You are on page 1of 8

R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E.

Pangaribuan

PELUANG DAN PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN SAYUR-SAYURAN


DI LAHAN RAWA LEBAK
The Opportunity and Prospective of Vegetable crops Development
on monotonous swampy land
R. Smith Simatupang dan Eva B. E. Pangaribuan
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
Jl. Kebun Karet PO Box. 31 Lokatabat Banjarbaru

Abstact
Out of 162.4 million ha land resources in Indonesia, about 13.28 million hectares are characterized by
monotonous swampy land. In agricultural practices we are faced by two main constraints,i.e; flooding in the
rainy season and drought in the dry season, and the time is unpredictable. In the dry season, the land
becomes drought and can be used as a secondary horticultural crop cultivation. The longer periode of
drought, the wider the land could be cultivated. The technology used by the farmers is very simple that is
indigenous knowledge, and this is also a reason for the low productivity. Drought problem is frequently
causing a crop harvest failure. Therefore, a technology is needed in order to increase the land productivity.
The research result found that vegetables like tomato, cabbage, pariah, and cucumber were suitable for the
land condition. The technology of land management through the application of weed biomass mulching insitu and organic matter could improve the plant growth and increase plant yield. The availability of land
resources and the finding of a new cultivation technology, make vegetable crops meet their prospective and
opportunity that could be developed in agribisnis scale, so that it can also increase the income and the
prosperity of the farmers themselves. The vegetable crops gave a greater contribution for farmers income
ranged from 28.8- 43.5%.
KEYWORDS : Opportunity and prospective, vegetable,monotonous swampy land.

Abstrak
Lahan rawa lebak di Indonesia luasnya mencampai 13,28 juta hektar. Budidaya pertanian pada
lahan ini dihadapkan dengan dua kendala utama yakni kebanjiran pada musim hujan dan kekeringan pada
musim kemarau, dan waktunya sulit diperkirakan. Pada musim kemarau lahan menjadi kering dan dapat
dimanfaatkan untuk pertanaman tanaman palawija maupun hortikultura. Semakin lama periode kering maka
semakin luas lahan yang dapat ditanami. Teknologi budidaya tanaman sayuran yang dilakukan oleh petani
masih sederhana dengan pengetahuan lokal sehingga produktivitas dibawah potensi komoditasnya. Masalah
kekeringan sering mengakibatkan gagalnya panen, oleh karena itu perlu ditemukan teknologi yang mampu
meningkatkan produktivitas lahan dan tanaman. Hasil-hasil penelitian, telah ditemukannya varietas
komoditas sayuran seperti tomat, kubis, pare dan mentimun yang sesuai dengan kondisi lahan. Teknologi
pengelolaan lahan dengan pemberian mulsa biomassa gulma in-situ, pemberian bahan organik dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil. Tersedianya sumberdaya lahan dan
ditemukannya teknologi budidaya, maka tanaman tomat, kubis, pare dan mentimun cukup prospektif dan
berpeluang untuk dikembangkan di lahan rawa lebak dalam skala agribisnis sehingga dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani. Tanaman sayur-sayuran memberikan kontribusi yang paling besar
terhadap pendapatan petani, yakni 28,8 - 43,5%.
Kata kunci

: Peluang dan prospek, Tanaman Sayuran, Lahan rawa Lebak

PENDAHULUAN
Lahan rawa lebak merupakan tipologi lahan
non pasang surut, dan sesuai dengan topografinya
lahan ini mengalami penggenangan baik secara
periodik maupun secara permanen. Di Indonesia
116

diperkirakan terdapat sekitar 13,28 juta ha yang


tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan dan Irian
Jaya (Widjaya Adhi et al., 1992), dan telah
direklamasi hanya 1,54 juta ha atau 11%.
Mengingat luasnya lahan rawa lebak ini, maka
lahan ini mempunyai potensi, peluang dan prospek
ISSN 0854-2333

