. Kuantitas, jenis, dan isi dokumentasi pemeriksaan didasarkan
atas pertimbangan profesional pemeriksa.
Dokumentasi pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu:
a. Memberikan dukungan utama terhadap laporan hasil pemeriksaan.
b. Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan
pemeriksaan.
8

c. Memungkinkan pemeriksa lain untuk mereviu kualitas pemeriksaan.


Dokumentasi pemeriksaan juga harus memuat informasi tambahan sebagai
berikut:
a. Tujuan lingkup, dan metodologi pemeriksaan, termasuk kriteria pengambilan
uji-petik (sampling) yang digunakan.
b. Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung simpulan dan
pertimbangan profesional.
c. Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan.
d. Penjelasan pemeriksa mengenai standar yang tidak diterapkan beserta alasan
dan akibatnya.
Penyusunan dokumentasi pemeriksaan harus cukup terinci untuk memberikan
pengertian yang jelas tentang tujuan, sumber dan simpulan yang dibuat oleh
pemeriksa, dan harus diatur sedemikian rupa sehingga jelas hubungannya dengan
temuan dan opini yang ada dalam laporan hasil pemeriksaan.
Dokumentasi pemeriksaan memungkinkan dilakukannya reviu terhadap
kualitas pelaksanaan pemeriksaan, yaitu dengan memberikan dokumentasi
pemeriksaan tersebut kepada pereviu, baik dalam bentuk dokumentasi tertulis
maupun dalam format elektronik. Apabila dokumentasi pemeriksaan hanya disimpan
secara elektronik, organisasi pemeriksa harus yakin bahwa dokumentasi elektronik
tersebut dapat diakses sepanjang periode penyimpanan yang ditetapkan dan akses
terhadap dokumentasi elektronik tersebut dijaga secara memadai.
Organisasi pemeriksa harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang wajar
mengenai pengamanan dan penyimpanan dokumentasi pemeriksaan selama waktu
tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Organisasi pemeriksa harus menjaga dengan baik dokumentasi yang
berkaitan dengan setiap pemeriksaan. Organisasi pemeriksa harus mengembangkan
kebijakan dan kriteria yang jelas guna menghadapi situasi bila ada permintaan dari
pihak ekstern yang meminta akses terhadap dokumentasi, khususnya yang
berhubungan dengan situasi di mana pihak ekstern mencoba untuk
mendapatkannya secara tidak langsung kepada pemeriksa mengenai hal-hal yang
tidak dapat mereka peroleh secara langsung dari entitas yang diperiksa. Kebijakan
dimaksud perlu mempertimbangkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku bagi organisasi pemeriksa atau entitas yang diperiksa.
B. Panduan Manajemen
Republik Indonesia

Pemeriksaan

Badan

Pemeriksa

Keuangan

Dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan, pemeriksa juga mengacu pada


Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/K/IVIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia yang terinci dalam Bab IV tentang Pelaksanaan
Pemeriksaan.
9

1. Lingkup
Pelaksanaan pemeriksaan merupakan realisasi atas rencana pemeriksaan.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah adanya surat tugas pemeriksaan danberakhir
dengan adanya penyampaian Temuan Pemeriksaan (TP) kepada entitas yang
diperiksa. TP bukan laporan hasil pemeriksaan, tetapi merupakan temuan atau
indikasi permasalahan yang diperoleh selama pemeriksaan dan berfungsi sebagai
sarana komunikasi antara tipemeriksa dengan pejabat entitas yang diperiksa
sebelum penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
Pelaksanaan pemeriksaan dibagi ke dalam dua kegiatan, yaitu pekerjaan
pemeriksaan dan pengakhiran pemeriksaan. Kegiatan pekerjaan pemeriksaan adalah
kegiatan yang dilaksanakan ketika tim pemeriksa berada di lapangan. Kegiatan
pekerjaan pemeriksaan dimulai dari komunikasi awal dan diakhiri dengan komunikasi
akhir dengan pejabat entitas yang diperiksa, sedangkan kegiatan pengakhiran
pemeriksaan adalah kegiatan setelah tim kembali dari lapangan. Kegiatan
pengakhiran pemeriksaan antara lain, melaporkan hasil pemeriksaan di lapangan
dan mempertanggungjawabkan administrasi pemeriksaan.
2. Pihak-pihak Terkait dalam Pelaksanaan Pemeriksaan
Pelaksanaan pemeriksaan melibatkan tim pemeriksa, yang terdiri dari
penanggung jawab, pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim; apabila
diperlukan tim pemeriksa dapat ditambahkan wakil penanggung jawab dan ketua
subtim.
Penanggung jawab memiliki peran, antara lain, menjamin kelancaran
pelaksanaan pemeriksaan. Apabila terdapat wakil penanggung jawab dalam tim
pemeriksaan, maka penanggung jawab membagi tugas dan peran dengan wakil
penanggung jawab.
Pengendali teknis memiliki peran, antara lain:
a. Menjamin terpenuhinya tujuan dan lingkup pemeriksaan;
b. Menjamin terpenuhinya pelaksanaan Program Pemeriksaan (P2) yang tertuang
dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP);
c. Menjamin kebenaran pembahasaan dalam TP.
Ketua tim memiliki peran, antara lain:
a. Menjamin terpenuhinya unsur-unsur temuan seperti kondisi, kriteria, sebab,
dan akibat sesuai dengan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN);
b. Menjamin kelengkapan dan kecukupan bukti pendukung;
c. Menjamin kebenaran matematis dan akurasi angka dalam TP.
Apabila terdapat ketua subtim dalam tim pemeriksaan, maka peran ketua
subtim sama dengan ketua tim, tetapi terbatas pada subtim yang dibawahkan.
Anggota tim memiliki peran, antara lain:
a. Melaksanakan P2;
b. Menjamin kebenaran matematis dan akurasi angka dalam KKP.
10

3. Mekanisme Pelaksanaan Pemeriksaan


Pelaksanaan pemeriksaan atas kegiatan
pengakhiran pemeriksaan meliputi enam tahap:
a. Komunikasi awal;
b. Pelaksanaan P2;
c. Penyusunan KKP;
d. Penyusunan TP;
e. Komunikasi Akhir (Penyampaian TP); dan
f. Pengakhiran pemeriksaan.

pekerjaan

pemeriksaan

dan

Gambar berikut menunjukkan tahap-tahap pelaksanaan pemeriksaan.

