You are on page 1of 11

Pengertian masyarakat baduy?

Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah
Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan Baduy merupakan sebutan yang diberikan oleh
penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti
Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang
merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena
adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut.
Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau orang Kanekes sesuai
dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka
seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).
Wilayah
Wilayah Kanekes secara geografis terletak pada koordinat 62727 6300 LS dan
10839 106455 BT (Permana, 2001). Mereka bermukim tepat di kaki pegunungan
Kendeng di desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung,
Banten, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung. Wilayah yang merupakan bagian
dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 600 m di atas permukaan laut (DPL)
tersebut mempunyai topografi berbukit dan bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata
mencapai 45%, yang merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian
tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan). suhu rata-rata 20C.
Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek SundaBanten. Untuk
berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia,
walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes
dalam tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita
nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
Asal Usul
Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara
Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering
pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan
mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau
asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan pendapat para ahli sejarah, yang
mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti,
catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai Tatar Sunda
yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Kanekes dikaitkan dengan Kerajaan Sunda
yang sebelum keruntuhannya pada abad ke-16 berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor

sekarang). Sebelum berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat pulau Jawa ini
merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan pelabuhan dagang yang
cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahu, dan ramai digunakan untuk
pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah
tersebut, yang disebut sebagai Pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa kelestarian sungai
perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkanlah sepasukan tentara kerajaan yang sangat
terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah
Gunung Kendeng tersebut. Keberadaan pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut
tampaknya menjadi cikal bakal Masyarakat Baduy yang sampai sekarang masih mendiami
wilayah hulu Sungai Ciujung di Gunung Kendeng tersebut (Adimihardja, 2000). Perbedaan
pendapat tersebut membawa kepada dugaan bahwa pada masa yang lalu, identitas dan
kesejarahan mereka sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas
Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Pajajaran.
Van Tricht, seorang dokter yang pernah melakukan riset kesehatan pada tahun 1928,
menyangkal teori tersebut. Menurut dia, orang Baduy adalah penduduk asli daerah tersebut
yang mempunyai daya tolak kuat terhadap pengaruh luar (Garna, 1993b: 146). Orang Baduy
sendiri pun menolak jika dikatakan bahwa mereka berasal dari orang-oraang pelarian dari
Pajajaran, ibu kota Kerajaan Sunda. Menurut Danasasmita dan Djatisunda (1986: 4-5) orang
Baduy merupakan penduduk setempat yang dijadikan mandala (kawasan suci) secara resmi
oleh raja, karena penduduknya berkewajiban memelihara kabuyutan (tempat pemujaan
leluhur atau nenek moyang), bukan agama Hindu atau Budha. Kebuyutan di daerah ini
dikenal dengan kabuyutan Jati Sunda atau Sunda Asli atau Sunda Wiwitan (wiwitann=asli,
asal, pokok, jati). Oleh karena itulah agama asli mereka pun diberi nama Sunda Wiwitan.
Raja yang menjadikan wilayah Baduy sebagai mandala adalah Rakeyan Darmasiksa.
Ada versi lain dari sejarah suku baduy, dimulai ketika Kian Santang putra prabu siliwangi
pulang dari arabia setelah berislam di tangan sayyidina Ali. Sang putra ingin mengislamkan
sang prabu beserta para pengikutnya. Di akhir cerita, dengan wangsit siliwangi yang
diterima sang prabu, mereka berkeberatan masuk islam, dan menyebar ke penjuru sunda
untuk tetap dalam keyakinannya. Dan Prabu Siliwangi dikejar hingga ke daerah lebak (baduy
sekarang), dan bersembunyi hingga ditinggalkan. Lalu sang prabu di daerah baduy tersebut
berganti nama dengan gelar baru Prabu Kencana Wungu, yang mungkin gelar tersebut sudah
berganti lagi. Dan di baduy dalamlah prabu siliwangi bertahta dengan 40 pengikut setianya,
hingga nanti akan terjadi perang saudara antara mereka dengan kita yang diwakili oleh ki saih
seorang yang berupa manusia tetapi sekujur tubuh dan wajahnya tertutupi oleh bulu-bulu
laiknya monyet.dan ki saih ini kehadirannya di kita adalah atas permintaan para wali kepada
Allah agar memenangkan kebenaran.
Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada
pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya
juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan

dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari
orang Kanekes (Garna, 1993). Isi terpenting dari pikukuh (kepatuhan) Kanekes tersebut
adalah konsep tanpa perubahan apapun, atau perubahan sesedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pndk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak bisa/tidak boleh dipotong, pendek tidak bisa/tidak boleh disambung)
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Di bidang
pertanian, bentuk pikukuh tersebut adalah dengan tidak mengubah kontur lahan bagi ladang,
sehingga cara berladangnya sangat sederhana, tidak mengolah lahan dengan bajak, tidak
membuat terasering, hanya menanam dengan tugal, yaitu sepotong bambu yang
diruncingkan. Pada pembangunan rumah juga kontur permukaan tanah dibiarkan apa adanya,
sehingga tiang penyangga rumah Kanekes seringkali tidak sama panjang. Perkataan dan
tindakan mereka pun jujur, polos, tanpa basa-basi, bahkan dalam berdagang mereka tidak
melakukan tawar-menawar.
Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya
dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk
melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima, yang pada tahun 2003 bertepatan
dengan bulan Juli. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota
masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca
Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat
pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka
bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan
banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau
berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen (Permana, 2003a).
Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang
dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat
Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.

Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap
mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini
menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta,Indonesia serta puluhan
lainnya luka.
Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 - 1998),
Hafidin Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1975 - 1998). Mereka tewas tertembak di
dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan
dada.

Latar belakang dan kejadian


Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia
sepanjang 1997 - 1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung
DPR/MPR, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.
Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul
12.30. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian.
Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri.
Akhirnya, pada pukul 5.15 sore hari, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak
majunya aparat keamanan. Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah
mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di
universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun
berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.
Satuan pengamanan yang berada di lokasi pada saat itu adalah Brigade Mobil Kepolisian RI,
Batalyon Kavaleri 9, Batalyon Infanteri 203, Artileri Pertahanan Udara Kostrad, Batalyon
Infanteri 202, Pasukan Anti Huru Hara Kodam seta Pasukan Bermotor. Mereka dilengkapi
dengan tameng, gas air mata, Styer, dan SS-1.

Pada pukul 20.00 dipastikan empat orang mahasiswa tewas tertembak dan satu orang dalam
keadaan kritis. Meskipun pihak aparat keamanan membantah telah menggunakan peluru
tajam, hasil otopsi menunjukkan kematian disebabkan peluru tajam. Hasil sementara
diprediksi peluru tersebut hasil pantulan dari tanah peluru tajam untuk tembakan peringatan.

Factor penyebab konflik trisakti?


Tragedi Trisakti bermula dari kekuasaan Orde Baru yang semakin memburuk. Penyebab
utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun
1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang
melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan
rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan
utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Menanggapi aksi
reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII
menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum
bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk di ikutsertakan dalam Kabinet Reformasi.
Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan,
muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo.
Hal ini menimbulkan akses-akses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru
tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde
Baru.
Berikut ini adalah beberapa hal yang menyebabkan timbulnya ternjadinya Tragedi Trisakti :
2.2.1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan
politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih

banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa
Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Pada dasarnya
secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakilwakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan
direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan
kekeluargaan (nepotisme).
Gerakan reformasi (demontran) juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima
paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, diantaranya:
a. UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
b. UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/ MPR.
c. UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
d. UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
e. UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu
munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Pemilihan
umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih
kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai
Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat
yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak
kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik
Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan
Presiden Soeharto yang datang dari para mahasiswa dan kalangan intelektual. Akibatnya
meletus kerusuhan di gedung DPR/MPR yang menimbulkan tewasnya 4 mahasiswa dan
banyak mahasiswa mengalami luka-luka.
2.2.2. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak
munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga
menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya perbaruan di bidang hukum
agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang
sebenarnya.
2.2.3. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum
mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia
mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata usaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah
besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.

Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter
telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin
memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di
pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali.
Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan
moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di
harapkan oleh pemerintah belum terealisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah
menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF. Faktor lain yang
menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar
negeri.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan
Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi
riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat
pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh
menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum
bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah
pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang
berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang
dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai
dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde
Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni
di Jakarta.
2.2.4. Krisis Kepercayaan
Demonstrasi dilakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah
mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak
aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi
mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya
empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan
Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan
masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan
tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung
DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR akhirnya berubah
menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat
tersebut sebelum tuntutan reformasi total dipenuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa
lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998
pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.

Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet


tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan
Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana
Negara. Adapun seorang pengamat politik yang bernama Geoff Forrester menyimpulkan
bahwa kejatuhan Soeharto disebabkan oleh 5 faktor yaitu 1) ambruknya ekonomi, 2)
menurunnya kesehatan Soeharto, 3) kekeliruan kebijakan yang masih konsisten dibuat
Soeharto misalnya mengangkat Tutut dan Bob Hasan sebagai Menteri, 4) demonstrasi massif
oleh mahasiswa, dan 5) perpecahan di kalangan elit baik sipil maupun militer.(Asvi Warman
Adam, 2007:122-123) .
2.3

DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI TRAGEDI TRISAKTI

Dari beberapa penyebab yang ditimbulkan dari tragedi ini menuai banyak kecaman di
berbagai penjuru kota. Terutama dibeberapa kota besar seperti Jakarta. Pada kasus ini,
kerusuhan pelanggaran HAM yang yang dilakukan oleh aparatur Negara tersebut tidak diadili
dengan tegas sampai saat ini. Walaupun hal ini sudah terjadi sejak tahun 1998, namun
pengadilan pelanggaran HAM ini belum bisa dituntaskan dan masih banyak
dipertanyakan/diperbincangkan.
Akibatnya, tragedi ini menimbulkan berbagai dampak dipenjuru kota. Dampak yang
ditimbulkan pada era itu diantaranya :
1) Soeharto Mundur dari jabatan Presiden
Dalam buku Tuti Artha(2007:140). Tewasnya 4 mahasiswa tari sakti sangat mengejutkan dan
membuat simpati masyarakat pada pemerintah menjadi berkurang. Akibatnya, desakan
Soeharto mundur pun terjadi.
Dalam situasi seperti itu, mendadak Soeharto yang semula optimis dan perkasa menjadi tak
memiliki kekuatan untuk melawan ribuan masa yang menuntut dirinya mundur. Soeharto
seakan kehilangan senjata gebuknya yang dulu sangat menakutkan. Soeharto juga mendadak
tak memiliki lagi pendukung yang dulu mengangkatnya menjadi presiden. Rakyat seakan
bergerak tanpa sepengetahuan dan restunya. Soeharto juga kian terbenam dan tak berdaya
ketika ditinggalkan pembantunya. Dan akhirnya terjadilah suksesi yang seakan tak masuk
akal. Seperti ditulis Deni JA dalam bukunya Jatuhnya Soeharto dan Transisi Demokrasi
Indonesia(2006:20), Siapa yang menduga Harmoko selaku Ketua MPR/DPR dan Golkar
dapat memberi deadline kapan Soeharto mundur. Siapa pula yang menduga fraksi Karya
Pembangunan dimana Soeharto sendiri sebagai ketua Dewan Pembina, ternyata menyokong
Seruyan Harmoko dan siapa pula yang menyangka kekuatan sipil begitu besar.
2) Transportasi Terganggu
Suasana mencekam akibat kerusuhan selain membuat membuat masyarakat dilanda ketakutan
yang luar biasa -- terutama warga keturunan etnis Tionghoa -- juga menyebabkan
kelumpuhan kegiatan ekonomi dan sosial secara nasional untuk beberapa hari.
Kerusuhan massal yang terjadi di berbagai tempat di Jakarta dan sekitarnya membuat arus