Peluang dan prospek pengembangan

untuk pembangunan pertanian terutama pada musim


kemarau dan sebagai penyeimbang ekologi disaat
terjadi El-Nino dimana pada beberapa tipologi lahan
lainnya mengalami kekeringan dan penurunan
produksi.
Intensitas dan produktivitas lahan rawa lebak
masih dibawah potensinya dan pertanaman
umumnya dilakukan hanya satu kali setahun baik
dengan sistem monokultur ataupun sistem tumpang
sari. Kondisi yang demikian disebabkan oleh adanya
dua masalah utama adanya genangan air pada
musim hujan yang datangnya air dan pola ketinggian
genagan sulit diduga, dan kekeringan pada
pertanaman di musim kemarau.
Sesuai dengan karakter lahan rawa lebak,
maka budidaya pertanian yang dapat dilakukan
adalah budidaya padi surung yaitu padi yang ditanam
pada musim hujan menggunakan varietas padi yang
tahan terhadap genangan (padi air dalam) seperti
varietas Tapus, Alabio, Nagara, Batang Piaman,
Inpara 3, sedangkan budidaya padi rintak yaitu padi
yang ditanam pada musim kemarau (biasanya
menggunakan padi varietas unggul) seperti Cisokan,
IR-64, Ciherang, Mekongga dan lainnya. Disamping
tanaman padi rintak, pada musim kemarau tanaman
palawija
dan
hortikultura
berpeluang
untuk
dikembangkan baik secara monokultur maupun
tumpang sari.
Dan sebagian petani telah
memanfaatkan situasi ini untuk bertanam jagung,
kacang tanah, kacang nagara, ubi jalar, ubi kayu,
tomat, cabai, terong, semangka, mentimun, pare dan
jenis tanaman sayuran lainnya atau jenis tanaman
palawija dan hortikultura yang relatif berumur pendek
sebagai sumber pendapatan bagi petani (Alihamsyah,
2005).
Budidaya pertanian yang telah berkembang
bagi masyarakat di kawasan lahan rawa lebak
khususnya di Kalimantan Selatan, adalah menangkap
ikan pada saat menjelang musim kemarau karena
ikan-ikan yang berkembang pada lahan ini telah
besar-besar dan bercocok tanam (padi, palawija dan
sayuran) pada musim kemarau dengan teknologi
budidaya secara tradisional sebagai kearifan lokal
(local wisdom) setempat (Nazemi et al., 2004a).
Untuk meningkatkan produktivitas lahan dan
tanaman serta pengembangan lahan rawa lebak
dalam skala luas mendukung sistem agribisnis, maka
perlu
ditemukan
inovasi
teknologi budidaya
berdasarkan karakteristik lahan rawa lebak, penataan
dan pengelolaan lahan spesifik lokasi, pengaturan
pola tanam yang sesuai, pemilihan jenis (varietas)
tanaman dan penentuan waktu tanam yang tepat
agar diperoleh hasil tanaman yang optimal. Untuk itu,
Balittra telah melakukan serangkaian penelitian untuk
mendapatkan komponen teknologi budidaya yang

Agroscientiae

Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

sesuai dan dapat meningkatkan produktivitas lahan


dan tanaman.
Tulisan
ini
bertujuan
untuk
menginformasikan hasil-hasil penelitian yang
merupakan komponen teknologi untuk tanaman
sayuran di lahan rawa lebak, sehingga melalui
informasi ini diharapkan lahan rawa lebak dapat
dikembangkan secara terencana dan berkelanjutan
dalam upaya meningkatkan produksi tanaman dan
pendapatan petani.