Gambar II.1 Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan


a. Komunikasi Awal
Komunikasi awal dengan pimpinan entitas yang diperiksa bertujuan
untuk menjelaskan pemeriksaan yang dilakukan yang meliputi tujuan,
lingkup, jadwal waktu, dan kebutuhan dokumen yang diperiksa, serta
menjelaskan komposisi tim pemeriksa yang tercantum dalam surat tugas.
Komunikasi tersebut dilaksanakan dalam bentuk pertemuan awal dengan
pimpinan entitas yang diperiksa.
Pada saat pertemuan awal tim pemeriksa membuat notulen yang berisi
informasi tentang pertemuan awal termasuk pernyataan lisan dari pihak
entitas untuk menolak pemeriksaan yang akan dilakukan oleh tim pemeriksa.
Notulen pertemuan awal tersebut ditandatangani oleh ketua tim.
b. Pelaksanaan P2
Pelaksanaan P2 dilakukan oleh tim pemeriksa sesuai pembagian tugas
dan Program Kerja Perorangan (PKP). Pelaksanaan P2 ditujukan untuk
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup dan kompeten. Bukti
pemeriksaan merupakan dokumen pendukung yang dimuat dalam KKP.
11

Selama pemeriksaan, ketua tim mengawasi dan menilai pelaksanaan P2 yang


dilakukan oleh anggota tim apakah telah sesuai dengan langkah-langkah yang
dimuat dalam PKP dan telah didokumentasikan dalam KKP. Pengendali teknis
bertanggungjawab atas kesesuaian antara seluruh pelaksanaan P2 dengan
KKP tim pemeriksa.
Dalam hal beberapa langkah pada P2 tidak dapat dilaksanakan, ketua
tim dapat mengusulkan perubahan P2 kepada penanggung jawab melalui
pengendali teknis. Perubahan P2 dapat disetujui setelah selesainya
pemeriksaan di lapangan. Apabila persetujuan P2 dari penanggung jawab
belum diperoleh, ketua tim dapat melaksanakan langkah pemeriksaan sesuai
dengan usulan perubahan P2, tetapi dengan sepengetahuan pengendali
teknis dan penanggung jawab. Perubahan P2 beserta alasannya harus
didokumentasikan dalam KKP.
Apabila terdapat P2 yang tidak dapat dilaksanakan karena pimpinan
entitas menolak untuk diperiksa, maka tim pemeriksa membuat Berita Acara
(BA)
Penolakan
Pemeriksaan
atau
Penolakan
Pemberian
Keterangan/Dokumen Pemeriksaan yang ditandatangani oleh pimpinan
entitas yang diperiksa dan penanggung jawab pemeriksaan.
Apabila
pimpinan
entitas
yang
diperiksa
tidak
bersedia
menandatangani BA Penolakan Pemeriksaan/Pemberian Keterangan/Dokumen
Pemeriksaan, maka penanggung jawab menyampaikan Surat Pernyataan
Penolakan menandatangani BA Penolakan Pemeriksaan/ Pemberian
Keterangan/Dokumen Pemeriksaan kepada pimpinan entitas dimaksud untuk
ditandatangani.
Apabila
pimpinan
entitas
yang
diperiksa
tidak
bersedia
menandatangani Surat Pernyataan Penolakan menandatangani BA Penolakan
Pemeriksaan/Pemberian
Keterangan/Dokumen
Pemeriksaan,
maka
penanggung jawab menyatakan penolakan tersebut dalam notulen pertemuan
awal.
Penanggung jawab kemudian melaporkan adanya penolakan dari
entitas yang diperiksa kepada pemberi tugas dengan melampirkan bukti BA
Penolakan Pemeriksaan/Pemberian Keterangan/Dokumen Pemeriksaan atau
Surat
Pernyataan
Penolakan
menandatangani
BA
Penolakan
Pemeriksaan/Pemberian Keterangan/Dokumen Pemeriksaan atau notulen
pertemuan awal. Pemberi tugas kemudian meminta pertimbangan Ditama
Binbangkum dan pejabat struktural terkait untuk diproses lebih lanjut sesuai
peraturan perundang-undangan. Pejabat yang diberikan atau didelegasikan
kuasa oleh pemberi tugas dapat melibatkan Kepala Sub Bagian (Kasubag)
Hukum dan Humas sebelum meminta pertimbangan kepada Direktorat Utama
Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara
(Ditama Binbangkum).
Apabila terdapat kebutuhan untuk memperpanjang waktu pemeriksaan
dan/atau menambah pemeriksa, penanggung jawab pemeriksaan
mengajukan usul perpanjangan waktu dan/ atau penambahan pemeriksa
kepada pemberi tugas atau pejabat yang diberikan atau didelegasikan kuasa
oleh pemberi tugas. Pengajuan usulan perpanjangan waktu pemeriksaan dan
pemeriksa dilakukan paling lambat lima hari kerja sebelum batas waktu
pemeriksaan lapangan berakhir.
12

