Professional Documents
Culture Documents
TOKSIKOLOGI FORENSIK
oleh:
Ayunda Almiradani
Prasillia Ramadhani
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
I.
PENDAHULUAN
Istilah forensik belakang ini sering mampir di telinga kita melalui berbagai berita kriminal.
Biasanya menyangkut penyidikan tindak pidana seperti mencari sebab-sebab kematian korban, dan
usaha pencarian pelaku kejahatan. Secara garis besar yang dimaksud dengan forensik sains adalah
aplikasi atau pemanfatan ilmu pengetahuan untuk penegakan hukum dan peradilan.
Tosikologi forensik adalah salah satu cabang forensik sain, yang menekunkan diri pada
aplikasi atau pemanfaatan ilmu toksikologi dan kimia analisis untuk kepentingan peradilan. Kerja
utama dari toksikologi forensik adalah melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun dari
bukti fisik dan menerjemahkan temuan analisisnya ke dalam ungkapan apakah ada atau tidaknya
racun yang terlibat dalam tindak kriminal, yang dituduhkan, sebagai bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan. Hasil analisis dan interpretasi temuan analisisnya ini akan dimuat ke dalam
suatu laporan yang sesuai dengan hukum dan perundangan-undangan. Menurut Hukum Acara
Pidana (KUHAP), laporan ini dapat disebut dengan Surat Keterangan Ahli atau Surat Keterangan.
Secara umum tugas toksikolog forensik adalah membantu pebegak hukum khususnya dalam
melakukan analisis racun baik kualitatif maupun kuantitatif dan kemudian menerjemahkan hasil
analisis ke dalam suatu laporan (surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam
tindak kriminal (forensik) di pengadilan. Lebih jelasnya toksikologi forensik mencangkup terapan ilmu
alam dalam analisis racun sebagai bukti dalam tindak kriminal, dengan tujuan mendeteksi dan
mengidentifikasi konsentrasi dari zat racun dan metabolitnya dari cairan biologis dan akhirnya
menginterpretasikan temuan analisis dalam suatu argumentasi tentang penyebab keracunan dari
suatu kasus. Menurut masyarakat toksikologi forensik amerika society of forensic toxicologist, inc.
SOFT bidang kerja toksikologi forensik meliputi:
- analisis dan mengevaluasi racun penyebab kematian
- analisis ada/tidaknya alkohol, obat terlarang di dalam cairan tubuh atau napas, yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai kendaraan bermotor
dijalan raya, tindak kekerasan dan kejahatan, penggunaan dopping).
- Analisis obat terlarang di darah dan urin pada kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan obat
terlarang lainnya.
Tujuan lain dari analisis toksikologi forensik adalah membuat suatu rekaan rekonstruksi suatu
peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana obat atau racun tersebut dapat mengakibatkan
perubahan perilaku (menurunnya kemampuan mengendarai, yang dapat mengakibatkan kecelakaan
fatal, atau tindak kekerasan dan kejahatan). (Wirasuta, 2009).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Toksikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang mekanisme kerja dan efek yang tidak
diinginkan dari bahan kimia yang bersifat racun serta dosis yang berbahaya terhadap tubuh manusia
(Prasetya Putri, 2011).
Macam-macam toksikologi:
- Toksikologi klinis adalah bidang ilmu kedokteran yang memberikan perhatian terhadap penyakit yang
disebabkan oleh bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik dari bahan toksik tersebut. Efek
merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang mengalami
biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan keadaan toksik (UnSU, 2011).
Efek toksisitas yang ditimbulkan oleh keracunanmakanan/minuman dapat bersifat akut atau kronis.
Keracunan akut ditimbulkan oleh bahan-bahan beracun yang memiliki toksisitas yang tinggi, dimana
dengan kuantitas yang kecil sudah dapat menimbulkan efek fisiologis yang berat. Jenis keracunan ini
umumnya mudah diidentifikasi danmenjadi perhatian masyarakat. Sebaliknya keracunan yang
bersifat kronis efek toksisitasnya baru dapat terlihat atau teridentifikasi dalam waktu yang lama,
umumnya tidak disadari dan tidak mendapat perhatian. Peningkatan yang berarti
terhadap jumlah penderita penyakit yang dapat dipicu oleh pengaruh bahan beracun seperti tumor
(kanker), gangguan enzimatik, gangguan metabolisme, gangguan sistem syaraf, mungkin saja
merupakan akibat dari penggunaan berbagai jenis bahan kimia yang bersifat toksis dalam makanan
yang dikonsumsi masyarakat (Wirasuta, 2007).
- Toksikologi lingkungan: mempelajari efek dari bahan polutan terhadap kehidupan dan pengaruhnnya
pada ekosistem, yang digunakan untuk mengevaluasi kaitan antara manusia dengan polutan yang
ada di lingkungan.
- Toksikologi forensik: mempelajari aspek medikolegal dari bahan kimia yang mempunyai efek
membahayakan manusia/hewan sehingga dapat dipakai untuk membantu mencari/menjelaskan
penyebab kematian pada penyelidikan seperti kasus pembunuhan (Buchari, 2010).
Menurut Taylor, racun adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan minimal), yang jika
masuk atau mengenai tubuh seseorang akan menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia)
yang besar yang dapat menyebabkan sakit, bahkan kematian. Menurut Gradwohl racun adalah
substansi yang tanpa kekuatan mekanis, yang bila mengenai tubuh seorang (atau masuk), akan
menyebabkan gangguan fungsi tubuh, kerugian, bahkan kematian. Sehingga jika dua definisi di atas
digabungkan, racun adalah substansi kimia, yang dalam jumlah relatif kecil, tetapi dengan dosis
toksis, bila masuk atau mengenai tubuh, tanpa kekuatan mekanis, tetapi hanya dengan kekuatan
daya kimianya, akan menimbulkan efek yang besar, yang dapat menyebabkan sakit, bahkan
kematian (Santoso, 2005).
2.2 Macam-macam dosis
- Dosis pemakaian: dosis normal yang dipakai seseorang tetapi tujuannya bukan untuk pengobatan.
Misalnya untuk menjaga kesehatan tubuh.
- Dosis terapi: dosis yang cukup memberikan daya penyembuhan yang optimal
- Dosis minimal: dosis terkecil yang masih dapat memberikan efek terapi
- Dosis maksimal: dosis terbesar untuk sekali pemakaian atau untuk 24 jam tanpa memperlihatkan efek
toksik
- Dosis toksik: dosis yang sedemikian besarnya dapat menunjukkan efek toksik
- Dosis letal: dosis yang sedemikian besarnya dapat menyebabkan kematian pada hewan percobaan
(Aria, 2008).
2.3 Cara masuk racun ke dalam tubuh
Keracunan paling cepat terjadi jika masuknya racun secara inhalasi. Cara masuk lain, berturutturut ialah intravena, intramuskular, intraperitoneal, subkutan, peroral dan paling lambat ialah bila
melalui kulit yang sehat (Kedokteran Forensik, 1997).