KARAKTERISTIK LAHAN RAWA LEBAK


Lahan rawa lebak adalah lahan non pasang
surut,
tetapi
setiap
tahunnya
mengalami
penggenangan pada musim hujan. Berdasarkan
pola dan ketinggian genangan airnya dan untuk
memudahkan cara pengelolaannya, maka lahan
rawa lebak ini dibedakan atas tiga kategori, yakni
(1) lahan lebak dangkal dengan ketinggian
genangan dibawah 50 cm dan lamanya kurang dari
3 bulan, (2) lahan lebak tengahan dimana
ketinggian genangan sekitar 50 100 cm selama 3
6 bulan dan (3) lahan lebak dalam dimana
ketinggian genangannya lebih dari 100 cm dan
lama genangannya lebih dari 6 bulan atau terus
menerus sepanjang tahun (Widjaya Adhi et al.,
1992).
Penggenangan pada kawasan lahan rawa
terjadi dikarenakan datangnya air dari hulu sungai
yang terdapat disekitar kawasan lahan. Banjir tidak
dapat diperkirakan secara tepat tetapi karena curah
hujan yang tinggi pada bagian hulu beberapa DAS
maka air membanjiri kawasan lahan rawa lebak,
biasanya berlangsung sekitar akhir bulan Oktober
Nopember setiap tahunnya (Alkusumah, 2002).
Waktu surutnya air sulit diperkirakan secara tepat,
biasanya dimulai pada bulan April, dimulai dari
lahan lebak dangkal, selanjutnya diikuti kawasan
lahan lebak tengahan sampai lahan lebak dalam
pada bulan Juni Juli, tetapi sebagian kawasan
lebak dalam tetap berair.
Lahan rawa lebak di Kalimantan Selatan
dibagi atas tanah organik (gambut), tanah mineral
endapan sungai (tanggul/leeve) dan tanah mineral
endapan marin. Karakter kimia tanahnya seperti
pada Tabel 1, dan dapat dikatakan bahwa kawasan
lahan rawa lebak ini relatif subur (Arifin et al.,
2006).
Rata-rata curah hujan maksimum 262-342
mm berlangsung pada bulan Nopember - Maret
dan selama periode ini perilaku air permukaannya
semakin bertambah tinggi dan menggenangi
kawasan lahan sampai puncak tertentu. Rata-rata

117

R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan

curah hujan minimum berkisar 65-95 mm berlangsung


pada bulan Juli - September dengan pola curah hujan
seperti pada Gambar 1. Semakin lama periode
kering terutama apabila terjadi El-Nino, maka
kawasan lahan rawa lebak yang tidak tergenangi oleh
air semakin bertambah luas sehingga semakin luas
pula lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian.

surjan, akan tetapi sebagian petani belum menata


lahannya
(membuat
surjan)
dikarenakan
terbatasnya modal sehingga mereka ini menanam
tanaman palawija dan sayuran pada lahan bawah
setelah air surut dan lahan menjadi kering, dan
biasanya resiko kekeringan bisa terjadi sehingga
dapat menyebabkan gagal panen (Arifin et al,
2006).

KERAGAAN PERTUMBUHAN TANAMAN


SAYURAN
Pengelolaan dan penataan lahan rawa lebak,
sebagian petani telah melakukan dengan sistem
Tabel 1. Sifat kimia tanah (lapisan 0 30 cm) lahan rawa lebak pada beberapa lokasi di Kalimantan Selatan
Table 1. Chemical characteristic of monotonous swampy soil (0 30 cm) of some locations in South
Kalimantan.
Sifat kimia tanah
Lokasi pengambilan contoh tanah (Soil sampling locations)
(Soil characters)
Pulau
Rawa
Danau
Sungai
Kalumpang
Tawar
Damar
Belanti
Panggang
Duriat
pH (H2O)
4,50
4,30
4,20
4,10
4,40
4,73
C-organik (%)
21,87
2,93
5,92
10,26
3,21
1,32
N-total (%)
1,29
0,44
0,70
0,93
0,38
0,25
C/N-ratio
16,95
6,65
8,45
11,03
8,44
P2O5 Bray1 (ppm)
4,91
4,46
2,23
27,51
14,05
26,97
K2O (me/100 g)
19,88
12,28
17,75
65,07
23,04
0,28
Ca
(me/100 g)
3,28
15,96
13,33
20,83
16,97
53,31
Mg
(me/100 g)
2,38
3,62
3,09
6,32
4,55
5,67
K
(me/100 g)
0,41
0,12
0,21
1,25
0,42
0,28
Na
(me/100 g)
0,00
0,24
0,19
1,44
0,21
0,25
KTK (me/100 g)
39,37
31,57
32,06
38,25
26,25
Al-dd (me/100 g)
4,26
1,54
2,37
1,10
0,88
1,40
H-dd (me/100 g)
1,93
0,25
0,31
0,40
0,37
0,05
Sumber : Arifin et al (2006)