Perpanjangan waktu atau penambahan pemeriksa tidak dapat


diberikan karena ketidakcermatan dalam tahapan pemahaman penugasan,
pemahaman entitas, atau penyusunan P2. Perpanjangan waktu dan/atau
penambahan pemeriksa dapat diberikan dalam hal terdapat prosedur yang
tidak dapat dilaksanakan atau diperlukan prosedur tambahan karena entitas
tidak kooperatif atau terdapat temuan/identifikasi tindak pidana korupsi yang
perlu ditelusuri lebih lanjut, atau satu atau lebih pemeriksa tidak dapat
melaksanakan pemeriksaan.
Persetujuan akhir perpanjangan waktu dan/atau penambahan
pemeriksa merupakan kewenangan pemberi tugas atau pejabat yang
diberikan dan didelegasikan kuasa oleh pemberi tugas. Segala konsekuensi
penambahan biaya pemeriksaan yang terjadi karena penambahan hari
pemeriksaan atau penambahan jumlah pemeriksa menjadi tanggung jawab
pemberi tugas atau pejabat yang diberikan atau didelegasikan kuasa oleh
pemberi tugas. Pejabat yang diberikan atau didelegasikan kuasa oleh
pemberi tugas melaporkan adanya perpanjangan hari dan penambahan
pemeriksa kepada pemberi tugas dengan tembusan kepada Auditorat
Keuangan Negara (AKN) terkait.
c. Penyusunan KKP
KKP adalah catatan yang diselenggarakan oleh pemeriksa tentang
prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan, pengujian yang dilakukan,
informasi yang diperoleh, dan kesimpulan yang dibuat sehubungan dengan
penugasan pemeriksaan. KKP berfungsi untuk membuktikan bahwa pemeriksa
telah melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan standar pemeriksaan dan
untuk membantu pelaksanaan reviu oleh pengendali teknis dan/atau
penanggung jawab pemeriksaan.
KKP disusun oleh anggota tim dan direviu oleh ketua tim dan/atau
ketua subtim pada saat pelaksanaan pemeriksaan. Ketua tim dan/atau ketua
subtim membubuhkan tanda tickmark (), paraf, dan tanggal serta
pengarahan atau catatan tertulis dalam melaksanakan reviu atas KKP
anggota tim.
Pengendali teknis mereviu KKP tim pemeriksa secara menyeluruh,
membuat checklist atas seluruh pelaksanaan langkah-langkah P2 dan
membubuhkan tanda tickmark (), paraf, dan tanggal serta pengarahan atau
catatan tertulis atas pekerjaan pemeriksaan/KKP ketua tim. Pekerjaan
pemeriksaan/KKP ketua subtim dapat direviu oleh ketua tim. Prosedur reviu
KKP diatur lebih lanjut dalam petunjuk teknis tentang (quality assurance
system) sistem pengendalian mutu.
Dalam menentukan jangka waktu pemeriksaan pada tahap
perencanaan pemeriksaan harus pula diperhitungkan kebutuhan waktu untuk
menyusun dan mereviu KKP. KKP disusun berdasarkan langkah pemeriksaan
yang direncanakan dalam P2 dengan mencantumkan referensi silang pada
bagian yang saling berhubungan untuk kemudahan proses reviu oleh
pengendali teknis atau pemahaman entitas oleh pemeriksa yang akan datang.
Tata cara penyusunan dan indeksasi KKP mengacu
pada
petunjuk
pelaksanaan tentang KKP.

13

d. Penyusunan TP
Temuan Pemeriksaan (TP) merupakan temuan atau indikasi
permasalahan yang diperoleh selama pemeriksaan. Pada dasarnya, TP terkait
dengan:
1) Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan,
penyimpangan, dan ketidakpatutan yang material untuk dilaporkan;
2) Kelemahan sistem pengendalian intern yang material untuk dilaporkan;
3) Kegagalan suatu program yang diperiksa; dan
4) Ketidaksesuaian kondisi dengan kriteria yang ditetapkan.
TP memiliki arti penting untuk disampaikan kepada entitas yang
diperiksa dengan didukung oleh fakta dan informasi yang akurat,
berhubungan dengan permasalahan yang diperoleh dari pemeriksaan
lapangan, dan mempunyai nilai yang cukup material. Berdasarkan TP
tersebut, pimpinan entitas yang diperiksa akan memberikan tanggapan. TP
disampaikan kepada pimpinan entitas yang diperiksa dan belum menjadi
dokumen publik karena TP merupakan bagian dari kertas kerja pemeriksaan
dan bukan merupakan laporan hasil pemeriksaan.
Prosedur Penyusunan TP dilakukan sebagai berikut:
1) Konsep TP disusun oleh anggota tim atau ketua tim pada saat
pemeriksaan berlangsung. Konsep TP yang disusun oleh anggota tim
harus direviu oleh ketua tim. Konsep TP diketik dengan rapi dan jelas
serta diberi tanda bayang (watermark) KONSEP.
2) Konsep TP yang telah direviu, kemudian diberikan oleh ketua tim kepada
pimpinan entitas yang diperiksa untuk dimintakan tanggapan. Apabila
pimpinan entitas berhalangan, pemberian tanggapan dapat dikuasakan
kepada bawahannya melalui surat pelimpahan wewenang untuk
menanggapi konsep TP yang diberikan.
3) Tim pemeriksa dapat menyelenggarakan diskusi dengan pimpinan entitas
yang diperiksa setelah pemberian TP untuk ditanggapi. Diskusi
dilaksanakan untuk klarifikasi atas permasalahan yang diungkap dalam
konsep TP. Entitas yang diperiksa dapat menyampaikan data/informasi
terkait dengan permasalahan yang diungkap dalam TP. Apabila
data/informasi yang disampaikan oleh entitas membuktikan analisis dalam
TP salah dan diakui oleh tim pemeriksa, maka konsep TP dinyatakan batal.
Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas yang diperiksa tidak
dapat membuktikan kesalahan penganalisisan dalam konsep TP (tidak
berdasar sama sekali), maka konsep TP dinyatakan menjadi TP final.
Komentar entitas dan pembahasan yang terjadi selama diskusi
didokumentasikan dalam risalah diskusi TP. Risalah diskusi ini sekaligus
sebagai Notulen pertemuan akhir apabila tidak ada diskusi lebih lanjut.
4) Konsep TP yang dianggap tidak layak oleh ketua tim dan dinyatakan batal
berdasarkan diskusi pembahasan dengan entitas yang diperiksa tetap
didokumentasikan dalam KKP. Konsep TP tersebut dibuatkan daftarnya
dan disampaikan oleh ketua tim kepada pengendali teknis untuk direviu
dan sebagai bahan pembahasan konsep LHP.
5) TP final yang telah memperoleh komentar/tanggapan dari pimpinan
entitas oleh ketua tim pemeriksa dihimpun menjadi himpunan TP.
14

TP memuat unsur sebagai berikut.