2.4 Cara kerja racun di dalam tubuh
- Racun yang bekerja lokal
Misalnya:
Racun bersifat korosif: lisol, asam dan basa kuat
Racun bersifat iritan: arsen, HgCl2
Racun bersifat anastetik: kokain, asam karbol
Racun-racun yang bekerja secara setempat ini, biasanya akan menimbulkan sensasi nyeri yang
hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat disebabkan oleh syok akibat
nyerinya tersebut atau karena peradangan sebagai kelanjutan dari perforasi yang terjadi pada saluran
pencernaan.
- Racun yang bekerja sistemik
Walaupum kerjanya secara sistemik, racun-racun dalam golongan ini biasanya memiliki akibat/afinitas
pada salah satu sistem atau organ tubuh yang lebih besar bila dibandingkan dengan sistem atau
organ tubuh lainnya.
Misalnya:
Narkotik, barbiturate, dan alkohol terutama berpengaruh pada susunan syaraf pusat
Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap jantung
Strychine terutama berpengaruh terhadap sumsum tulang belakang
CO, dan HCN terutama berpengaruh terhadap darah dan enzim pernafasan
Cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap ginjal
Insektisida golongan hidrokarbon yang di-chlor-kan dan phosphorus terutama berpengaruh terhadap
hati
- Racun yang bekerja lokal dan sistemik
Misalnya:
Asam oksalat
Asam karbol
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi pada susunan syaraf
pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian dari asam karbol tersebut akan diserap
dan berpengaruh terhadap otak
Arsen
Garam Pb (Emo, 2010).
2.5 Faktor yang mempengaruhi kerja racun
- Cara pemberian
Setiap racun baru akan menimbulkan efek yang maksimal pada tubuh jika cara pemberiannya
tepat. Misalnya jika racun-racun yang berbentuk gas tertentu akan memberikan efek maksimal bila
masuknya ke dalam tubuh secara inhalasi. Jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh secara ingesti
tentu tidak akan menimbulkan akibat yang sama hebatnya walaupun dosis yang masuk ke dalam
tubuh sama besarnya.
Berdasarkan cara pemberian, maka umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika
masuk secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.c), ingesti, absorbsi melalui mukosa,
dan yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang sehat.
- Keadaan tubuh
Umur
Pada umumnya anak-anak dan rang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan dengan orang
dewasa. Tetapi pada beberapa jenis racun seperti barbiturate dan belladonna, justru anak-anak akan
lebih tahan.
Kesehatan
Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal, biasanya akan lebih mudah
keracunan bila dibandingkan dengan orang sehat, walaupun racun yang masuk ke dalam tubuhnya
belum mencapai dosis toksis. Hal ini dapat dimengerti karena pada orang-orang tersebut, proses
detoksikasi tidak berjalan dengan baik, demikian halnya dengan ekskresinya. Pada mereka yang
menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan,
maka penyerapan racun pada umumnya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian,
kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian seseorang karena penyakit
tanpa penelitian yang teliti, misalnya pada kasus keracunan arsen (tipe gastrointestinal) dimana disini
gejala keracunannya mirip dengan gejala gastrointeritis yang lumrah dijumpai.
Kebiasaan
Faktor ini berpengaruh dalam hal besarnya dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala
keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. Tetapi perlu diingat bahwa toleransi itu
tidak selamanya menetap. Menurunnya toleransi sering terjadi misalnya pada pecandu narkotik, yang
dalam beberapa waktu tidak menggunakan narkotik lagi. Menurunnya toleransi inilah yang dapat
menerangkan mengapa pada para pecandu tersebut bisa terjadi kematian, walaupun dosis yang
digunakan sama besarnya.
Hipersensitif (alergi idiosinkrasi)
Banyak preparat seperti vitamin B1, penisilin, streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung
yodium menyebabkan kematian, karena si korban sangat rentan terhadap preparat-preparat tersebut.
Dari segi ilmu kehakiman, keadaan tersebut tidak boleh dilupakan, kita harus menentukan apakah
kematian korban memang benar disebabkan oleh karena hipersinsitif dan harus ditentukan pula
apakah pemberian preparat-preparat mempunyai indikasi. Ada tidaknya indikasi pemberi preparat
tersebut dapat mempengaruhi berat-ringannya hukuman yang akan dikenakan pada pemberi preparat
tersebut.
- Racunnya sendiri
Dosis
Besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat-ringannya akibat yang ditimbulkan. Dalam hal ini
tidak boleh dilupakan akan adanya faktor toleransi, dan intoleransi individual. Pada toleransi, gejala
keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum mencapai level toksik.
Keadaan intoleransi tersebut dapat bersifat bawaan/kongenital atau toleransi yang didapat setelah
seseorang menderita penyakit yang mengakibatkan gangguan pada organ yang berfungsi melakukan
detoksifikasi dan ekskresi.
Konsentrasi
Untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh secara lokal misalnya zat-zat korosif, konsentrasi lebih
penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut berbeda dengan racun yang bekerja
secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan dalam menentukan berat-ringannya
akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.
Bentuk dan kombinasi fisik
Racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila dibandingkan dengan
yang berbentuk padat. Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong tentu akan
lebih cepat keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan
lambungnya berisi makanan.
Adiksi dan sinergisme
Barbiturate, misalnya jika diberikan bersama-sama dengan alkohol, morfin, atau CO, dapat
menyebabkan kematian, walaupun dosis letal. Dari segi hukum kedokteran kehakiman, kemungkinankemungkinan terjadinya hal seperti itu tidak boleh dilupakan, terutama jika menghadapi kasus dimana
kadar racun yang ditemukan rendah sekali, dan dalam hal demikian harus dicari kemungkinan
adanya racun lain yang mempunyai sifat aditif (sinergitik dengan racun yang ditemukan), sebelum kita
tiba pada kesimpulan bahwa kematian korban disebabkan karena anafilaksi yang fatal atau karena
adanya toleransi.
Susunan kimia
Ada beberap zat yang jika diberikan dalam susunan kimia tertentu tidak akan menimbulkan gejala
keracunan, tetapi bila diberikan secara tersendiri terjadi hal yang sebaliknya.
Antagonisme
Kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu macam racun, tetapi
tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena reaksi-reaksi tersebut saling menetralisir satu sama lain.
Dalam klinik adanya sifat antagonis ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan
kaloxone yang dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada
keracunan akut obat-obatan golongan narkotik (Santoso, 2005).
2.6
-
Motif keracunan
Kecelakaan
Bunuh diri
Pembunuhan
Indikasi: sebagai pilihan utama pada keracunan lewat lambung dan usus
Kotraindikasi: pada pasien dengan penurunan kesadaran/kejang kecuali jika diberikan melalui NGT
dan jalan nafas harus dilindungi dengan ETT. Pada pasien dengan obstruksi ileus atau intestinal
Cara pemberian: berikan 60-100 mg oral. Pengulangan dosis dapat dilakukan untuk meningkatkan
absorbsi racun.
