You are on page 1of 6

Pencegahan DBD dengan Promosi Kesehatan dan Peran Puskesmas dalam

Bidang Kesehatan Masyarakat


Mario Alexander / 102012020 / C2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Tanjung Duren Dalam IV No 13, Jakarta Barat
rio_alx@yahoo.com

Abstrac
According to the Health Act No.23 of 1992. Health is a state of complete body, soul, social enabling
everyone to live socially and economically productive. According to Perkins. Pain is an unpleasant
situation that happened to someone that interfere with daily activities, both physical and social
activity. Winslow said that to address health issues including disease, there are three stages of
prevention is known as the theory of five levels of prevention, namely primary prevention (health
promotion, special protection), secondary prevention (early diagnosis and prompt treatment, disability
limitation), and tertiary prevention (rehabilitation). Implementation of health care is a shared
responsibility between the giver and receiver of service. Service orientation is directed to place people
as subjects (involving communities in health services) that can maintain and improve the quality of
their own health. In Indonesia, health centers are the backbone of the health service is first rate. All
health promotion activities for people is the task of the health center and a health efforts required by
SK.Men Kes RI 128/2004, which should be run by the clinic. Health center working area level, or at a
local view of the total population between 30,000 and 50,000 lives, health centers in urban areas or
village level which has a population of about 30,000 inhabitants.
Keywords: healthy ill health promotion health centers

Abstrak
Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.23 Tahun 1992. Sehat adalah keadaan sejahtera tubuh,
jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis.
Menurut Perkins. Sakit adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga
menimbulkan gangguan pada aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani maupun social. Winslow
mengungkapkan bahwa untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit, ada tiga tahap
pencegahan yang dikenal sebagai teori five levels of prevention, yaitu pencegahan primer (promosi
kesehatan, perlindungan khusus), pencegahan sekunder (diagnosis dini dan pengobatan segera,
pembatasan kecacatan), dan pencegahan tersier (rahabilitasi). Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
merupakan tanggung jawab bersama antara pemberi dan penerima pelayanan. Orientasi pelayanan
diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek (melibatkan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan) yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri. Di Indonesia
puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan tingkat pertama. Semua kegiatankegiatan promosi kesehatan msyarakat ini merupakan tugas dari puskesmas dan merupakan upaya
1

kesehatan wajib berdasarkan SK.Men Kes RI no.128/ 2004 yang harus dijalankan oleh puskesmas.
Puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan atau pada suatu daerah dangan jumlah penduduk
antara 30.000 sampai 50.000 jiwa, puskesmas di daerah-daerah tingkat kelurahan atau desa yang
memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa.
Kata kunci: sehat sakit promosi kesehatan puskesmas

Pendahuluan
Tinggi nya angka penularan penyakit menular, terutama DBD di suatu tempat dapat
meresahkan masyarakat. Hal ini tentu menjadi tugas bagi puskesmas di daerah tersebut untuk
berperan dalam menurunkan angka penularan. Dan hal ini tentu bisa diwujudkan bila adanya
perubahan perilaku dari masyarakat yang lebih bisa menjaga kesehatan lingkungan yaitu dengan
pemeliharaan bak penampung air sehingga diharapkan dapat memutuskan rantai penularan penyakit.
Yang harus dilakukan oleh pihak puskesmas yaitu memberikan penyuluhan mengenai promosi
kesehatan kepada masyarakat.