dibangun sedemikian rupa sehingga pada bagian


surjan terhindar dari genangan air dan dapat
ditanami.
Dimensi bangunan surjan (panjang,
lebar dan jarak surjan) yang dibangun oleh petani
masih bervariasi dan tergantung dengan luas lahan
yang
dimiliki
dan
jenis
tanaman
yang
dikembangkan.
Sesuai dengan pola curah hujan, maka
lahan
rawa
D.Panggang
B.Mandi
D.Selatan
Sei.Raya
Kalumpang
Binuanglebak terutama lebak tengahan
biasanya fase kering terjadi selama 3 4 bulan
lamanya (Juli September/Oktober), dan pada
kurun waktu ini lahan lebak ini dapat dimanfaatkan
Gambar 1. Rata-rata curah hujan pada beberapa
untuk tanaman palawija maupun tanaman
lokasi pada kawasan lahan rawa lebak
hortikultura. Fase kering pada kawasan lahan rawa
selama 10 tahun (1993-2003) di
lebak ini bisa berubah-ubah, sehingga untuk
Kalimantan Selatan (Arifin et al., 2006)
Figure 1. Rain fall average at a few locations on menentukan waktu tanam secara tepat sulit
Biasanya petani untuk menentukan
swampy land during 10 years (1993-2003) in dilakukan.
waktu
tanam
dengan cara memperhatikan tandaSouth Kalimantan
tanda alam yang merupakan kearifan lokal (local
500

Curah hujan (mm)

450
400
350
300
250
200
150
100

50

Jan

118

Peb

Mrt

Aprl

Mei

Jun

Jul

Agust Sept

Okt

Nop

Des

ISSN 0854-2333

Peluang dan prospek pengembangan

wisdom) seperti tanda-tanda bintang, dengan cara ini


petani dapat menentukan kapan mereka mulai tanam.
Tanaman Tomat (Lycorpesicon esculentum Mill)
Beberapa
varietas
tomat
telah
diuji
toleransinya di lahan rawa lebak, diperoleh bahwa dari
sembilan varietas tomat ternyata hanya satu varietas
-1
yakni Oval yang hasilnya dibawah 10 t ha (Tabel 2).
Varietas tomat yang banyak berkembang di lahan
rawa lebak adalah Permata dan Ratna, selain potensi
hasilnya cukup tinggi ternyata ke dua varietas tersebut
lebih diminati dan disenangi oleh masyarakat
dibanding varietas lainnya. Oleh karena itu, kedua
varietas berpotensi dan memiliki prospek yang cukup
baik untuk dikembangkan dalam skala luas
mendukung sistem agribisnis pada kawasan lahan
rawa lebak.
Teknologi budidaya yang dilakukan oleh
petani masih sangat sederhana, untuk mengatasi
kekeringan petani melakukan penyiramam sehingga
biaya produksi relatif tinggi. Untuk menghemat tenaga
kerja dan mengatasi kekeringan pada tanaman tomat
ini, maka dilakukan penelitian pengelolaan lengas
tanah dengan cara pemberian mulsa. Pertanaman
tomat yang diberi mulsa biomassa gulma in-situ
sebagai upaya untuk mengendalikan laju penguapan
air dari dalam tanah dapat meningkatkan hasil tomat
-1
sebesar 19,28 t ha , sedangkan pertanaman tomat
-1
tanpa mulsa hanya menghasilkan 17,10 t ha (Raihan,
2004).
Tanaman Kubis (Brassica oleracea)

dataran rendah seperti lahan rawa lebak jugga


berpeluang untuk dikembangkan menjadi salah
satu komoditas sayuran pada usaha pertanian.
Dari 4 macam varietas yang diuji
toleransinya di lahan rawa lebak, ternyata tanaman
kubis dapat tumbuh baik dan varietas KK-Cros
memperlihatkan keunggulan pada pertumbuhannya
dan hasilnya cukup tinggi dibanding varietas
-1
lainnya yakni mencapai 27,28 t ha (Tabel 3).
Menurut Indrayati et al., (2005), dalam budidaya
sayuan kubis di lahan rawa lebak perlu perlakuan
pemberian kapur dan pupuk. Pemberian kapur 2
-1
t/ha dan pemupukan 45 N 90 P 60 K (kg ha )
mempengaruhi keragaan pertumbuhan tanaman
sehingga menghasilkan krop dengan bobot tertinggi
(Tabel 3).
Tanaman Pare (Momordica charantia L)
Pare/buah pare salah satu jenis sayuran
yang mengandung banyak vitamin A, B dan C,
bermanfaat sebagai obat bagi penyakit demam dan
berfungsi untuk membersihkan darah. Buah pare
untuk konsumsi disajikan sebagai lalapan atau
dimasak secara oseng-oseng sehingga dapat
menambah nafsu makan, akan tetapi sebagian
orang kurang menyukai buah pare karena rasanya
pahit (Sunarjono, 2003).
Di lahan rawa lebak tanaman pare ditanam
pada surjan-surjan pada musim hujan dan pada
lahan bawah pada musim kemarau. Untuk
mendapatkan pertumbuhan yang baik dan
memberikan hasil tinggi maka perlu dibantu dengan
para-para atau tiang lanjaran (turus). Dari aspek
kesuburan tanah lahan rawa lebak (Tabel 1)
tanaman pare dapat dikembangkan pada lahan ini
dengan pemberian input yang relatif rendah.