Diuresis paksa
Pada dugaan racun berada dalam darah dan dapat dikeluarkan melalui ginjal
Dialisis (Dialisis Peritoneal)
Pada keracunan bahan yang dapat didialisis
Mandi dan keramas
Pada keracunan bahan yang dapat lewat kulit
3. Terapi penyangga (suportif)
- Mempertahankan fungsi alat vital tubuh
- Memperhitungkan keseimbangan cairan, elektrolit, asam-basa, kalori setiap hari
4. Antidotum
- Hanya kurang dari 10% bahan kimia yang mempunyai antidotumnya
- Beberapa contoh antidotum:
Nallorphine untuk keracunan morphine
Atrophine sulfat untuk keracunan fosfoat organik
Na-thiosulfate untuk keracunan sianida (Syaroni, 2012).
2.8 Cara diagnosa keracunan
Kriteria diagnostik pada keracunan adalah
- Anamnesa kontak antara korban dengan racun
- Adanya tanda-tanda serta gejala yang sesuai dengan tanda dan gejala dari keracunan racun yang
diduga
- Dari sisa benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut, memang racun yang
dimaksud
- Dari bedah mayat dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan yang sesuai dengan keracunan
dari racun yang diduga; serta dari bedah mayat tidak dapat ditemukan adanya penyebab kematian
lain
- Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi, harus dapat dibuktikan adanya racun serta metabolitnya,
dalam tubuh atau cairan tubuh korban, secara sistemik
2.9 Bilamana dibutuhkan pemeriksaan toksikologi
Bila dibandingkan dengan kelainan atau penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, kuman, virus, atau
pun trauma; maka keracunan kasusnya relatif sedikit, sehingga tidak jarang terjadi kekeliruan dalam
penanganan pasien; untuk itu perlu diketahui pada keadaan apa saja pemeriksaan toksikologi perlu
dilakukan.
Tabel 1. Kasus-kasus toksikologi forensik yang melibatkan
Jenis Kasus
Pertanyaan yang muncul
Litigasi
Kematian
yang
tidak Apakah ada keterlibatan obat atau Kriminal: Pembunuhan
wajar (mendadak)
racun
sebagai
penyebab Sipil: klaim tanggungan asuransi,
kematiannya?
tuntunan kepada pabrik farmasi
atau kimia
Kematian di penjara
Kecelakaan, pembunuhan yang Kriminal: pembunuhan
melibatkan
racun
atau
obat Sipil: gugatan tanggungan dan
terlarang?
konpensasi terhadap pemerintah
Kematian
pada Apakah ada unsur penghilangan Kriminal: pembunuhan
kebakaran
jejak pembunuhan?
Sipil: klaim tanggungan asuransi
Kecelakan fatal
menyemudi
dalam
Penyalahgunaan Narkoba
Klaim
malpraktek,
tindak
kriminal,
pemeriksaan
oleh
komite ikatan profesi kedokteran
(IDI)
Gugatan terhadap employer,
Memperkerjakan kembali
Kriminal:
Pembunuhan,
kecelakaan bermotor
Sipil: klaim gugatan asuransi
Kriminal: Larangan Mengemudi
dibawah pengaruh Obat-obatan
atau Narkona
Sipil: gugatan pencabutan atau
pengangguhan SIM
Kriminal:
Sipil: rehabilitasi
Kriminal: pengedaran obat ilegal.
Sipil: tuntutan penggunan obat
palsu terhadap dokter atau yang
terkait
2. Seluruh usus dengan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada usus setiap jarak
sekitar 60cm.
3. Darah yang berasal dari sentral (jantung), dan yang berasal dari perifer (v.jugularis, a. femoralis dan
sebagainya) masing-masing 50ml dan dibagi 2 yang satu diberi bahan pengawet (NaF 1%), yang lain
tidak diberi bahan pengawet.
4. Hati sebagai tempat detoksifikasi, tidak boleh dilupakan, hati yang diambil sebanyak 500gram.
5. Ginjal, diambil keduanya, yaitu pada kasus keracunan dengan logam berat khususnya, dan bila urin
tidak tersedia.
6. Otak diambil 500 gram, khusus untuk keracunan khloroform dan keracunan sianida, hal tersebut
dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai kemampuan untuk meretensi
racun walaupun telah mengalami pembusukan.
7. Urin diambil seluruhnya, penting oleh karena pada umumnya racun akan dieksresikan melalui urin,
khususnya untuk tes penyaring pada keracunan narkotika, alcohol, dan stimulan.
8. Empedu sama halnya dengan urin diambil oleh karena tempat ekskesi berbagai racun terutama
narkotika.
9. Pada kasus khusus dapat diambil :
a. Jaringan sekitar suntikan dalam radius 5-10 sentimeter.
b. Jaringan otot, yaitu, dari tempat yang terhindar dari kontaminasi, misalnya muskulus psoas sebanyak
200 gram.
c. Lemak di bawah kulit dinding perut sebanyak 200 gram.
d. Rambut yang dicabut sebanyak 10 gram.
e. Kuku yang dipotong sebanyak 10 gram, dan.
f. Cairan otak sebanyak-banyaknya.
Jumlah bahan pengawet untuk sampel padat minimal 2x volume sampel tersebut, bahan pengawet
yang dianjurkan :
a. Alcohol absolute.
b. Larutan garam jenuh (untuk Indonesia paling ideal).
Kedua bahan di atas untuk sampel padat atau organ.
a. Natrium fluoride 1%
b. Natrium fluoride + Natrium sitrat (75mg + 50mg, untuk setiap 10ml sampel)
Kedua bahan diatas untuk sampel cair adalah Natrium Benzoat dan phenyl mercury nitrate khusus
urin.
Cairan tubuh sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih/baru.
1. Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca, jka pada gelas plastic darah yang bersifat aak
asam dapat melumerkan polimer plastic dari plastic itu sendiri, karena dapat membuat keliru pada
analisa gas kromatografi.
2. Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu diberi label pada tabung sampel darah:
a. Pembuluh darah femoral.
b. Jantung.
Pada kasus mayat yang tidak diotopsi :
1. Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari subclavia.
2. Pengambilan darah dengan cara jarum ditdarusuk pada trans-thoracic secara acak, secara umum
tidak bisa diterima, karena bila tidak berhatihati darah bisa terkontaminasi dengan cairan dari
esophagus, kantung pericardial, perut/cavitas pleura.
3. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukan pada bagian bawah dinding perut
terus sampai pada tulang pubis.
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung dimasukan ke
dalam gelas beker, dipanasakan dalam pemanas air sampai kering, kerimudian dilarutkan dalam
aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrate yang didapat, diteteskan di bawah mikroskop. Bila
bentuk Kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan hidrokarbon terklorisasi.
b. Kromatografi lapisan tipis (TLC).