Pembahasan
Sebelum membahas tentang promosi kesehatan ada baiknya jika kita mengetahu terlebih
dahulu apa itu konsep sehat dan sakit dan apa saja yang menjadi batasan-batasan atau syaratsyaratnya.
Konsep sehat-sakit adalah konsep yang kompleks dan multiinter-pretasi. Banyak factor yang
mempengaruhi kondisi sehat maupun sakit. Pengertian sehat-sakit juga beragam. Setiap individu,
keluarga, masyarakat, maupun profesi kesehatan mengartikan sehat/sakit secara berbeda, bergantung
pada paradigmanya.
Berabad-abad lalu, sehat diartikan sebagai kondisi yang normal dan alami. Karenanya, segala
sesuatu yang tidak normal dan bertentangan dengan alam dianggap sebagai kondisi tidak sehat yang
harus dicegah. Sehat sendiri bersifat dinamis yang statusnya terus-menerus berubah. Kesehatan
memengaruhi tingkat fungsi seseorang, baik dari segi fisiologis, psikologis, dan dimensi sosiokultural
setiap orang atau kelompok memiliki pemahaman yang berbeda mengenai hal tersebut. Meski rumit
dan bervariasi, suatu keadaan bisa dikatakan normal/sehat setelah memenuhi parameter tertentu.
Selanjutnya, konsep umum tentang keadaan normal/sehat akan menggunakan nilai rata-rata parameter
tersebut sebagai acuannya. Nilai rata-rata tersebut dikenal dengan istilah nilai normal. Sebagai
contoh, kadar natrium normal pada orang dewasa adalah 136-145 mmol/l. secara umum, ada beberapa
definisi sehat yang dapat dijadikan sebagai acuan.
1. Menurut WHO. Sehat adalah keadaan keseimbangan yang sempurna, baik fisik, mental, dan
social, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan.
2. Menurut Parson. Sehat adalah kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan
tugasnya secara efektif.
3. Menurut Undang-Undang Kesehatan RI No.23 Tahun 1992. Sehat adalah keadaan sejahtera
tubuh, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara social dan
ekonomis.
Sakit adalah keadaan tidak normal/sehat. Secara sederhana, sakit atau dapat pula disebut
penyakit-merupakan suatu bentuk kehidupan atau keadaan diluar batas normal. Tolak ukur yang
2

paling mudah untuk menentukan kondisi sakit/penyakit adalah jika terjadi perubahan dari nilai ratarata normal yang telah ditetapkan. Sebagai contoh, bunyi paru dalam keadaan normal biasanya adalah
bronco vesicular. Jika terdengar bunyi mengi, bisa dikatakan bahwa individu tersebut menderita sakit.
Keadaan sakit/penyakit sendiri merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan secara pasti. Akan tetapi,
ada beberapa definisi mengenai sakit/penyakit yang dapat dijadikan acuan.
1. Menurut Parson. Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk
sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian.
2. Menurut Bauman. Bauman mengemukakan ada tiga kriteria keadaan sakit, yaitu adanya
gejala, persepsi tentang keadaan sakit yang dirasakan, dan kemampuan beraktivitas seharihari yang menurun.
3. Menurut batasan medis. Batasan medis mengemukakan dua bukti adanya sakit, yaitu tanda
dan gejala.
4. Menurut Perkins. Sakit adalah suatu keadaan tidak menyenangkan yang menimpa seseorang
sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas sehari-hari, baik aktivitas jasmani maupun
social.1

Winslow, Profesor Kesehatan Masyarakat dari Yale University pada tahun 1920 (dalam
Leavel and Clark, 1958) mengungkapkan bahwa untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk
penyakit, ada tiga tahap pencegahan yang dikenal sebagai teori five levels of prevention.Hal ini
meliputi pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer dilakukan saat individu belum menderita sakit, meliputi hal-hal berikut.
1. Promosi kesehatan (health promotion) yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap masalah kesehatan.
2. Perlindungan khusus (specific protection) berupa upaya spesifik untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, dan peningkatan keterampilan
remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik, penanggulangan stres.
Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit meliputu hal-hal berikut.
1. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment). Tujuan utama
tindakan ini adalah mencegah penyebaran penyakit jika penyakit ini merupakan penyakit
menular, mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan
mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
2. Pembatasan kecacatan (disability limitation). Pada tahap ini, cacat yang terjadi diatasi,
terutama agar penyakit tidak berkelanjutan hingga mengarah pada cacat yang lebih buruk.
Pencegahan tersier (rahabilitasi). Pada proses ini, diusahakan agar cacat yang diderita tidak
menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental, dan
social.2
Berdasarkan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada tahun 1986 yang
menghasilkan piagam Ottawa, promosi kesehatan dikelompokkan menjadi lima area berikut.
- Kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan (healthy public policy). Kegiatan
ditujukan pada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan. Hal ini berarti setiap
kebijakan pembangunan dalam bidang apa pun harus mempertimbangkan dampak kesehatan
bagi masyarakat.
- Mengembangkan jarring kemitraan dan lingkungan yang mendukung (create
partnership and supportive environtment). Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan
kemitraan dan suasana yang mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini ditujukan kepada
3