Sebelumnya tidak terbayang bahwa lahan


rawa lebak dapat ditanami sayuran kubis, ternyata
dari hasil penelitian bahwa tanaman kubis tidak saja
berkembang di lahan dataran tinggi melainkan di
Tabel 2. Keragaan pertumbuhan dan hasil tomat pada lahan rawa lebak dangkal, pada MK.2005 di KP
Tanggul, Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan
Table 2. Growth performance and tomato yield on monotonous swampy land in 2005 dry season,in KP
Tanggul Hulu Sungai Selatan, South Kalimantan.
Varietas Tomat

Permata
Ratna
Mutiara
Idola
Mirah
Geulis
Mitra
Epoch
Oval

Berat
Berangkasan
(g/tan.)
35,95 bc
32,54 abc
31,89 abc
43,13 c
33,78 abc
33,11 abc
27,00 ab
30,71 abc
22,94 a

Diameter buah
(cm)
3,5 ab
3,9 b
3,9 b
3,6 ab
4,7 ab
4,0 ab
3,8 b
3,7 b
3,1 a

Panjang buah
(cm)
3,8
3,7
3,4
4,2
3,8
3,9
3,5
3,7
3,5

bc
ab
a
c
bc
bc
ab
ab
ab

Berat buah
(g/biji)
25,36
32,81
23,62
23,15
45,91
31,62
28,70
28,87
15,55

b
c
b
b
d
bc
bc
bc
a

Hasil
-1
(t ha )
10,65 b
13,78 c
10,34 b
10,56 b
19,28 d
13,28 bc
12,04 bc
12,12 bc
6,53 a

Sumber : Nurita et al., 2005

Agroscientiae

Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

119

R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan

Tabel 3. Keragaan pertumbuhan dan hasil sayuran kubis di lahan rawa lebak Kalimantan Selatan, pada
MK.2005
Table 3. Growth performance and cabbage yield in South Kalimantan monotonous swampy land in 2005 dry
season.
Tinggi
Diameter
Lingkar Krop
Bobot
Hasil
-1
Varietas Kubis
tanaman
Kanopi (cm)
(cm)
(g)
(t ha )
(cm)
KK-Cross
22,7 a
45,0 a
45,1 a
826,6 a
27,28 a
Gianty
18,9 b
40,6 ab
29,7 b
292,6 b
9,71 b
Summer Power
16,8 bc
37,8 bc
29,4 b
192,0 b
6,37 b
Green Hero
14,8 c
34,8 c
21,9 b
125,9 b
4,18 b
Sumber : Fauziati et al., (2005)

Tabel 4. Pengaruh pengelolaan lengas tanah dan varietas terhadap jumlah buah dan hasil pare di lahan
lebak tengahan MK. 2004
Table 4. Effect of moisture management and variety to pariah yield on the middle monotonous swampy land
in 2004 dry season.
-1
Hasil (t ha bh segar) dengan pengelolaan lengas
tanah
Varietas Pare
Rata-rata
Diberi mulsa
Tanah diolah dalam
Kontrol
gulma in-situ
barisan + gulma
in-situ
Siam 71 F1
Giok 9 F1
Maya
Rata-rata hasil

9,01 ab
11,38 a
7,55 b

14,79 a
15,46 a
11,55 b

10,07 a
10,51 a
8,01 a

11,19 a
12,45 a
9,04 b

9,32 a

13,94 b

9,53 a

Sumber : Raihan (2004)

Pemanfaatan biomassa gulma sebagai mulsa dapat


mengontrol lajunya penguapan air dari dalam tanah
dan dapat mempertahankan kadar lengas tanah
sedemikian rupa sehingga dapat mendukung
pertumbuhan tanaman pare. Teknologi mengolah
tanah dalam barisan tanaman diikuti dengan
pemberian mulsa gulma in-situ dapat mendukung
pertumbuhan tanaman pare yang optimal dan
-1
menghasilkan buah pare mencapai 13,94 t ha
(Tabel 4).
Gulma Kayapu (Pistia stratiotes)
berkembang baik dan potensinya cukup banyak di
lahan rawa sehingga dapat dimanfaatkan untuk
maksud tersebut (Nazemi et al., 2004b).