Kaca berukuran 20cmx20cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan alumunium oksida,
lalu dipanaskan dalam oven 110 C selama 1 jam. Filtrate yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari
darah atau jaringan korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca, disertai dengan tetesan lain
yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai pembanding. Ujung kaca TLC
dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya n-Hexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut
diatas. Dengan daya kapilaritas maka pelarut akan ditarik keatas sambil melarutkan filitrat-filitrat tadi.
Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia Paladum klorida 0,5% dalam HCL
pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5% dalam alcohol. Interprestasi : warna hitam (gelap) berarti
golongan hidrokarbon terklorinasi sedangkan bila berwarna hijau dengan dasar dadu berarti golongan
organofosfat.Untuk menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan menentukan Rf
masing-masing bercak. Angka yang didapat dicocokan dengan standar, maka jenisnya dapat
ditentukan dengan membandingkan besar bercak dan intensitas warnanya dengan pembandingan,
dapat diketahui konsentrasinya secara semikuantatif.
2. Cara pengiriman
Apabila pemeriksaan toksikologi dilakukan di institusi lain, maka pengiriman bahan pemeriksaan
harus memenuhi kriteria :
a. Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan.
b. Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk control.
c. Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label yang memuat keterangan mengenai tempat
pengambilan bahan, nama korban, bahan pengawet dan isinya.
d. Disertakan hasil pemeriksaan otopsi secara singkat jika mungkin disertakan anamnesis dan gejala
klinis.
e. Surat permintaan pemeriksaan dari penyidik harus disertakan dan memuat identitas korban dengan
lengkap dan dugaa racun apa yang menyebabkan intoksikasi.
f. Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat sehingga tidak ada
kemungkinan tumpah atau pecah pada saat pengiriman. Kotak diikat dengan tali yang setiap
persilangannya diikat mati serta diberi lak pengaman.
g. Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dabuat berita acara penyegelan dan berita
acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Demikian pula berita acara penyegelan barang bukti
lain seperti barang bukti atau obat. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh kertas
pembungkus, segel, atau materi yang digunakan.
h. Pada pengambilan contoh bahan dari korban hidup, alcohol tidak dapat dipakai untuk desinfektan
local saat pengambilan darah, hal ini untuk menghilangkan kesulitan dalam penarikan kesimpulan bila
kasus menyangkut alcohol. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.
Setelah semua proses pemeriksaan diatas dilakukan oleh ahli
kedokteran kehakiman maka hasil pemeriksaan tersebut dituangkan ke dalam
sebuah surat yaitu surat visum et repertum. Setelah dibuat berdasarkan aturan
yang berlaku maka surat tersebut sudah dapat digunakan sebagai alat bukti di
dalam proses peradilan (Sinaga, 2010).
2.11 Dasar hukum
- KUHPidana pasal 202 205
Pasal 202
(1) Barangsiapa memasukkan barang sesuatu ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke
dalam perlengkapan air minum untuk umum atau untuk dipakai oleh atau bersama-sama
dengan orang lain, padahal diketahuinya bahwa karena perbuatan itu air lalu berbahaya
bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang ber- salah diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun.
Pasal 203
(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan bahwa barang sesuatu
dimasukkan ke dalam sumur, pompa, sumber atau ke dalam perlengkapan air minum untuk
umum atau untuk dipakai oleh, atau bersama-sama dengan orang lain, sehingga karena
perbuatan itu air lalu berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 204
(1) Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang
diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat; berhahaya itu
tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakihatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun.
Pasal 205
(1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan barang-barang yang
berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang, dijual, diserahkan atau di bagi-bagikan tanpa
diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
(3) Barang-barang itu dapat disita (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 2010).
-
Keppres RI No. 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuma beralkohol
inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, penyemprotan / fumigasi
kapal)
oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja, serta fotografi
dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel
Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak dapat berikatan
dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin. CN akan
menginaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara radikal, terutama sitokrom oksidase juga
merangsang pernapasan bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor) sehingga pernapasan
cepat. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak berlangsung dan oksihemoglobin
tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini
merupakan keadaan paradoksal karena korban meninggal akibat hipoksia tetapi darahnya kaya akan
O2 .
Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau NaCN adalah 200
mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit sedangkan gas CN 20000
ppm akan menyebabkan meninggal seketika.
Tanda dan Gejala Keracunan
Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat menyebabkan
kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Dalam interval yang pendek
antara menelan racun sampai kematian, korban mengeluh merasa terbakar pada kerongkongan dan
lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, photophobia, tinitus, pusing, kelelahan dan
sesak napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari mulut, nadi cepat dan
lemah, napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat, udara pernapasan berbau
amandel. Menjelang kematian, sianosis tampak nyata dan timbul kedutan otot-otot yang berlanjut
dengan kejang disertai inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi menimbulkan palpitasi,
kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi mulut dan kerongkongan,
pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan meninggal.
Pemeriksaan Forensik
Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda patognomonik
untuk keracunan CN, dengan cara menekan dada mayat sehingga akan keluar gas dari mulut dan
hidung. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa keluar dari mulut, dan lebam
jenazah berwarna merah terang, karena darah kaya akan oksi hemoglobin (karena jaringan dicegah
dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin. Pemeriksaan selanjutnya
biasanya tidak memberikan gambaran yang khas.
Pada korban yang menelan garam alkali sianida, dapat ditemukan kelainan pada mukosa
lambung berupa korosi dan berwarna merah kecoklatan karena terbentuk hematin alkali dan pada
perabaan mukosa licin seperti sabun. Korosi dapat mengakibatkan perforasi lambung yang dapat
terjadi antemortal dan postmortal.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium, membutuhkan perhatian
khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam pengemasannya, transportasinya atau tidak
dikemasnya sampel tersebut. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan jika ada
kemungkinan terjadinya keracunan sianida.
Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-parunya harus
dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).
KARBONMONOKSIDA
Definisi
Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak merangsang
selaput lendir. GasCO dapat ditemukan pada hasil pembakaran tidak sempurna dari karbon. Sumber
terpenting adalah motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sumber lain CO adalah gas arang
batu yang mengandung kira-kira 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas dan
cerobong asap yang bekerja tidak baik. CO hanya diserap melalui paru dan sebagian besar diikat
oleh Hb secara reversibel, membentuk karboksi-hemoglobin. Afinitas COHb 208-245 kali afinitas O 2.
