Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Firmina
Jurnal Firmina
A. LATAR BELAKANG
Upaya mewujudkan Indonesia sehat 2010 pelayanan kesehatan dilaksanakan di
berbagai unit pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, termasuk klinik serta
melibatkan berbagai masyarakat seperti lembaga swadaya masyarakat. Dalam era globalisasi,
rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat perlu meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan. Pasal 3 UU RI no 36 tahun 2009 tentang mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang
lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat
dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata
dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan
peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi
dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal tidak lepas dari peran tenaga kesehatan.
1
Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan. Tenaga kesehatan antara lain dokter, apoteker, bidan, dan salah satunya adalah
perawat. Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindugi, yang merawat orang
sakit, luka dan usia lanjut.1
Peran perawat adalah menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya
terhadap
masalah
kesehatan
674/Menkes/SK/IV/2000
yang
menimpa
menyebutkan
bahwa
dirinya.
perawat
Dalam
dapat
SK
Menkes
menjalankan
No.
praktik
perorangan atau kelompok dan juga disebutkan sejauh mana perawat dibolehkan melakukan
intervensi medis. Pemasangan infus merupakan salah satu tindakan keperawatan yang sering
dilakukan dirumah sakit sehingga kemungkinan terjadinya infeksi klinis karena pemasangan
infus cukup tinggi dan ini akan menambah tingginya biaya perawatan dan menambah angka
kesakitan pasien.1
Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya
mengacu pada standar yang telah ditetapkan sehingga kejadian infeksi atau berbagai
permasalahan akibat pemasangan infus dapat dikurangi bahkan tidak terjadi. Berdasarkan
gambaran tersebut sebaiknya perawat menguasai betul prosedur dan perlengkapan yang
diperlukan dalam pemasangan infus, memberi terapi yang efektif dan mencegah komplikasi.
Keakuratan dan keamanan cairan yang masuk kedalam tubuh pasien dapat dioptimalkan
dengan mengikuti langkah-langkah proses keperawatan dengan melakukan 7 prinsip benar
obat yaitu: benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar cara pemberian, benar
perawat/ pemberi dan benar dokumentasi.2
Komplikasi yang terjadi akibat pemasangan infus adalah komplikasi sistemik dan
lokal. Komplikasi sistemik meliputi: septikemia, alergi dan overload, sedangkan komplikasi
lokal meliputi plebitis, Hematoma, Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi), emboli udara,
spasme vena reaksi vasovagal, kerusakan syaraf, tendon dan ligamen.3
Hasil penelitian yang dilakukan Zulbahagiani (2005) menyebutkan bahwa infeksi
nosokomial yang sudah terdata tiap bulan di RSUD adalah infeksi karena jarum infus
(plebitis). Pada tahun 2004 insidensi kejadian infeksi nosokomial sebesar 14,1%. Hasil
pemeriksaan tangan didapatkan 4,3% terdapat kuman E. Coli, sebanyak 84,7% terdapat jenis
kuman lain dan 11,0% tidak terdapat kuman.4
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan petugas dalam melakukan
tugasnya. Faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal individu. Faktor internal
meliputi kemampuan, keterampilan, lama kerja, umur, jenis kelamin, sikap dan motivasi.
Sedangkan faktor eksternal adalah sarana dan prasarana, kepemimpinan dan imbalan.4
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan Bulan November 2011 di Ruang
Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul didapatkan data jumlah perawat sebanyak 22
orang. Dalam setiap shift jaga terdiri dari 4-5 orang perawat dengan rata-rata pasien 20 orang,
pemasangan infus 4-6 orang. Hasil observasi dari 4 orang perawat yang melakukan
pemasangan infus tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), 83% tidak
melakukan cuci tangan sebelum melakukan tindakan, 85% tidak melakukan desinfeksi tutup
botol cairan, 85% tidak memasang perlak dan alasnya. Berdasarkan uraian diatas terlihat
bahwa pelaksanaan standar dalam tindakan pemasangan infus merupakan suatu masalah,
maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan kepatuhan perawat
terhadap prosedur pemasangan infus.
A. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas memberi dasar bagi peneliti untuk
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Faktor-faktor apakah yang berhubungan
dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan infus di Bangsal Melati
RSUD Panembahan Senopati Bantul?
B. METODOLOGI PENELITIAN
Studi observasional dengan rancangan penelitian cross sectional yaitu pengumpulan
data yang menunjukan waktu tertentu atau pengumpulannya dilakukan dalam waktu
bersamaan, dimana pengumpulan data tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan perawat dalam pelaksaanan SOP pemasangan infus yang dilakukan dalam waktu
bersamaan. Pengambilan data dilakukan di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati
Bantul, pada tanggal 30 Maret 10 Mei 2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini adalah perawat
yang bekerja di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul sebanyak 22 perawat.
5,
.
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di Bangsal
Kategori
Umur
7
15
31,8%
68,2%
16
6
8
14
10
12
72,7%
27,3%
36,4%
63,6%
45,5%
54,5%
Baik ( 50)
Kurang baik (<50)
Tinggi( 70)
Rendah(< 70)
Baik ( 75)
Kurang baik (< 75)
Baik ( 75)
Kurang baik (< 75)
15
7
16
6
4
18
14
8
68,2%
31,8%
72,7%
27,3%
18,2%
81,8%
63,6%
36,4%
Jenis kelamin
Lama bekerja
Pendidikan
Sikap
Motivasi
Pengetahuan
Keterampilan
Frekuensi
Prosentase
Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan SOP Pemasangan Infus Di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul
patuh 36.4
tidak patuh
63.6
b) Analisa bivariat
Analisa bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square, guna untuk
menganalisa dua variabel penelitian tentang Kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Hasil analisa bivariat ini adalah sebagai berikut: 6
Tabel 4.2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Perawat
Dalam Pelaksanaan Standar Operasional (SOP) Pemasangan Infus di Bangsal
Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul
Variabel
Kepatuhan
Cl 95%
p-value
Patuh
f
%
Umur
Dewasa muda
Dewasa madya
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
Lama bekerja
Baru (< 5 thn)
Lama ( 5 thn)
Pendidikan
D-3
D-4/S-1
Sikap
Baik (< 50)
Kurang baik (
50)
Tidak
%
OR
Lower
Upper
1
13
4,5%
59,1%
6
2
27,3%
9,1%
39,000
2.932
518.841
0,002
13
1
59,1%
4,5%
3
5
13,6%
22,7%
21,667
1.802
260.574
0,011
1
13
4,5%
59,1%
7
1
31,8%
4,5%
91,000
4.907
1687.487
0,00
3
11
13,6%
50,0%
7
1
31,8%
4,5%
25,667
2.207
298.494
0,006
12
2
54,5%
9,1%
3
5
13,6%
22,7%
10,000
1.260
79.339
0,052
Motivasi
Tinggi( 70)
Rendah (< 70)
Pengetahuan
Baik ( 75)
Kurang baik (<
75)
Keterampilan
Baik ( 75)
Kurang baik (<
75)
12
2
54,5%
9,1%
4
4
18,2%
18,2%
6,000
.
.780
46.143
0,137
3
11
13,6
50,0%
1
7
4,5%
31,8%
1,909
.164
22.202
1,00
12
2
54,5%
9,1%
2 9,1%
6 27,3%
18,000
2.012
161.044
0,008
Dengan nilai odd ratio sebesar 21,667 pada Cl 95% antara 1.802-260.574.
Dapat diartikan bahwa perawat yang berjenis kelamin perempuan berpeluang
patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 21 kali
dibandingkan dengan perawat yang berjenis kelamin laki-laki.
3) Hubungan lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD
Panembahan Senopati Bantul.
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui sebagian besar perawat masa kerjanya lebih
dari lima tahun yang patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai
standar operasional (SOP) sebanyak 13 orang (59,1%). Sedangkan perawat
dalam masa kerja kurang dari lima tahun yang tidak patuh melaksanakan sesuai
standar operasional (SOP) sebanyak 7 orang (31,8%).