Tanaman Mentimun (Cucumis sativus)


Secara ekonomis tanaman mentimun cukup
menguntungkan untuk diusahakan di lahan rawa
lebak karena tanaman ini memberikan keuntungan
tinggi dengan nilai R/C ratio sebesar 1,68 (Nazemi et
al., 2004a). Secara agronomis tanaman mentimun
cukup adaptif dan banyak dikembangkan di lahan
120

rawa lebak pada musim kemarau setelah lahan


kering.
Penelitian perbaikan teknologi budidaya
tanaman mentimun dilaksanakan pada MK-II
(Agustus-September) melalui pemberian bahan
organik. Bahan organik dimaksudkan
dapat
mempertahankan lengas tanah serta dapat
menyediakan media tumbuh tanaman yang ideal.
Diketahui bahwa pemberian bahan organik tidak
secara nyata mempengaruhi pertumbuhan dan hasil
mentimun, tetapi relatif dapat mengontrol air tanah
sehingga lengas tanah polanya sama selama
pertumbuhan tanaman (Gambar 2), keadaan
demikian diduga berpengaruh baik terhadap
pertumbuhan sehingga tanaman dapat memberikan
hasil yang tinggi (Tabel 5). Dan melalui penelitian
tersebut diketahui bahwa varietas Hercules sangat
potensial dan cocok dikembangkan, karena baik
tidak diberi maupun diberi pupuk organik varietas ini
memperlihatkan keunggulan dan memberikan hasil
yang tinggi.

ISSN 0854-2333

Peluang dan prospek pengembangan

Perilaku
lahan
rawa
lebak
dapat
digambarkan bahwa semakin panjang musim
kemarau (periode kering semakin lama), maka
semakin bertambah luas lahan rawa lebak yang
dapat ditanami untuk tanaman sayur-sayuran.
Keadaan ini menggambarkan bahwa lahan rawa
lebak adalah sebagai lahan penyeimbang ekologi
disaat terjadi El-Nino, dimana pada ekosistem lainnya
mengalami kekeringan dan penurunan produktivitas.
Cukup
adaptifnya
beberapa
varietas
tanaman sayuran (tomat, kubis, pare dan mentimun)
yang dapat ditanam di lahan rawa lebak dan
tersedianya teknologi budidaya yang sesuai, artinya
sayuran ini berpeluang dan memiliki prospek yang
baik untuk dikembangkan di lahan rawa lebak
sebagai usaha keluarga untuk dikonsumsi sendiri
sehingga pemenuhan kebutuhan gizi dapat terpenuhi
dengan baik, dan
sangat dimungkinkan pula
pengembangan tanaman sayuran ini dilakukan dalam
skala agribinis untuk mendukung pendapatan dan
kesejahteraan petani. Hasil penelitian Rina et al.,
(2006), bahwa tanaman sayur-sayuran memberikan
kontribusi yang paling besar terhadap pendapatan
petani, yakni 28,8 - 43,5%.
Di Kalimantan Selatan dari total luas lahan
rawa lebak (208.893 ha), sekitar 78.544 ha telah
difungsikan untuk tanaman pangan, berpotensi untuk
pengembangan tanaman pangan (padi, palawija dan
hortikultura) sekitar 152.994 ha. Seandainya, dari
luas lahan yang telah difungsikan atau yang
berpotensi tersebut sebagian dimanfaatkan untuk

80
70

Kadar air tanah (%)

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN


SAYURAN DI LAHAN LEBAK

pengembangan tanaman sayuran, maka kebutuhan


pangan terutama pemenuhan gizi keluarga dapat
dicapai, pendapatan petani meningkat dan
kesejahtaraannya menjadi lebih baik. Untuk itu,
perlu dukungan kebijakan dari pemerintah setempat
yangmemberikemudahan
bagi
petani
dan
menciptakan pasar yang menjamin pemasaran hasil
pertanian.
Implikasi dari kebijakan tersebut, maka
pengembangan lahan rawa lebak dapat dilakukan
secara terencana dan akan memberi dampak positif
terhadap
pengembangan
wilayah
terutama
perekonomian bagi masyarakat yang bereada
disekitar kawasan lahan rawa lebak tersebut.