Bila korban dipindahkan ke udara bersih, kadar COHb berkurang 50% dalam waktu 4,5 jam dan
setelah 6-8 jam darah tidak mengandung COHb lagi. Gejala keracunan CO berkaitan dengan kadar
COHb dalam darah
Tanda dan Gejala Keracunan
Tabel Gejala yang ditimbulkan akibat keracunan CO
Saturasi COHb
Gejala
10 %
Tidak ada
10% - 20%
Rasa berat pada kening, sakit kepala ringan
20% - 30%
Sakit kepala, berdenyut pada pelipis
30% - 40%
Sakit kepala keras, lemah, pusing,penglihatan buram, mual dan muntah, kolaps
40% - 50%
Sama dengan gejala di atas tetapi dengan kemungkinan besar kolaps atau
sinkop. Pernapasan dan nadi cepat, ataksia.
50% - 60%
Sinkop, pernapasan dan nadi bertambah cepat, koma dengan kejang
intermitten, pernapasan Cheyne-Stokes
60% - 70%
Koma dengan kejang, depresi jantung dan pernapasan, mungkin meninggal
70% - 80%
Nadi lemah, pernapasan lambat, gagal napas dan meninggal.
Pemeriksaan Forensik
Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak
dan ditemukannya gejala keracunan CO.
Pada jenazah, dapat ditemukan warna lebam mayat yang berupa Cherry Redpada kulit, otot,
darah dan organ-organ interna, yang tampak jelas bila kadar COHb mencapai 30% atau lebih. Akan
tetapi pada orang yang anemik atau mempunyai kelainan darah warna cherry red ini menjadi sulit
dikenali.
Pemeriksaan Laboratorium
Uji Kualitatif
Menggunakan 2 cara:
Uji Dilusi Alkali
Ambil dua tabung reaksi, masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes darah
korban.
Tabung kedua 1-2 tetes darah control. Encerkan masing-masing darah
dengan menambahkan
10ml air. Tambahkan masing-masing tabung 5 tetes
NaOH 10-20% lalu dikocok.
Uji Formalin
Darah yang diperiksa ditambahkan dengan larutan formalin 40% sama banyak. Bila darah
mengandung COHb dengan saturasi 25%, maka akan terbentuk koagulat berwarna merah yang
mengendap pada dasar tabung reaksi. Pada
darah normal. Terbentuk koagulat warna coklat.
Uji Kuantitatif
Menggunakan cara Gettler-Freimuth dengan prinsip:
Darah + Kalium Ferisianida CO dibebaskan dari COHb
CO + PdCl2 + H2O Pd + CO2 + HCl
Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan berwarna hitam.
INSEKTISIDA
Insektisida merupakan bahan yang digunakan untuk membunuh serangga dalam pertanian,
perkebunan dan rumah tangga. Kasus kematian akibat insektisida seringkali terjadi karena
kecelakaan dan percobaan bunuh diri. Insektisida yang sering digunakan, antara lain :
1. golongan fosfat organik : malation, paration, paraxon, diazinon
2. golongan karbamat : carbaryl, baygon
3. golongan hidrokarbon yang diklorkan : DDT, lindane
1. GOLONGAN INHIBITOR KOLINESTERASE
Berdasarkan cara kerjanya, golongan organofosfat dan karbamat dikategorikan ke dalam
antikolinesterase. Pada golongan organofosfat inhibisinya bersifat irreversibel, sedangkan golongan
karbamat bersifat reversibel. Inhibisi mengakibatkan terjadinya akumulasi asetilkolin, rangsangan
pada saraf kolinergik diperpanjang. Kematian terjadi karena gagal napas dan henti jantung.
Tanda dan Gejala Keracunan
Gejala klinis berupa gangguan penglihatan, sukar bernapas, saluran pencernaan hiperaktif.
Tanda dan gejala lain yang sering terjadi antara lain sakit kepala, kelemahan otot, hiperhidrosis,
lakrimasi, salivasi, miosis, sekresi saluran napas, sianosis, papil edem, konvulsi, koma, dan hilangnya
kontrol terhadap sfingter.
Pemeriksaan Forensik
Pada pemeriksaan dalam ditemukan tanda pembendungan pada alat dalam. Di dalam
lambung ditemukan cairan yang terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan cairan lambung dan lapisan
larutan insektisida. Mukosa lambung dan usus bagian atas tampak hiperemis dan mengalami
perdarahan submukosa. Juga dapat tercium bau pelarut insektisida. Limpa, otak dan paru tampak
edem dan kongesti. Kerusakan jaringan hati biasanya merupakan penyebab kematian pada
keracunan kronis
2. GOLONGAN HIDROKARBON TERKHLORINASI
Hidrokarbon terkhlorinasi adalah zat kimia sintetik yang stabil beberapa minggu sampai beberapa
bulan setelah penggunaannya. Termasuk golongan ini adalah DDT, ALdrin, Dieldrin, Endrin,
Chlordane, Lindane. DDT lambat diabsorbsi melalui saluran cerna. Insektisida dalam bentuk bubuk
tidak diabsropsi melalui kulit, tetapi bila dilarutkan dalam solven organik mungkin dapat diabsorbsi
melalui kulit. DDT merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek eksitasi langsung pada neuron,
yang mengakibatkan kejang-kejang dengan mekanisme yang belum jelas. Kematian terjadi akibat
depresi pernafasan atau akibat fibrilasi ventrikel.
Tanda dan Gejala Keracunan
Gejala keracunan ringan adalah merasa lelah, berat dan sakit pada tungkai, sakit kepala,
parestesia pada lidah, bibir, dan muka, gelisah, dan lesu mental
Gejala keracunan berat adalah pusing, gangguan keseimbangan, bingung, rasa tebal pada
jari-jari, tremoe, mual, muntah, fasikulasi, midriasis, kejang tonik dan klonik, kemudian koma.
Pemeriksaan Forensik
Pada keracunan kronik, dilakukan biopsy lemak tubuh yang diambil pada perut setinggi garis
pinggang minimal 50 gram dan dimasukkan ke dalam botol bermulut lebar dengan penutuo dari gelas
dan ditimbang dengan ketelitian sampai 0,1 mg. pada keadaan normal, insektisida golongan ini dalam
lemak tubuh terdapat kurang dari 15 ppm.
Tanda-tanda congested/asfiksia tampak pada pemeriksaan luar. Hssil pemeriksaan dalam
memperlihatkan adanya hiperemi pada mukosa lambung dan usus disertai perdarahan. Apabila
keracunan kronik, dapat tercium bau zat pelarut (minyak tanah) dan terdapat adanya organ-organ
dalam yang congested, nekrosis hati, serta edema paru.
LOGAM
1. ARSEN
Definisi
As2O3 atau arsen trioksida atau disebut juga acidum arsenicosum merupakan senyawa yang
sering dan penting artinya dalam hubungannya dengan keracunan. As 2O3 ini berupa serbuk putih atau
kadang kristal halus dengan sedikit rasa (lemah) bahkan dapat dikatakan tidak berasa sama sekali
dan tidak berbau. Mudah larut dalam asam lambung, dalam bentuk gas biasanya berbau bawang
putih. Senyawa arsenik ini banyak ditemukan dalam bidang pertanian (rodenticide), industri (sebagai
pengotoran dari zat warna, mordant) maupun dalam bidang pengobatan (sedian-sedian yang
mengandung arsenikum baik sebagai senyawa anorganik maupun organik). Bentuk lain dari
arsenikum ini adalah Arsine dan Ethylarsine dimana berada dalam bentuk gas.