Hasil analisis Chi square diperoleh p value sebesar 0,00, artinya terdapat
hubungan lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar
operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan
Senopati Bantul, sehingga hipotesis penelitian diterima. Dengan nilai odd ratio
sebesar 91,000 pada Cl 95% antara 4.907-1687.487. Dapat diartikan bahwa
perawat yag masa kerja lebih dari lima tahun berpeluang patuh melaksanakan
standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar 91 kali dibandingkan
dengan masa kerja kurang dari lima tahun.
4) Hubungan pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan
standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD
Panembahan Senopati Bantul.
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui sebagian besar perawat berpendidikan D4/S-1 yang patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai standar
operasional (SOP) sebanyak 11 orang (50,0%). Sedangkan perawat yang
berpendidikan D-3 yang tidak patuh melaksanakan sesuai standar operasional
(SOP) sebanyak 7 orang (31,8%).
Hasil analisis Chi square diperoleh p value sebesar 0,006 artinya terdapat
hubungan pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar
operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan
Senopati Bantul, sehingga hipotesis penelitian diterima. Nilai odd ratio sebesar
25,667 pada Cl 95% antara 2.207-298.494. Dapat diartikan bahwa perawat yang
berpendidikan D-4/S-1 berpeluang patuh melaksanakan standar operasional
(SOP) pemasangan infus sebesar 25 kali dibandingkan dengan perawat yang
berpendidikan D-3.
c) Analisa Multivariat
Analisa multivariat merupakan model yang digunakan untuk melihat
kemaknaan hubungan dari sejumlah variabel independen dengan variabel
dependen. Dimana untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan
Step 1
1.000
Step 2
-
Step 3
-
Step 4
-
Step 5
-
pendidikan
0.999
0.999
Jenis kelamin
0.999
0.999
0.997
Keterampilan
0.999
0.998
0.997
0.998
Lama bekerja
0.999
0.999
0.997
0.998
0.002
Tabel 4.4. Model Akhir Regresi Logistik Variabel Bebas Yang Diteliti
Terhadap Kepatuhan Perawat Dalam Pelakansanaan Standar
Operasional Pemasangan Infus
Variabel
Keterampilan
Lama bekerja
B
20.510
4.511
S.E
10048.242
1.490
Sig
,998
0,002
OR
8E+008
91,000
2. PEMBAHASAN
A. Analisa Bivariat
a) Hubungan umur dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar
operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan
Senopati Bantul.
Umur perawat berhubungan dengan banyaknya pengalaman yang diperoleh
dalam hidup. Umur juga berkaitan dengan kemampuan fisik dalam melaksanakan
tugas dan kewajibanya sebagai seorang perawat. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi
10
frekuensi responden umur sebagian besar perawat dalam kategori dewasa madya (4164) sebanyak 15 orang atau 68,2%. Hasil tabel 4.2 diketahui sebagian besar perawat
dalam kategori dewasa madya patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai
standar operasional (SOP) sebesar 59,1%. Sedangkan perawat yang kategori muda
sebagian besar tidak patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai SOP sebesar
27,3%.
Hasil diatas dapat dijelaskan bahwa perawat dengan rentang usia lebih tua
mempunyai kepatuhan yang lebih baik dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai
dengan standar operasional (SOP). Hal ini disebabkan karena perawat degan usia lebih
matang mempunyai pengalaman kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan
perawat muda. Pengalaman dijadikan sebagai dasar untuk dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik. Hasil analisi chi square di peroleh p-value umur sebesar 0,002,
berarti ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara umur dengan kepatuhan
perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal
Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul, sehingga hipotesis penelitian ini
diterima.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 39,000 pada Cl 95%
antara 2.932-518.841. Dapat diartikan bahwa perawat yang umur lebih dari empat
puluh tahun berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan
infus sebesar 39 kali dibandingkan dengan umur dibaah empat puluh tahun.
