You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak


Otak diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh
darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:
1. Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini terdiri
atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan
rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk sinus-sinus
venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi
permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan durameter yang
sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter. Lapisan meningeal ini terdiri atas
jaringan fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan menjadi
durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang berakhit sampai segmen
kedua dari os sacrum.
Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi
ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak.
Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum itu
antara lain:

Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada garis
tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada crista
galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium cerebelli.

Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi
fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan
menopang lobus occipitalis cerebri.

Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.

Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi sella
turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan pituitary

gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang
yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis. Pada
durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa rgangan
sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang
hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi otak
dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari durameter oleh
ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum subarachnoid yang
berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu
rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar dan piameter pada bagian
dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang pipih. Pada
daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi
arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat perembesan cerebrospinal fluid ke
dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus yang
melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke otak
menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.

3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet
dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk mencegah
masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan menyatu
dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan
quartus.
Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam
cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang
berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);
mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan
rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)
dan mielensefalon (medulla oblongata).

Gambar 1. Lapisan Otak

1.2 Definisi Meningitis


Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak
dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan
serebrospinal yang jernih.1
Penyebab yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis
purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat
berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi. Penularan kuman
dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet yaitu terkena percikan ludah,
dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port
dentre utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain
melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara
hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.1
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan
gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Agen infeksi
meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan
neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes.
Golongan umur dibawah 5 tahun (balita)disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria
meningitides dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20tahun) disebabkan
oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria. Penyebab
meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus.
Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak
dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu Mumps

virus, Echovirus, dan Coxsackievirus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan entero
virus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik (viral).1

Gambar 2. Gambaran Meningitis

1.3 Definisi Ensefalitis


Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikrorganisme seperti bakteri, virus, parasit, jamur dan riketsia. Secara umum gejala ensefalits
berupa demam,kejang dan kesadaran menurun.Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur
mulai dari anak-anak sampai orang dewasa.2

BAB II
MENINGOENSEFALITIS
2.1 PENDAHULUAN
Meningoensefalitis adalah suatu kondisi pembengkakan (inflamasi) dari selaput otak
(meningen) dan meliputi bagian jaringan syaraf otak.3
Pada tahun 1958, Clyde Culbertson menemukan bahwa kontaminasi amuba pada vaksin
polio yang terkontaminasi dapat menyebabkan penyakit yang menyerang sistem syaraf dengan
model hewan tikus dan kera. Awalnya timbul dugaan bahwa hal ini disebabkan oleh virus polio
yang masih hidup dalam vaksin karena virus polio juga menyerang syaraf. Namun hal ini tidak
mungkin, sebab kematian dan lesi yang cepat dan bersamaan pada susunan syaraf pusat. Gejala
pada susunan syaraf pusat adalah pendarahan dan nekrosis(kematian sel atau jaringan). Pada
tahun 1966 Butt menamakan penyakit ini Primary Amebic Meningoenchepalitis.3
Meningoensefalitis juga dapat disebabkan oleh virus. Proses penyakit ini berupa radang
akut dari jaringan selaput otak hingga jaringan otak. 80% kasus disebabkan oleh enterovirus,
namun pada kasus-kasus lain arbovirus dan herpes virus juga dapat menyebabkan penyakit ini.
Arbovirus yang merupakan zoonosis akan menginfeksi manusia melalui vektor artropoda,
seperti nyamuk dan kutu. Enterovirus adalah virus dengan genom berupa RNA dan memiliki
68 serotipe yang telah teridentifikasi.3
2.2 ETIOLOGI1, 4
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang disebabkan
oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu pada meningitis
yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis); infeksi
parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan zat kimia
(obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimun dan penyakit lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.

Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis


Golongan

Bakteri yang paling sering Bakteri yang jarang menyebabkan

usia

menyebabkan meningitis
Group B streptococcus
Escherichia coli
Klebsiella

meningitis
Staphylococcus aureus
Coagulase-negative staphylococci
Enterococcus faecalis
Citrobacter diversus
Salmonella

Neonatus

Listeria monocytogenes

Enterobacter

Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d, e,

>1 bulan

Streptococcus pneumonia

f, dan nontypable
H. influenzae type b
Group A streptococci

Neisseria meningitides

Gram-negatif bacilli

L. monocytogenes
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan enterovirus
dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada pasien yang tidak
vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California
vencephalitis

viruses)

adalah

golongan

virus

yang

paling

sering

menyebabkan

meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan meningitis yaitu HSV, EBV,
CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus mumps adalah virus yang paling
sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang
jarang menyebabkan meningitis yaitu Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (catscratch virus), M. tuberculosis, Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan
coccidioides), dan parasit (Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya
merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,
penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari
inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri
dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis
dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau

(2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-mediated
response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari setelah
munculnya manifestasi ekstraneural.
Tabel 2. Virus penyebab meningitis
Akut
Adenoviruses
1 Amerika utara
Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2 Di luar amerika utara
Venezuelan equine encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses

Herpes simplex viruses


Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7

HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella

Subakut
HIV
JC virus
Prion-associated

encephalopathies

(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)

Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat merupakan
hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan neoplastik. Penyebab
yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah golongan arbovirus (St. Louis,
LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses), enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah
penyebab penting encephalitis pada anak dan dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
2.3 PATOFISIOLOGI
Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi
organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara hematogen
dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi kolonisasi bakteri.
Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari fokus yang terinfeksi
seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah
Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat
terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides
juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi
golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena bakteri
golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan kasus meningitis
bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak yang tidak divaksinasi
Hib.
Organisme yang umum menyebabkan meningitis (seperti N.Meningitidis, S.pneumoniae,
H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya berkolonisasi pada
nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi virus dapat muncul
secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini. Selain itu melalui
pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak mengalami proses
opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida, yaitu
bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang terjadi

namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang tinggi.
Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur < 6 bulan.
Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada fase
ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid. Cairan
serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen yang rendah
dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu
timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif dan
lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel bakteri,
zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon
inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor, interleukin
1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan leukotrien. Mediator
inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah otak, vasodilatasi,
neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi leukosit. Sel endotel
kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial mengalami peradangan
(vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler. Konsekuensi pokok dari proses
ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema otak, hipoperfusi aliran darah otak,
dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen antiinflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar infeksi
sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen penyebab
paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak. Patogen virus
lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan adenovirus. Meningitis
dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3 bulan dengan infeksi
enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun tetapi dikaitkan dengan
epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan respon inflamasi tetapi untuk

tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi bakteri. Kerusakan dari meningitis
viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan tekanan intrakranial meningkat.
Meningitis

karena

jamur

jarang

terjadi

tetapi

dapat

terjadi

pada

pasien

immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau


trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus
pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi
meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis
meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu
peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab
sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis
yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang
terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus. Jenis
ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse virus, ensefalitis
virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini menyebabkan tandatanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari pengujian laboratorium.
Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi.
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus
dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end host
bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi bergejala
berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa beresiko
terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang lebih besar,
mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama diidentifikasi di
New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang diidentifikasi dalam tahuntahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah dua
contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.
.

Skema 1. Perjalanan Penyakit Meningoensefalitis

2.4 ANAMNESA5, 6
1. Anamnesis pada meningitis bakterial
- Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin
kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan
meningeal;

trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis

wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko
-

meningitis.
Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses
persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang
sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau

makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan dengan

meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan perilaku
Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan

fotophobia
2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral
- Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko
mengalami meningoencephalitis viral
3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
- pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi
jamur
4. Anamnesis untuk meningitis aseptik
- Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs (NSAID),
IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat terjadi dalam
beberapa menit menelan obat.
5. Anamnesis untuk ensefalitis
- Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan
membantu diagnosis.

2.5 TANDA DAN GEJALA2


1

Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare, tonus otot

melemah, menangis lemah.


Anak-anak, remaja, dewasa : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori, kejang,
mudah terstimulasi, foto phobia, delirium, halusinasi, maniak, stupor, koma, kaku kuduk,
tanda kernig dan brudzinski positif, ptechiae (menunjukkan infeksi meningococal).
Secara umum tanda dan gejala dari meningoencephalitis yaitu:
Panas tinggi
Kesadaran menurun
Kejang fokal maupun umun
Nyeri kepala

Mual, muntah
Mengigau dan berteriak-teriak.

Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a Hipotermia atau mungkin bayi demam
b Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku kuduk
tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)

Gambar 3. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig

tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang

c
d

berhubungan dengan prognosis yang buruk


Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan

lebih sering dengan meningitis pneumokokus.


Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral keenam,
anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda tekanan
intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi, kecuali ada

oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.


Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut, yang
diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit neurologis.
Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga mungkin
memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma, transverse

myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral neuropathy. Selain
itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah demam, sakit kepala, dan
penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf termasuk berubah status mental,
fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat membantu
mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West Nile,
tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise, nyeri
periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan fisik yang
unik termasuk makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot proksimal, dan flaccid
paralysis.
2.6 DIAGNOSIS BANDING MENINGOENCEPHALITIS4
Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah
1. Kejang demam
2. Meningitis
2 Encephalitis
3 Intracranial abscess
4 Sekuele dari edema otak
5 Infark cerebral
6 Perdarahan cerebral
7 Vaskulitis
8 Measles
9 Mumps

2.7 TEMUAN DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG


Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Apabila seseorang dicurigai mengalami meningitis, pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat
adanya peradangan (misalnya C-reactive protein, perhitungan darah lengkap), serta kultur
darahs. Pemeriksaan yang paling penting untuk mengidentifikasikan atau menyingkirkan adanya
meningitis adalah analisis likuor serebrospinalis melalui punksi lumbal (LP, spinal tap). Namun,
punksi lumbal tidak dianjurkan bila terdapat massa di dalam otak (tumor atau abses) atau tekanan
intrakranial (TIK) yang meningkat, karena bisa menyebabkan herniasi otak. Bila seseorang
berisiko karena adanya massa di dalam otak atau peningkataan TIK (cedera kepala baru,
gangguan sistem kekebalan tubuh yang sudah diketahui, tanda neurologis lokal, atau bukti

peningkatan TIK berdasarkan pemeriksaan), CT scan atau MRI dianjurkan sebelum dilakukan
punksi lumbal. Hal ini terjadi pada 45% kasus pada dewasa. Bila CT scan atau MRI diperlukan
sebelum dilakukan lumbal punksi, atau bila lumbal punksi terbukti sulit dilakukan, panduan
profesional menganjurkan agar antibiotik diberikan dahulu untuk mencegah keterlambatan
pengobatan, terutama apabila proses ini mungkin bisa memerlukan waktu lebih dari
30 menit. CT scan atau MRI sering dilakukan pada tahap selanjutnya untuk menilai komplikasi
dari meningitis.

Pada meningitis yang berat, pemantauan elektrolit darah perlu dilakukan;

contohnya, hiponatremia biasa ditemukan dalam meningitis bakteri, karena kombinasi berbagai
faktor, termasuk dehidrasi, gangguan ekskresi dari hormon antidiuretik (SIADH), atau infus
cairan intravena yang terlalu agresif.

Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
Meningitis

Glukosa

Protein

Sel

Bakteri

Rendah

Tinggi

PMN
sering > 300/mm

Virus

Normal

Normal atau Tinggi

Mononuclear
< 300/mm

Tuberkulosa

Rendah

Tinggi

Mononuclear dan
PMN < 300/mm

Pemeriksaan Nonne-Pandy
Test Nonne
Percobaan ini juga dikenal dengan nama test Nonne-Apelt atau test RossJones, menggunakan
larutan jenuh amoniumsulfat sebagai reagens (ammonium sulfat 80 gr : aquadest 100 ml : saring
sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di bawah ini terutama menguji kadar globulin
dalam cairan otak.
Cara : 1. Taruhlah - 1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang bergaris tengah kira-kira
7mm.

2. Dengan berhati-hati dimasukkan sama banyak cairan otak ke dalam tabung itu, sehingga
kedua macam cairan tinggi terpisah menyusun dua lapisan.
3. Tenangkan selama 3 menit, kemudian selidikilah perbatasan kedua cairan itu.
Catatan :
Seperti juga test Pandy, test Nonne ini sering dilakukan sebagai bedside test pada waktu
mengambil cairan otak dengan lumbal pungsi. Dalam keadaan normal hasil test ini negative,
artinya : tidak terjadi kekeruhan pada perbatasan. Semakin tinggi kadar globulin semakin tebal
cincin keruh yang terjadi. Laporan hasil test ini sebagai negative atau positif saja. Test Nonne
memakai lebih banyak bahan dari test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy karena dalam
keadaan normal test ini berhasil negative : sama sekali tidak ada kekeruhan pada batas cairan.