penumpang feri dari Merak ke Bakauheni dan sebaliknya merosot drastis, akibatnya
pelabuhan Merak tampak sepi. Anjloknya muatan terjadi sejak kamis 14 Mei sehari setelah
mulai meletusnya kerusuhan.
Bus-bus umum jurusan Merak-Jakarta tak satu pun yang berani beroperasi karena takut
dihadang para perusuh dan penjarah di jalanan.
Penutupan jalan tol membuat sebagian pengguna kendaraan pribadi membatalkan niatnya
melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Mereka yang sudah terlanjur menyeberang dari Sumatera
memilih menunggu di Merak atau Cilegon. Untuk menghindari berbagai kemungkinan buruk
sekitar 100 unit truk juga menunda melanjutkan perjalanannya ke Jakarta dan kota-kota
lainnya.
3) Perdagangan Lumpuh
Ratusan warga keturunan meninggalkan Indonesia sebagai dampak dari kerusuhan tersebut
yang berdampak pada lumpuhnya jaringan distribusi perdagangan. Karena jaringan tersebut
sebagian besar dipegang oleh warga keturunan.
4) Sekolah libur
Sebagian besar sekolah di Jakarta memperpanjang keputusan meliburkan kegiatan belajar
mengajar bagi anak didiknya. Tindakan itu diambil terutama karena pertimbangan
keselamatan peserta didik, menyusul kondisi keamanan yang rawan.
5) Investor meninggalkan Indonesia
Gelombang warga asing yang meninggalkan Indonesia terus berlangsung. Ribuan orang asing
yang panik setelah menyaksikan kerusuhan di Jakarta bergegas meninggalkan Jakarta. Krisis
sosial yang terjadi di Indonesia baru-baru ini membuat para investor Taiwan yang semula
berniat menanamkan modalnya di Indonesia urung mewujudkan keinginannya. Krusuhan itu
membuat para investor Taiwan ketakutan.
6) Media bebas bersuara
Dalam buku Effendi dkk (2000 : 387) mengungkapkan bahwa dalam peristiwa penembakan
mahasiswa trisakti, berita SCTV dan Indosiar menghadirkan isi yang dapat dikatakan
mendukung reformasi yang telah diprotes oleh mahasiswa. Padahal Surya Citra Televisi
(SCTV) dikontrol oleh saham Sudwikatmono, saudara tiri Soeharto, dan kemudian Indosiar,
dikuasai oleh modal salah satu kroni Soeharto Lienm Sioe Liong.

Penyelesaian konflik trisakti?


Komisi II DPR akan melaporkan ke pimpinan DPR untuk menyelesaikan kasus tragedi
Trisakti yang hingga kini masih terkatung-katung. Sementara Jaksa Agung, MA Rahman

menyatakan, telah membentuk tim untuk meneliti kembali tragedi Trisakti yang merengut
nyawa 4 mahasiswa Trisakti.
Ketua Komisi II DPR, Teras Narang disela-sela rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan
Jaksa Agung, di Jakarta, Rabu (12/05) mengakui, DPR hingga kini belum intensif membahas
kasus tragedi Trisaksi 12 Mei tahun 1998.
Teras mengatakan, DPR masih harus melaporkan persoalan ini kembali kepada pimpinan
DPR. Karena sebelumnya hasil pansus kasus Trisakti yang dibentuk beberapa tahun lalu
menyimpulkan, tidak ada pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Trisakti.
Teras Narang menambahkan, pihaknya masih menunggu keputusan pimpinan DPR terhadap
kasus ini, apakah perlu dibentuk pansus lagi untuk menyelidiki kasus Trisakti yang
menewaskan 4 mahasiswa Trisakti itu, atau mencari solusi lain yang lebih tepat. Dengan
demikian, Teras berjanji akan secepatnya meniliti kasus ini sebelum masa tugas DPR
berakhir.
Sementara, Jaksa Agung MA Rahman dalam penjelasannya mengatakan, pihaknya telah
menerima berkas laporan yang diusulkan dari Komnas HAM. Dan atas dasar itu, telah
membentuk tim untuk melakukan penelitihan terhadap kasus Tragedi Trisakti 12 Mei itu.

You might also like