a. Judul, berisi satu frase yang terdiri dari dua atau lebih kata, tetapi
bukan kalimat, singkat, dan jelas yang menggambarkan suatu
kondisi atau kombinasi kondisi dengan akibat yang signifikan.
b. Kondisi, berisi data/informasi/bukti atas suatu keadaan yang
disajikan secara obyektif dan relevan berdasarkan fakta yang
ditemukan pemeriksa di lapangan.
c. Kriteria, berisi data/informasi yang menggambarkan keadaan yang
diharapkan/seharusnya terjadi. Kriteria akan mudah dipahami
apabila dinyatakan secara wajar, eksplisit, dan lengkap.
d. Akibat, menjelaskan secara logis pengaruh dari perbedaan antara
kondisi (apa yang ditemukan pemeriksa) dengan kriteria (apa yang
seharusnya terjadi). Akibat lebih mudah dipahami bila dinyatakan
secara jelas dan terinci. Signifikansi dari akibat yang dilaporkan
ditunjukkan oleh bukti yang meyakinkan.
e. Sebab, memberikan bukti yang meyakinkan mengenai faktor yang
menjadi sumber perbedaaan antara kondisi dan kriteria. Dalam
melaporkan sebab, pemeriksa harus mempertimbangkan apakah
bukti yang ada dapat memberikan argumen yang meyakinkan dan
logis bahwa sebab yang diungkapkan merupakan faktor utama
terjadinya perbedaan. Pemeriksa juga perlu mempertimbangkan
apakah sebab yang diungkapkan dapat menjadi dasar pemberian
rekomendasi. Dalam situasi temuan terkait dengan kepatuhan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak
dapat ditetapkan dengan logis penyebab temuan tersebut,
pemeriksa tidak diharuskan untuk mengungkapkan unsur penyebab
tersebut.
f. Komentar Instansi, merupakan tanggapan oleh entitas yang
diperiksa terhadap indikasi temuan. Komentar instansi tidak harus
diperoleh dalam suatu pelaksanaan pemeriksaan.
TP memiliki standar penulisan dan sampul yang disesuaikan dengan
jenis pemeriksaan yang dilakukan dan diatur secara khusus dalam petunjuk
pelaksanaan dan/atau petunjuk teknis pemeriksaan yang terkait. Sampul TP
memuat lambang dan identitas BPK, nama TP, jenis dan lingkup pemeriksaan
nomor dan tanggal TP, unit kerja pemeriksa, dan sampul berwarna jingga
(orange).
e. Komunikasi Akhir (Penyampaian TP)
Apabila masih terdapat hal yang belum selesai didiskusikan atau masih
terdapat permasalahan yang belum jelas, maka tim pemeriksa dapat
melakukan pembahasan akhir. Hasil pembahasan akhir didokumentasikan
dalam notulen pembahasan akhir yang ditandatangani oleh ketua tim.
Pembahasan akhir dilaksanakan paling lambat tiga hari kerja sebelum
penyerahan TP kepada pimpinan entitas yang diperiksa.
Ketua tim menyampaikan TP kepada pimpinan entitas setelah Surat
Penyampaian TP ditandatangani oleh ketua tim dan pimpinan entitas.
Apabila tim pemeriksa menemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi
(TPK) dalam tahap pelaksanaan pemeriksaan, ketua tim segera
melaporkannya kepada pengendali teknis. Indikasi TPK tersebut dilaporkan
15

oleh pengendali teknis kepada penanggung jawab untuk dilaporkan kepada


Anggota terkait melalui Auditor Utama (Tortama) dengan meminta
pertimbangan Ditama Binbangkum dan pejabat struktural terkait dengan
kelayakan untuk diproses hukum lebih lanjut. Tata cara penyampaian indikasi
TPK mengacu pada kesepakatan bersama BPK dan Kejaksaan Agung RI serta
kesepakatan bersama antara BPK dan KPK.
f. Pengakhiran Pemeriksaan
Pengakhiran pemeriksaan meliputi kegiatan dalam rangka mengakhiri
tahapan pelaksanaan pemeriksaan sebagai bentuk pertanggungjawaban tim
pemeriksa baik secara teknis maupun administratif. Tahapan pelaksanaan
pemeriksaan mulai beralih kepada tahap pelaporan, apabila tim pemeriksa
telah menyampaikan laporan akhir pelaksanaan pemeriksaan lapangan.
Laporan akhir pemeriksaan lapangan berisi informasi mengenai waktu
keberangkatan, waktu kembali, akomodasi selama melaksanakan
pemeriksaan, dan kendala yang dihadapi selama melaksanakan pekerjaan
pemeriksaan.
Laporan akhir pemeriksaan lapangan disampaikan oleh ketua tim
kepada penanggung jawab melalui pengendali teknis paling lambat dua hari
kerja setelah pemeriksaan lapangan berakhir. Laporan akhir pemeriksaan
lapangan ini dilampiri dengan TP, nota penyampaian TP, penilaian kinerja
tim, dan pertanggungjawaban keuangan.
Berdasarkan hasil reviu KKP dan pengamatan terhadap personil tim,
ketua tim membuat penilaian kinerja untuk masing-masing anggota tim.
Aspek yang dinilai meliputi prestasi kerja, sikap, dan perilaku anggota tim
selama melakukan pemeriksaan. Lembar penilaian kinerja bersifat rahasia dan
dijadikan dasar bagi penentuan tim dalam penugasan pemeriksaan
berikutnya. Lembar penilaian kinerja selain disampaikan kepada penanggung
jawab juga disampaikan (sebagai tembusan) kepada pejabat struktural yang
membidangi entitas yang diperiksa, atasan langsung anggota tim, dan
pengendali teknis. Penilaian kinerja tim mengacu pada petunjuk pelaksanaan
mengenai sistem pengendalian mutu (quality assurance system).
Tim pemeriksa menyampaikan pertanggungjawaban biaya kepada Biro
Keuangan atau Kasubag Keuangan paling lambat tiga hari kerja setelah
pemeriksaan lapangan berakhir. Pertanggungjawaban tersebut dilampiri
dengan
bukti
pengeluaran
untuk
butir
biaya
yang
harus
dipertanggungjawabkan (komponen at cost) dan SPPD yang telah dibubuhi
cap dan tandatangan entitas yang diperiksa. Laporan akhir pemeriksaan
beserta lampirannya tersebut disimpan dalam KKP.
4. Jadwal Pelaksanaan Pemeriksaan
Jadwal pelaksanaan pemeriksaan dapat dilihat pada tabel berikut:

16

Tabel II.1 Tabel Jadwal Pelaksanaan Pemeriksaan

5. Bagan Alur Kegiatan Pelaksanaan Pemeriksaan


Bagan alur kegiatan pelaksanaan pemeriksaan dapat dilihat pada Gambar 4.2
berikut:

17

18

19

C. Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan


Dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan yang meliputi pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK RI telah menetapkan
Keputusan
Badan
Pemeriksa
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
04/K/I-III.2/5/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan
Keuangan.
Lingkup petunjuk pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini meliputi tata cara
pelaksanaan pemeriksaan keuangan mulai dari tahap perencanaan hingga ke tahap
pelaporan. Akan tetapi, petunjuk pelaksanaan ini tidak mengatur hal-hal yang
bersifat teknis dalam pemeriksaan. Petunjuk secara rinci dari beberapa langkah
dalam Petujuk Pelaksanaan (Juklak) diuraikan pada Petunjuk-Petunjuk Teknis
Pemeriksaan Keuangan. Petunjuk Teknis (Juknis) tersebut antara lain adalah Juknis
tentang Pengendalian Intern, Juknis tentang Materialitas, dan Juknis tentang
Pemahaman dan Penilaian Risiko Pemeriksaan. Di samping itu, terdapat Juknis
tentang Pemeriksaan Keuangan yang dikelompokkan berdasarkan entitas yang
diperiksa, yaitu Juknis Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Laporan
Keuangan Kementerian dan Lembaga (LKPP/LKKL) dan Juknis Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Salah satu tahapan pemeriksaan yang diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersebut adalah Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan yang merupakan bagian dari
metodologi pemeriksaan keuangan secara keseluruhan. Tahap Pelaksanaan
Pemeriksaan merupakan realisasi atas perencanaan pemeriksaan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Tahap pelaksanaan pemeriksaan menurut Petunjuk
Pelaksanaan ini meliputi 7 (tujuh) langkah, yaitu:
1. Pelaksanaan pengujian analitis terinci,
2. Pengujian sistem pengendalian intern,
3. Pengujian substantif atas transaksi dan saldo akun,
4. Penyelesaian penugasan,
5. Penyusunan konsep temuan pemeriksaan,
6. Perolehan tanggapan resmi dan tertulis, dan
7. Penyampaian temuan pemeriksaan (TP) kepada entitas yang diperiksa.
Sedangkan
tahap
pelaksanaan
pemeriksaan
menurut
Juknis
Pemeriksaan LKPP/LKKL dan Juknis Pemeriksaan LKPD terdiri dari 9 (sembilan)
langkah, yaitu:
1. Pelaksanaan pengujian analitis terinci,
2. Pengujian sistem pengendalian intern,
3. Pengujian substantif transaksi dan saldo,
4. Penyelesaian penugasan,
5. Penyusunan ikhtisar koreksi,
6. Penyusunan konsep temuan pemeriksaan,

20

7. Penyampaian dan pembahasan konsep temuan pemeriksaan dengan pejabat


entitas yang berwenang,
8. Perolehan tanggapan resmi dan tertulis, dan
9. Penyampaian temuan pemeriksaan (TP).
Berdasarkan literatur terkait pemeriksaan/audit yang salah satunya terdapat
dalam buku Auditing and Assurance Services: An Integrated Approach 13th
Edition karya Alvin A. Arens, Randal J. Elder, dan Mark S. Beasley, tahap
pelaksanaan pemeriksaan laporan keuangan secara garis besar terbagi dalam 2
(dua) tahap yaitu:
1. Pengujian sistem pengendalian internal dan substantif atas transaksi,
2. Pelaksanaan pengujian analitis dan pengujian saldo akun.
Tahapan pemeriksaan yang diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan BPK ini
secara keseluruhan tidak jauh berbeda dengan teori audit yang dipelajari secara
umum. Adanya beberapa langkah tahapan lebih lanjut, menurut kami, karena BPK
juga concern terhadap adanya indikasi terkait tindak pidana korupsi. Langkahlangkah lanjutan tersebut, menurut kami, memungkinkan BPK untuk dapat
melakukan pemeriksaan dengan lebih mendalam dan hati-hati. Adapun penjelasan
untuk masing- Masing tahapan pelaksanaan pemeriksaan keuangan sesuai
Petunjuk Pelaksanaan adalah sebagai berikut.
1. Pelaksanaan Pengujian Analitis Terinci
Prosedur Pengujian analitis merupakan bagian penting dalam proses audit
dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan
mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan
data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data non-keuangan.
Tujuan utama dari prosedur analitis dalam tahap perencanaan ini adalah:
a. Memahami kegiatan entitas yang diperiksa/diaudit.
b. Menunjukkan kemungkinan adanya salah saji dalam laporan keuangan.
c. Mengurangi pengujian audit yang lebih rinci.
Pada tahap pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan Negara, pengujian
dilakukan atas data-data terkini, termasuk laporan keuangan yang menjadi objek
pemeriksaan. Pengujian analitis dilakukan dengan cara membandingkan antara
unsur-unsur laporan keuangan serta informasi non-keuangan yang terkait secara
terinci. Pengujian analitis dalam pelaksanaan pemeriksaan dapat dilakukan dengan
3 cara dengan terlebih dahulu menetapkan area yang telah ditentukan sebagai
ranah uji petik, yaitu:
a. Analisis Data,
b. Teknik Prediktif, dan
c. Analisis Rasio dan Tren.