Hasil ini sama dengan penelitian panggabean (2008) yang menyatakan ada
hubungan umur dengan kepatuhan perawat menerapkaan standar operasioal prosedur
laboratorium di puskesmas kota pekan, dengan umur >35-50 tahun 58,8% lebih patuh
dengan nilai signifikan 0,045.8
Rentang umur yang dijalani meningkatkan pengalaman kerja perawat sehingga
akan mampu meningkatkan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional
(SOP) pemasangan infus. Pekerjaan pemasangan infus juga bukan merupakan
pekerjaan yang membutuhkan fisik dan energi yang banyak, yang dibutuhkan
hanyalah komitmen diri untuk melakukan pekerjaan sesuai standar operasional (SOP).
Hasil ini didukung oleh Heru subekti (2000) umur perawat berpengaruh di dalam
keselamatan kerja agar selalu bekerja dalam keadaan sehat, nyaman, selamat,
produktif, dan sejahtera untuk dapat mencapai tujuan tersebut perlu kemauan,
kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak.9
b)
Hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar
operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
Perempuan mempunyai keunggulan dalam melakukan pekerjaan tertentu karena
sifat perempuan yang lebih teliti dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan laki-laki
11
juga mempunyai keunggulan tertentu terutama yang berkaitan dengan fisik dan
keberanian. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi responden sebagian besar
perawat dalam kategori jenis kelamin perempuan sebanyak 16 orang atau 72,7%.
Hasil analisi chi square di peroleh p-value antara jenis kelamin dengan
kepatuhan perawat dalam dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan
infus sebesar 0,011 artinya ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara jenis
kelamin dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP)
pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 21,667 pada Cl 95%
antara 1.802-260.574. Dapat diartikan bahwa perawat yang berjenis kelamin
perempuan berpeluang patuh melaksanakan SOP pemasangan infus sebesar 21 kali
dibandingkan dengan perawat yang berjenis kelamin laki-laki.
Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Anggara (2011)
menyebutkan ada hubungan antara jenis kelamin denga kinerja perawat pelaksana. 10
Berbeda dengan hasil penelitian Panggabean (2008) tentang hubungan
pengetahuan dan sikap petugas laboratorium terhadap kepatuhan menerapkan standar
operasional (SOP) di puskesmas kota pekan baru yang menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan petugas laboratorium menerapkan
standar operasional (SOP), jenis kelamin perempuan dengan hasil distribusi 94%
dengan nilai sgnifikansinya 0,680.8 9
c)Hubungan lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional
(SOP) pemasangan tableB di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Hasil table 4.1 diketahui distribusi frekuensi responden sebagian besar perawat
dalam kategori lama bekerja lebih dari lima tahun sebanyak 14 orang atau 63,6%.
Masa kerja merupakan jumlah waktu yang telah dijalani seseorang dalam
melaksanakan profesi tertentu. Hasil analisis diketahui sebagian besar perawat
mempunyai masa kerja lama (5 tahun) sebanyak 59,1%. Hasil ini menunjukan bahwa
masa kerja perawat tergolong lama.
Masa kerja yang telah dijalani oleh perawat akan membentuk pengalaman kerja
sehingga
akan
mampu
meningkatkan
pengetahuan
dan
kompetensi
dalam
melaksanakan tugasnya. Semakin lama masa kerja yang dijalani seorang perawat
maka akan semakin banyak pengalaman yang diperolehnya sehingga akan mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Hasil penelitian yang menunjukkan sebagian besar perawat yang mempunyai
masa kerja lama ( 5 tahun) patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai
standar operasional (SOP) sebesar 59,1%. Sedangkan perawat yang mempunyai masa
kerja baru (< 5 tahun) sebagian besar tidak patuh dalam melaksanakan pemasangan
infus sesuai standar operasional (SOP) sebesar 31,8%. Hasil ini menunjukan bahwa
12
perawat yang mempunyai masa kerja lebih lama mempunyai kepatuhan yang lebih
baik.