Test Pandy
Reagen Pandy, yaitu larutan jenuh fenol dalam air (phenolum liquefactum 10 ml : aquadest 90 ml
: simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37oC dengan sering dikocok-kock) bereaksi
dengan globulin dan dengan albumin.
Cara :
1. Sediakanlah 1 ml reagens Pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
2. Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sedimen.
3. Segeralah baca hasil test itu dengan melihat derajat kekeruhan yang terjadi.
Catatan :
Test Pandy ini mudah dapat dilakukan pada waktu melaukan punksi dan memang sering
dijalankam demikian sebagai bedside test. Dalam keadaan normal tidak akan terjadi kekeruhan
atau kekeruhan yang sangat ringan berupa kabut halus. Sedemikian tinggi kadar protein, semakin
keruh hasil reaksi ini yang selalu harus segera dinilai setelah pencampuran LCS dengan reagen
ini. Tidak ada kekeruhan atau kekeruhan yang sangat halus berupa kabut menandakan hasil
reaksi yang negatif.

2.8 PENATALAKSANAAN7
Tabel 4. Penatalaksanaan Empiris Meningitis Bakterial Menurut Usia Pasien8

Umur Pasien

Terapi Antimikroba

0-4 minggu

Cefotaxime+Ampicilin

4-12 minggu

Seftriakson+Ampicilin

3 bulan 18 tahun

Seftriakson/Ampicilin+Kloramfenikol

18-50 tahun

Seftriakson+Ampicilin

>50 tahun

Seftriakson+Ampicilin

Immunocompromised state

Vancomycin+Ampicilin+Ceftazidime

Trauma Kepala

Vancomycin+Ceftazidime

LCS Shunt

Vancomycin+Ceftazidime

Tabel 5. Penatalaksanaan Meningitis Bakterial Menurut Bakteri Penyebab8


Mikroorganisme
Haemophilus influenza
Neisseria meningitides
Streptococcus pneumoniae
Enterobacteriaceae
Pseudomonas aeruginosa
Listeria monocytogenes
Streptococcus agalactiae
Staphylococcus aureus
Staphylococcus epidermidis

Terapi
Ampicilin, Seftriakson
Penisilin
Penicilin, Sefalosporin
Seftriakson
Ceftazidime
Ampicilin
Ampicilin
Vancomycin
Vancomycin

Pada Meningitis TB
2 RHZE 7 RH
2 bulan pertama
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral
Pirazinamid
: 15 - 30 mg/kg/hari, oral

Streptomisin

: 15 mg/kg/hari, oral

Atau
Etambutol : 15 20 mg/kg/hari, oral
7 12 bulan berikutnya
INH
: 1 x 400 mg/hari, oral
Rifampisin : 1 x 600 mg/hari, oral

Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5 hari,
dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi. Apabila
ada gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara parenteral. Lama

pengobatan seluruhnya 10 hari.


Jika tidak ada perbaikan:
o Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses
serebral. Jika hal ini dicurigai, rujuk.
o Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis
pada daerah suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
o Jika demam masih ada dan kondisi umum anak tidak membaik setelah 35 hari,
ulangi pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS

Steroid7
Prednison 12 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 24 minggu,
dilanjutkan tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan
deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 23 minggu.

2.9 KOMPLIKASI7
Kejang
Jika timbul kejang, berikan pengobatan sesuai dengan tatalaksana kejang
Hipoglikemia
Jika timbul hipoglikemia, berikan glukosa sesuai dengan tatalaksana hipoglikemi

Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau

pengobatan yang

terlambat. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak dapat mengakibatkan epilepsi,
retardasi mental, dan hidrosefalus akibat sumbatan pada saluran LCS ataupun produksi LCS
yang berlebihan.

2.10 PROGNOSIS MENINGITIS


Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang
menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan
lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan
dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat
berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis
purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa).
50% meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan
berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5-10% pernderita mengalami
kematian.
Pada meningitis tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya
tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian Meningitis TB
dipengaruhi oleh umur. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan, penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang
jauh lebih baik.

Prognosis Meningoensefalitis adalah

Ad Vitam

: dubia ad malam

Ad Sanasonium

: dubia ad malam

Ad Fungsionum

: dubia ad malam

You might also like