21

a. Analisis Data
Analisa data dilakukan dengan cara menguji ketepatan penjumlahan
antar akun/perkiraan serta kecukupan pengungkapannya dalam laporan
keuangan. Dalam menguji LKPP dan LKKL yaitu meliputi antara lain:
1) Ketepatan penjumlahan secara horizontal dan vertikal pada laporan
keuangan dan kesesuaian dengan SAP,
2) Ketepatan akun/perkiraan dan nilainya dibandingkan dengan semua
akun/perkiraan dan nilainya dari laporan keuangan (laporan keuangan
SKPD untuk LKPD), dan
3) Kecukupan pengungkapan akun/perkiraan tersebut.
b. Teknik Prediktif
Teknik prediktif dilakukan dengan cara menguji lebih rinci kenaikan
nilai akun/perkiraan yang tidak biasa (unusual item) apabila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
c. Analisis Rasio dan Horizontal (Tren)
Analisis rasio adalah suatu metode analisis untuk mengetahui
hubungan dari akun-akun tertentu dalam neraca atau laporan laba-rugi
secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut dan tren
dilakukan dengan cara menguji lebih rinci rasio dan tren dari
akun/perkiraan yang telah dilakukan pada pengujian analitis awal seperti
antar akun belanja dan kenaikan atau penurunan aset tetap dan
sebagainya.
Melalui pengujian analitis terinci ini, diharapkan pemeriksa dapat
menemukan hubungan logis penyajian antara masing-masing akun atau perkiraan
pada laporan keuangan. Disamping itu, pemeriksa dapat menilai kecukupan
pengungkapan atas setiap perubahan pada pos/akun/unsur pada laporan keuangan
yang diperiksa serta menentukan area-area signifikan dalam pengujian sistem
pengendalian intern dan pengujian substantif atas transaksi dan saldo.
2. Pengujian Sistem Pengendalian Intern
Pengujian terhadap sistem pengendalian intern meliputi pengujian yang
dilakukan pemeriksa terhadap efektivitas desain dan implementasi sistem
pengendalian intern. Dalam pengujian desain sistem pengendalian intern,
pemeriksa mengevaluasi apakah sistem pengendalian intern telah didesain secara
memadai dan dapat meminimalisasi secara relatif salah saji dan kecurangan.
Sementara itu, pengujian implementasi sistem pengendalian intern dilakukan
dengan melihat pelaksanaan pengendalian pada kegiatan atau transaksi yang
dilakukan oleh pihak yang terperiksa.
22

Sesuai Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), dalam pemeriksaan


atas Laporan Keuangan, BPK mempertimbangkan sistem pengendalian intern untuk
menentukan prosedur pemeriksaan dengan tujuan untuk menyatakan pendapat
atas laporan keuangan dan tidak ditujukan untuk memberikan keyakinan atas
sistem pengendalian intern.
Pengujian sistem pengendalian intern merupakan dasar pengujian substantif
selanjutnya, dimana pengujian sistem pengendalian intern dilakukan atas dasar
hasil yang diperoleh dari pemahaman atas sistem pengendalian intern yang
diakukan pada tahap perencanaan pemeriksaan. Hasil pengujian sistem
pengendalian intern digunakan untuk menentukan strategi pengujian transaksi
laporan keuangan entitas yang diperiksa dan meliputi dua hal dibawah ini:
a. Pengujian Substantif Mendalam
Pengujian substantif mendalam dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan
bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan lemah atau risiko
pengendaliannya tinggi. Dalam hal ini, pemeriksa langsung melakukan
pengujian substantif atas transaksi dan saldo dengan sampel yang luas dan
tanpa mempertimbangkan transaksi dan akun/perkiraan yang signifikan.
b. P e n g u j i a n Substantif Terbatas
Pengujian substantif terbatas dilakukan apabila pemeriksa menyimpulkan
bahwa sistem pengendalian intern secara keseluruhan baik/efektif atau risiko
pengendaliannya rendah.
Hasil pengujian sistem pengendalian intern juga digunakan untuk
menentukan asersi-asersi dari laporan keuangan entitas yang terperiksa, seperti
keberadaan dan keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian dan
pengalokasian, dan penyajian dan pengungkapan. Pengujian pengendalian pada
LKPP/LKKL meliputi pengujian pengendalian pada transaksi dan akun/perkiraan
sebagai berikut:
a. Pengujian Pengendalian Transaksi Pendapatan atau Hibah (Daerah pada
LKPD) dan Penerimaan Pembiayaan,
b. Pengujian Pengendalian Transaksi Belanja Negara (Daerah pada LKPD) dan
PengeluaranPembiayaan,
c. Pengujian Pengendalian Kas dan Bank,
d. Pengujian Pengendalian Piutang,
e. Pengujian Pengendalian Persediaan,
f. Pengujian Pengendalian Investasi,
g. Pengujian Pengendalian Aset Tetap,
h. Pengujian Pengendalian Dana Cadangan,
i. Pengujian Pengendalian Aset Lainnya, serta
j. Pengujian Pengendalian Kewajiban
Menurut Juklak Pemeriksaan Keuangan, apabila entitas yang diperiksa
menyelenggarakan
sistem akuntansi berbasis teknologi informasi, maka
23

pengujian
juga
dilakukan
terhadap
pengendalian
teknologi informasi
tersebut yang meliputi pengujian atas pengendalian umum dan pengendalian
aplikasi.
a. Pengujian atas pengendalian umum
Pemahaman terhadap pengendalian umum bertujuan untuk memperoleh
pemahaman mengenai pengendalian umum atas penggunaan teknologi
informasi yang meliputi pengendalian pengamanan, akses, pengembangan
software aplikasi, pemisahan fungsi dan keberlanjutan layanan.
Apabila hasil pengujian atas pengendalian umum menunjukkan bahwa
pengendalian yang ada tidak efektif, maka dapat dipertimbangkan bahwa
pengujian atas pengendalian aplikasi tidak perlu dilakukan.
b. Pengujian atas pengendalian aplikasi
Pemahaman terhadap Pengendalian Aplikasi (Application Control) bertujuan
untuk memperoleh pemahaman mengenai pengendalian terhadap aplikasiaplikasi terkait dengan penyusunan laporan keuangan serta untuk
menentukan apakah terdapat pengendalian untuk meyakinkan akurasi,
kelengkapan, dan ketepatan waktu data selama pemrosesan (batch atau real
time). Pengujian ini meliputi pengujian sistem informasi/teknik, pengguna
akhir, system interfaces, penanganan file, backup dan pemulihan.
Pengendalian yang diuji ini mencakup pengendalian input, pengendalian
pemrosesan, koreksi kesalahan, pengendalian output, dokumentasi akhir,
otorisasi pengamanan, pemisahan tugas, serta pemeliharaan file.
3. Pengujian Substantif Atas Transaksi Dan Saldo Akun
Pengujian ini meliputi pengujian subtantif atas transaksi dan saldo-saldo
akun/perkiraan serta pengungkapannya dalam laporan keuangan yang diperiksa.
Pengujian tersebut memperhatikan kesesuaian dengan standar akuntansi
pemerintahan, kecukupan pengungkapan, efektivitas sistem pengendalian intern,
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Pengujian subtantif atas transaksi dan saldo dilakukan setelah pemeriksa
memperoleh laporan keuangan entitas yang diperiksa. Pengujian subtantif atas
transaksi dan saldo dapat juga dilakukan pada pemeriksaan interim, tetapi hasil
pengujian tersebut perlu direviu lagi setelah laporan keuangan diterima.
Pengujian subtantif transaksi dan saldo dilakukan untuk meyakini asersi
manajemen atas laporan keuangan pihak yang diperiksa, yaitu keberadaan dan
keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian dan pengalokasian, dan
penyajian dan pengungkapan.
Pengujian substantif atas transaksi dan saldo untuk pengujian LKPP/LKKL
meliputi pengujian pada:
a. Pendapatan negara/hibah dan penerimaan pembiayaan
b. Belanja negara dan pengeluaran pembiayaan
24