Hasil analisi chi square antara lama bekerja dengan kepatuhan perawat dalam
pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus didapatkan p-value jenis
kelamin sebesar 0,00 berarti ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara lama
bekerja dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP)
pemasangan infus.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 91,000 pada Cl 95%
antara 4.907-1687.487. Dapat diartikan bahwa perawat yag masa kerja lebih dari lima
tahun berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus
sebesar 91 kali dibandingkan dengan masa kerja kurang dari lima tahun.10
d)
Hubungan pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar
operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi responden pendidikan sebagian
besar perawat berpendidikan D-4/S-1 sebanyak 12 orang atau 54,5%.
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan dapat membawa wawasan atau
pengetahuan seseorang. Secara umum sesorang yang berpendidikan tinggi akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan sesorang yang tingkat
pendidikanya lebih rendah.11
Hasil analisis chi square antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam
dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus didapatkan p-value
pendidikan sebesar 0,006 pada berarti ada hubungan pada taraf kepercayaan 95%
antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional
(SOP) pemasangan infus.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 25,667 pada Cl 95%
antara 2.207-298.494. Dapat diartikan bahwa perawat yang berpendidikan D-4/S-1
berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar
25 kali dibandingkan dengan perawat yang berpendidikan D-3.
Hasil ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti Anggara (2011)
menyebutkan ada hubungan antara pendidikan dengan kinerja perawat pelaksana.
Dimana perawat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dalam hal ini S1/ D-4 memiliki kinerja yang lebih baik.10
e) Hubungan sikap dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP)
pemasangan Bnfuse di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Sikap merupakan respon tertutup dari adanya stimulus. Sikap terhadap
palaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus menunjukkan respon
perawat terhadap konsep pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus.
13
Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi sebagian besar perawat memiliki sikap
baik ( 50) sebanyak 15 orang atau 68,2%.
Hasil ini diketahui sebagian besar perawat mempunyai sikap yang baik sebesar
54,5%. Hasil positif menunjukkan dukungan perawat terhadap pelaksanaan
pemasangan infus sesuai standar operasional (SOP). Hal tersebut dibuktikan dari hasil
analisis chi square antara sikap dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar
operasional (SOP) pemasangan infus didapatkan p-value sikap sebesar 0,052, berarti
ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara sikap dengan kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 10,000 pada Cl 95%
antara 1.260-79.339. Dapat diartikan bahwa perawat yang memiliki sikap baik
berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar
10 kali dibandingkan dengan perawat yang memiliki sikap kurang baik.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek, meskipun demikian sikap yang baik merupakan faktor
predisposisi dalam pembentukan perilaku (Notoatmodjo, 2003). Pada tahap
selanjutnya sikap menjadi bentuk kesiapan untuk melalukan tindakan. 11
f) Hubungan motivasi dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional
(SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Motivasi diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri idividu, yang
menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat, yang tidak dapat diamati
secara langsung, tetapi dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya berupa
rasangan dorongan, sehingga menghasilkan tingkah laku tertentu .
Motivasi kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar operasional (SOP)
pemasangan infus berati dorongan karena faktor-faktor tertentu yang menyebabkan
individu akan melakukan tugas-tugas sesuai dengan standar operasional (SOP)
pemasangan ifus yang telah ditetapkan. Hasil tabel 4.1 diketahui distribusi frekuensi
sebagian besar perawat memiliki motivasi tinggi ( 70) sebanyak 16 orang atau
72,7%.
Hasil analisi chi square antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam dalam
pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus p-value motivasi sebesar
0,137, berarti tidak ada hubungan pada taraf kepercayaan 95% antara motivasi dengan
kepatuhan perawat dalam pelaksanaan standar operasional (SOP) pemasangan infus.
Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai odd ratio sebesar 6,000 pada Cl 95%
antara 780-46.143. Dapat diartikan bahwa perawat yang mempunyai motivasi tinggi
berpeluang patuh melaksanakan standar operasional (SOP) pemasangan infus sebesar
6 kali dibandingkan dengan perawat yang mempunyai motivasi rendah.12
14
kompetensi
untuk
melaksanakan
standar
operasional
(SOP)
pemasangan infus. Hasil ini didukung teori yang dikemukakan Hartono dkk dalam
Sugiartono (2007) yang menyebutkan semakin lama masa kerja petugas maka akan
semakin bertambah keterampilan seseorang dalam mematuhi peraturan. Hasil tabel
4.1 diketahui distribusi frekuensi sebagian besar perawat memiliki keterampilan baik
sebanyak 14 orang atau 63,6%.