60
50
40

Pukan

30

Gulma

20

Kontrol

10
0
Agust.

Sept. 1

Sept. 2

Sept. 3

Okt.

Nop.

Pengamatan kadar air tanah selama pertumbuhan tanaman

Gambar 2. Pola
lengas
tanah
pada
pertanamanMentimun periode MK-II2004 di lahan lebak tengahan di Desa
Tawar, Kabupaten HSS, Kalsel,
Figure 2.

Soil moisture pattern on cucumber at


DS, 2004 in middle swampy land, in
Tawar village, HSS District South
Kalimantan

Tabel 4. Pengaruh pengelolaan lengas tanah dan varietas terhadap jumlah buah dan hasil mentimun di lahan
lebak tengahan, Desa Tawar, Kab. HSS, Kalsel MK. 2004
Table 5. Effect of moisture management and variety to cabbage yield on middle monotonous swampy land in
2004 dry season at Tawar village,Hulu Sungai Selatan Regency, South Kalimantan.
Varietas Mentimun

Panda
Hijau Roket
Hercules

Pemberian bahan organik (organic matter applied)


Gulma in-situ
Kotoran ayam
Kontrol
(manure)
(Weed in-situ)
(controll)
19,22 a
9,69 a
30,35 a

Rata-Rata
19,82
Sumber : Simatupang et al., (2006)

Agroscientiae

Rata-rata
(Average)

17,69 a
9,82 a
32,23 a

18,77 a
10,12 a
27,37 a

18,56
9,43
29,99

19,92

18,75

CV=18,9

Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

121

R. Smith Simatupang,. dan Eva B. E. Pangaribuan

SIMPULAN
Lahan rawa lebak termasuk dalam kategori
sebagai lahan bermasalah karena hampir sepanjang
tahun tergenang. Namun demikian, lahan ini masih
dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang
potensial karena sifat kimia (kesuburan) tanahnya
mendukung terutama apabila pemanfaatannya
dilakukan pada musim kemarau dimana lahan rawa
lebak menjadi kering. Semakin panjang musim
kemarau (periode kering semakin lama) maka
semakin bertambah luas pula lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk usaha pertanian.
Tanaman sayuran seperti mtomat, kubis,
pare dan mentimun beradaptasi baik pada lahan
rawa lebak. Selain pertumbuhan beberapa varietas
tanaman sayur-sayuran yang keragaan agronomis
cukup baik, tanaman juga memberikan hasil yang
tinggi: tomat varietas Permata dan Ratna hasilnya
-1
10,65 dan 13,78 t ha , kubis varietas KK-Cros
-1
hasilnya 27,28 t ha , pare varietas Siam 71 F1 dan
-1
Giok 9 F1 hasilnya 11,19 dan 12,45 t ha
dan
-1
mentimun varietas Hercules 29,99 t ha .
Tersedianya sumberdaya lahan rawa lebak
yang cukup luas, dan tersedianya teknologi budidaya
tanaman sayuran yang sesuai dan spesifik lokasi,
maka pengembangan tanaman sayuran ini cukup
prospektif dilakukan di lahan rawa lebak untuk
memenuhi kebuthan gizi keluarga maupun dalam
skala luas untuk mendukung sistem agribisnis
sehingga kesejahteraan dan pendapatan petani
meningkat. Berkaitan dengan itu, maka diperlukan
suatu kebijakan dari pemerintah untuk mendorong
terlaksananya pengembangan sistem usahatani
berorientasi agribisnis di lahan rawa lebak.