c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Kas dan Bank


Piutang
Persediaan
Aset Tetap
Dana Cadangan
Aset Lainnya
Kewajiban
Untuk pengujian substantif atas transaksi dan saldo perkiraan yang terkait
dengan perusahaan negara/daerah (BUMN/BUMD), pemerintah
daerah, dan
lembaga lain di luar pemerintah pusat, pengujian juga dilakukan pada masingmasing entitas tersebut oleh Auditama Keuangan Negara (AKN) yang
bersangkutan. Hasil pengujian tersebut disampaikan kepada AKN yang
membidangi pemeriksaan LKPP dan LKKL. AKN yang membidangi tersebut dapat
memberitahukan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan.
Beberapa contoh rincian pengujian substantif atas transaksi dan saldo pada LKPP
yang terdapat pada Juknis Pemeriksaan LKPP adalah sebagai berikut:

25

26

4. Penyelesaian Penugasan
Penyelesaian penugasan pemeriksaan keuangan merupakan kegiatan yang
dilakukan pemeriksa untuk mereviu hal-hal sebagai berikut:
a. Kewajiban Kontijensi
Kewajiban kontijensi merupakan kewajiban potensial dari peristiwa masa lalu
dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu
peristiwa pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas.
Kewajiban kontijensi juga dapat diartikan sebagai kewajiban di masa kini yang
timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena entitas tidak ada
kemungkinan mengeluarkan sumber daya untuk menyelesaikan kewajibannya dan
jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Contoh kewajiban kontijensi antara lain:
1) permasalahan hukum yang masih pending terkait hak dan kewajiban entitas,
2) kemungkinan klaim, dan
3) jaminan entitas atas barang /jasa.
Dalam hal, ini perlu juga ditambahkan kondisi-kondisi yang menyebabkan
terjadinya kewajiban bersyarat, antara lain:
1) adanya kemungkinan pembayaran di masa yang akan datang kepada pihak
ketiga akibat kondisi saat ini;
2) terdapat ketidakpastian atas jumlah pembayaran di masa yang akan datang; dan
3) hasilnya sangat ditentukan oleh peristiwa yang akan datang.
Dalam petunjuk teknis pemeriksaan LKPP, langkah-langkah yang harus
ditempuh pemeriksa untuk mereviu kewajiban kontijensi adalah sebagai berikut:
1) Dapatkan dan reviu putusan hukum yang masih pending terkait hak dan
kewajiban pemerintah usat/kementerian/lambaga serta keputusan-keputusan
lainnya, yang kemungkinan menimbulkan kewajiban kontinjensi.
2) Diskusikan dengan pejabat terkait seperti menteri/pimpinan lembaga dan
sekretaris menteri/pimpinan lembaga atau pejabat lain di bidang hukum atau
yang terkait lainnya mengenai kemungkinan kewajiban kontinjensi tersebut.
3) Teliti apakah kewajiban kontinjensi tersebut telah diungkapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga atau pejabat terkait lainnya didalam laporan
keuangan.
b. Kontrak/ Komitmen Jangka Panjang
Pemeriksa juga perlu mereviu kembali kontrak/komitmen jangka panjang
yang dibuat entitas terkait dengan kemungkinan kerugian yang mungkin terjadi dari
kontrak/komitmen tersebut. Pemeriksaan kontrak/komitmen tersebut dapat
dilakukan ketika pemeriksa melakukan pemeriksaan atas transaksi dan saldo akun
terkait. Jika dalam hasil reviu ditemukan kemungkinan kerugian yang akan terjadi
dan bersifat material terhadap laporan keuangan, pemeriksa sesegera mungkin
manginformasikan kepada entitas yang diperiksa tentang perlunya membuat
amandemen/addendum kontrak untuk menghindari kerugian yang lebih besar.
27

1)

2)

3)

4)

Prosedur yang harus ditempuh pemeriksa antara lain:


Dapatkan putusan hukum yang masih pending terkait kontrak/komitmen jangka
panjang pemerintah pusat serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan
kontrak/komitmen jangka panjang.
Reviu putusan keputusan menteri/pimpinan lembaga atau pejabat terkait
tersebut yang kemungkinan menimbulkan kewajiban dalam kontrak/komitmen
jangka panjang.
Diskusikan dengan pejabat terkait seperti menteri/pimpinan lembaga atau
sekretaris menteri/pimpinan lembaga atau pejabat lain di bidang hukum atau
yang terkait lainnya mengenai kemungkinan kewajiban kontrak/komitmen jangka
panjang tersebut.
Teliti apakah kontrak/komitmen jangka panjang tersebut telah diungkapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga atau pejabat terkait lainnya di dalam LKPP dan LKKL.