pemimpin organisasi masyarakat serta pengelola tempat-tempat umum dan diharapkan


memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
nonfisik yang mendukung atau kondusif terhadap kesehatan masyarakat.
- Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service). Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan merupakan tanggung jawab bersama antara pemberi dan penerima pelayanan.
Orientasi pelayanan diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai subjek (melibatkan
masyarakat dalam pelayanan kesehatan) yang dapat memelihara dan meningkatkan kualitas
kesehatannya sendiri. Hal tersebut berarti pelayanan kesehatan lebih diarahkan pada
pemberdayaan masyarakat. Bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat dalam pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan bervariasi, mulai dari terbentuknya LSM yang peduli kesehatan,
baik dalam bentuk pelayanan maupun bantuan teknis, sampai upaya-upaya swadaya
masyarakat.
- Meningkatkan keterampilan individu (increase individual skills). Kesehatan masyarakat
adalah kesehatan agregat, yang terdiri atas kelompok, keluarga, dan individu. Kesehatan
masyarakat terwujud apabila kesehatan kelompok, keluarga,dan individu terwujud. Oleh
sebab itu, peningkatan keterampilan anggota masyarakat atau individu sangat penting untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat memelihara serta
meningkatkan kualitas kesehatannya.
- Memperkuat kegiatan masyarakat (strengthen community action). Derajat kesehatan
masyarakat akan terwujud secara efektif jika unsur-unsur yang terdapat di masyarakat
tersebut bergerak bersama-sama. Memperkuat kegiatan masyarakat berarti memberikan
bantuan terhadap kegiatan yang sudah berjalan di masyarakat sehingga lebih dapat
berkembang. Di samping itu, tindakan ini memberi kesempatan masyarakat untuk
berimprovisasi, yaitu melakukan kegiatan dan berperan serta aktif dalam pembangunan
kesehatan.
Berbagai hasil penelitian memberikan bukti yang menyakinkan mengenai hasil kerja promosi
kesehatan. Pendekatan yang menyeluruh dalam pembangunan kesehatan, dengan menggunakan lima
ruang lingkup tersebut jauh lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan pendekatan tunggal.
Pendekatan melalui tatanan memudahkan implementasi penyelenggaraan promosi kesehatan. Peran
serta masyarakat sangat penting untuk melestarikan berbagai upaya. Masyarakat harus menjadi subjek
dalam promosi kesehatan dan pengambilan keputusan. Akses pendidikan dan informasi sangat penting
untuk mendapatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. 2

Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni untuk (1) mencegah penyakit, (2)
memperpanjang hidup, dan (3) meningkatkan kesehatan dan efisiensi melalui upaya mesyarakat yang
terorganisasi untuk
- Sanitasi lingkungan,
- Pengendalian infeksi menular,
- Penyuluhan individual dalam menjaga kebersihan diri,
- Pengorganisasian layanan medis dan keperawatan untuk mendapatkan diagnosis dini dan
pengobatan preventif penyakit,
- Pengembangan mesin social untuk menjamin setiap orang mendapatkan standar hidup yang
memadai untuk menjaga kesehatan.3
Dalam kasus penyebaran DBD, tindakan pencegahan DBD dengan melakukan gerakan 3M
(menguras tempat penampungan air, mengubur barang-barang yang sudah tidak terpakai dan dapat
menampung air, serta membersihkan lingkungan sekitar. Pencegahan ini berguna untuk
4