DAFTAR PUSTAKA
Alkusuma. 2002. Identifikasi dan karakterisasi lahan
rawa lebak untuk pengembangan padi sawah
dalam rangka antisipasi dampak El-Nino.
Balai Penelitian Tanah. Puslibang Tanah dan
Agriklimat. Bogor.
Alihamsyah,T. 2005. Pengembangan Lahan Rawa
Lebak untuk Usaha Pertanian.
Balai
Penelitian Pertanian Lahan Rawa Badan
Litbang Pertanian. Banjarbaru. 53 p.
Arifin, M. Z., K. Anwar., dan R.S. Simatupang. 2006.
Karakteristik dan potensi lahan rawa lebak
untuk
pengembangan
pertanian
di
Kalimantan Selatan. Dalam Prosiding
122

Seminar Nasional Pengelolaan Terpadu,


Inovasi Teknologi dan Pengembangan
Terpadu Lahan Rawa Lebak untuk
Revitalisasi
Pertanian.
BB
Litbang
Sumberdaya Lahan Pertanian, Balittra.
Hlm. 85 102.
Fauziati, N., Nurita., Y. Raihana., dan I. Ar-Riza.
2005. Pengaruh varietas dan pupuk organik
pada tanaman kubis di lahan rawa lebak.
Dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan
Rawa dan Pengendalian Pencemaran
Lingkungan.
Puslitbangtanak,
Badan
Litbang Pertanian. Banjarbaru. Hlm. 313321.
Indrayati, L., N. Fauziati., I. Ar-Riza., dan Y.
Raihana. 2005. Pengaruh pupuk NPK dan
kapur pada tanaman kubis di lahan lebak
dangkal.
Dalam
Prosiding
Seminar
Nasional Inovasi Teknologi Pengelolaan
Sumberdaya
Lahan
Rawa
dan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian.
Banjarbaru. Hlm. 323-334.
Nazemi, D., S. Saragih., dan Y. Rina. 2004a.
Komponen teknologi pengelolaan lahan dan
tanaman terpadu untuk meningkatkan
produktivitas dan optimalisasi lahan lebak
tengahan. Dalam Laporan Akhir. Balittra,
Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian,
Departemen Pertanian.
Nazemi, D., I. Ar-Riza., dan A. Budiman. 2004b.
kandungan nitrogen, fosfor dan karbon dari
berbagai jenis gulma di lahan lebak. Dalam
Agroscientiae Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Pertanian, Unlam. Vol 11 No. 2. Banjarbaru.
Hlm. 140-146.
Nurita., I. Ar-Riza., Y. Raihana., dan L. Indrayati.
2005. Daya adaptasi tomat di lahan rawa
kebak. Dalam Prosiding Seminar Nasional
Inovasi
Teknologi
Pengelolaan
Sumberdaya
Lahan
Rawa
dan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan.
Puslitbangtanak, Badan Litbang Pertanian.
Banjarbaru. Hlm. 300-311.
Raihan, S. 2004. Penelitian komponen teknologi
pengelolaan
lahan
terpadu
untuk
ISSN 0854-2333

Peluang dan prospek pengembangan

optimalisasi dan peningkatan produktivitas


lahan lebak. Dalam Laporan Akhir Tahun
Anggaran 2004. Balittra, Puslitbangtanak,
Badan Litbang Pertanian, Departemen
Pertanian. Banjarbaru. 61 Hlm.
Rina, D., dan H. Sutikno. 2006. Peluang pasar dan
agribisnis sayuran di lahan rawa. Dalam
Sayur-Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi
Budidaya dan Peluang Agribisnis. BB Litbang
Sumberdaya lahan Pertanian. Balittra.
Banjarbaru. Hlm. 125-140.
Sunarjono, H. 2003. Bertanam 30 Jenis Sayuran.
Penerbit
Penebar
Swadaya.
Cetakan
Pertama. Jakarta. 183 Hlm.
Simatupang, R. S., Mawardi., E. Matfuah., dan S.
Raihan. 2006. Tanggap hasil varietas
mentimun terhadap pemakaian pupuk
organik di lahan lebak. Dalam Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan
Terpadu. Balai Besar Kitbang Sumber Daya
Lahan Pertanian, Balai Penelitian Pertanian
Lahan Rawa. Hlm. 259-268.
Widjaja-Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardhi. S, dan S.
Karama, 1992. Sumberdaya lahan rawa.
Potensi Keterbatasan dan Pemanfaatannya.
Dalam S.Partohardjono dan M. Syam (eds)
1992. Pengembangan Terpadu Pertanian
Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak.
Cisarua, 3-4 Maret 1992.

Agroscientiae

Nomor 2 Volume 16 Agustus 2009

123

You might also like