c. Kejadian Setelah Tanggal Neraca


Terdapat dua jenis kejadian setelah tanggal neraca (subsequent events)
yaitu:
1. Peristiwa yang memberikan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi
yang ada pada tanggal neraca dan berdampak terhadap taksiran yang melekat
dalam proses penyusunan laporan keuangan.
2. Peristiwa yang menyediakan tambahan bukti yang berhubungan dengan kondisi
yang tidak terjadi pada tanggal neraca yang dilaporkan, tetapi peristiwa tersebut
terjadi sesudah tanggal neraca. Atas peristiwa jenis ini tidak perlu dilakukan
penyesuaian atas laporan keuangan. Akan tetapi, apabila peristiwa itu bersifat
signifikan maka perlu diungkapkan dengan menambahkan data keuangan
proforma terhadap laporan keuangan historis yang menjelaskan dampak adanya
peristiwa tersebut seandainya peristiwa tersebut terjadi pada tanggal neraca.
Jika kejadian tersebut berdampak material pada laporan keuangan, hal
tersebut perlu untuk diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Oleh
karena itu, pemeriksa perlu mengidentifikasi kejadian setelah tanggal neraca yang
berdampak material terhadap informasi keuangan yang tertera dalam laporan
keuangan entitas yang diperiksa dan mereviu apakah kejadian tersebut telah
dilaporkan dalam catatan atas laporan keuangan.
5. Penyusunan Konsep Temuan Pemeriksaan
Tujuan tahap ini adalah penyusunan kesimpulan pemeriksaan dalam suatu
daftar Temuan Pemeriksaan. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah :
a. Hasil pengujian pengendalian;
b. Hasil prosedur analitis; dan
c. Hasil pengujian substantif.
Konsep Temuan Pemeriksaan disusun oleh anggota tim atau ketua tim pada
saat pemeriksaan berlangsung. Konsep TP yang disusun oleh anggota tim harus
28

direviu oleh ketua tim. Konsep TP atas laporan keuangan entitas yang diperiksa
merupakan permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa dan dipandang perlu
untuk dikomunikasikan kepada pihak yang terperiksa. Permasalahan tersebut
meliputi:
a. ketidakefektivan sistem pengendalian intern,
b. kecurangan dan penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
c. ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang signifikan, dan
d. ikhtisar koreksi.
Pada Petunjuk Teknis Pemeriksaan atas LKPP dan LK K/L, penyusunan ikhtisar
koreksi diuraikan sebagai satu tahap tersendiri yang dilakukan sebelum penyusunan
konsep TP. sebelum tahap ini dilaksanakan, pemerintah terlebih dahulu melakukan
penyusunan ikhtisar koreksi. Ikhtisar koreksi adalah merupakan rekapitulasi koreksi
atau penyesuaian (adjustments) yang diusulkan tim pemeriksa kepada entitas yang
diperiksa. Apabila tim pemeriksa menemukan indikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK)
dalam tahap ini, ketua tim segera melaporkannya kepada pengendali teknis. Indikasi
TPK tersebut dilaporkan oleh pengendali teknis kepada penanggung jawab untuk
dilaporkan kepada pemberi tugas. Penanganan lebih lanjut indikasi temuan TPK
mengacu pada PMP dan tata cara penyampaian temuan indikasi TPK kepada pihak
berwenang mengacu pada kesepakatan bersama BPK dan Kejaksaan Agung RI.
Konsep TP tersebut disampaikan ketua tim pemeriksa kepada pejabat entitas yang
berwenang untuk mendapatkan tanggapan tertulis dan resmi dari entitas tersebut.
Sesuai dengan petunjuk teknis pemeriksaan, tim pemeriksa dapat melakukan
diskusi dengan pimpinan entitas yang diperiksa setelah pemberian TP untuk
ditanggapi. Diskusi dilaksanakan untuk klarifikasi atas permasalahan yang diungkap
dalam konsep TP dan relevansi tanggapan dari entitas. Entitas yang diperiksa dapat
menyampaikan data/informasi terkait dengan permasalahan yang diungkap dalam
TP. Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas membuktikan analisis
dalam TP salah dan diakui oleh tim pemeriksa, maka konsep TP dinyatakan batal
(drop). Apabila data/informasi yang disampaikan oleh entitas yang diperiksa tidak
dapat membuktikan kesalahan penganalisisan dalam konsep TP, maka konsep TP
dinyatakan menjadi TP final. Pembahasan yang terjadi selama diskusi
didokumentasikan dalam risalah diskusi TP. Risalah diskusi ini sekaligus sebagai
Notulen Exit Meeting apabila tidak ada diskusi lebih lanjut. TP final yang telah
memperoleh komentar/tanggapan dari pimpinan entitas oleh ketua tim pemeriksa
dihimpun menjadi himpunan TP.
6. Perolehan Tanggapan Resmi Dan Tertulis
Tujuan tahap ini adalah untuk mendapatkan tanggapan dari pimpinan entitas
yang diperiksa atas temuan-temuan pemeriksaan hasil pembahasan TP pada
pertemuan akhir. Input yang diperlukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Himpunan TP
b. Risalah diskusi TP
29

Pemeriksa memperoleh tanggapan resmi dan tertulis atas TP dari pejabat


entitas yang berwenang. Tanggapan tersebut akan diungkapkan dalam TP atas
laporan keuangan pihak yang diperiksa.
7. Penyampaian Temuan Pemeriksaan (TP) Kepada Entitas Yang Diperiksa
Tahap ini bertujuan untuk menyampaikan temuan-temuan pemeriksaan hasil
pembahasan sebagai tahap akhir dari pemeriksaan di lapangan. Input yang
diperlukan dalam tahap ini adalah:
a. Himpunan TP
b. Tanggapan resmi dan tertulis
c. Surat penyampaian TP
Pemeriksa dalam hal ini ketua tim menyampaikan himpunan TP yang telah
disertai tanggapan kepada pihak yang diperiksa. Penyampaian TP ditandai dengan
ditandatanganinya surat penyampaian TP oleh ketua tim dan pimpinan entitas
terperiksa. Penyampaian TP tersebut merupakan akhir dari pekerjaan lapangan
pemeriksaan keuangan. Tahap ini merupakan batas tanggung jawab pemeriksa
terhadap kondisi laporan keuangan yang diperiksa. Pemeriksa tidak dibebani
tanggung jawab atas suatu kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan lapangan.

30

Referensi:
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007
tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
XIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan.

Nomor

Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor


III.2/5/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan.

31

1/K/I-

04/K/I-

You might also like