Tanda dan Gejala Keracunan
Ada 4 tipe gejala keracunan:
1. Acute Paralytic
Timbul mendadak setelah korban keracunan dengan dosis besar serta absorbsinya berjalan sangat
cepat. Gejala yang menonjol adalah akibat depresi susunan saraf pusat yang hebat khususnya pusatpusat vital dimedulla, antara lain:
Circulatory collapse dengan tekanan darah turun/rendah
Denyut nadi cepat dan lemah
Pernafasan sukar dan dalam
Stupor atau semicomatous
Kadang-kadang kejang dan adakalanya tampak/ tidak tampak gejala iritasi gastrointestinal
Kematian terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Gastrointestinal Type
Merupakan gejala yang paling utama dijumpai dan khas, akibat lesi-lesi pada lambung, usus maupun
organ-organ parenchym segera setelah keracunan, timbul muntah dan diikuti diarrhea setelah 1-2 jam
kemudian.
Rasa sakit dan cramp pada perut
Rasa haus yang hebat, sakit tenggorokan
Mulut terasa kering
Muntah berkepanjangan, kadang-kadang bercampur darah
Profuse diarrhea dengan faeces bercampur darah.
Gejala klinis diatas sangat inddividual, dimana satu penderita condong menunjukkan gejala profuse
diarrhea sebagai gejala utama, yang lain lebih condong menunjukkan gejala muntah atau kombinasi
dari gejala-gejala tersebut pada penderita lainnya.
Bila kasus keracunan lebih hebat maka timbul gejala seperti muka kebiruan dan cemas, kulit pucat
dan dingin, cramp pada kaki bagian atas, delirium, albuminuria, retensi urin, serta dehidrasi akibat
hilangnya cairan tubuh.
Kematian terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari dan apabila penderita dapat melewati
serangan pertama, masih ada kemungkinan untuk bertahan hidup.
3. Subacute Type
Timbul apabila senyawa arsenikum diberikan dalam dosis kecil berulang kali dalam interval waktu
tertentu, atau akibat pemberian dalam dosis besar tetapi tidak segera menimbulkan kematian dan
menimbulkan efek keracunan selama dieksresikan (slow excretion).
Gejalanya:
Degenerasi toksik pada hepar yang kemudian berkembang menjadi acute/subacuteyellow atrophy
disertai toxic jaundice hebat.
Perdarahan multiple pada lapisan sub serosa jaringan
Traktus Gastrointestinal mengalami inflamasi dan kronis serta diarhea berkepanjangan
Cramp dan dehidrasi
Ginjal mengalami nephrosis dengan albuminuria dan hematuria
Skin eruption, bengkak seluruh tubuh, beberapa kasus tampak penderita mengalami keratosis kulit,
berat badan menurun serta keadaan umum korban makin buruk.
Kematian dapat terjadi beberapa hari kemudian.
4. Chronic Type
Type ini dapat berkembang/ terjadi setelah gejala akut mereda. Tampak gejala-gejala:
Paralyse dan atrofi otot-otot tangan dan kaki sebagai akibat neuritis kronis disertai dengan
degenerasi saraf yang dimulai dari bagian perifer dan berjalan ke arah sentral.
Anaesthesia
Rambut dan kuku rontok
Kadang tampak gastroentritis kronis disertai anoreksia, nausea, dan diare
Kulit mengalami hiperkeratosis dan hiperpigmentasi
Mata mengalami hiperkeratosis, kelopak mata bengkak
Garis melintang pada kuku berwarna putih.
Hiperkeratosis terutama tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki
Pemeriksaan Forensik
Keracunan Akut :
- Pemeriksaan luar ditemukan tanda-tanda dehidrasi
- Pemeriksaan dalam ditemukan tanda iritasi lambung, mukosa berwarna merah, kadangkadang dengan perdarahan (fleas bitten appearance)
Keracunan Kronik :
- Pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk. Pada kulit terdapat pigmentasi
coklat
(melanosis arsenic), keratosis telapak tangan dan kaki (keratosis arsenic).
Kuku memperlihatkan
garis-garis putih (Mees lines) pada bagian kuku yang
tumbuh dan dasar kuku.
- Temuan pada pemeriksaan dalam tidak khas.
2. TIMAH
Definisi
Plumbum atau timbel (timah hitam) terdapat dimana-mana, dalam jumlah besar dalam badan
accu / baterai. Pb terdapat pula pada pipa air zaman dahulu, timah solder, bahan dasar cat, dempul
meni, dan glasier dari benda-benda keramik dan gelas (crystal lead). Pb juga terdapat pada bahan
kosmetik mata orang Indian yang disebut surma, demikian juga dapat ditemukan pada eyeshadow, lipstick, dan blush-on.
Timbel di dalam tubuh terikat dalam gugus sulfhidril (-SH) dalam molekul protein yang
menyebabkan hambatan pada system kerja enzim. Dalam darah enzim yang dihambat adalah enzim
delta- aminolevulinik asid (delta-ALA) yang berperan dalam sintesi hemoglobin.
Tanda dan Gejala Keracunan
Keracunan Akut :
KERACUNAN ALKOHOL
Alkohol ada 2 jenis:
Etil alkohol / Etanol (C2H5OH)
Metil alkohol / Metanol (CH3OH)
Alkohol bersifat racun bagi otak. Alkohol murni berupa cairan yang bening, mudah menguap dan
mempunyai aroma yang khas.
Absorpsi terutama dari usus halus (80%) dan lambung (20%). Konsentrasi alkohol dalam
darah sudah bias ditemukan dalam waktu 5-10 menit setelah meminum alkohol. Kadar puncak dalam
darah adalah 30 menit setelah meminum alkohol. Dibutuhkan waktu yang lama agar kadar puncak
alkohol dalam darah ini bisa menyebabkan habituasi (ketergantungan) dan keadaan lainnya seperti
gastritis dan anemia.
Proses absorpsi semakin cepat jika terdapat air dalam saluran usus atau lambung dalam
keadaan kosong. Wine (anggur) merupakan jenis minuman yang paling cepat penyerapannya.
Metabolisme alkohol terutama terjadi di hati (90%) dan mengalami oksidasi. Sisa yang 10%
diekslresikan melalui kulit, paru-paru, kelenjar liur dan ginjal. Alkohol bisa menjadi sumber energy
yang baik, dimana setiap 1 gram dapat menghasilkan 7 kalori.