menghilangkan perkembangan jentik nyamuk Aedes aegypty sebagai vector (perantara) penyebaran
infeksi virus dengue atau DBD. Selain itu, dengan meningkatkan kekebalan tubuh anggota keluarga
yang tidak terserang DBD. Penularan penyakit ini terbilang cepat dan mudah. Sekali gigit saja,
seseorang dapat tertular virus dengue melalui gigitan nyamuk. Mudahnya penularan juga dikarenakan
kemampuan terbang nyamuk yang sampai radius 100 meter. Hal itu berarti risiko tertular DBD
semakin meningkat jika satu warga si satu rukun warga terkena DBD. 4
Semua kegiatan-kegiatan promosi kesehatan msyarakat ini merupakan tugas dari puskesmas
dan merupakan upaya kesehatan wajib berdasarkan SK.Men Kes RI no.128/ 2004 yang harus
dijalankan oleh puskesmas.
Di Indonesia puskesmas merupakan tulang punggung pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Konsep puskesmas dilahirkan tahun 1968 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional
(Rakerkesnas) I di Jakarta. Waktu itu dibicarakan upaya mengorganisasi system pelayanan kesehatan
di tanah air, karena pelayanan kesehatan tingkat pertama pada waktu itu dirasakan kurang
menguntungkan dan dari kegiatan-kegiatan seperti BKIA, BP, P4M dan sebagainya masih berjalan
sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan. Melalui rakerkesnas tersebut timbul gagasan untuk
menyatukan semua pelayanan tingkat pertama kedalam suatu organisasi yang dipercaya dan diberi
nama Pusat Kesehatan Masyarakat (puskesmas). Dan puskesmas pada waktu itu dibedakan dalam 4
macam, yaitu (1) Puskesmas tingkat desa, (2) Puskesmas tingkat kecamatan, (3) Puskesmas tingkat
kewedaan, (4) Puskesmas tingkat kabupaten. pada rakerkesnas ke II tahun 1969, pembagian
piskesmas dibagi menjadi 3 kategori, yaitu (1) Puskesmas tipe A, dipimpin oleh dokter penuh; (2)
Puskesmas tipe B, dipimpin dokter tidak penuh; (3) Puskesmas tipe C, dipimpin oleh tenaga
paramedic. Pada tahun 1970 ketika dilangsungkan Rapat Kerja Kesehatan Nasional dirasakan
pembagian puskesmas berdasarkan kategori tenaga ini kurang sesuai, karena untuk puskesmas tipe B
dan tipe C tidak dipimpin oleh dokter penuh atau sama sekali tidak ad tenaga dokternya, sehingga
dirasakan sulit untuk mengembangkannya. Sehingga mulai tahun 1970 ditetapkan hanya satu macam
puskesmas dengan wilayah kerja tingkat kecamatan atau pada suatu daerah dangan jumlah penduduk
antara 30.000 sampai 50.000 jiwa. Konsep berdasarkan wilayah kerja ini tetap dipertahankan sampai
dengan akhir Pelita II pada tahun 1979 yang lalu, dan ini yang lebih dikenal dengan Konsep Wilayah.
Sesuai dengan perkembangan dan kemampuan pemerintah dan dikeluarkannya Inpres Kesehatan
Nomor 5 tahun 1974, Nomor 7 tahun 1975 dan Nomor 4 tahun 1976, dan berhasil mendirikan serta
menempatkan tenaga dokter di semua wilayah tingkat kecamatan di seluruh pelosok tanah air, maka
sejak Repelita III konsep wilayah diperkecil yang mencakup suatu wilayah dengan penduduk sekitar
30.000 jiwa. Dan sejak tahun 1979 mulai dirintis pembangunan puskesmas di daerah-daerah tingkat
kelurahan atau desa yang memiliki jumlah penduduk sekitar 30.000 jiwa. Dan untuk mengkoordinasi
kegiatan-kegiatan yang berada di suatu kecamatan, maka salah satu puskesmas tersebut ditunjuk
sebagai pennggung jawab dan disebut dengan nama puskesmas tingkat kecamatan atau yang disebut
juga puskesmas Pembina. Dan puskesmas-puskesmas yang ada di tingkat kelurahan atau desa disebut
puskesmas kelurahan atau desa disebut puskesmas kelurahan atau yang lebih dikenal dengan
puskesmas pembantu. Dan sejak itu puskesmas dibagi dalam 2 kategori seperti apa yang kita kenal
sekarang, yaitu (1) Puskesmas kecamatan/Puskesmas Pembina, (2) Puskesmas kelurahan/Puskesmas
pembantu.5

Daftar Pustaka

1. Asmadi. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. Hlm278.
2. Maulana HDJ. Promosi kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. Hlm24-8.
3. Pickett G, Hanlon JJ. Kesehatan masyarakat: administrasi dan praktik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 1995. Hlm6.
4. Satari HI, Meiliasari M. Demam berdarah perawatan di rumah & rumah sakit. Depok: Puspa
Swara; 2008. Hlm19-20.
5. Effendy N. Keperawatan kesehatan masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1997. Hlm160-1.

You might also like