Berdasarkan hasil analisis diketahui sebagian besar perawat memiliki
keterampilan baik yang patuh dalam melaksanakan pemasangan infus sesuai SOP
sebanyak 12 orang (54,5%). Sedangkan perawat memiliki keterampilan kurang baik
dalam melaksanakan sesuai SOP sebanyak 6 orang (27,3%).
Berdasarkan hasil analisis Chi square diperoleh p value sebesar 0,008 artinya ada
hubungan keterampilan dengan kepatuhan
15
B. Analisa Multivariat
Beberapa variabel yang masuk analisa multivariat (p=<0,25), yaitu variabel
umur, jenis kelamin, lama bekerja, pendidikan dan keterampilan. Hasil analisis
multivariat (tabel 4.3) menunjukkan variabel yang paling dominan berhubungan
dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan Standar Operasional pemasangan infus
adalah variabel lama bekerja.
Lama bekarja menunjukkan hubungan yang bermakna dengan
kepatuhan
akan
mampu
meningkatkan
pengetahuan
dan
kompetensi
dalam
melaksanakan tugasnya. Semakin lama masa kerja yang dijalani seorang perawat
maka akan semakin banyak pengalaman yang diperolehnya sehingga akan mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Semakin lama masa kerja maka akan semakin banyak pengalaman yang akan
meningkatkan kompetensi untuk melaksanakan SOP pemasangan infus. Hasil ini
didukung teori yang dikemukakan Hartono dkk dalam Sugiartono (2007) yang
menyebutkan semakin lama masa kerja petugas maka akan semakin bertambah
ketermpilannya dalam mematuhi peraturan.10
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
1.
2.
3.
16
4.
Ada hubungan antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar
operasional (SOP) pemasangan infus di Bangsal Melati RSUD Panembahan Senopati
5.
6.
7.
8.
9.
SARAN
1.
2.
17
DAFTAR PUSTAKA
1.
Priharjo, R. (2002). Konsep & Perspektif Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: ECG.
Edisi 2
2. Hidayat, A. Aziz Alimul & Musrifatul Uliyah. (2005 ). Buku Saku Praktikum Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: ECG
3. Brunner & Suddrath. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Jakarta: EGC.
4. Ardianto. (2008). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam
Pemasangan Infus Intravena Di RSUD Indrasari Rengat. FK Kedokteran UGM, Yogyakarta.
Unpublished.
5. Suharsimi, A. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi VI.
Jakarta: Rineka Cipta
6. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
7. Sigiyono. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif R Dan D. Bandung: Alfabeta
8. Panggabean, R. ( 2007). Hubungan Pengtahuan Dan Sikap Petugas Laboratorium Terhadap
Kepatuhan Dalam Menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Di Puskesmas Kota
Pekan Baru. Tesis. Program Pasca Serjana Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu
Kesehatan Masyarakat.
9. Nurhayati, T. (2011). Faktor-Faktor Yang Berhubugan Dengan Perilaku Perawat Dalam
Melaksanakan Universal Precation Di Bangsal Rawat Inap RSUD DR Soeradji Tritonegoro
Klaten. Unriyo. Yogyakarta
10. Anggara,Y.F. (2011). Hubungan Antara Karakteristik Individu Perawat Kompeten Dengan
Kinerja Perawat Pelaksana Di RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klate. Unriyo. Yogyakarta
11. Notoatmodjo . (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
18
12. Handayani, Tatik. (2008). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perawat dalam Pelaksanaan
Protap Pemasangan dan Dressing Kateter Uretra di Bangsal Rawat Inap RSUD Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. FK UGM, Yogyakarta. Unplublished.
13. Rulis,A.R. (2011). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam
Pelaksanaan SOP Pemasangan Kateter Uretra di Ruang Rawat Inap RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Unriyo. Yogyakarta.