KERACUNAN ALKOHOL AKUT
Tanda dan gejala keracunan
Terdiri atas 3 tahap:
1. Tahap merasa dalam keadaan senang
Pasien sadar dan merasa senang karena penekanan pada pusat-pusat hambatan di otak, keadaan ini
disebut fenomena pelepasan (release phenomenon). Tahap ini bisa berlangsung lama dan dapat
terlihat pada semua kasus. Tanda-tandanya:
Muka merah
Gangguan pada pengendalian gerakan-gerakan halus, misalnya meminum air, memasukkan benang
ke dalam jarum. Ada kalanya pasien menjadi:
Berperilaku kasar
Bersifat sentimental
Inkoordinasi
Penglihatan kabur
Kemudian pasien akan memasuki fase setengah sadar dan akhirnya menjadi tidak sadarkan diri.
Pada tahap ini pasien masih bisa dibangunkan dengan suara yang kuat atau cubitan.
3. Tahap koma
Sebelum memasuki tahap ini pasien masih bisa sembuh dan kembali pada tahap pertama. Tetapi
perlahan-lahan pasien akan memasuki tahap koma.
Dosis fatal
Dosis bukan hanya tergantung dari jumlah yang diminum, tetapi juga bergantung pada
kebiasaan seseorang dan jenis minumannya. Misalnya alkohol absolut sebanyak 5 oz dapat berakibat
fatal. Untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun, alkohol absolut sebanyak 2 oz juga sudah dapat
berakibat fatal.
A= C x P x R
Pada buku lain juga mengatakan takaran alkohol untuk menimbulkan keracunan bervariasi
tergantung dari kebiasaan minum dan sensitivitas genetik perorangan. Umumnya 35 gram alkohol
menyebabkan penurunan kemampuan untuk menduga jarak dan kecepatan serta menimbulkan
euforia. Alkohol sebanyak 75-80 gr akan menimbulkan keracunan akut dan 250-500 gram alkohol
takaran fatal. Kadar alkohol darah dari konsumsi 35 gram alkohol dengan menggunakan rumus:
Penatalaksanaan
Jika pengobatan diberikan pada saat yang tepat sebelum pasien masuk dalam tahap koma, yaitu
ketika refleks tubuh sudah tidak ada dan mata mengalami konstriksi dan tidak bereaksi terhadap
cahaya, maka kemungkinan besar dapat sembuh.
Untuk mengeluarkan racun bisa diupayakan agar pasien muntah secara mekanis yaitu dengan
menekan orofaring. Zat kimia perangsang muntah hanya digunakan jika keadaan umum pasien cukup
baik.
Bilas lambung harus dilakukan walaupun pasien dalam keadaan tidak dapat dikendalikan. Bahan
yang dperoleh dari bilasan lambung yang pertama diambil untuk bilasan kimia, kemudian bilas
lambung dilanjutkan sampai hasil bilasan lambung tidak mengandung bau alkohol.
Berikan minuman hangat seperti teh atau kopi
Penafasan buatan serta oksigen diberikan jika ditemukan adanya tanda-tanda penekanan
pernafasan
Obat stimulansia sepert coramine, nikethamide diberikan dalam bentuk suntikan
Upayakan agar suhu tubuh pasien selalu hangat
Untuk mengatasi asidosis, diberikan soda bikarbonat melalui oral
Jika pasien gelisah diberikan mephenisine dengan dosis 1-3 gram
Jika perlu diberikan 1000 cc glukosa 10% serta garam fisiologis secara intravena, kedalam larutan
tersebut ditambahkan insulin 15 unit, vitamin B1 200 mg. niasinamida 200 mg dan vitamin C 1000 mg
Antibiotik diberikan sebagai tindakan profilaksis terhadap infeksi paru-paru
1.
2.
1.
2.
3.
4.
1. Pada orang yang masih hidup dapat diientifikasi dari bau alkohol yang keluar dari udara pernafasan.
2. Pemeriksaan kadar alkohol darah: baik pemeriksaan udara pernafasan atau urin atau dari darah vena
3. Kelainan pada orang yang sudah meninggal tidak khas. Mungkin ditemukan gejala yang sesuai
dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna
merah gelap.
4. Mukosa lambung tanda perbendungan, kemerahan dan tanda inflamasi tapi kadang-kadang juga tak
tampak kelainan.
5. Otak dan darah berbau alkohol.
6. Pada pemeriksan histologis dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah dan selaput otak,
degenerasi bengkak keruh, pada bagian parenkim organ inflamasi mukosa saluran cerna.
7. Pada jantung, gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi
serabut otot jantung.
1.
2.
3.
4.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk korban meninggal dapat diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati atau cairan tubuh
seperti cairan serebrospinal. Penentuan kadar alkohol dalam daram lambung saja tanpa menentukan
kadar alkohol dalam darah hanya menunjukkan orang tersebut telah minum alkohol. Pada mayat,
alkohol dapat berdifusi dari lambung ke jaringan sekitarnya termasuk ke dalam jantung sehingga bisa
diambil darah dari pemeriksaan darah vena perifer seperti di daerah cubiti dan femoralis.
Metode sederhana untuk menentukan kadar alkohol dalam darah disebut teknik modifikasi
mikrodifusi (CONWAY) yaitu
Masukkan 2 mL reagen Anti ke dalam ruang tengah. Reagen anti dibuat dengan melarutkan 7,7 mg
kalium dikromat ke dalam 150 mL air + 280 mL asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500
mL aquadest.
Sebarkan 1 mL darah/urin dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 mL kalium karbonat dalam
ruang yang berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi dan goyangkan dengan hati-hati. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada suhu
ruang. Angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen
Apabila reagen berwarna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Tetapi apabila warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80 mg%, sedangkan warna kekuningan sekitar 300 mg
%.
Penatalaksanaan
Keadaan ini bisasanya adalah masalah psikiatri karena berbagai masalah yang melatarbelakangi
kebiasaan minum alkohol tersebut
Kebiasaan minum alkohol harus dikurangi dengan memberikan tablet antabuse(Tetra erthylthiuram
disulphide) dengan dosis 0,25 sampai 0,75 gram per hari. Tablet antabuse hanya diberikan dengan
persetujuan pasien karena keadaan pasien akan sangat memburuk jika setelah mendapat
tablet Antabuse pasien kembali meminum alkohol. Untuk tujuan yang sama bisa juga diberikan
tabletTemposil (Citrated calcium carbimide) dengan dosis 50 mg per hari.
Makanan dengan gizi yang seimbang
Pemberian multivitamin untuk mengatasi adanya defisiensi. Pemberian vitamin ini harus tetap
diberikan untuk jangka waktu yang cukup lama
KERACUNAN NARKOBA
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran,
suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum,
dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya (Kurniawan, 2008)
Narkoba dibagi dalam 3 jenis :
1. Narkotika
2. Psikotropika
3. Zat adiktif lainnya
1. NARKOTIKA
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan
( Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009).
Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan :
a. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi
menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk
penelitian atau ilmu pengetahuan. Contoh : ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni
berupa bubuk.
b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk
pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.
c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat
untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan turunannya (Martono, 2006)
Prekursor narkotika
UU 35/2009 PASAL 1 AYAT 2: Adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan dalam pembuatan narkotika.
TABEL II
Acetic anhydride
N-Acetylanthranilic Acid
Ephedrine
Ergometrine
Ergotamine
Isosafrole
Lysergic acid
3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone
Norephedrine
1-Phenyl-2-Propanone
Piperonal
Potassium permananat
Pseudoephedrine
safrole
Acetone
Anthranilic acid
Ethyl ether
Hydrochloric acid
Methyl ethyl ketone
Phenylacetic acid
Piperidine
Sulphuric acid
Toluene
Keracunan dapat terjadi secara akut maupun kronik. Keracunan akut biasanya terjadi akibat
percobaan bunuh diri, tetapi dapat pula terjadi pada kecelakaan dan pembunuhan.
Gejala keracunan diawali dengan eksitasi susuan saraf yang kemudian disusul oleh narkosis.
Penderita merasa ngantuk, yang makin lama makin dalam dan berakhir dengan keadaan koma,
terdapat relaksasi otot-otot sehingga lidah dapat menutupi saluran nafas, nadi kecil dan lemah,
pernafasan sukar, irregular, pernafasan dangkal lambat, suhu badan turun, muka pucat, pupil miosis
(pin-head size) yang akan melebar kenbali setelah terjadi anoksia, tekanan darah menurun hingga
syok.
Pemeriksaan Forensik
Pada korban hidup perlu dilakukan pengambilan darah dan urin untuk pemeriksaan
laboratorium.
Pada pemeriksaan luar jenazah, dapat ditemukan adanya bekas suntikan, pembesaran
kelenjar getah bening setempat, lepuh kulit (skin blister), tanda asfiksia (busa halus dari lubang
hidung dan mulut), sianosis pada ujung jari dan biir, perdarahan petekial pada konjungtiva dan pada
pemakaian narkotika dengan cara sniffing (menghirup), kadang dijumpai perforasi septum nasi.
Hasil pemeriksaan dalam menunjukkan darah berwarna gelap dan cair, terdapat gumpalan
masa coklat kehitaman pada lambung, trakea dan bronkus kongesti dan berbusa, paru kongesti dan
edema.
Pemeriksaan Laboratorium
Bahan terpenting yang harus diambil adalah urin, cairan empedu dan jaringan sekitar
suntikan. Untuk pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan :
Uji Marquis : 40 tetes formaldehyde 40% dalam 60 ml asam sulfat pekat. Tes ini cukup sensitive
dengan sensitifitas berkisar antara 0,05 mikrogram 1 mikrogram. Hasil positif unutk opium, morfin,
heroin, kodein adalah warna merah-ungu.
Uji MIkrokristal : lebih sensitif dan lebih khas. Caranya 1 tetes larutan narkotika ditambah dengan
reagen dan dengan mikroskop dilihat kristal apa yang terbentuk. Untuk morfin berupa plates, heroin
berupa fine dendrites atau rosettes, kodein berupa gelatinous rosettes dan pethidin berupa feathery
rosettes
2. PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997)
Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan :
a. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan
ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya
seperti esktasi (menthylendioxy menthaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul), sabu-sabu
(berbentuk kristal berisi zat menthaphetamin).
b. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma
ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : ampetamin dan
metapetamin.
c. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contoh: lumubal, fleenitrazepam.
d. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan
penelitian. Contoh: nitra zepam, diazepam (Martono, 2006)
Tanda dan Gejala Keracunan
Untuk barbiturat, gejala akutnya adalah ataksia, vertigo, pembicaraan kacau, nyeri kepala,
parestesi, halusinasi, gelisan dan delirium. Bila sudah kronis (adiksi), dapat berupa kelainan psikiatrik
seperti depresi melankolik, regresi psikik, wajah kusut, emosi tidak stabil.
Pemeriksaan Forensik
Gambaran tidak khas. Pada pemeriksaan luar hanya tampak gambaran asfiksia, berupa
sianosis, keluarnya busa halus dari mulut, tardieau spoy, dapat ditemukan vesikel atau bula pada kulit
daerah yang tidak tertekan.
Pada pembedahan jenazah, mukosa saluran cerna dna seluruh organ dalam menunjukkan tanda
perbendungan. Esophagus menebal , berwarna merah coklat gelap dan kongestif.
DAFTAR PUSTAKA
Alifia, U, 2008. Apa Itu Narkotika dan Napza. Semarang: PT Bengawan Ilmu.
Aria,
Muti.
2008. Bahan
Perkuliahan:
Perapotekan.http://bakulprofesiaptuh.blogspot.com/2008/10/kuliah-perapotekan.html. Diakses tanggal
20 Juni 2012.
Buchari.
2010. Toksikologi
Industri.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1438/1/07002745.pdf, diakses tanggal 20 Juni
2012.
Darmono, 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: UI Press.
Emo.
2010. Mekanisme
Racun
Dalam
Tubuh
Manusia.http://eemoo.wordpress.com/2010/10/05/mekanisme-racun-dalam-tubuh-manusia/. Diakses
tanggal 20 Juni 2012.
IGD RSUD BUOL. 2009. Toksikologi.http://igdrsudbuol.blogspot.com/2009/03/toksikologi.html.
Diakses tanggal 16 Juni 2012.
Kitab
Undang-Undang
Hukum
Pidana (Wetboek
Van
Strafrecht).http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm#b1_2. Diakses tanggal 21 Juni 2012.
Kurniawan, J, 2008. Arti Definisi & Pengertian Narkoba Dan Golongan/Jenis Narkoba Sebagai Zat
Terlarang.
http://juliuskurnia.wordpress.com/2008/04/07/arti-definisi-pengertian-narkoba-dangolonganjenis-narkoba-sebagai-zat-terlarang. Diakses tanggal 20 Juni 2012.
Martono, dkk, 2006. Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba Berbasis Sekolah.
Jakarta: Balai Pustaka.
Munim Idries, Abdul. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta:
Sagung Seto.
Munim Idries. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara
Prasetya Putri, Indah. 2011. Toksikologi.http://imindah.blogspot.com/2011/06/toksikologi.html. Diakses
tanggal 20 Juni 2012.
Santoso, Jihad. 2005. Forensic Paper. http://forpapjs.blogspot.com/. Diakses tanggal 20 Juni 2012.
Sinaga, Edward J. 2010. Peranan Toksikologi Dalam Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap
Pembuktian
Tindak
Pidana
Pembunuhan
Dengan
Menggunakan
Racun.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20996/3/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 21
Juni 2012.
Syaroni,
Akmal.
2012. Keracunan
Akut
Bahan
Kimia.http://www.scribd.com/doc/24225307/Keracunan-Bahan-Kimia-Ektasi-Opiat-Makanan2. diakses
tanggal 21 Juni 2012.